Dosen Pengampu:
Ina Indriati, S.ST., M.Kes
Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis aturkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang
telah memberi kelancaran kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
Mata Kuliah Farmakologi. Tidak lupa juga Shalawat serta salam kita curahkan kepada
junjungan Nabi Agung kita Nabi Muhammad SAW, yang telah mengarahkan kami ke jalan
yang penuh berkah.
Selain bertujuan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Farmakologimakalah ini juga
untuk mengulas serta menjelaskan beberapa materi mengenaipenggunaan obat-obatan pada
proses persalinan, penulis mengharapkan pembaca dapat mempelajari dan memahami dengan
mudah. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ina Indriati, S.ST., M.Kes,
selaku dosen pengampu Mata Kuliah Farmakologiyang telah banyak memberikan bimbingan
serta arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang
telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini belum sempurna dan
banyak kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
multipara mengalami penipisan serviks bersamaan dengan dilatasi serviks sedangkan
pada primipara proses penipisan serviks terjadi lebih dulu daripada dilatasi serviks.
Proses ini menyebabkan intensitas kontraksi yang dirasakan primipara lebih berat dari
multipara, terutama pada kala I persalinan (Andarmoyo, 2013).
Intensitas nyeri persalinan pada primipara seringkali lebih berat daripada nyeri
persalinan pada multipara. Primipara juga mengalami proses persalinan lebih lama
dibandingkan proses persalinan pada multipara sehingga primipara mengalami
kelelahan yang lebih lama. Kelelahan berpengaruh terhadap peningkatan persepsi
nyeri. Hal itu menyebabkan nyeri sebagai suatu lingkaran setan (Andarmoyo, 2013).
Nyeri persalinan adalah kontraksi miometrium merupakan proses fisiologis
dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu. Rasa nyeri pada
persalinan adalah manifestasi dari adanya kontraksi (pemendekan) otot rahim.
Kontraksi inilah yang menimbulkan rasa sakit pada pinggang, daerah perut dan
menjalar ke arah paha. Kontraksi ini menyebabkan adanya pembukaan mulut rahim
(serviks). Dengan adanya pembukaan servik ini maka akan terjadi persalinan (Rejeki,
2020).
Nyeri yang dialami oleh perempuan dalam persalinan diakibatkan oleh
kontraksi uterus, dilatasi serviks; dan pada akhir kala I dan pada kala II oleh
peregangan vagina dan dasar pelvis untuk menampung bagian presentasi. Rasa tidak
nyaman (nyeri) selama persalinan kala I disebabkan oleh dilatasi dan penipisan
serviks serta iskemia uterus hal ini dikarenakan penurunan aliran darah sehingga
oksigen lokal mengalami defisit akibat kontraksi arteri miometrium, nyeri ini disebut
nyeri viseral. Sedangkan pada akhir kala I dan kala II, nyeri yang dirasakan pada
daerah perineum yang terjadi akibat peregangan perineum, tarikan peritonium dan
daerah uteroservikal saat kontraksi, penekanan vesika urinaria, usus dan struktur
sensitif panggul oleh bagian terendah janin, nyeri ini disebut nyeri somatik (Rejeki,
2020).
Nyeri persalinan ditandai dengan adanya kontraksi rahim, kontraksi
sebenarnya telah terjadi pada minggu ke-30 kehamilan yang disebut kontraksi
Braxton hicks akibat perubahan-perubahan dari hormon estrogen dan progesteron
tetapi sifatnya tidak teratur, tidak nyeri dan kekuatan kontraksinya sebesar 5 mmHg,
dan kekuatan kontraksi Braxton hicks ini akan menjadi kekuatan his dalam persalinan
dan sifatnya teratur. Kadang kala tampak keluarnya cairan ketuban yang biasanya
pecah menjelang pembukaan lengkap, tetapi dapat juga keluar sebelum proses
persalinan. Dengan pecahnya ketuban diharapkan persalinan dapat berlangsung dalam
waktu 24 jam.
