KELOMPOK 10
1. Ayu Syahrani Putri Penatih 20220710001
NAMA 2. Dicko Maulia Pratumadana 20220710010
3. Agrifina Najla Salsabilla 20220710022
ANGGOTA 4. Yuyun Dwi Jayani 20220710026
5. Viola Katheline Aleysia Simon 20220710037
6. Timothy Gunawan 20220710045
7. Moch Arib Razzaq 20220710056
8. Erlin Ardiyanti Kurniawan 20220710061
9. Intan Tri Wulandari 20220710104
10. Esa Adhisty Halim 20220710105
11. Mava Renia Marshanda 20220710126
12. Deby Hilda Riduan 20220710146
PENDAHULUAN
Hepar adalah suatu organ tubuh sekaligus kelenjar yang terbesar ditubuh manusia. Terletak di dalam rongga abdomen di
regio dextra di bawah difragma.Hati berfungsi sebagai metabolisme glukosa, lemak, sintesis protein seperti albumin
globulin dan faktor koagulan,eksresi bilirubin,metabolisme obat dan hormon dan detoksifikasi (Rosida, 2016). Penyebab
fungsi hepar terganggu mengakibatkan terjadinya kerusakan hepar yang awalnya akut jika berkelanjutan atau tidak dapat
diobati bisa menjadi kronik dan sampai bisa menyebabkan kematian. Penyebab Kerusakan hepar antara lain pemakaian
obat karena hepar rentan terhadap zat kimia yang sangat toksik seperti : virus, alkohol dan lain-lain. Hepatitis B adalah
infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO,
2015). Penularan hepatitis virus B dapat terjadi melalui paparan darah dan cairan tubuh dari penderita yang terinfeksi
hepatitis B seperti semen, luka, dan sekresi vagina. Hepatitis B secara umum dapat ditularkan melalui perkutan atau
parenteral, contohnya adalah dengan menggunakan jarum non steril atau berbagi jarum suntik pada tato, injeksi obat
dan akupunktur, kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, dan paparan perinatal dari ibu yang terinfeksi (Yogarajah,
2013). Hepatitis virus B dapat menunjukkan gejala penyakit akut yang berlangsung beberapa minggu, seperti kulit dan
mata ikterik (jaundice), urin berwarna lebih gelap, kelelahan yang ekstrem, mual, muntah, dan sakit perut. Virus hepatitis
B juga dapat menyebabkan infeksi hati kronis yang dapat berkembang menjadi sirosis dan karsinoma hepatoseluler
(WHO, 2015). Lichen planus merupakan penyakit kronis yang terjadi di kulit dan mukosa. Salah satu jenis yang terdapat
pada mukosa mulut adalah oral lichen planus, yang sering disebut OLP. OLP merupakan penyakit mukokutaneus kronis
bersifat autoimun. OLP ini juga merupakan bagian penting dalam kedokteran gigi karena lesi pada mukosa mulut sering
tampak mendahului lesi pada kulit dan ditandai dengan adanya gambaran seperti papula yang gatal serta plak pada kulit,
mukosa oral, dan genitalia eksternal. Lesi ini dapat muncul pada mukosa mulut saja, kulit saja, ataupun keduanya.
PEMICU 1
Perempuan usia 52 tahun datang ke RSGM atas rujukan dokter internis dan sedang dalam
perawatan karena penyakit hepatitis B. Pasien mengeluhkan adanya rasa terbakar
(burning sensation) pada pipi bagian dalam sebelah kanan, terutama dirasakan saat
makan makanan panas atau pedas, terasa sejak 1,5 bulan terakhir. Pemeriksaan intraoral :
pada mukosa pipi kanan tampak adanya bercak putih bentuk tidak beraturan seperti jala,
sekeliling berwarna kemerahan, tidak dapat dikerok, terasa sakit. Dokter gigi mendiagnosis
sebagai oral lichen planus. Pasien diminta untuk menunjukkan hasil pemeriksaan faal
hepar dan pemeriksaan serologi virus hepatitis B (HBV)
Rujukan: Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas kasus penyakit
atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal balik, baik
No 1 secara vertikal dalam arti satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata
sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horizontal dalam arti
antar sarana pelayanan kesehatan yang sama ( Primasari, 2015 )
ISTILAH berlangsung akut atau kronik, terus menerus tanpa penyembuhan paling
sedikit enam bulan (Yulia, 2019).
