Anda di halaman 1dari 50

PENGARUH PROGRAM KEGIATAN

KEAGAMAAN DAN BTQ (BACA TULIS Al


QUR’AN) TERHADAP PEMBENTUKAN
KARAKTER RELIGIUS PADA SISWA SMA
PLUS RIYADHUL JANNAH CIMENTENG
(PROPOSAL DISERTASI)

Disusun Oleh :

BADRU SOHIM, S.Pd.I, M.Pd

2023
A. Latar Belakang
Pendidikan akan selalu berkembang seiring dengan dinamika

masyarakatnya. Hal tersebut dikarenakan pengaruh perkembangan


tekhnologi, komunikasi, dan sikap masyarakat dalam menerima pengaruh
dari luar. Efek perubahan di masyarakat akan berimbas pada individu
warga masyarakat, sikap, kecakapan, pengetahuan, kebiasaan dan pola
kehidupan. Bidang pendidikan juga mengalami perubahan paradigma.
Pendidikan sejatinya merupakan proses menuju perubahan dalam
pematangan hidup.1
Seperti yang tertulis dalam Al Qur’an surat Al-
Mujadalah ayat 11 :

ُ ‫ِس َفا ْف َسح ُْوا َي ْف َس ِح هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم َوا َِذا قِ ْي َل ا ْن‬


‫ش ُز ْوا‬ ِ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ِا َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم َت َف َّسح ُْوا فِى ْال َم ٰجل‬
‫ت َوهّٰللا ُ ِب َما َتعْ َملُ ْو َن َخ ِب ْي ٌر‬ ٍ ۗ ‫ش ُز ْوا َيرْ َف ِع هّٰللا ُ الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا ِم ْن ُك ۙ ْم َوالَّ ِذي َْن ا ُ ْو ُتوا ْالع ِْل َم د ََر ٰج‬
ُ ‫َفا ْن‬

Artinya: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu


dan orang- orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Dari ayat tersebut dapat diketahui bahwa manusia wajib memiliki


pendidikan ilmu pengetahuan dalam hidupnya. Allah akan meninggikan
beberapa derajat untuk orang- orang yang beriman dan berilmu pengetahuan.
Pendidikan merupakan pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan
kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering
terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara
otodidak. Pendidikan dibagi menjadi pendidikan formal dan informal.2
Pendidikan formal didapat dari bangku sekolah seperti sekolah
umum/madrasah ataupun sekolah berbasis masyarakat.
1 Dedi Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2011,
hlm. 2

1
Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan

Nasional No.20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana pembelajaran agar peserta didik


secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak
mulia, serta keterampilan yang diperluakn dirinya, masyarakat, bangsa,
dan negara. 2
Tujuan Pendidikan Nasional disebutkan sebagai berikut:
”Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman, dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Hal tersebut berarti pendidikan dikembangkan untuk menggali potensi yang
ada dalam diri manusia dengan memiliki iman, bertakwa kepada Tuhan
YME, berahlak mulia, sehat berilmu, cakap dengan memiliki kreatifitas
dan mandiri serta memiliki sikap demokratis yang bertanggungjawab
dalam segala hal yang dilakukannya.
Pendidikan mencakup tiga aspek. Pertama, usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Pendidikan
harus matang mulai dari mutu guru, kelas, media, metode, evaluasi, hingga
prasarana pendukung keberhasilan Pendidikan. Persiapan yang matang akan
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan di semua level.
Pendidikan yang tidak direncanakan dengan baik akan mempengaruhi mutu
proses pembelajaran yang berujung pada tidak tecapainya tujuan tersebut.
Tidak tercapainya tujuan pendidikan dapat disebabkan oleh kelemahan
perencanaan, dan dalam pelaksanaan. Apa yang sudah direncanakan
dilanggar dan tidak ada sanksi terhadap pelanggaran tersebut. Pendidikan
dilakukan tidak hanya di sekolah, pesantren ataupun kampus.

2
Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Beserta
2

Penjelasannya (Bandung: Nuansa Aulia,2012), hlm.46

Meski secara tidak tertulis pendidikan diawali dari rumah. Karakter

anak-anak terlihat dari cara mendidik orangtuanya di rumah. Sejak bangun


tidur hingga tidur lagi. Cara anak-anak berinteraksi dengan
orangtuanya,lingkungan sekitar dan masyarakat. Di rumah orangtua
berperan sebagai pembentuk karakter paling utama. Aspek yang tidak dapat
dikembangkan di sekolah. Karena keberadaan orangtua terutama ibu sangat
penting membentuk pribadi seseorang. Orangtua yang paling paham
bagaimana mendidik anak melalui ucapan dan tindakan. Di rumah anak-
anak belajar kebersihan, kedisiplinan, kejujuran, kemandirian, dan
tanggungjawab.
Kedua, potensi siswa berupa sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Tujuan Pendidikan melahirkan manusia yang pintar, terampil baik dan saleh;
manusia yang imtak dan iptek; manusia yang terampil dan baik terhadap
sesame dan Tuhan. Pendidikan harus menyentuh aspek-aspek afektif,
kognitif, dan psikomotorik. Dalam sejarah manusia pendididikan harus
mengutamakan pembentukan spiritual dan emosi siswa dibandingkan
intelektual siswa. Peperangan, kudeta, kemiskinan, kelaparan, korupsi,
prostitusi, perjuadian, kolusi,nepotisme, merupakan masalah krusial dunia
sebelum abad 21. Masalah tersebut muncul akibat lemahnya spiritual dan
emosional pimpinan saat itu, dalam arti tidak memiliki karakter yang
berlandaskan agama. Nafsu kekuasaan dan uang menguasai para pemimpin.
Namun tidak sedikit manusia yang hidupnya tidak untuk dirinya sendiri
tetapi memiliki kepribadian menolong sesame. Seperti orang-orang ternama
dunia Lakshimi Mittal, Warren Buffet, Prince al Waleed bin Talal al Saud,
Bill Gates, Ingvar Kamprad, Carlos Slim Helu. Dari Indonesia versi forbes
yaitu Anne Avantie, Irwan Hidayat, Moh.Jusuf Kalla, Tahir dan Handry
Santriago. Contoh kecerdasan emosional yang ada dalam diri Nelson
Mandela, yang memaafkan penguasa yang memenjarakannya selama 27

3
tahun. Pengalaman manusia ternama dunia tersebut, memperlihatkan
Pendidikan mampu merubah seseorang dan sekitarnya menjadi pribadi yang
baik dan tertata.
Ketiga, ilmu yang bermanfaat bagi individu, masyarakat dan bangsa.