Saat ini banyak metode yang ditawarkan untuk menurunkan nyeri pada
persalinan, baik metode farmakologis (menggunakan obat-obatan) maupun
nonfarmakologis (secara tradisional). Pada persalinan masalah kegawatdaruratan
menjadi maslah utama sehingga bahasan ditekankan pada obat-obat untuk menagani
kegawat daruratan selama persalinan. Penindakan secara farmakologis meliputi
pemberian anlgetik serta anastesia. Tata cara farmakologis diberikan buat kurangi rasa
sakit. Penggunaannya masih terbatas serta petugas tidak hendak memberikannya
apabila tidak benar–benar diperlukan serta cocok gejala. Disebabkan dibutuhkan
bayaran yang lumayan besar, memunculkan dampak samping serta proses persalinan
yang baik merupakan yang alamiah tanpa memakai obat bius (Anik, 2010).
6
Pemberian obat harus selalu dilakukan dengan memperhatikan prinsip prinsip
pengetahuan hayati yang relevan, dasar evidensi dan pertimbangan hukum. Banyak
obat atau pengobatan diberikan secara empiris atau berdasar uji dan ralat sebagaimana
yang telah dilakukan selama beribu tahun. Ada banyak pertanyaan mengapa obat ini
bekerja atau tidak bekerja yang masih belum terjawab. Pemantauan efek samping
obatpun dilakukan berdasarkan bukti empiris. Dengan menggunakan data-data hasil
studi kasus, dapat memperlihatkan bagaimana cara pendekatan ini memberi
konstribusinya pada perawatan.
Dalam suatu penelitian persalinan kala satu di Montreal General Hospital.
Kanada, 60% primipara merasakan nyeri hebat atau nyeri sangat hebat, 30%
merasakan nyeri sedang, dan hanya 10% yang merasakan nyeri ringan. Sementara
pada multipara 45% mengalami nyeri hebat atau sangat hebat, 30% merasakan nyeri
sedang, dan hanya 25% merasakan nyeri ringan. Berdasarkan masalah diatas penulis
tertarik untuk menjelaskan penggunaan obat dalam proses persalinan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Persalinan
8
3. Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu seperti cairan kristaloid, set
infuse
9
menunggu analgesia epidural untuk memberikan hasil yang efektif.Efek
samping; depresi system syaraf pusat (sedasi), halusinasi, mual dan
hipoksia.
2. Opioid
Opioid digunakan dalam persalinan, praedah, intrabedah, pasca bedah
dan dalam masa intensif untuk menghasilkan analgetika, sedasi serta
pengurangan rasa cemas. Contoh: meripidin, meplazinol, diamorfin dan
nalokson. Efek samping: system saraf pusat (ssp)-fungsi yang lebih tinggi,
depresi dan penumpukan system saraf pusat.
11
Lidocaine diindikasikan untuk ibu bersalin yang akan dilakukan
tindakan episiotomy ataupun terdapat luka laserasi, dan tidak
diperbolehkan untuk ibu hipotensi. Sediaan lidocaine ada Vial 0.2
mg/mL dan Ampul 5 ml lidokain 2%. Dosis yang biasa digunakan
sebelum tindakan episotomi : Lidocain HCL 1% injeksi tiap ml
mengandung 10 mg lidocain HCL dan Lidocain HCL 2% injeksi tiap ml
mengandung 20 mg lidocain HCL. Lidocaine disimpan pada suhu ruang
(25-30oC) dan tempat kering serta hindarkan dari cahaya.
B. Bupivakain
12
itu, bupivacaine dieksresikan melalui urin sebagai metabolit dan 5-6%
dieksresikan sebagai obat yang tidak berubah. Waktu paruh dari
bupivacaine adalah 1,5-5,5 jam.
