Anda di halaman 1dari 24

PENGGUNAAN OBAT DALAM MASA PERSALINAN

Makalah disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Farmakologi

Dosen Pengampu:
Ina Indriati, S.ST., M.Kes

Oleh:

Ine Febrianti Suswardani 216008


Risa Nuraisah 216026
Erara Nadja 216037
Mira Diadhita 216038

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN
INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
RS dr. SOEPRAOEN MALANG 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis aturkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
telah memberi kelancaran kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Mata Kuliah Farmakologi. Tidak lupa juga Shalawat serta salam kita curahkan kepada
junjungan Nabi Agung kita Nabi Muhammad SAW, yang telah mengarahkan kami ke jalan
yang penuh berkah.
Selain bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Farmakologimakalah ini juga
untuk mengulas serta menjelaskan beberapa materi mengenaipenggunaan obat-obatan pada
proses persalinan, penulis mengharapkan pembaca dapat mempelajari dan memahami dengan
mudah. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ina Indriati, S.ST., M.Kes,
selaku dosen pengampu Mata Kuliah Farmakologiyang telah banyak memberikan bimbingan
serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum sempurna dan
banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Malang, 8 Agustus 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 5
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 5
1.2 Rumusan masalah ............................................................................................................ 7
1.3 Tujuan penulisan .............................................................................................................. 7
BAB II ....................................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................ 8
2.1 Persalinan ......................................................................................................................... 8
2.1.1 Definisi Persalinan ........................................................................................................ 8
2.1.2 Asuhan Persalinan .........................................................................................................8
2.2 Obat-obat dalam persalinan ............................................................................................ 9
2.2.1 Pereda nyeri pada persalinan .........................................................................................9
2.2.2 Anti Emetik ................................................................................................................. 13
2.2.3 Obat yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus / Oksitosik. ......................................15
2.2.4 Obat yang Menurunkan Kontaktilitas Uterus/Tokolitik ............................................. 19
2.2.5 Kortikosteroid dan Tokolisis .......................................................................................20
2.3 Prosedur - Prosedur Obstetri .......................................................................................... 21
BAB III .................................................................................................................................... 22
PENUTUP ............................................................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 22
3.2 Saran ...............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................23

iii
4
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan
wanita. Proses persalinan memiliki arti yang berbeda disetiap wanita, dengan belum
adanya pengalaman akan memunculkan kecemasan dan ketakutan yang berlebih
selama proses persalinan. Keadaan ini sering terjadi pada wanita yang pertama kali
melahirkan (Wijaya dkk, 2014). Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan plasenta) yang cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan ataupun tanpa bantuan
(kekuatan sendiri) (Sulistyowati & Nugraheny, 2013).
Proses persalinan dipengaruhi tiga faktor berupa passage (jalan lahir),
passanger (janin), power (kekuatan). Persalinan dapat berjalan dengan normal
(Euthocia) apabila ketiga faktor terpenuhi dengan baik.
Rasa nyeri pada persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi
(pemendekan) otot rahim. Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada
pinggang, daerah perut dan menjalar kearah paha. Nyeri persalinan disebabkan
adanya regangan segmen bawah rahim dan servik serta adanya ischemia otot rahim.
Tingkat nyeri persalinan digambarkan dengan intensitas nyeri yang dipersepsikan
oleh ibu saat proses persalinan. Intensitas nyeri tergantung dari sensasi keparahan
nyeri itu sendiri. Intensitas rasa nyeri persalinan bisa ditentukan dengan cara
menanyakan intensitas atau merujuk pada skala nyeri. Contohnya, skala 0-10 (skala
numerik), skala deskriptif yang menggambarkan intensitas tidak nyeri sampai nyeri
yang tidak tertahankan, skala dengan gambar kartun profil wajah dan sebagainya.
Intensitas nyeri rata-rata ibu bersalin kala I fase aktif digambarkan dengan skala VAS
sebesar 6-7 sejajar dengan intensitas berat pada skala deskriptif (Judha, dkk, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan meliputi faktor psikis dan
fisiologis. Faktor fisiologis yang dimaksud adalah kontraksi. Gerakan otot ini
menimbulkan rasa nyeri karena saat itu otot-otot rahim memanjang dan kemudian
memendek. Servik juga akan melunak, menipis dan mendatar kemudian tertarik. Saat
itulah kepala janin menekan mulut rahim dan membukanya. Jadi kontraksi merupakan
upaya membuka jalan lahir. Untuk faktor psikologis yang dimaksud adalah rasa takut
dan cemas berlebihan yang akan mempengaruhi rasa nyeri ini. Setiap ibu mempunyai
versi sendiri-sendiri tentang nyeri pada saat persalinan. Hal ini karena ambang batas
nyeri setiap orang berlainan. Beragam respons tersebut merupakan suatu mekanisme
proteksi dan rasa nyeri yang dirasakan (Andarmoyo, 2013).
Selama kala I persalinan, nyeri diakibatkan oleh dilatasi servik dan segmen
bawah uterus dan distensi korpus uteri. Intensitas nyeri persalinan pada primipara
seringkali lebih berat daripada nyeri persalinan pada multipara. Hal ini karena

