Anda di halaman 1dari 4

KRITIK ARTIKEL

SURVIVAL STRATEGY
BERBASIS KOMUNITAS (PERAN SOCIAL CAPITAL DALAM
INSTITUSI SOA, NEGERI, PELA, DAN GANDONG)

Nama Mahasiswa : Vesticha Marshanda Tamaela


NPM : 12172201210014
Prodi : Ilmu Kesejahteraan Sosial
Mata kuliah : Sosiologi Untuk Pekerjaan Sosial
Dosen Pengajar : Eko Basuki, S.Sos.,M.Si

FAKUTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2021
Judul Artikel : Survival Strategy Berbasis Komunitas (Peran Social Capital dalam
Institusi Soa, Negeri, Pela dan Gandong)

Penulis : Eko Basuki

Sumber :https://www.academia.edu/90710573/Survival_Strategy_Berbasis_Komu
nitas_Peran_Social_Capital_dalam_Institusi_Soa_Negeri_Pela_dan_Gand
ong?sm=b

 Kritik

Pada artikel ini penulis membahas mengenai social capital dalam kaitannya dengan
institusi pela, gandong, dan negeri di Maluku. Penulis memulainya dengan hasil
penelitian dari Widner, Mundt, dan Quinn, kemudian penulis mentransferkan hasil
penelitian tersebut kepada nilai-nilai lokal yang ada di Maluku dan mengkaitkannya
dengan social capital. Bahasa yang lugas dan konsep berpikir yang mendalam membuat
makna dan tujuan dari artikel ini dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca.
Dilihat dari abstrak dan isi dari artikel dimaksud, terdapat beberapa point yang dirasa
perlu dikritik, namun secara keseluruhan penulisan artikel ini dibuat dan juga masalah
yang dibahas di sampaikan dengan sangat baik, terkonsep dan tentunya sangat
bermanfaat. Berikut adalah kritik yang ingin disampaikan.

1. Pada point Community Sentiment Pela penulis telah menjelaskan dengan baik apa
itu pela dan juga hubungannya atau keterlibatan social capital serta pendapat-
pendapat para ahli, namun akan lebih baik jika penulis menambahkan representasi
masyarakat adat yang sesuai dengan pendapat Bartels bahwa terdapat tiga
kategori pela, yaitu pela keras (pela batu karang dan pela tumpah darah), pela
gandong dan pela tempat sirih (Bartels, 2017 : 182-183).

2. Penjelasan Putnam yang terkait dengan social capital menjelaskan tentang norma
timbal balik (Putnam 2000 : 19), perlu diperjelas lebih dalam `tentang hubungan
timbal balik seperti apa dan bagaimana yang dimaksud.

3. Dilihat bahwa pendapat Putnam yang mendefinisikan social capital umumnya


berpegang pada 3 konsep kunci yaitu Network, Norms and Trust. Pada point
dikatakan bahwa “by ‘social capital’ I mean of features of social life network,
norms, and trust – that enable participants to act together more effectively to
pursue shared objectives” (Putnam, 1996). Hal ini dirasa sangat tepat sekali
rasanya ketika penulis dapat mengkaitkannya dengan konflik kemanusiaan di
Ambon yang terjadi pada 19 januari 1999, yang kemudian dibangun kembali
social capital lewat network, norms dan trust oleh masyarakat Maluku lewat
budaya panas pela dan panas gandong. Ini artinya pendapat Putnam sangat
relatable dengan kondisi atau realita yang terjadi di Maluku.

4. Penulisan artikel ini menurut saya sudah sangat baik, hanya saja mengingat
terdapat beberapa istilah terutama istilah dalam bahasa asing, dirasa perlu untuk
dibuat glosarium agar makna dari istilah-istilah tersebut dapat tersampaikan
dengan jelas dan baik oleh pembaca.

5. Secara keseluruhan, artikel sesuai dibaca oleh mahasiswa dan pendidik karena
artikel ini dipenuhi dengan informasi dan rujukan ilmiah yang sangat baik untuk
dijadikan sebuah referensi.

 Implikasi Kesejahteraan Sosial dalam Konteks Makro dari Artikel Dimaksud

Kesejahteraan sosial memiliki peran yang cukup besar dalam artikel ini. Institusi negeri,
soa, pela, dan gandong memiliki basis yang mana, sebagai basis survival strategy
komunitas ini mempunyai dampak yan sangat besar terhadap kelangsungan hidup setiap
individu yang ada didalamnya.