2. Anti Histamin
Obat–obat golongan ini dibagi menjadi :
a. Antihistamin yang menimbulkan sedasi: bromtenarimin, sinarizin,
meklizine, trimeprazin, siklizin, prometazin, klorteniramin.
13
Gambar 4. Antihistamin yang menimbulkan
sedasi: bromtenarimin, sinarizin, meklizine
14
2.2.3 Obat yang Meningkatkan Kontraktilitas Uterus / Oksitosik.
1. Prostaglandin
Prostaglandin merupakan substansi yang penting sebagai hormon lokal.
Di Inggris prostaglandin yang sering digunakan dalam bidang kebidanan
adalah dinoproston, carboprost, gemeprost, misoprostol. Efek samping:
kontraksi otot polos-usus, pembuluh darah bronkiolus, vasodilatasi dan
hipotensi, pireksia, inflamasi, sensirisasi terhadap rasa nyeri, diuresis +
kehilangan elektrolit, efek dari system syaraf pusat, inhibisi respons sistem
syaraf pusat, peningkatan tekanan intraokuler, pelepasan hormone hipofise,
rennin dan steroid adrenal
2. Oksitosin
Oksitosin memainkan peranan yang sangat penting dalam persalinan
dan ejeksi ASI. Oksitosin bekerja pada reseptor oksitosik untuk
menyebabkan kontraksi uterus pada kehamilan aterm, kontraksi pembuluh
darah umbilikus, dan kontraksi sel – sel mioepitel. Efek samping: bila
oksitoksin sintetik diberikan, kerja fisiologis hormon ini akan bertambah
sehingga dapat timbul efek samping yang potensial berbahaya.
Gambar 6. Oksitosin
15
memungkinkan oksitosin diberikan sebagai tablet isap. Oksitosin tidak dapat
diberikan per oral karena akan dirusak lambung dan usus. Cara pemberian
nasal atau tablet isap dicadangkan untuk penggunaan pasca persalinan.
Waktu paruh oksitosin sangat singkat antara 3-5 menit (Syarif dan Muchtar,
2012). Oksitosin akan dieliminasi dalam waktu 30-40 menit sesudah
pemberiannya (Clayworth, 2000). Oksitosin dengan cepat dieliminasi lewat
hati, ginjal, dan enzim plasenta.Oksitosin akan dimetabolisasi dengan cepat
dan diekskresikan dalam hati (Kee dan Hayes, 1996).
Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan secara intramuskular timbul
3-5 menit, waktu untuk mencapai puncak konsentrasi belum diketahui dan
lama kerjanya adalah 2-3 jam. Awitan kerja dari oksitosin yang diberikan
secara intravena terjadi segera, waktu untuk mencapai puncak konsentrasiya
tidak diketahui dan lama kerjanya adalah 20 menit. Obat diberikan secara
intravena untuk mengiduksi kehamilan atau mempercepat persalinan.
Kerja Oksitosin yang lain meliputi : kontraksi tuba uterine untuk
membantu pengangkutan sperma, peranan neurotransmitter yang lain dalam
sistem saraf pusat. Oksitosin disintesiskan dalam hipotalamus, kelenjar gonad,
plasenta dan uterus. Mulai dari usia kehamilan 32 minggu dan selanjutnya,
konsentrasi oksitosin dan demikian pula aktivitas uterus akan lebih tinggi
pada malam harinya. Indikasi oksitosin Sebagai stimulan uterus pada :
1. Induksi partus aterm.
2. Inertia uteri (atonia uteri) atau hipotoni uteri.
3. Perdarahan post-partum.
4. Abortus inkompletus kehamilan setelah 20 minggu
Kontraindikasi penggunaan Oksitosin yaitu :Toksemia, disproporsi
sevalopelvik, distres janin, hipersensitivitas, persalinan nonvaginal yang telah
diantisipasi, kehamilan (intranasal), Disproporsi sefalopelvik, Malpresentasi,
Plasenta previa, Jaringan ikat pada uterus akibat sectio caesarea.