Tujuan akhir dari sekolah dan kuliah agar manusia mencapai cita-citanya

dan hidup bahagia dan membahagiakan orang lain. Banyak factor yang
menjadi bahagia; materi, jabatan dan keluarga. Pendidikan melahirkan
manusia yang hidup untuk kepentingan orang banyak, masyarakat dan
bangsa. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan ahlak,
keterampilan dan pengetahuan seseorang di sekolah, di rumah ataupun dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Proses pendidikan merupakan proses yang bertujuan semata-mata

untuk mencerdaskan. (Silaben,1993:65). Pengertian pendidikan itu sendiri.


Mc. Donald memberikan rumusan tentang pendidikan : “… is a process or
an activity which is directed at producing desirable in the behavior of
human beings.(Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang bertujuan
menghasilkan perubahan tingkah laku manusia). Perubahan tingkah laku
yang terjadi disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tiga unsur meliputi
unsur kognitif, afektif dan psikomotor (Taksonomi Bloom ).

Gambar 1: Rumusan Proses dalam Kurikulum


Sumber : Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum (2013)

4
Berdasarkan gambar di atas, menurut Modul Implementasi kurikulum
2013, terdapat perluasan dan pendalaman taksonomi dalam proses
pencapaian kompetensi. Dalam kurikulum jenjang SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi memadukan lintasan taksonomi sikap (attitude) dari
Krathwohl, keterampilan (skill) dari Dyers, dan Pengetahuan (knowledge)
dari Bloom dengan revisi oleh Anderson. Taksonomi sikap (attitude) dari
Krathwohl meliputi: accepting, responding, valuing,
organizing/internalizing, dan characterizing/actualizing. Taksonomi
keterampilan (skill) dari Dyers meliputi: observing, questioning,
experimenting, associating, dan communicating. Taksonomi pengetahuan
(knowledge) dari Bloom degan revisi oleh Anderson meliputi: knowing/
remembering, understanding, appllying, analyzing, evaluating, dan creating.
Program pembiasaan diri di tempat penelitian SMA Plus Riyadhul
Jannah Cimenteng, setiap kegiatan hari besar islam diadakan pengajian
khusus dan setiap pagi selama 15 menit diadakan Baca Tulis Al Qur’an.
Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di tempat penelitian ;

1. SANLAT (pesantren kilat di bulan Ramadhan)


2. Pembiasaan ahlak mulia

Adalah kegiatan untuk pengembangan karakter keagamaan dalam


kehidupan sehari-hari dengan ditanamkan nilai-nilai luhur agama.
Dilakukan di rumah,sekolah ataupin masyarakat. Kegiatan ahlak mulia di
sekolah dengan pembiasaan membiasakan salam, menjaga kebersihan diri
ataupun sekitarnya seperti lingkungan kelas, santun, mengikuti shalat
berjamaah dan tausiah umum. Pembiasaan ahlak mulia yang telah
dilakukan di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng yaitu;
1) Pembinaan Akhlaq

2) Cium Tangan

3) 5S (Senyum, Sapa, Salam, Sopan, Santun)

4) Adab Makan dan Minum

5
5) Adab Berpakaian

6) Adab Berbicara

7) Kedisiplinan

8) Budaya Dengan Baca Tulis

9) Kelengkapan Sarana Ibadah

3. Peringatan Hari Besar Islam (PHBI)


Adalah memperingati hari besar Islam dengan tujuan mengerti
tentang syiar Islam. Acara- acara PHBI yaitu Tahun Baru Hijriyyah,
Nuzulul Qur’an, Maulid Nabi SAW, Iedul Fitri, Iedul Adha, dan Isra’
Mi’raj.
4. BTQ

Adalah pengenalan huruf hijaiyah, kemampuan membaca dan


melafalkan Al Qur’an, kemampuan membaca makhroj huruf dan ilmu
tajwid, Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
sebagai Kalam Allah, berbentuk lafal Arab melalui perantaraan Malaikat
Jibril.,diriwayatkan secara mutawatir, diawali oleh surat Al-Fatihah
diakhiri oleh surat An-Nas, dan ditulis dalam mushaf hanya masalah
teknis bagi penyampaian dan pemeliharaan Al-Quran (Izzan, 2005).
Seperti yang ditulis oleh Asy-Syaukany menyatakan bahwa Al-Quran
itu, kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad, yang ditilawatkan
dengan lisan lagi mutawatir penukilannya (Ash-Shiddieqy, 2000: 3-5).
Dalam Al Qur’an terdapat pengetahuan mendasar yang
diwahyukan pertama kali kepada Rasul Muhammad SAW, yaitu
membaca yang tersurat pada surat Al Alaq. Dalam surat Al-Alaq yang
berbunyi:
‫ِّك الَّذِيْ َخ َل ۚ َق‬
َ ‫ِا ْق َرْأ ِباسْ ِم َرب‬
Artinya: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan,".

6
Ayat di atas menunjukkan proses pembelajaran yang kuat dengan
cara membaca. Allah memerintahkan untuk membaca “iqro’‘’
(bacalah).Membaca membutuhkan kelengkapan yang harus digunakan
yaitu tulis-menulis, dengan kata kalam. Kalam adalah pena atau pensil.
Allah memberikan manusia kemampuan menulis. Manusia dengan
tulisan mampu mencatat,mendokumentasikan dalam bentuk buku dan
lain-lain. Sehingga manusia dapat menuliskan Al-Quran, Hadist, ilmu
agama, maupun ilmu-ilmu pengetahuan. Umat Islam dewasa ini dapat
memahami ajaran- ajaran Nabi Muhammad SAW dengan cara membaca
hadist melalui media buku. Membaca dalam pengertian umum bermakna
kegiatan pelafalan sesuatu yangtertulis, bahasa yang tertulis. Pelafalan
ditandai dengan bunyi yang menggambarkan kata- kata ataupun
serangkaian kalimat. Namun, tidak selamanya membaca menghasilkan
pola bunyi. Membaca dalam hati (silent reading), salah jenis membaca
yang hanya melibatkanmental tanpa menghasilkan bunyi atau suara.
(Mintarja, 2011)