5
multipara mengalami penipisan serviks bersamaan dengan dilatasi serviks sedangkan
pada primipara proses penipisan serviks terjadi lebih dulu daripada dilatasi serviks.
Proses ini menyebabkan intensitas kontraksi yang dirasakan primipara lebih berat dari
multipara, terutama pada kala I persalinan (Andarmoyo, 2013).
Intensitas nyeri persalinan pada primipara seringkali lebih berat daripada nyeri
persalinan pada multipara. Primipara juga mengalami proses persalinan lebih lama
dibandingkan proses persalinan pada multipara sehingga primipara mengalami
kelelahan yang lebih lama. Kelelahan berpengaruh terhadap peningkatan persepsi
nyeri. Hal itu menyebabkan nyeri sebagai suatu lingkaran setan (Andarmoyo, 2013).
Nyeri persalinan adalah kontraksi miometrium merupakan proses fisiologis
dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu. Rasa nyeri pada
persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim.
Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan
menjalar ke arah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim
(serviks). Dengan adanya pembukaan servik ini maka akan terjadi persalinan (Rejeki,
2020).
Nyeri yang dialami oleh perempuan dalam persalinan diakibatkan oleh
kontraksi uterus, dilatasi serviks; dan pada akhir kala I dan pada kala II oleh
peregangan vagina dan dasar pelvis untuk menampung bagian presentasi. Rasa tidak
nyaman (nyeri) selama persalinan kala I disebabkan oleh dilatasi dan penipisan
serviks serta iskemia uterus hal ini dikarenakan penurunan aliran darah sehingga
oksigen lokal mengalami defisit akibat kontraksi arteri miometrium, nyeri ini disebut
nyeri viseral. Sedangkan pada akhir kala I dan kala II, nyeri yang dirasakan pada
daerah perineum yang terjadi akibat peregangan perineum, tarikan peritonium dan
daerah uteroservikal saat kontraksi, penekanan vesika urinaria, usus dan struktur
sensitif panggul oleh bagian terendah janin, nyeri ini disebut nyeri somatik (Rejeki,
2020).
Nyeri persalinan ditandai dengan adanya kontraksi rahim, kontraksi
sebenarnya telah terjadi pada minggu ke-30 kehamilan yang disebut kontraksi
Braxton hicks akibat perubahan-perubahan dari hormon estrogen dan progesteron
tetapi sifatnya tidak teratur, tidak nyeri dan kekuatan kontraksinya sebesar 5 mmHg,
dan kekuatan kontraksi Braxton hicks ini akan menjadi kekuatan his dalam persalinan
dan sifatnya teratur. Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang biasanya
pecah menjelang pembukaan lengkap, tetapi dapat juga keluar sebelum proses
persalinan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam
waktu 24 jam.
Saat ini banyak metode yang ditawarkan untuk menurunkan nyeri pada
persalinan, baik metode farmakologis (menggunakan obat-obatan) maupun
nonfarmakologis (secara tradisional). Pada persalinan masalah kegawatdaruratan
menjadi maslah utama sehingga bahasan ditekankan pada obat-obat untuk menagani
kegawat daruratan selama persalinan. Penindakan secara farmakologis meliputi
pemberian anlgetik serta anastesia. Tata cara farmakologis diberikan buat kurangi rasa
sakit. Penggunaannya masih terbatas serta petugas tidak hendak memberikannya
apabila tidak benar–benar diperlukan serta cocok gejala. Disebabkan dibutuhkan
bayaran yang lumayan besar, memunculkan dampak samping serta proses persalinan
yang baik merupakan yang alamiah tanpa memakai obat bius (Anik, 2010).

6
Pemberian obat harus selalu dilakukan dengan memperhatikan prinsip prinsip
pengetahuan hayati yang relevan, dasar evidensi dan pertimbangan hukum. Banyak
obat atau pengobatan diberikan secara empiris atau berdasar uji dan ralat sebagaimana
yang telah dilakukan selama beribu tahun. Ada banyak pertanyaan mengapa obat ini
bekerja atau tidak bekerja yang masih belum terjawab. Pemantauan efek samping
obatpun dilakukan berdasarkan bukti empiris. Dengan menggunakan data-data hasil
studi kasus, dapat memperlihatkan bagaimana cara pendekatan ini memberi
konstribusinya pada perawatan.
Dalam suatu penelitian persalinan kala satu di Montreal General Hospital.
Kanada, 60% primipara merasakan nyeri hebat atau nyeri sangat hebat, 30%
merasakan nyeri sedang, dan hanya 10% yang merasakan nyeri ringan. Sementara
pada multipara 45% mengalami nyeri hebat atau sangat hebat, 30% merasakan nyeri
sedang, dan hanya 25% merasakan nyeri ringan. Berdasarkan masalah diatas penulis
tertarik untuk menjelaskan penggunaan obat dalam proses persalinan.