TERMINOLOGI No 10
Pemeriksaan faal hepar adalah pemeriksaan yang membantu menentukan
kesehatan hati dengan mengukur kadar protein, enzim hati, atau bilirubin
ISTILAH
dalam darah.
HBsAb adalah salah satu antibodi yang terdapat pada bagian pembungkus
No 2 dari virus hepatitis B yang dapat dideteksi pada cairan tubuh yang
terinfeksi.
PCR atau polymerase chain reaction adalah pemeriksaan laboratorium
No 3 untuk mendeteksi keberadaan material genetik dari sel, bakteri, atau virus
DNA HBV merupakan DNA virus yang tersusun atas bagian inti dan bagian
No 4
luar yang terbuat dari material deoxyribonucleic acids
TERMINOLOGI No 5
ALT merupakan enzim alanine transaminase yang terdapat pada sel hati,
jantung, otot, ginjal, otak, pankreas, limpa dan paru ( Rosida, 2016 )
ISTILAH No 6
Aspartate aminotransferase (AST) adalah enzim transaminase yang
mengkatalisis konversi aspartat dan alpha-ketoglutarate menjadi
oksaloasetat dan glutamat.
ALP adalah enzim yang digunakan untuk menilai kelainan hepatoseluler
No 7 dan hepatobilier. Enzim ini terdapat di tulang, hati, dan plasenta (Kanoko,
2012).
Albumin adalah protein dalam darah yang membentuk sebagian besar
No 8 plasma darah yang berfungsi menjaga tekanan pada pembuluh darah serta
mengangkat zat seperti hormon dan obat obatan (Statkevicius, et al. 2019).
Oral Lichen Planus (OLP) merupakan suatu kelainan mukokutan yang
No 9 jarang terjadi di sekitar kita dan hanya melibatkan lapisan dari stratified
squamous epithelium ( Dermawanti & Putra, 2021 )
KIE merupakan suatu proses penyampaian informasi kepada pasien atau
No 10 keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pengetahuan
Komunikasi : Penyampaian pesan secara langsung atau tidak langsung
secara sistematis untuk mempengaruhi secara positif perilaku kesehatan
masyarakat dengan berbagai prinsip dan metode komunikasi tentang
penyampaian informasi kesehatan.
Informasi: keterangan, gagasan maupun kenyataan yang perlu diketahui
dan dapat dimanfaatkan pasien
Edukasi: suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis,
terencana, dan terarah tentang suatu proses penambahan pengetahuan
TERMINOLOGI kepada pasien.
c. Patofisiologi
Sementara patofisiologi lichen planus oral tidak sepenuhnya dipahami, dua mekanisme utama yang diusulkan adalah mekanisme antigen-
spesifik dan non-spesifik.Mekanisme spesifik antigen menunjukkan bahwa presentasi antigen oleh sel Langerhans atau keratinosit basal
mengarah pada aktivasi sel T helper CD4+, merangsang pelepasan sitokin T-helper 1 (Th1) pro-inflamasi seperti tumor necrosis factor-alpha
(TNF- α) dan interferon-gamma (IFNγ).Mekanisme non-spesifik menunjukkan bahwa aktivasi sel mast melepaskan mediator proinflamasi
seperti protease dan peningkatan regulasi matriks metalloproteinase. Hal ini menyebabkan infiltrasi sel T pada lamina propria superfisial,
kerusakan membran basal, dan akhirnya apoptosis keratinosit. (Gupta S, Jawanda MK 2015)
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
3. Hepatitis B
a. Definisi
Hepatitis B adalah suatu sindrom klinis atau patologis yang ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hepar,
disebabkan oleh Virus Hepatitis B (VHB), dimana infeksi dapat berlangsung akut atau kronik, terus menerus tanpa penyembuhan. (Yulia D,
20219)
b. Etiologi
Virus hepatitis B adalah virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm memiliki lapisan permukaan dan bagian inti dengan masa inkubasi
sekitar 60-90 hari. Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) suatu virus DNA sirkuler berantai ganda Family Hepadnaviridae,
mempunyai 3 jenis antigen, yaitu antigen surface hepatitis B (HBsAg) yang terdapat pada mantel (envelope virus), antigen core hepatitis B
(HbcAg) terdapat pada inti dan antigen “e” hepatitis B (HBeAg) terdapat pada nukleokapsid virus. Ketiga jenis antigen ini menimbulkan
respons antibodi spesifik terhadap antigen – antigen disebut anti-HBs, anti-HBe, dan anti-HBc. (Gozali AP, 2020)
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
c. Patogenesis
Struktur genom VHB terdiri dari empat open reading frame (ORF), yaitu gen S dan pre-S (mengode HBsAg), gen pre-C dan gen C (mengkode HBeAg
dan HBcAg) dan gen P yang mengkode DNA polimerase serta gen X yang mengkode HBxAg. Berikut genom VHB dengan 4 ORF. Infeksi VHB dapat
terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam hepatosit, kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan kode genetik
tersebut akan “memerintahkan” sel hati untuk membentuk protein-protein komponen VHB. Patogenesis penyakit ini dimulai dengan masuknya VHB
ke dalam tubuh secara parenteral.