Membaca merupakan kombinasi dari pengenalan huruf, intellect,


emosi yang berkaitan dengan pengetahuan si pembaca untuk memahami
suatu pesan yangdisampaikan secara tertulis (Nurhayati, 2011: 113). Di
samping itu menyatakan bahwa dalam membaca, terdapat proses
penafsiran dan penilaianterhadap gagasan. Membaca memiliki arti
sebagai suatu proses pengenalan, penafsiran, dan penilaian gagasan-
gagasan berkenaan dengan bobot mental atau kesadaan total pembaca
dengan tujuan tertentu (Tarigan, 1989: 342). Ahli lain Finnichiaro dan
Bonomo, membaca menurutnya adalah proses memetik dan memahami
arti yang terkandung pada bahan tertulis (Harras, 2011: I.8-I.9).
Membaca dapat pula dianggap sebagai proses yang dilakukan,
dipergunakan pembaca untuk memperoleh pesan yang akan disampaikan
penulis melalui media kata-kata (Tarigan, 2008: 7).
Umat Islam dalam membaca Al-Quran diwajibkan sesuai dengan kaidah-

7
kaidah (tajwid) atau tartil. Allah berfirman dalam surat Al-Furqon: 32,
Aَ ‫ِّت ِبهٖ فَُؤ‬
‫ادَك‬ َ ِ‫َو َقا َل الَّ ِذي َْن َك َفر ُْوا لَ ْواَل ُن ِّز َل َعلَ ْي ِه ْالقُرْ ٰانُ ُج ْملَ ًة وَّ ا ِح َد ًة ۛ َك ٰذل‬
َ ‫ك ۛ لِ ُن َثب‬
‫َو َر َّت ْل ٰن ُه َترْ ِت ْياًل‬

Artinya: Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al-Quran itu


tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?" Demikianlah supaya
Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil
(teratur dan benar).
Ayat di atas dengan jelas menunjukkan bahwa Allah SWT
memerintahkan nabi Muhammad SAW untuk membaca Al-Quran yang
diturunkan kepadanya dengan tartil, yaitu memperindah pengucapan
setiap huruf-hurufnya atau dengan istilah lain adalah bertajwid.
Menurut Suyuthi (2007), tartil ketika membaca Al-Quran harus
menggunakan tajwid yang benar, yaitu dengan membaguskan bacaan
huruf-huruf ayat Al-Quran dari segi makhraj-makhrajnya, wakaf dan
ibtida, hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati dan dari
segipanjang pendeknya, sehingga ayat yang dibaca indah dan
terkesan di hati. Menurut ahli Qiraat (qurra’) menyatakan tajwid
merupakan hiasan atau seni dalam membaca Al-Quran (hilyah Al-Qira’ah),
tajwid mengharuskan membaca huruf sesuaidengan hak- haknya,
menertibkannya, serta mengembalikannya, serta memperhalus pelafalannya
tanpa dilebih- lebihkan, tanpa dikurangi dan dibuat-buat.
Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa membaca Al-Quran
persis sebagaimana ketika diturunkan (sesuai dengan aslinya),
hendaklah membacanya menurut qiraat Ibnu Ummi ‘Abba.” Yang
dimaksud oleh Nabi dengan Ibnu Ummi ‘Abd adalah Ibnu Mas’ud.
Sahabat Nabi tokoh qiraat yang mempunyai pemahaman ilmu tajwid
Al-Quran paling mendalam sempurna. Umat Islam dituntut
memahamidan mengamalkan isi Al Qur’an, juga diharuskan
memperbaiki pembacaan kata-kata dalam Al- Quran serta melafalkan
huruf- hurufnya sesuai dengan sifat yang telah ditetapkan oleh para ahli
qira’at yang mempunyai ketersambungan riwayat sama kepada Nabi

8
SAW. Para ulama menganggap bahwa membaca Al-Quran tanpa tajwid
merupakan tindakan yang menyebabkan kekeliruan dalam tata bahasa
arab (i’rab) yang dapat menimbulkan perbedaan arti (Maliki, 52-53).
Memahami tajwid merupakan suatu keharusan bagi umat Islam
agar benar dan tepat dalam membacaAl-Quran. Mempelajari ilmu
tajwid merupakan salah satu kewajiban bagi seorang muslim sebagai
bagian mempelajari Al-Quran. Dalam mempelajari Al-Quran
merupakan kewajiban yang utama bagi setiap mukmin, begitu juga
mengajarkannya. Membaca Al-Quran dapat dibagi beberapa tingkatan
yaitu belajar membacanya sampai lancar dan baik, menuruti kaidah-
kaidah yang berlaku dalam qiraat dan tajwid. Tujuan jangka panjang
pendidikan membaca Al-Quran yaitu mampu membaca Al-Quran
dengan baik, memahaminya, dan menerapkan segala ajarannya.
Al-Quran diajarkan mencakup beberepa materi yaitu : 1) materi
pengajaran Al- Quran untuk tingkat dasar, terdiri dari: a) mengenalkan
bacaan huruf Al-Quran, b) mengenal cara membaca Al-Qurandan
mempelajarinya, c) mengajarkan ayat-ayat Al-Quran secara bertahap
untuk mencukupikeseluruhan; 2) materi pengajaran ilmu tajwid untuk
tingkat dasar, terdiri dari: a) huruf hijaiyah, b) pembacaan bacaan mad
dan pengertiannya dalam garis besarnya; 3) materi pengajaran ilmu
tajwid untuk tingkat menengah, terdiri dari:
a) tajwid sebagai sarana untukpembenaran dalam membaca Al-Quran,
b) penjelasan tentang makhrojul huruf.
Dengan kemampuan membaca Al-Quran baik yang berlangsung
di rumah maupun sekolah memberikan dampak positif bagi
kemampuan siswa dalam membaca Al-Quran dan dapat dipraktekkan
dalam nilai-nilai sendi kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran
yang tepat dalam perspektif metodik-didaktif maupun materi penting
untuk mencapai hasil belajar yang efektif. Pembelajaran adalah suatu
upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk
membelajarkan siswa yang belajar. Proses pembelajaran berlangsung