1.2 Rumusan masalah


a. Apa yang dimaksud dengan persalinan?
b. Apa saja macam obat- obat dalam persalinan?
c. Bagaimana cara penggunaan obat dalam persalinan?
d. Apa manfaat dari obat yang digunakan saat persalinan berlangsung?
e. Bagaimana prosedur-prosedur obstetri?

1.3 Tujuan penulisan


a. Untuk mengetahui pengertian dari persalinan
b. Untuk bisa mengetahui macam obat- obat dalam persalinan dan dapat
membedakannya
c. Untuk mengetahui cara penggunaa obat dalam persalinan yang tepat
d. Untuk mengetahui manfaat dari obat yang digunakan saat persalinan berlangsung
e. Untuk mengetahui prosedur- prosedur obstetric saat menggunakan obat

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan

2.1.1 Definisi Persalinan


Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta dan
membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Rohani, Saswita dan Marisah, 2011).
Persalinan normal adalah bayi lahir melalui vagina tanpa memakai alat bantu serta
tidak melukai ibu maupun bayimenurut (Varneys, 2007). Salah satu tolak ukur
penting dalam menciptakan Indonesia Sehat adalah menekan Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)

2.1.2 Asuhan Persalinan


Menurut Kemenkes (2013),tahapan persalinan dan kelahiran dikatakan
normal apabila: usia kehamilan cukup bulan, persalinan terjadi spontan, persentasi
belakang kepala, berlangsung tidak lebih dari 18 jam dan tidak ada komplikasi pada
ibu maupun janin. Adapun tatalaksana tahapan persalinan :

A. Kala I (Kala Pembukaan)


Pada kala ini pemberian obat pada ibu belum banyak digunakan, pemberian
obat dilakukan apabila:
1. Pasang infus intravena untuk pasien dengan: kehamilan lebih dari 5,
hemoglobin <9 g/dl atau hemotokrit 27%, riwayat gangguan
perdarahan,sungsang, kehamilan ganda, hipertensi, dan persalinan lama
2. Persiapkan rujukan apabila terjadi komplikasi

B. Kala II (Kala Pengeluaran Janin)


Pada kala ini pemberian obat mulai dilakukan, seperti:
1. Mengenali tanda dan gejala kala dua
2. Patahkan ampul okstitoksin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali pakai
didalam partus set/wadah DTT apabila terjadi gejala tidak normal.

8
3. Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu seperti cairan kristaloid, set
infuse

C. Kala III (Kala Pengeluaran Plasenta)


1. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10 unit
IM disepertiga paha atas bagian distal lateral. Jika tidak ada oksitosin: beri
ergometrin 0,2mg IM. Namun tidak boleh diberikan pada pasien
preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi karena dapat memicu terjadi
penyakit serebrovaskular.
2. Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit beri dosis ulangan oksitosi 10 unit
IM. Segera rujuk jika placenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir.
Bila terjadidarahan, lakukan placenta manual

D. Kala IV (Kala Pengawasan)


Kala IV dimulai setelah lahirnya placenta dan berakhir dua jam setelah
proses tersebut. Observasi yang harus dilakukan pada kala IV yaitu :
1. Tingkat kesadaran
2. Pemeriksaan tanda tanda vital (tekanan darah, nadi dan pernapasan)
3. Kontraksi uterus
4. Terjadinya perdarahan. Normalnya tidak melebihi 400-500 cc

2.2 Obat-obat dalam persalinan


Proses melahirkan yang berlangsung tanpa intervensi farmakologis. Idealnya
semua proses persalinan memerlukan tidak lebih dari analgesia inhalasi. Pelaksanaan
terapi analgesia akan berkaitan dengan penggunaan anti-emetik dan mungkin pula
oksitosik. Penggunaan obat–obat yang diberikan kepada ibu hamil yang sehat dalam
proses persalinannya berdasarkan golongannya, yaitu :

2.2.1 Pereda nyeri pada persalinan


1. Analgetika Inhalasi
Preparat gas ini akan menghasilkan analgetika intermiten pada saat
timbulnya kontraksi uterus (HIS). Reinolda menganjurkan pemberian hanya
pada masa transisi, kala dua persalinan, penjagitan perineum dan sementara

9
menunggu analgesia epidural untuk memberikan hasil yang efektif.Efek
samping; depresi system syaraf pusat (sedasi), halusinasi, mual dan
hipoksia.