3. Methylergometrine Maleate
16
Gambar 7. Methylergometrine Maleate
17
methergin terjadi dalam waktu 30-60 detik setelah penyuntikan i.v, 2-5 menit
setelah penyuntikan i.m, dan 5-10 menit setelah pemberian peroral dan
bertahan selama 4-6 jam.
a) Mekanisme Kerja Methylergometerine
1. Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga
memperpendek kala III.
2. Menstimulasi otot-otot polos terutama dari pembuluh darah perifer
dan rahim.
3. Pembuluh darah mengalami vasokonstraksi sehingga tekanan darah
naik dan terjadi efek oksitosik pada kandungan mature
b) Efek Samping Methylergometerine
1. Efek samping yang sering terjadi dapat berupa nyeri kepala, hipertensi,
ruam pada kulit, dan nyeri perut karena kontraksi rahim yang kuat;
2. Efek samping lain yang jarang terjadi dapat berupa penurunan
kesadaran, kejang, nyeri dada, hipotensi, dan mual muntah;
3. Efek samping seperti syok anafilaktik sangat langka namun dapat
terjadi pada pasien yang hipersensitif terhadap methergin.
c) Indikasi Methylergometerine
Penanganan aktif kala ke-3 proses kelahiran, atonia (tidak adanya
tegangan atau kekuatan otot)/perdarahan rahim, perdarahan dalam masa
nifas, subinvolusi (mengecilnya kembali rahim sesudah persalinan hampir
seperti bentuk asal), lokiometra (pembendungan getah nifas di dalam
rongga rahim).
d) Kontraindikasi Methylergometerine
Wanita hamil, belum terjadi penurunan kepala tetapi persalinan telah
memasuki kala pertama dan kedua, hipertensi berat, toksemia hipertensif,
penyakit sumbatan pembuluh darah, sepsis (reaksi umum disertai demam
karena kegiatan bakteri, zat-zat yang dihasilkan bakteri, atau kedua-
duanya), hipersensitifitas. Gangguan fungsi hati atau ginjal.Hati-hati
penggunaan pada penderita hipertensi, penyakit hati, jantung, ginjal,
infeksi puerpuralis dan penyakit penyumbatan pembuluh darah. Tidak
dianjurkan untuk induksi partus karena masa kerja yang lama dan
memberikan kontraksi uterus non fisiologik.
e) Interaksi Obat Methylergometerine
18
Makrolid, protease HIV atau penghambat transkiptase, anti jamur
azole, vasokonstriktor lain atau alkaloid ergot, bromokriptin, anestesi.
Obat tersebut dapat menurunkan efektivitas methergin dan dapat
meningkatkan resiko efek samping methergin.
f) Dosis Methylergometerine
Oral : 0.2 – 0.4 mg sehari 2 – 4 kali, selama 2 hari
IV atau IM : 0.2 mg (1 mL). IM boleh diulang setelah 2 – 4 jam,
bila perdarahan
hebat. Pemberian IM lebih menguntungkan daripada
IV karena efek samping lebih ringan.
g) Sediaan Methylergometerine
Tablet salut 0.125 mg dalam strip 10x10 tablet
Vial 0.2 mg/mL
Ampul 1 ml
h) Penyimpanan Methylergometerine
Wadah kedap udara
Terlindung dari panas dan cahaya langsung
i) Pemberian Methergin
PO : 0,2-0,4 mg, setiap 6-12 jam maksimum 1 minggu
IM : 0,2 mg setelah melahirkan bahu anterior, setelah melahirkan
plasenta atau post partum, ulangi setiap 2-4 jam, dosis dapat diberikan
setelah parenteral.
IV : sama seperti IM tetapi perlahan-lahan selama 1 menit dengan
pemantuan TD yang hati-hati.