Dimulai dari Soa yang dinilai oleh penulis sebagai institusi yang dapat mengarahkan dan
memfasilitasi anggotanya untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan adat
maupun diluar adat. Yang mana pekerjaan yang dilakukan dalam konteks melestarikan
adat istiadat itu sekaligus dapat memberikan kesejahteraan bersama pada anggota
masyarakatnya. Sama halnya dengan kegitan yang dilakukan diluar konteks adat, juga
dapat memberikan kesejahteraan kepada individu didalam soa maupun diluar soa, dan
sebagian besar dilakukan atas dasar tolong menolong. Hal ini dapat dilihat pada sebuah
soa di negeri Hutumuri yaitu Soa Mokihutung. Fungsi dari Soa ini adalah untuk menjaga
keamanan laut. Soa Mokihutung diharapkan memiliki peran seperti polisi laut yang
mengontrol keamanan laut bahkan mengontrol keberadaan sumber daya alam untuk
dijaga, dikelola, dan dilestarikan demi keberlangsungan ekosistem yang ada. Tentu saja
kelangsungan ekosistem akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia sebagai
pengguna utama sumber daya alam tersebut. Kewang adalah seorang perwira yang
memiliki peran menjaga segala yang ada di lautan Negeri Hutumuri demi
keberlangsungan generasi yang ada dalam budaya Sasi di Maluku. Dalam
pelaksanaannya, Sasi terbagi menjadi dua bagian, yaitu Sasi darat (Hutan) dan Sasi laut.
Selain itu pada negeri, menurut penulis negeri dalam pelayanan pemerintahnya berfokus
pada pemberdayaan warga baik dalam bidang ekonomi, pelayanan kesehatan, pendidikan,
bantuan sosial dan juga berperan dalam menyelesaikan konfik yang ada antar warga
masyarakat. Contohnya pada Negeri Mamala, dimana setiap tahunnya diselenggarakan
upacara adat atau tradisi ‘pukul manyapu’ Dimana dalam atraksi adat ini, terdapat dua
kelompok pemuda saling memukul batang lidi bergantian di iringi oleh tabuhan rebana,
irama suling dan sorak sorai penonton. Dan setelahnya luka memar tadi dioleskan minyak
Nyualaing Matetu sebagai obat yang dipercaya mujarab untuk menghilangkan bebas luka
kibasan sapu lidi tanpa bekas serta tanpa ada rasa saling mendendam. Tidak hanya
menandai perayaan Idul Fitri, tapi event ini juga merupakan bentuk perdamaian dan rasa
persatuan. Tradisi ini juga menjadi salah satu warisan budaya Maluku dan menjadi
potensi pariwisata di Negeri Mamala sendiri bahkan Maluku. Hal ini menjadi bukti nyata
bahwa negeri terkhususnya pemerintah negeri yang memfokuskan pelayanannya untuk
kesejahteraan masyarakatnya.

Berikutnya adalah pela. Penulis mengutip dari Maswekan yang mengatakan bahwa pela
memiliki fungsi solidaritas sosial (saling tolong menolong antarwarga atau negeri yang
ber-pela baik diminta atau tidak diminta). Hal ini menjadi penting karena ada kesadaran
diri dari masyarakat negeri yang ber-pela untuk meningkatkan kesejahteraan kedua negeri
atau lebih. Salah satu contohnya ada pada pela Negeri Mamala dan Lateri. Hubungan
persaudaran yang terjalin lewat ikatan pela membuat kedua negeri ini kerap kali
mengadakan kerja sama atau laeng tolong laeng. Misalnya pada setiap pembangunan
rumah Ibadah (Gereja atau Masjid) di kedua Negeri, akan diadakan gotong royong untuk
saling membantu mengerjakan pembangunan antar masing-masing masyarakat negeri.
Atau pada hari-hari besar seperti Natal, masyarakat Mamala khususnya laki-laki akan
datang ke Lateri untuk bertukar posisi dengan ojek di Lateri dan akan bekerja di Lateri
selama beberapa hari. Hal ini menunjukan bahwa kasih persaudaraan sangat erat diantara
dua negeri yang berbeda Agama ini.

Hal yang serupa juga terjadi pada masyarakat adat atau negeri yang memiliki hubungan
gandong. Solidaritas sosial yang tumbuh karena adanya rasa persaudaraan ini membuat
negeri yang memiliki hubungan gandong akan saling membantu dengan tujuan agar
terciptanya hubungan yang harmonis dan masarakat yang sejahtera. Orang Maluku hidup
berjauhan berdasarkan kampong, agar mereka bisa saling merindukan satu sama lain
sebagai orang basudara Pela Gandong. Orang Hualoy yang Muslim tinggal di pulau
Seram, sementara ketiga saudaranya tinggal di Pulau Saparua dan Haruku. Dalam ikatan
suci Pela Gandong, keempat negeri yang berbeda agama, tetapi dapat disatukan dalam
ikatan adat yang menstrukturkan kesadaran untuk terus menjaga dan berpartisipasi dalam
setiap arena sosial budaya, terutama kegiatan saling membantu satu sama lain.

Anda mungkin juga menyukai