2. Opioid
Opioid digunakan dalam persalinan, praedah, intrabedah, pasca bedah
dan dalam masa intensif untuk menghasilkan analgetika, sedasi serta
pengurangan rasa cemas. Contoh: meripidin, meplazinol, diamorfin dan
nalokson. Efek samping: system saraf pusat (ssp)-fungsi yang lebih tinggi,
depresi dan penumpukan system saraf pusat.

Gambar 1. meripidin, meplazinol, diamorfin

3. Obat – obat anestesi local


Obat – obat anestesi local memiliki peranan yang tertinggal dalam
meredakan rasa nyeri untuk jangka waktu yang singkat. Dalam kebidanan,
obat – obatan tersebut diberikan secara topical, subkutan, infiltrasi di
sekeliling serabut saraf yang tunggal. Contoh: lignokain, bupivakain. Efek
samping: anastesi lokal yang berhubungan dengan kerja khususnya
kemampuannya untuk menghambat hantaran impuls dalam jaringan yang
dapat tereksitasi. Obat anestesi lokal akan menyekat saluran cepat ion
natrium pada semua jaringan penghambat impuls, yaitu : SSP, jantung dan
system kardiovaskular, sistem syaraf perifer, sistem syaraf simpatis, otot
polos, uterus, kandung kemih, usus, otot skelet, telinga berdengung,
perasaan yang aneh dalam mulut, kebingungan, penglihatan kabur,
10
menggigil, keadaan gelisah, entoria, gemetaran, mual, tremor, konuksi,
depresi pernapasan, koma dan kematian
A. Lidocaine

Gambar 2. Obat anastesi lokal lignokain/lidocaine

Lidokain adalah obat yang digunakan untuk anestesia infiltrasi


(anestesia lokal) dan blok saraf. Bidan di Inggris boleh menggunakan
larutan obat anestesia ini hingga konsentrasi 1% untuk memberikan
anelgesia perineum sebelum melakukan episiotomi dan perbaikan
perineum (Tiran, 2006). Lidocaine adalah obat anastesi lokal yang
menyebabkan hilangnya sensasi rasa sakit pada tubuh, (Alodokter,
2015).
Lidokain cepat diserap dari tempat suntikan, saluran cernaserta
dapat melewati sawar darah otak. Kadarnya dalam plasenta fetus dapat
mencapai 60% kadar dalam darah ibu, (Syarif dan Sunaryo, 2012).
Sekitar 70% (55-95%) lidokain dalam plasma terikat protein, hampir
semuanya dengan alfa 1 – acid glycoprotein. Distribusi berlangsung
cepat, volume distribusi adalah 1 liter per kilogram; volume ini
menurun pada pasien gagal jantung. Tidak ada lidokain yang diekskresi
secara utuh dalam urin, (Bangun, 2012).
Lidokain dimetabolisme di dalam hati ibu hamil, janin atau
neonatus menjadi metabolit aktif. Meskipun lama kerja dan waktu
paruh lignokain atau lidokain relatif singkat (82 menit pada ibu hamil
dan 95 menit pada neonatus), metabolitnya tetap diekskresikan oleh
neonatus selama 36-48 jam sesudah kelahirannya, periode waktu untuk
ekskresi obat ini bergantung pada carapemberiannya. Metabolit ini
bertanggung jawab atas beberapa efek toksik yang ditimbulkan oleh
lignokain.

11
Lidocaine diindikasikan untuk ibu bersalin yang akan dilakukan
tindakan episiotomy ataupun terdapat luka laserasi, dan tidak
diperbolehkan untuk ibu hipotensi. Sediaan lidocaine ada Vial 0.2
mg/mL dan Ampul 5 ml lidokain 2%. Dosis yang biasa digunakan
sebelum tindakan episotomi : Lidocain HCL 1% injeksi tiap ml
mengandung 10 mg lidocain HCL dan Lidocain HCL 2% injeksi tiap ml
mengandung 20 mg lidocain HCL. Lidocaine disimpan pada suhu ruang
(25-30oC) dan tempat kering serta hindarkan dari cahaya.

B. Bupivakain

Bupivacaine adalah obat untuk menghilangkan rasa nyeri atau


memberi efek mati rasa saat prosedur operasi, tindakan medis, atau
persalinan. Bupivacaine bisa digunakan sebagai obat bius regional yang
akan berefek pada area tubuh tertentu.

Bupivacaine merupakan anestetik lokal yang bekerja dengan


memblokade inisiasi dan konduksi impuls saraf yang mengurangi
permeabilitas membrane neuronal ke ion Natrium, sehingga
mengakibatkan penghambatan depolarisasi tanpa blockade konduksi.
Penghambatan rangsangan nyeri yang dikirimkan oleh saraf menuju
otak inilah yang digunakan untuk memberikan efek bius ketika
diberikan bupivacaine secara injeksi.