9
jika terjadi perubahan karena suatu kejadian. Perubahan yang terjadi
bukan karena perubahan secara alami atau karena menjadi dewasa yang
dapat terjadi dengan sendirinya atau karena perubahannya sementara
saja, tetapi lebih karena reaksi dari situasi yang dihadapi (Jogiyanto,
2006: 12).
Metode pembelajaran Al Qur’an dikenal dengan istilah BTQ.
Baca Tulis Quran (BTQ) merupakan sebuah metode belajar Al-Quran
dengan menggunakan teknik bacaan dan tulisan sesuai ejaan dan aturan
dalam ilmu tajwid dan makharijul hurufnya. Metode BTQ
memudahkan pemula dalam mempelajari Al-Quran agar dapat belajar
dengan cepat dan tepat. Metode baca tulis Quran merupakan metode
yang banyak digunakan di pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah
madrasah atau diniyah. Metode BTQ diterapkan untuk belajar dan
mempelajari cara membaca Al-Quran, cara menulis Al-Quran, dan cara
mengucapkan makharijul hurufnya dengan tepat. Tanpa takut salah
panjang pendeknya bacaan, tajwidnya, dan waqaf washal dalam Al-
Quran.
Program BTQ diadakan di tempat penelitian mengingat
pentingnya Al Qur’an pada diri seorang muslim. Al Qur’an dari
asal kata bahasanya dari kata kerja “qara’a” yang artinya ia telah
membaca, jadi al-Qur’an itu berarti “bacaan” atau “yang dibaca”,
al-Qur’an merupakan isim masdar diartikan juga dengan istilah
isim maf’ul yaitu “maqrau” artinya “yang dibaca”. Seperti dalam
(QS. 35:29,30), Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
Kitab Allah (meneliti isinya, sehingga pekerjaannya itu menjadi
ciri dan tanda bagi mereka), dan mendirikan shalat serta
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka, dengan diam-diam, maupun terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak merugi, agar Allah
menyampaikan kepada mereka pahala mereka, dan menambah
kepada mereka dari karuniaNya, sesungguhnya Allah Maha

10
Pengampun lagi Maha Penyayang. Pendidikan merupakan bagian
penting dalam kehidupan yang sekaligus membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih
ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti
merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju
kehidupan yang lebih berarti. Jadi pendidikan merupakan usaha
manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik
dari lembaga formal maupun informal dalam membantu proses
transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan.3
Berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadis di atas, sangat penting setiap
individu muslim untuk dapat membaca dan memahami al-Qur’an,
juga bisa menghafalkannya. Al-Qur’an itu adalah sumber dari
segala sumber ajaran Islam, maka seorang muslim, kita mesti
menguasai dan mendalami al-Quran sebagai pedoman hidup.
Untuk mendapat petunjuk dan hidayah dari Allah SWT Al
Qur’an senantiasa diaplikasikan dalam kehidupan kita. Tetapi pada
saat ini di di masyarakat kita, terutama di rumah-rumah keluarga
muslim semakin sepi dari bacaan ayat-ayat suci al-Qur'an.
Hal ini dikarenakan majunya arus globalisasi dunia dengan
semakin pesatnya ilmu sians dan tekhnologi dan munculnya
berbagai produk menggeser semua aspek kehidupan terutama
minat untuk belajar membaca al-Qur'an. Hal tersebut
menyebabkan banyak anggota keluarga tidak bisa membaca al-
Qur'an. Ba’da magrib yang biasanya terdengar lantunan ayat suci
Al Qur’an saat ini mulai berkurang dan tergantikan dengan Hp,
suara-suara radio, TV, Tape Recorder, karaoke, dan lain-lain.
Keadaan yang sangat memprihatinkan ini harus ditangani
secepatnya. Sebelum masalah akhlak, akidah dan pelaksanaan
ibadah, yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan Rasulullah
SAW.Diperlukan kerjasama dari semua fihak untuk

11
mengembalikan kebiasaan membaca al-Qur'an di rumah-rumah
kaum muslimin agar menjadi bahagia dan terselamatkan dunia,
akherat.

3
Chairul Anwar, Hakikat Manusia dalam Pendidikan Sebuah Tinjauan Filosofis,
(Yogyakarta:SUKA-Press, 2014), h.73

Globalisasi menuntut manusia terbuka menerima pengaruh dari luar.


Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh posiif ataupun negative. Kemajuan
zaman menyebabkan modernisasi melaju pesat di berbagai negara termasuk
Indonesia. Kemajuan tekhnologi mempermdah semua urusan manusia. Hal
tersebut dibarengi pula dampak negative yang terjadi. Sikap individualisme,
dan gila kerja menyebabkan tingkat stress seseorang. Kadar stress seseorang
dapat berupa depresi, kegelisahan, perubahan suasana hati dan lainnya telah
juga menjadi isu umum saat ini. Perubahan zaman yang semakin serba cepat
dan penuh dengan tekanan tidak sedikit orang mengalami gangguan mental,
bahkan sakit mental.
Faktor yang terlibat dalam kasus ini biasanya berupa tekanan yang
terjadi di sekolah, keluarga bahkan karakter individu yang tidak menolong,
seperti pendiam, tertutup dan lain-lain. WHO menjelaskan separuh dari
gangguan kesehatan mental dimulai dari 14 tahun, banyak kasus yang tidak
terdeteksi bahkan terabaikan. Kesehatan mental tidak hanya mengancam
orang dewasa akan tetapi juga pada usia remaja. Terlebih masa remaja
adalah masa terjadinya perubahan dan penyesuaian baik secara fisik, mental
maupun sosial. Tingkat degradasi moral dan social kaum remaja sepanjang
tahun tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan akan tetapi sebaliknya
justru semakin meningkat tajam. Dengan semakin kompleks dan
beragamnya dampak yang disebabkan “kenakalan remaja (juvenile
delinquency) yang semakin memprihatinkan untuk diamati.” Remaja sebagai