Terdapat 6 tahap dalam siklus replikasi VHB dalam hati, yaitu 2,3,8 :
· Attachment Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi dengan perantara protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA
(polymerized Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs (small hepatitis B antigen surface).
· Penetration Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus menyatu dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian
memasukkan partikel core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase 3 dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel pejamu. Partikel core selanjutnya
ditransportasikan menuju nukleus hepatosit.
· Uncoating VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk partially double stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double
stranded DNA terlebih dahulu, dan membentuk covalently closed circular DNA (cccDNA). cccDNA inilah yang akan menjadi template transkripsi
untuk empat mRNA.
· Replication Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi akan menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik
dan menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi mRNA lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg.
· Assembly Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi partikel core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan
terbentuk dan masuk kembali ke dalam nukleus.
· Release DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian terjadi proses coating partikel core yang telah mengalami proses
maturasi genom oleh protein HBsAg di dalam retikulum endoplasmik. Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma, kemudian dilepaskan dari
membran sel.
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
d. Patofisiologi
Patofisiologi hepatitis B dibagi atas 5 fase,
1. Immune tolerance, ditandai oleh sistem imun menghambat replikasi VHB, dimana HBV DNA, HBeAg, dan HBsAg dilepaskan dan dapat
dideteksi dalam serum.
2. Fase imun reaktif, pada fase ini HBeAg positif, kadar alanine transferase (ALT) meningkat, Anti HBc IgM mulai diproduksi, HBV DNA,
HBeAg dan HBsAg semakin banyak.
3. Replikasi menurun, HBV DNA rendah, HBeAg negatif, tetapi HBsAg masih ada, fase ini dikenal sebagai inactive carrier state, dimana
berisiko (10- 20%) untuk reaktivasi menjadi aktif kembali,
4. HBeAg negatif, tetapi pada fase ini, virus yang mengalami mutasi pada precore, regio promoter core dari genom tetap aktif melakukan
replikasi, sehingga komplikasi/kerusakan hepar terus berlanjut.
5. HBsAg negatif, replikasi virus berhenti, tetapi VHB masih berisiko ditularkan, karena berada dalam reaktivasi (yulia, 2020)
e. Morfologi
Virus hepatitis B merupakan anggota famili Hepadnaviridae. Partikel virus, disebut partikel Dan (virion), terdiri dari sampul lipid luar dan
inti nukleokapsid ikosahedral yang tersusun atas protein. Nukleokapsid melingkupi DNA virus dan DNA polimerase yang memiliki
aktivitas serupa transkriptase balik pada retrovirus. Sampul luar memuat protein sematan yang terlibat dalam penempelan virus pada, dan
masuk ke dalam, sel yang rentan. Virus ini merupakan salah satu virus hewan bersampul terkecil dengan diameter virion 42 nm, tetapi
terdapat bentuk pleomorfik, termasuk badan berfilamen dan berbentuk bola tanpa inti. Partikel ini tidak menularkan penyakit dan
tersusun atas lipid dan protein yang merupakan bagian bentuk dari permukaan virion, yang disebut antigen permukaan (HBsAg), dan
diproduksi berlebih selama siklus hidup virus ( Dwi yulia, 2019 ).
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
d. Patofisiologi
Patofisiologi hepatitis B dibagi atas 5 fase,
1. Immune tolerance, ditandai oleh sistem imun menghambat replikasi VHB, dimana HBV DNA, HBeAg, dan HBsAg dilepaskan dan dapat
dideteksi dalam serum.
2. Fase imun reaktif, pada fase ini HBeAg positif, kadar alanine transferase (ALT) meningkat, Anti HBc IgM mulai diproduksi, HBV DNA,
HBeAg dan HBsAg semakin banyak.