Bupivacaine memiliki onset kerja yang cepat 1-17 menit


(tergantung rute dan dosis) dengan durasi 2-9 jam (tergantung rute dan
dosis). Bupivacaine ini memiliki konsentrasi plama puncak 30-45 menit,
berdistribusi dengan melintasi plasenta dan memasuki ASI (dalam
jumlah keci). Bupivacaine terikat pada protein plasma sekitar 95% dan
dimetabolisme di hati melalui konjugasi dengan asam glukoroat. Selain

12
itu, bupivacaine dieksresikan melalui urin sebagai metabolit dan 5-6%
dieksresikan sebagai obat yang tidak berubah. Waktu paruh dari
bupivacaine adalah 1,5-5,5 jam.

2.2.2 Anti Emetik


1. Antagonis Dopamin
Antagonis D2 meliputi metoklopramid, haloperidol, domperidon, dan
tenotiazin seperti klorpromazin serta prokloperazin. Obat – obat ini
memiliki potensi untuk mengurangi emesis dan meningkatkan selera makan,
mengubah motilitas gastrointestinal, mendepresi SSP, mengganggu postur
dan gerakan tubuh. Efek samping : traktus gastrointestinal, depresi SSP,
kelainan postur dan gerakan, reaksidistonia akut, efek samping
peerkinsonian, akathisia, sindrom neurokleptik, maligna, efek samping
kardiovaskular, SIADH (syndrome in appropriate ADH) dan efek samping
antimuskular.

Gambar 3. Obat antagonis dopamine : metoklopramid, haloperidol dan


domperidon

2. Anti Histamin
Obat–obat golongan ini dibagi menjadi :
a. Antihistamin yang menimbulkan sedasi: bromtenarimin, sinarizin,
meklizine, trimeprazin, siklizin, prometazin, klorteniramin.

13
Gambar 4. Antihistamin yang menimbulkan
sedasi: bromtenarimin, sinarizin, meklizine

b. Anti histamin yang tidak menimbulkan sedasi: cetirizine, tenadin,


akrivastin dan loratadin. Efek samping: obat – obat antihistamin yang
menimbulkan sedasi akan menimbulkan efek samping berhubungan
dengan efek samping yang sama dimiliki pula oleh obat – obat
antimetik golongan fenoti azin, seperti prolaktor perazin antihistamin
juga mempengaruhi: SSP, system kardiovaskular, gangguan usus dan
hati.

Gambar 5. Anti histamin yang tidak


menimbulkan sedasi: cetirizine dan
loratadin

3. Anti Emetik lainnya, seperti : obat – obat antimuskarinik, seperti antropin


dan hiosin umumnya merupakan obat antiemetik pilihan kedua sesudah
obat – obat antihistamin, preparat antagonis serotonis ialah antagonis
serotonin (SHT3), seperti endansetron (zetran) dan granisetron (kytril)
merupakan preparat antiemetik yang efektif, piridoksin telah digunakan
sebagai obat antiemetic selama 40 tahun dan mungkin merupakan preparat
yang aman serta efektif untuk pemakaian pada kehamilan dini, dan
kanabinoid digunakan oleh pada penderita sklerosis diseminata untuk
meredakan rasa nyeri dan muntah.

14
2.2.3 Obat yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus / Oksitosik.

1. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan substansi yang penting sebagai hormon lokal.
Di Inggris prostaglandin yang sering digunakan dalam bidang kebidanan
adalah dinoproston, carboprost, gemeprost, misoprostol. Efek samping:
kontraksi otot polos-usus, pembuluh darah bronkiolus, vasodilatasi dan
hipotensi, pireksia, inflamasi, sensirisasi terhadap rasa nyeri, diuresis +
kehilangan elektrolit, efek dari system syaraf pusat, inhibisi respons sistem
syaraf pusat, peningkatan tekanan intraokuler, pelepasan hormone hipofise,
rennin dan steroid adrenal

2. Oksitosin
Oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan
dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk
menyebabkan kontraksi uterus pada kehamilan aterm, kontraksi pembuluh
darah umbilikus, dan kontraksi sel – sel mioepitel. Efek samping: bila
oksitoksin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah
sehingga dapat timbul efek samping yang potensial berbahaya.