12
modal agen perubahan (agent of change) nyatanya lebih menitikberatkan
kepada “perubahan negative” daripada “perubahan positif.” Jika tidak
dibarengi karakter religius yang kuat.
Kemajuan zaman yang ditandai teknologi maju jika tidak dibarengi
dengan karakter religius mengakibatkan siswa membolos ketika jam
pelajaran berlangsung untuk mengakses video melalui media internet,
bermain game.
Pendidikan karakter telah menjadi polemik di berbagai negara.
Pandangan pro dan kontra mewarnai pendidikan karakter sejak lama.
Sejatinya, pendidikan karakter merupakan bagian esensial yang menjadi
tugas sekolah, tetapi selama ini kurang perhatian.
Sepantasnya sekolah tidak hanya berkewajiban meningkatkan
pencapaian akademis, tetapi juga bertanggung jawab dalam membentuk
karakter peserta didik. Capaian akademis dan pembentukan karakter yang
baik merupakan dua misi integral yang harus mendapat perhatian sekolah.
Namun tuntutan ekonomi dan politik pendidikan menyebabkan penekanan
pada pencapaian akademis mengalahkan idealitas peran sekolah dalam
pembentukan karakter.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah gagasan yang baru. Sepanjang
sejarah, di negara-negara di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan
besar ; membantu anak- anak menjadi pintar dan membantu mereka menjadi
baik. Pintar dan baik tidaklah sama. Sejak zaman Plato masyarakat yang
bijak telah menjadikan pendidikan karakter sebagai tujuan sekolah.
Pendidikan karakter mengalami kemunduran mengakibatkan kemerosotan
moral. Di antara kemerosotan moral yang terjadi adalah ; meningkatnya
pergaulan seks bebas, tingginya angka kekerasan anak-anak dan remaja,
kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek,
penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan, perampasan, dan
perusakan hak milik orang lain, dan masalah sosial yang belum dapat diatasi
secara tuntas.
Kondisi krisis dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh

13
pengetahuan moral dan agama yang didapatkan dibangku sekolah ternyata
tidak berdampak terhadap perubahan tingkah laku siswa. Banyak orang
berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal dari proses
pembelajaran yang cenderung mengajarkan pendidikan moral sebatas teks
dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi
kehidupan yang kontradiktif. Atas kondisi demikian pendidikan karakter
mulai mendapat perhatian dari banyak pihak. Pendidikan karakter di
Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Ratna Megawangi,alumnus IPB yang
concern terhadap dunia pendidikan, anak dan perempuan. Melalui konsep
pendidikan holistik berbasis karakter, Ratna mengedepankan sembilan
karakter yang ingin dibangun. Istilah pendidikan karakter ini kembali
menguat ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Nuh,
dalam pidatonya pada Hari Pendidikan Nasional tahun 2011 menekankan
pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya pembangunan karakter
bangsa.
Karakter adalah “distinctive trait, distinctive quality, moral strength,
the pattern of behavior found in an individual or group.” “Character
determines someone’s private thought and someoen’s perfect done. Good
character is the inward motivation to do what is rigth, according to the
highest standard of behavior in every situation. “Character is the sum of all
the qualities that make you who you are. It’s your values, your thoughts,
your words, and your action.”4 Karakter merupakan serangkaian sikap,
perilaku, motivasi, dan keterampilan untuk melakukan hal yang terbaik.
Karakter adalah keseluruhan nilai- nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku
atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang. Karakter merupakan
jati diri, kepribadian, dan watak yang melekat pada diri seseorang. Sebagai
aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara
utuh dari mentalitas, sikap, dan perilaku seseorang.
Identitas seseorang digambarkan pada karakternya
yangmenunjukkan ketundukannya pada aturan atau standar moral dan
termanifestasikan dalam tindakan.

14
Filosof Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baiksebagai
hidup dengan tingkah laku yang benar. Tingkah laku benar dalam hal
berhubungandengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri.
Karakter terbentuk dari tiga bagianyang saling berkaitan; pengetahuan moral
(moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral
behavior).
Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan (knowing the
good), menginginkan kebaikan (desiring the good), dan melakukankebaikan
(doing the good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran
(habitsof the mind), pembiasaan dalam hati (habits of heart), dan pembiasan
dalam tindakan (habits of the action).9 Berdasarkan pendapat di atas dapat
dikatakan bahwa karakter yangbaik harus didukung oleh pengetahuan
tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan kemampuan untuk
melakukan perbuatan baik.
Menurut Wynne karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” (menandai) atau memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu orang
yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang
berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Istilah karakter erat
kaitannya dengan kepribadian (personality) seseorang. Seseorang bisa
disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya
sesuai dengan kaidah moral. Menurut Joel Kuperman, karakter bermakna
“instrument for making and graving, impress, stamp, distinctive mark,
distinctive nature.” Berkowtiz mengartikan karaktersebagai “an
individual’s set of psychological characteristic that affect person’s ability
and inclination to function morally.” Karakter merupakan ciri yang melekat
pada seseorang. Karakter menjadi tanda identifikasi. Wilhelm menyatakan
“character can be measured corresponding to the individual’s compliance
to a behavioral standard or the individual’s compliance to a set moral
code.”

15
Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa
sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat biologis.
Menurut Ki Hajar Dewantara, aktualisasi karakter dalam bentuk perilaku
sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil interaksi dengan
lingkungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan karena
pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu
dalam jati diri kemanusiaannya.
Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki
kehalusan budi dan jiwa, memiliki kecemerlangan pikiran, kecekatan raga,
dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya. Dibanding faktor lain,
pendidikan memberikan dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam
pembentukan kualitas manusia.
Aplikasi keberhasilan Pendidikan karakter dapat dilihat dari berbagai
perilaku sehari- hari. Perilaku tersebut dalam bentuk: kesadaran, kejujuran,
keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian kepedulian, kebebasan dalam
bertindak, kecermatan, ketelitian, dan komitmen.4 Karakter religius
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat mencegah permasalahan-
permasalahan yang menghancurkan sistem kemanusiaan. Bersama
penerapan keagamaan pembinaan secara keselurhaan dan membutuhkan
tenaga, kesabaran, ketelatenan, ruang, waktu dan biaya yang ekstra guna
menjadi jembataan dalam Negara sebagai perwujudkan insane kamil yang
bertakwa kepada Allah SWT.
Agama berperan sebagai motivasi hidup dan merupakan alat
pengembang dan pengendalian diri yang penting. Tanpa adanya pedoman
agama manusia akan terjerumus kedalam lembah kenistaan dunia dan
akhirat. Pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah mengoptimalkan
pembelajaran materi pendidikan agama Islam dan pengembangan karakter
religius. Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan pembelajaran yaitu
penanaman nilai-nilai religius, spiritual dikalangan anak didik. Pembentukan
karakter religius merupakan keimanan terhadap Tuhan yang diwujudkan
melalui prilaku melaksanakan ajaran agama yang dianut, menghargai