19
Gambar 8. ritodrin, terbutalin, salbutamol
2. Atosiban
Preparat ini diindikasikan untuk tokolisis dengan pembatasan yang
sama seperti yang diberlakukan pada obat – obat tokolitik lainnya. Efek
samping: muntah, hipertensi, sakit kepala, hiperglikemia.
20
Gambar 9. Magnesium Sulfate dan Nifedipine
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pembahasan materi diatas disimpulkan bahwa obat-obatan yang
digunakan dalam asuhan kebidanan terutama pada persalinan yakni terdapat :
1. Obat Pereda Nyeri
Analgetika inhalasi, Opioid, Anestesi Lokal ( lidocaine, Bupivakain)
2. Anti Emetik
Antagonis Dopamin, Anti Histamin, Anti Emetik
3. Obat meningkatkan Kontraksi Uterus
Prostaglandin, Oksitosin, Mentyhlergometrine Maleate
4. Obat menurunkan Kontraksi Uterus
Perparat Agonis, Atosiban
5. Kortikosteroid dan Tokolisis
Adapun fungsi dari setiap obat tersebut berbeda-beda, misal nya Lidocaine dimana
fungsi dari lidocaine yakni sebagai anestesi lokal dan blok saraf. Dopamin berfungsi untuk
mengurangi emesis dan meningkatkan selera makan, mendepresi SSP, mengganggu postur
dan gerakan tubuh. Oksitosin berfungsi untuk menyebabkan kontraksi uterus pada
kehamilan aterm, kontraksi pembuluh darah umbilikus, dan kontraksi sel-sel mioepitel.
Preparat Agonis berfungsi untuk merelaksakan uterus karena stimulasi pada adrenoreseptor
beta2.
3.2 Saran
Dari pembahasan dan kesimpulan diatas, penulis sadar akan banyaknya kekurangan dalam
pembuatan makalah dan jauh dari kata sempurna. Dengan demikian, penulis berharap keoada
pembaca untuk bersedia memberikan saran serta kritik mengenai makalah ini. Selain itu
penulis berharap makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
22
DAFTAR PUSTAKA
Purwarini, J., & Sykenario, S. Y. (2022). Terapi Farmakologi Epidural Analgesia pada Persalinan
Normal dengan Kestabilan Tanda Vital Bayi Baru Lahir. Jurnal Keperawatan Silampari, 5(2),
669-679.
Utami, F. S., & Putri, I. M. (2020). Penatalaksanaan nyeri persalinan normal. Midwifery Journal:
Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 5(2), 107-109.
Sari, D. P., Rufaida, Z., & Lestari, S. W. P. (2018). Nyeri persalinan. E-Book Penerbit Stikes
Majapahit, 1-30.
PUTRI AZKIA, P. (2023). Penerapan Relaksasi Otot Progresif Pada Ibu Hamil Trimester III
Untuk Menurunkan Intensitas Nyeri Punggung Bagian Bawah Di Wilayah Kerja Puskesmas
Karya Wanita (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
Haryanto, A., Hartono, R., & Isngadi, I. (2021). Manajemen Anestesi pada Seksio Sesarea dengan
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: Serial kasus. Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia, 4(2).
Tristanti, I., Larasati, T. A., & Asiyah, N. (2023). KECEMASAN IBU DENGAN RIWAYAT
OBSTETRI BURUK PADA PERSALINAN KALA I. Jurnal Ilmu Keperawatan dan
Kebidanan, 14(2), 361-369
Sulistyawati dan Nugraheny. 2013. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Yogyakarta:
Salemba Medika
Judha, dkk. 2012. Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
23
Rejeki, Sri (2020) Buku Ajar Manajemen Nyeri Dalam Proses Persalinan (Non
Farmaka). Unimus Press. ISBN 975-602-61559-2-2
Anik, Maryunani. (2010). Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: CV. Trans Info Medika
24