Gambar 6. Oksitosin

Pemberian oksitosin akan mengganggu masuknya kepala janin ke


dalam serviks. Kontraksi uterus yang keras, lama serta kuat dapat
menimbulkan konsekuensi yang serius, seperti: trauma pada neonates dan
ibu, puptura uteri, perdarahan postpartum, hematoma oelvik, solusio
plasenta, emboli cairan amnion dan hipoksia fetal.
Oksitosin memberikan hasil baik pada pemberian parenteral. Oksitosin
diabsorpsi dengan cepat melalui mukosa mulut dan bukal, sehingga

15
memungkinkan oksitosin diberikan sebagai tablet isap. Oksitosin tidak dapat
diberikan per oral karena akan dirusak lambung dan usus. Cara pemberian
nasal atau tablet isap dicadangkan untuk penggunaan pasca persalinan.
Waktu paruh oksitosin sangat singkat antara 3-5 menit (Syarif dan Muchtar,
2012). Oksitosin akan dieliminasi dalam waktu 30-40 menit sesudah
pemberiannya (Clayworth, 2000). Oksitosin dengan cepat dieliminasi lewat
hati, ginjal, dan enzim plasenta.Oksitosin akan dimetabolisasi dengan cepat
dan diekskresikan dalam hati (Kee dan Hayes, 1996).
Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan secara intramuskular timbul
3-5 menit, waktu untuk mencapai puncak konsentrasi belum diketahui dan
lama kerjanya adalah 2-3 jam. Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan
secara intravena terjadi segera, waktu untuk mencapai puncak konsentrasiya
tidak diketahui dan lama kerjanya adalah 20 menit. Obat diberikan secara
intravena untuk mengiduksi kehamilan atau mempercepat persalinan.
Kerja Oksitosin yang lain meliputi : kontraksi tuba uterine untuk
membantu pengangkutan sperma, peranan neurotransmitter yang lain dalam
sistem saraf pusat. Oksitosin disintesiskan dalam hipotalamus, kelenjar gonad,
plasenta dan uterus. Mulai dari usia kehamilan 32 minggu dan selanjutnya,
konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktivitas uterus akan lebih tinggi
pada malam harinya. Indikasi oksitosin Sebagai stimulan uterus pada :
1. Induksi partus aterm.
2. Inertia uteri (atonia uteri) atau hipotoni uteri.
3. Perdarahan post-partum.
4. Abortus inkompletus kehamilan setelah 20 minggu
Kontraindikasi penggunaan Oksitosin yaitu :Toksemia, disproporsi
sevalopelvik, distres janin, hipersensitivitas, persalinan nonvaginal yang telah
diantisipasi, kehamilan (intranasal), Disproporsi sefalopelvik, Malpresentasi,
Plasenta previa, Jaringan ikat pada uterus akibat sectio caesarea.

3. Methylergometrine Maleate

16
Gambar 7. Methylergometrine Maleate

Ergometrin merupakan turunan asam ligersik. Efek samping: seperti halnya


dengan preparat ergot yang lain, ergometrin berinteraksi dengan reseptor
serotoniergik, noradrenegik, (alfa). Dan dopaminergik dengan cara yang
kompleks. Kerjanya pada reseptor serotonin serta alfa1 diperkirakan
melandasi kontraktilitas uterus dan usus yang ditimbulkan oleh
ergometrin.Efek samping: kontraksi uterus, diare dan muntah, vasokomstriksi,
inhibisi produksi prolaktin, efek ergometrin pada neonatus dan
hipersensitifitas.

Methylergometrine (Methergin) merupakan obat golongan alkaloid ergot


semi sintetis yang mengandung zat aktif methylergonovine maleate.
Methergin tersedia dalam bentuk tablet dan suntikan. Obat ini bekerja pada
otot polos rahim secara langsung meningkatkan tonus, frekuensi, dan
amplitudo dari ritme kontraksi rahim. Peningkatan kontraksi ini berguna
untuk mencegah dan mengontrol perdarahan rahim setelah melahirkan (post
partum). Methergin bekerja cepat, yaitu sekitar 5-10 menit setelah diminum.
Absorsi methergin baik pada pemberian melalui oral maupun
intramuscular adalah cepat, kadar maksimum dalam plasma di capai setelah
30 menit absorpsinya menjadi lebih lambat pada gastrointestinal perperium,
kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 3 jam. Pada pemberian secara
oral, bioavailabilitasnya kurang lebih 60% volume distribusinya rendah (0,5
liter/kg).
Biotransformasi methergin di dalam hati. Ekskresi atau Eliminasinya
melalui hati dan ginjal serta terjadi dua tahap, waktu paruh yang lama adalah
0,5 sampai 2 jam. Pada pemberian melalui oral hanya 3 % zat asal dapat
ditemukan pada urine, hal ini menunjukkan metabolism yang ekstensif. Kerja