16
perbedaan agama dan kepercayaan lain, serta hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain.Karakter Relius bernafaskan Islam hal yang sangat
penting dalm pembentukannya, terutama saat ini banyaknya siswa-siswa
yang di setiap harinya berkata kotor atau hal-hal yang tidak pantas dikatakan
oleh para siswa. Hal tersebut pengaruh teknolgi yang sangat cepat. Peran
pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam sangatlah strategis
dalam mewujudkan pembentukan karakter religius peserta didik.
Transformasi pengetahuan dalam pendidikan agama meliputi aspek
keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai
moral yang membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam
pengendalian prilaku (aspek psikomotorik) sehingga kepribadian manusia
seutuhnya dapat tercipta. Mendalami ilmu pendidikan agama Islam dapat
mewujudkan manusia yang menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak
mulia,beretika, berbudi pekerti luhur. Dengan ilmu dan karakter religius
manusia menjadi tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan
perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup
lokal, nasional, regional maupun global.
Bagaimana dengan pendidikan karakter berbasis al-Qur’an?
Landasan Pendidikan karakter dalam al-Qur’an terdapat dalam QS an-Nisa’
ayat 9 :

‫ َق ْواًل‬A‫ َعلَي ِْه ۖ ْم َف ْل َي َّتقُوا هّٰللا َ َو ْل َيقُ ْولُ ْوا‬A‫ش الَّ ِذي َْن لَ ْو َت َر ُك ْوا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ ٰع ًفا َخافُ ْوا‬
َ ‫َو ْل َي ْخ‬
‫َس ِد ْي ًدا‬
Artinya : Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar.
Q.S an-Nisa’ ayat 9, Allah mengharuskan setiap umat tidak
meninggalkan keturunan mereka generasi yang lemah, tak berdaya dan tak

17
memiliki daya saing dalam kompetisi kehidupan. Ayat tersebut juga diartikan
bahwa ada pesan al- Qur’an kepada setiap muslim untuk berusaha
semaksimal mungkin untuk mendapatkan generasi yang tangguh melebihi
para pendahulunya.
Menurut al-Qur’an Surat Al Araf, ayat 179,
‫س لَ ُه ْم قُلُ ْوبٌ اَّل َي ْف َقه ُْو َن ِب َه ۖا َولَ ُه ْم اَعْ يُنٌ اَّل‬ ‫ْأ‬
ِ ۖ ‫َولَ َق ْد َذ َر َنا ل َِج َه َّن َم َك ِثيْرً ا م َِّن ْال ِجنِّ َوااْل ِ ْن‬
ٰۤ ُ ٰۤ ُ ۗ
‫ك ُه ُم ْال ٰغفِلُ ْو َن‬ َ ‫ول ِٕى‬ َ َ‫ام َب ْل ُه ْم ا‬Aِ ‫ك َكااْل َ ْن َع‬
‫ض ُّل ۗ ا‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫ُيبْصِ ر ُْو َن ِب َه ۖا َولَ ُه ْم ٰا َذانٌ اَّل َيسْ َمع ُْو َن ِب َها ا‬
Artinya : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS:7;179)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesempurnaan manusia
tidak hanya terletak pada dimensi jasadiah semata, tetapi dimensi rohaniahlah
manusia, agar akan senantiasa bertahan pada posisinya sebagai makhluk
terbaik, dengan membuka hati,mata,telinga memahami Qalam Illahi.
Pengembangan pada sisi jasmaniah semata hanyaakan menjatuhkan manusia
ke tempat yang paling rendah (asfala safilin). Pengembangan dimensi
rohaniah akan melahirkan akhlak terpuji.
Dalam al-Qur’an konsep karakter menggunakan term “akhlak”
sebagaimana yang terdapat dalam hadits dan ayat sebagai berikut :

Artinya : ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang


sholeh”. (HR Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab
syu’bil Iman danHakim).

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad diutus


menyempurnakan ahlak umat manusia.
Seperti disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Qalam ayat 4

18
‫ك لَ َعلَ ٰى ُخلُ ٍق عَظِ ٍيم‬
َ ‫َوِإ َّن‬

Artinya : “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang


agung”. (QS al- Qalam ayat 4)
Berdasarkan ayat di atas disimpulkan bahwa Nabi Muhammad
memiliki budi pekerti yang agung, ahlak yang sangat baik.
Akhlak menurut bahasa adalah bentuk jamak dari “khuluq” yang
berarti sebuah kebiasaan dan perbuatan yang terus diulang. Huruf lam
mengandung arti al-dien (kepercayaan), al-thab’u (karakter), dan al-sijiyyat
(watak) yang intinya bermakna perasaan jiwa seseorang, naluri, sifat, dan
arti-arti khusus yang ditampilkan dalam perilaku yang nyata, baik atau
buruk, melahirkan penghargaan atau celaan. Hampir semua kamus bahasa
Arab sepakat mendefinisikan al-khuluq sebagai sebuah kondisi perasaan
jiwa yang kuat untuk menciptakan tindakan-tindakan tanpa membutuhkan
pemikiran atau ide.8
Karakter adalah tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain. Berdasarkan pendapat
Ahmad, kehendak merupakan ketentuan dari beberapa keinginan manusia
setelah bimbang. Sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-
ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan
kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kehendak dan
kebiasaan ini menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang besar
inilah yang disebut akhlak. Apabila kebiasaan menghasilkan suatu
perbuatan baik disebut akhlakul karimah, bila menghasilkan perbuatan
buruk disebut akhlakul mazmumah.
Dalam al-Qur’an, karakter yang baik merupakan interaksi seluruh
totalitas manusia, bukan nalar saja, tapi gabungan antara nalar dengan
kesadaran moral dankesucian jiwa. Karena itu karakter yang terpuji adalah
hasil internalisasi nilai-nilai agamadan moral pada diri seseorang yang
ditandai oleh sikap dan perilaku positif. Beberapa karakter utama yang
melandasi karakter-karakter baik lainnya yang terdapat dalam al- Qur’an