3. Replikasi menurun, HBV DNA rendah, HBeAg negatif, tetapi HBsAg masih ada, fase ini dikenal sebagai inactive carrier state, dimana
berisiko (10- 20%) untuk reaktivasi menjadi aktif kembali,
4. HBeAg negatif, tetapi pada fase ini, virus yang mengalami mutasi pada precore, regio promoter core dari genom tetap aktif melakukan
replikasi, sehingga komplikasi/kerusakan hepar terus berlanjut.
5. HBsAg negatif, replikasi virus berhenti, tetapi VHB masih berisiko ditularkan, karena berada dalam reaktivasi (yulia, 2020)
e. Morfologi
Virus hepatitis B merupakan anggota famili Hepadnaviridae. Partikel virus, disebut partikel Dan (virion), terdiri dari sampul lipid luar dan
inti nukleokapsid ikosahedral yang tersusun atas protein. Nukleokapsid melingkupi DNA virus dan DNA polimerase yang memiliki
aktivitas serupa transkriptase balik pada retrovirus. Sampul luar memuat protein sematan yang terlibat dalam penempelan virus pada, dan
masuk ke dalam, sel yang rentan. Virus ini merupakan salah satu virus hewan bersampul terkecil dengan diameter virion 42 nm, tetapi
terdapat bentuk pleomorfik, termasuk badan berfilamen dan berbentuk bola tanpa inti. Partikel ini tidak menularkan penyakit dan
tersusun atas lipid dan protein yang merupakan bagian bentuk dari permukaan virion, yang disebut antigen permukaan (HBsAg), dan
diproduksi berlebih selama siklus hidup virus ( Dwi yulia, 2019 ).
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
f. Manifestasi klinis
Kebanyakan gejala hepatitis B dapat berupa selera makan hilang, rasa tidak enak di perut, mual sampai muntah, demam ringan kadang-
kadang disertai nyeri sendi dengan bengkak pada perut kanan atas. Setelah satu minggu akan muncul gejala utama seperti bagian putih
pasa mata tampak kuning, kulit seluruh tubuh tampak kuning dan air seni berwarna seperti teh ( Khumaedi, et al, 2017 ).
i. Mekanisme penularan
HBV disebarkan secara utama melalui perkutaneus atau pajanan mukosa terhadap darah ataupun cairan tubuh seperti saliva, menstrual,
vaginal, dan seminal yang terinfeksi. Transmisi seksual hepatitis B dapat timbul terutama pada homoseksual yang tidak tervaksinasi,
heteroseksual dengan pasangan multipel, ataupun kontak dengan pekerja seks komersial. Selain seksual, transmisi dapat terjadi secara
vertikal in utero, yang umumnya terjadi akibat perdarahan antepartum dan robekan plasenta, ataupun melalui transmisi perinatal oleh ibu
yang seropositif dengan viremia HBV dan menularkannya kepada bayinya saat atau sesaat setelah melahirkan. Selain vertikal, perlu
diperhatikan transmisi horizontal yang bisa terjadi dalam satu rumah tangga, intrafamiliar, dan khususnya dari anak ke anak. Transmisi
virus juga bisa terjadi melalui inokulasi tanpa sengaja melalui darah atau cairan saat prosedur medis, prosedur bedah, dan dental, ataupun
terkena objek terkontaminasi seperti silet. Hal ini juga termasuk penggunaan jarum dan syringe yang tidak steril, penyalahgunaan obat
perkutan dan intravena, tato, tindik tubuh, dan akupuntur. Hal ini yang menyebabkan pekerja medis, baik dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, dan termasuk siswa yang belajar di bidang medis memiliki risiko untuk terkena pajanan HBV (Annisa, 2019).
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
4. Penatalaksaan
a. Dokter gigi
KIE yang dilakukan pada kasus dari dokter gigi adalah pasien diminta untuk
mengurangi atau tidak mengkonsumsi makanan yang pedas yang dapat
menyebabkan nyer. Pasien diminta untuk menjaga jarak/social distancing
karena hepatitis-B, karena merupakan penyakit menular. Pasien diminta
menjaga kebersihan oral-hygiene agar oral lichen planus/lesi dapat segera
pulih. Dan disarankan untuk kontrol kembali 1 minggu kemudian.