17
methergin terjadi dalam waktu 30-60 detik setelah penyuntikan i.v, 2-5 menit
setelah penyuntikan i.m, dan 5-10 menit setelah pemberian peroral dan
bertahan selama 4-6 jam.
a) Mekanisme Kerja Methylergometerine
1. Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga
memperpendek kala III.
2. Menstimulasi otot-otot polos terutama dari pembuluh darah perifer
dan rahim.
3. Pembuluh darah mengalami vasokonstraksi sehingga tekanan darah
naik dan terjadi efek oksitosik pada kandungan mature
b) Efek Samping Methylergometerine
1. Efek samping yang sering terjadi dapat berupa nyeri kepala, hipertensi,
ruam pada kulit, dan nyeri perut karena kontraksi rahim yang kuat;
2. Efek samping lain yang jarang terjadi dapat berupa penurunan
kesadaran, kejang, nyeri dada, hipotensi, dan mual muntah;
3. Efek samping seperti syok anafilaktik sangat langka namun dapat
terjadi pada pasien yang hipersensitif terhadap methergin.
c) Indikasi Methylergometerine
Penanganan aktif kala ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya
tegangan atau kekuatan otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa
nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir
seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam
rongga rahim).
d) Kontraindikasi Methylergometerine
Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah
memasuki kala pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif,
penyakit sumbatan pembuluh darah, sepsis (reaksi umum disertai demam
karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-
duanya), hipersensitifitas. Gangguan fungsi hati atau ginjal.Hati-hati
penggunaan pada penderita hipertensi, penyakit hati, jantung, ginjal,
infeksi puerpuralis dan penyakit penyumbatan pembuluh darah. Tidak
dianjurkan untuk induksi partus karena masa kerja yang lama dan
memberikan kontraksi uterus non fisiologik.
e) Interaksi Obat Methylergometerine
18
Makrolid, protease HIV atau penghambat transkiptase, anti jamur
azole, vasokonstriktor lain atau alkaloid ergot, bromokriptin, anestesi.
Obat tersebut dapat menurunkan efektivitas methergin dan dapat
meningkatkan resiko efek samping methergin.
f) Dosis Methylergometerine
 Oral : 0.2 – 0.4 mg sehari 2 – 4 kali, selama 2 hari
 IV atau IM : 0.2 mg (1 mL). IM boleh diulang setelah 2 – 4 jam,
bila perdarahan
hebat. Pemberian IM lebih menguntungkan daripada
IV karena efek samping lebih ringan.
g) Sediaan Methylergometerine
 Tablet salut 0.125 mg dalam strip 10x10 tablet
 Vial 0.2 mg/mL
 Ampul 1 ml
h) Penyimpanan Methylergometerine
 Wadah kedap udara
 Terlindung dari panas dan cahaya langsung
i) Pemberian Methergin
 PO : 0,2-0,4 mg, setiap 6-12 jam maksimum 1 minggu
 IM : 0,2 mg setelah melahirkan bahu anterior, setelah melahirkan
plasenta atau post partum, ulangi setiap 2-4 jam, dosis dapat diberikan
setelah parenteral.
 IV : sama seperti IM tetapi perlahan-lahan selama 1 menit dengan
pemantuan TD yang hati-hati.

2.2.4 Obat yang Menurunkan Kontaktilitas Uterus/Tokolitik


1. Preparat Agonis
Adrenoreseptor beta2 Kelompok preparat golongan simpatomemetik
ini meliputi ritodrin, terbutalin, salbutamol dan adrenalin. Efek samping
obat – obat tokolitik / relaksan uterus terjadi karena stimulasi pada
adrenoreseptor beta2, yang mengenai: sistem kardiovaskular, sistem rennin
angiotensin, sistem syaraf pusat, otot polos pada banyak organ, kalenjar
yang mensekresikan mukus dan proses metabolisme.

19
Gambar 8. ritodrin, terbutalin, salbutamol

2. Atosiban
Preparat ini diindikasikan untuk tokolisis dengan pembatasan yang
sama seperti yang diberlakukan pada obat – obat tokolitik lainnya. Efek
samping: muntah, hipertensi, sakit kepala, hiperglikemia.

2.2.5 Kortikosteroid dan Tokolisis

Obat–obat golongan kortikosteroid banyak digunakan dalam


penatalaksanaan persalinan yang premature.Efek samping yang cendereung timbul
dengan cepat adalah masalah kardiovaskular, gangguan metabolic-hiperglikemia
dan masalah sistem saraf pusat. Efek samping yang cenderung timbul dalam
jangka waktu yang lebih lama, seperti: kerja anti inflamasi-infeksi, gangguan
metabolit dan supresi adrenal. Contohnya : MgSO4, betamimetik, Calcium
Channel Blocker, dan NSAID, nifedipin (Calcium Channel Blocker)

20
Gambar 9. Magnesium Sulfate dan Nifedipine

2.3 Prosedur - Prosedur Obstetri

1. Induksi Persalinan, yaitu: induksi yang menggunakan oksitoksin. Penggunaan


oksitosin digunakan secara hati-hati karena gawat janin dapat terjadi karena
hiperstimulasi.Dosis efektif oksitosin bervariasi, berikan 2,5 – 5 unit oksitosin
dalam 500ml cairan kristaloid, lalu infuse dengan 8 tetes/menit. Setiap 30 menit,
tambahkan 4 tetes/menit hingga dosis optimal untuk his adekuat tercapai. Dosis
maksimum oksitosin adalah 20Mu/menit.
2. Plasenta Manual, ialah plasenta tidak lahir setelah 30 menit bayi lahir dan telah
disertai manajemen aktif kala III. Jika plasenta tidak lengkap keluar dan
perdarahan berlanjut. Lakukan persetujuan tindakan medis. Berikan sedative
diazepam 10mg IM/IV. Berikan antibiotika dosis tunggal (profilaksis) seperti:
ampisilin 2gr IV + metronidazole 500mg IV atau cefazoklin 1gr IV +
metronidazole 500mg IV