19
adalah ; a) tabah dan pantang menyerah di dalamnya meliputi sabar, baik
sabar secara pasif maupun sabar secara aktif, b) konsisten (istiqamah) yang
konsekuensinya tidak mengikuti hawa nafsu, baik yang muncul dari dirinya
maupun keinginan buruk oranglain, c) integritas yang dibangun dari disiplin
diri, disiplin untuk jujur, adil sebagaimana mestinya di setiap situasi, d)
profesionalime yang melahirkan mentalitas mutu, mentalitas altruistik,
mentalitas pembelajar, dan mentalitas etis. Pendidikan karakter merupakan
upaya penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk
sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur yang menjadi jati dirinya. Diwujudkan dalam interaksi dengan
Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannya. Nilai- nilai luhur
tersebut antara lain ; kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan
sosial, kecerdasan berpikir dan berpikir logis. Penanaman pendidikan
karakter tidak bisa hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau
melatih suatu keterampilan tertentu. Penanaman pendidikan karakter perlu
proses, contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam
lingkungan peserta didik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun
lingkungan masyarakat.
Dalam al-Qur’an pendidikan karakter bertujuan untuk :
1. Mengeluarkan dan membebaskan manusia dari kehidupan yang gelap
(tersesat) kepada kehidupan yang terang (lurus) (QS al-Ahzab ayat 43).
2. Menunjukkan manusia dari kehidupan yang keliru kepada kehidupan yang
benar (QS al-Jumu’ah ayat 2).
3. Mendamaikan manusia yang bermusuhan menjadi bersaudara,
menyelamatkan manusia yang berada di tepi jurang kehancuran, serta
menjadi manusia yang selamat dunia dan akhirat (QS ali-Imran ayat 3).

Sedangkan karakter religius adalah usaha aktif untuk membentuk


suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang
dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain. Pendidikan karakter religious diperlukan dan

20
diterapkan bukan hanya di sekolah tetapi dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter religius yang bernuansa Islam akan mempengaruhi kehidupan
seseorang dan orang di sekitarnya. Karakter Islam yang diterapkan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari ditampakkan dalam sikap
berperilaku positip, cara berfikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Pendidikan karakter religius berbasis al- Qur’an pada dasarnya
dibangun melalui tiga dimensi akhlak, yaitu ; akhlak pada Allah,diri sendiri,
sesama manusia dan lingkungan. pendidikan karakter merupakan usaha
secara sengaja untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal.
Pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan
atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses,
contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan
peserta didik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan
masyarakat.
Hal tersebut dikarenakan ada tiga pihak yang dapat mendukung
terbentuknya karakter religius yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan.
Mencermati katadasar religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau
kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang
melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter yang
dikembangkan di sekolah, yang dideskripsikan oleh Gunawan (2014:33)
sebagai nilai karakter yang kaitannya dalam hubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, meliputi pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ atau ajaran
agamanya. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam
menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini peserta
didik diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan
buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. Religius berarti
juga mencerminkan keimanan kepada Tuhan yang diwujudkan melalui
prilaku melaksanakan ajaran agama yang dianut, menghargai perbedaan

21
agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap agama, dan kepercayaan

lain. Nilai karakter religius meliputi tiga dimensi relasi, yaitu hubungan
antara individu dengan tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan
lingkungan. Manusia berkarakter mudah membawa diri di kehidupan
bermasyarakat. Dengan kecerdasan yang dimiliki akan membawa
keberhasilan seseorang untuk mendapat pekerjaan yang layak.
Pembentukan karakter religius pada siswa memiliki arti sikap dan
prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.3 Karakter religius sangat dibutuhkan dibentuk semasa
kanak-kanak, melihat beberapa contoh kasus pelanggaran akhlak yang
terjadi pada peserta didik, tampak jelas tidak tertanamnya dengan baik mana
ahlak yang mesti dijadikan karakter dan mana akhlak yang terlarang.
Padahal seseorang akan dikatakan memiliki iman yang benar dan sesuai
syariat islam jika ia memiliki karakter akhlak yang baik. Jadi akhlak yang
baik merupakan tanda kesempurnaan iman. Pendidikan akhlak yang benar
dibentuk berdasarkan worldview yang benar, metode yang tepat, dan praktik
yang integral, pada setiap proses pendidikannya, maka bangunan karakter
anak didik akan mudah terbentuk, khususnya dilingkungan sekolah. Religi
atau agama merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai aspek
menyatu. Ilmu psikologi agama dikenal adanya kesadaran beragama dan
pengalaman beragama. Glock dan Stark dalam (Subandi, 2013:87-89)
menyatakan ada lima aspek atau dimensi religius yaitu: (a) Religius Believe
(Dimensi Keyakinan). Dimensi keyakinan yaitu tingkatan sejauh mana
seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya. Dalam Agama
Islam dimensi keyakinan ini tercakup dalam Rukun Iman. Rukun Iman terdiri
dari iman kepada Allah, iman kepada Malaikat Allah, iman kepada Kitab
Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada Hari Kiamat, dan iman
kepada Takdir Allah, (b) Religius Practice (Dimensi Menjalankan
Kewajiban). Pada dimensi ini peserta didik memiliki tingkatan sejauhmana

22
seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya seperti
melaksanakan ibadah shalat wajib dan sunah, berpuasa wajib dan sunah,
berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu, berinfak, shodakoh dan
lain sebagainya, (c) Religius Feeling (Dimensi Penghayatan). Pengalaman
dan penghayatan beragama yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman-
pengalaman dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan,
merasa takut ketika peserta didik melakukan sebuah dosa atau kesalahan,
merasa diselamatkan oleh Tuhan dan lain sebagainya, (d) Religius
Knowledge (Dimensi Pengetahuan). Dimensi pengetahuan yaitu seberapa
jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
ada dalam kitab suci maupun yang lainnya. Dimensi ini juga disebut
dimensi ilmu yang dalam Islam termasuk pengetahuan ilmu fiqih,
(e)Religius Effect (Dimensi Perilaku). Dimensi ini mengukur sejauh mana
perilaku seseorang yang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan
sosial. Misalnya peserta didik menolong orang lain yang kesulitan,
mendermakan harta, mengunjungi tetangganya yang sakit, dan sikap terpuji
lainnya. Jadi, karakter religius merupakan hasil usaha dalam mendidik dan
melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang
terdapat dalam diri manusia khususnya pada peserta didik.
Dalam Islamkarakteradalahperilakudanakhlaksesuaidengan apa yang
diajarkan dalam pelajaran pendidikan agama Islam. Jadi karakter religius
merupakan watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
internalisasi berbagai kebijakan yang berlandasakan ajaran-ajaran agama.
Pendidikan karakter dalam al- Qur’an perlu memperhatikan pentingnya
dimensi penanaman akhlak terpuji (akhlakul karimah). Berdasarkan hal
tersebut, maka proposal disertasi ini mencoba memaparkan bagaimana
Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan Dan BTQ (Baca Tulis Al Qur’an)
Terhadap Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa Di SMA Plus
Riyadhul Jannah Cimenteng.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