PEMBAHASAN LEARNING ISSUE
d. PatofisiologiPenatalaksanaan yang dilakukan untuk lesi mukosa putih agar dapat menghilangkan keluhan nyeri, sekaligus
menyembuhkan lesi dengan sempurna meskipun memerlukan waktu yang tidak sebentar yaitu dengan
1. Memberikan resep obat kortikosteroid yang bertujuan menghilangkan inflamasi dan mengurangi nyeri karena obat kortikosteroid
memiliki efek antiinflamasi dengan aktivitas panjang (long acting) atau memiliki potensi yang kuat sebagai antiinflamasi. Contoh : Obat
kortikosteroid dexamethasone tablet 0,5 mg digunakan dengan cara digerus satu tablet dan ditambahkan 3 sendok makan air/sekitar 15
ml lalu kumur selama 5 menit kemudian di buang. Dilakukan tiga kali sehari. Pemberian secara kumur untuk menjangkau seluruh
mukosa yang mengalami lesi putih yang relatif luas pada regio lebih posterior
2. Pasien diberikan multivitamin yang bertujuan untuk membantu proses regenerasi sel epitel, membantu penyembuhan lesi dan sebagai
antioksidan yang dapat melindungi sel dari kerusakan radikal bebas dan oksidasi.
3. Dokter gigi memberikan obat kortikosteroid topikal (triamcinolone acetonide 0,1%) obat digunakan pada daerah pipi dengan
mengaplikasikan setiap selesai makan dan sebelum tidur serta tidak makan dan minum minimal 30 menit setelah menggunakan obat
kortikosteroid topikal. (Nur’aeny & Sufiawati, 2014)
b. Dokter internis
Penatalaksanaan oleh dokter interns (perawatan komprehensif) Sampai sekarang telah terdapat setidaknya 2 jenis obat hepatitis B yang
diterima secara luas, yaitu golongan interferon (pegylated interferon a-2a 90-180 g 1 kali per minggu, maupun pegylated interferon a-2b 1-
1,5 ug/kg 1 kali per minggu) dan golongan analog nukleos(t)ida. Golongan analog nukleos(t)ida ini lebih jauh lagi terdiri atas lamivudin 100
mg, adefovir 10 mg, entecavir 0,5 mg, telbivudine 600 mg, dan tenofovir 300 mg. Semua jenis obat tersebut telah tersedia dan beredar di
Indonesia
KESIMPULAN
Dari hasil pemeriksaan intra oral dan gejala-gejala yang ditunjukkan pasien, dokter gigi mendiagnosis bahwa
hal tersebut merupakan Oral Lichen Planus (OLP). Pasien menunjukkan hasil pemeriksaan faal hepar terdapat
peningkatan ALT, AST, ALP, bilirubin dan penurunan albumin, serta pemeriksaan serologi HBV yang
menunjukkan hasil positif pada HBsg, HBsAb, dan PCR DNA HBV juga positif. Penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien yaitu dengan memberikan obat kortikosteroid topikal yang dapat digunakan untuk ulserasi pada
rongga mulut, serta menyarankan pasien untuk menghindari makan makanan pedas atau pedas, juga menjaga
kesehatan rongga mulut. Dokter gigi juga menyarankan agar pasien kembali ke dokter internis untuk
mendapatkan perawatan secara komprehensif terkait dengan pasien yang memiliki HBV tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Apriasari, M. L. (2019). Buku Skill Lab Anamnesis, Pemeriksaan Klinis, dan Rekam Medik. Universitas
Lambung Mangkurat, 1–42.
Dewi, N. T. (2020). Asuhan Keperawatan Pada An.F Dengan Hepatitis B Di Lantai III Selatan Instalasi
Teratai RSUP Fatmawati.
Gozali AP. Diagnosis, Tatalaksana dan Pencegahan Hepatitis B dalam Kehamilan. Cermin Dunia
Kedokteran. 2020 Jul 1;47(7):354-8.
Nur’aeny, N., & Sufiawati, I. (2014). Konfirmasi diagnosis oral lichen planus (OLP) dan OLP-like lesion
(OLL) melalui pendekatan klinis: Laporan Kasus.
Nurmilah, N. (2020). ORAL LICHEN PLANUS AKIBAT STRES PADA WANITA PERIODE MENOPAUSE:
SEBUAH KAJIAN LITERATUR (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).
Wicaksana, A. (2017). Manifestai hati. Universitas Muhammadiyah Malang.
Wicaksana, A. (2017). Manifestai hati. Universitas Muhammadiyah Malang.
Yulia D, 2019. Virus Hepatitis B Ditinjau dari Aspek Laboratorium. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019; 8(4 ):
247-254
Zhou, Yang, & Wang. (2020). ASKEP_AGREGAT_ANAK_and_REMAJA_PRINT.Docx, 21(1), 1–9.
THANK YOU