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan materi diatas disimpulkan bahwa obat-obatan yang
digunakan dalam asuhan kebidanan terutama pada persalinan yakni terdapat :
1. Obat Pereda Nyeri
Analgetika inhalasi, Opioid, Anestesi Lokal ( lidocaine, Bupivakain)
2. Anti Emetik
Antagonis Dopamin, Anti Histamin, Anti Emetik
3. Obat meningkatkan Kontraksi Uterus
Prostaglandin, Oksitosin, Mentyhlergometrine Maleate
4. Obat menurunkan Kontraksi Uterus
Perparat Agonis, Atosiban
5. Kortikosteroid dan Tokolisis

Adapun fungsi dari setiap obat tersebut berbeda-beda, misal nya Lidocaine dimana
fungsi dari lidocaine yakni sebagai anestesi lokal dan blok saraf. Dopamin berfungsi untuk
mengurangi emesis dan meningkatkan selera makan, mendepresi SSP, mengganggu postur
dan gerakan tubuh. Oksitosin berfungsi untuk menyebabkan kontraksi uterus pada
kehamilan aterm, kontraksi pembuluh darah umbilikus, dan kontraksi sel-sel mioepitel.
Preparat Agonis berfungsi untuk merelaksakan uterus karena stimulasi pada adrenoreseptor
beta2.

3.2 Saran
Dari pembahasan dan kesimpulan diatas, penulis sadar akan banyaknya kekurangan dalam
pembuatan makalah dan jauh dari kata sempurna. Dengan demikian, penulis berharap keoada
pembaca untuk bersedia memberikan saran serta kritik mengenai makalah ini. Selain itu
penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

22
DAFTAR PUSTAKA

Purwarini, J., & Sykenario, S. Y. (2022). Terapi Farmakologi Epidural Analgesia pada Persalinan
Normal dengan Kestabilan Tanda Vital Bayi Baru Lahir. Jurnal Keperawatan Silampari, 5(2),
669-679.

Utami, F. S., & Putri, I. M. (2020). Penatalaksanaan nyeri persalinan normal. Midwifery Journal:
Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 5(2), 107-109.

Sari, D. P., Rufaida, Z., & Lestari, S. W. P. (2018). Nyeri persalinan. E-Book Penerbit Stikes
Majapahit, 1-30.

Karmelita, D. M. (2020). EFEKTIVITAS NIPEDIPIN SEBAGAI TOKOLITIK DALAM


PERSALINAN PREMATUR. Jurnal Kedokteran STM (Sains dan Teknologi Medik), 3(2), 49-
58.

PUTRI AZKIA, P. (2023). Penerapan Relaksasi Otot Progresif Pada Ibu Hamil Trimester III
Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Punggung Bagian Bawah Di Wilayah Kerja Puskesmas
Karya Wanita (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).

Nurhikma, A., Wahyudin, E., & Nasruddin, A. M. (2017). EFEKTIVITAS PENGGUNAAN


MgSO4 SEBAGAI TOKOLITIK PADA ANCAMAN PERSALINAN PREMATUR DI RSUP
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO. Majalah Farmasi dan Farmakologi, 21(3), 70-74.

Haryanto, A., Hartono, R., & Isngadi, I. (2021). Manajemen Anestesi pada Seksio Sesarea dengan
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: Serial kasus. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 4(2).

Tristanti, I., Larasati, T. A., & Asiyah, N. (2023). KECEMASAN IBU DENGAN RIWAYAT
OBSTETRI BURUK PADA PERSALINAN KALA I. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 14(2), 361-369

Anggraini, D. D. (2022). 1.5 Prinsip Pencegahan Kematian Ibu. Asuhan Kebidanan


Kegawatdaruratan Maternal Neonatal, 11..

Sulistyawati dan Nugraheny. 2013. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Yogyakarta:
Salemba Medika

Judha, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Andarmoyo, Sulistyo (2013) KONSEP & PROSES KEPERAWATAN NYERI. ar-


ruzzmedia, yogyakarta. ISBN 978-602-78734-46-4

23
Rejeki, Sri (2020) Buku Ajar Manajemen Nyeri Dalam Proses Persalinan (Non
Farmaka). Unimus Press. ISBN 975-602-61559-2-2

Anik, Maryunani. (2010). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: CV. Trans Info Medika

24

Anda mungkin juga menyukai