23
Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah yang

akan diteliti diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kegiatan hari besar Islam dan kegiatan Baca Tulis Al Qur’an di SMA
Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
2. Kurangnya jam mata pelajaran agama Islam di sekolah umum/
Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga diperlukan kegiatan di luar
jam pelajaran PAI untuk kegiatan keagamaan dan BTQ.
3. Minat siswa dalam belajar baca tulis al-Qur’an yang masih kurang.
4. Kurangnya kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Al-
Qur’an karena di anggap sebagai suatu yang sulit dan rumit oleh
siswa.
5. Tidak terbendungnya arus Globalisasi yang menyebabkan
pergeseran nilai-nilai religius siswa.
6. Menumbuhkan kembali karakter religius Islam.
7. Adanya pengaruh kegiatan keagamaan dan Baca Tulis Al Qur’an
dengan karakter religius siswa SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.

Batasan Masalah

1. Pengaruh kegiatan keagamaan terhadap pembentukan karakter


religius di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.

2. Pengaruh metode pengajaran Baca Tulis al-Qur’an (BTQ) terhadap


pembentukan karakter religius di SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.

3. Dengan adanya kegiatan keagamaan berdampak pada karakter


religius di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
4. Pengajaran Baca Tulis al-Qur’an menimbulkan dampak terhadap

24
kemampuan membaca al-Qur’an siswa dalam upaya pembentukan
karakter religius Pendidikan Agama Islam di SMA Plus Riyadhul
Jannah Cimenteng.

C. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini,


berdasarkan batasan masalah dan identifikasi masalah yaitu; pengaruh
program kegiatan keagamaan terhadap pembentukan karakter religius, selain
kegiatan keagamaan yang dilakukan di tempat penelitian, terdapat program
pembiasaan setiap pagi yaiitu BTQ (baca tulis al qur’an). Dengan program
pembiasaan tiap pagi diharapkan terjadi pembentukan karakter religius siswa.
Kegiatan hari besar keagamaan membuat siswa mengerti history tentang
Islam, hal tersebut diharapkan terdapat perubahan karakter religius, dan
pembiasaan BTQ membuat siswa menjadi tertarik membaca Al Qur’an
beserta artinya berpengaruh terhadap pembentukan karakter religius Islam di
SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.

D. Tujuan Penelitian

a. Efektifitas kegiatan hari besar Islam dan kegiatan Baca Tulis Al


Qur’an di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.

b. Kegiatan di luar jam pelajaran PAI yaitu pada kegiatan keagamaan dan
BTQ.

c. Minat siswa dalam belajar baca tulis al-Qur’an.

d. Kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Al-Qur’an.

e. Gencarnya arus Globalisasi yang menyebabkan pergeseran nilai-


nilai religius siswa.

f. Menumbuhkan kembali karakter religius Islam.

g. Pengaruh kegiatan keagamaan dan Baca Tulis Al Que’an dengan


karakter religius siswa SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.

25
E. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan yang bersifat teoretis

Kegunaan secara teoretis adalah kegunaan yang diarahkan kepada


pengembangan dan pemahaman secara mendalam tentang pengaruh
kegiatan keagamaan dan BTQ terhadap karakter religius yang ada di SMA
Plus Riyadhul Jannah Cimenteng, khusunya tentang histori dari hari-hari
besar Islam yang dapat mempengaruhi nilai-nilai religius dalam diri siswa
SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng, dan kemampuan minat baca tulis
Al Qur’an yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kegunaan yang bersifat praktis Pendidikan yang lebih menekankan
kepada Pendidikan Karakter Religius dengan pembinaan metoda BTQ
beserta peringatan hari besar Islam yang membuat siswa menjadi mengerti
tentang histori hari besar keagamaan Islam. Penelitian ini berguna bagi
para praktisi pendidikan dan para orang tua dalam rangka membendung
efek negative kemajuan zaman akibat gencarnya globalisasi. Kegunaan
yang paling tampak akan terlihat dalam impelementasinya dalam dunia
pendidikan Islam dengan adanya karakter religius siswa.

F. Kerangka Teoritik

1. Pengaruh

Pengaruh dalam kamus Bahasa Indonesia (215:1045) berarti daya


yang ada atau timbul dari seseorang atau benda yang membentuk watak,
kepercayaan atau perbuatan seseorang. Menurut Yosin (2012:1) Pengaruh
merupakan suatu daya yang timbul dari sesuatu baik itu orang aaupun
benda serta segala sesuatu yang ada di alam sehingga mempengaruhi
apapun yang ada di sekitarnya.

Surakhmad (2012:1) menjelaskan pengertian pengaruh adalah


kekuatan yang muncul dari suatu benda atau orang dan juga gejala yang

26
dapat memberikan perubahan kepercayaan. Pengaruh menurut Wiryanto
(2012:1), yaitu tokoh formal dan informal di masyarakat yang memiliki
ciri-ciri cosmopolitan, inovatif, kompeten dan aksesibilitas, dibandingkan
dengan pihak yang mempengaruhi. Sedangkan menurut M.Suyanto
(2012:3) Pengaruh adalah nilai kualitas suatu iklan melalui media
tertentu.

Melihat berbagai macam definisi tentang pengaruh, maka dapat


disimpulkan pengaruh adalah kekuatan atau daya yang dimiliki seseorang
tokoh formal ataupun informal atau dapat pula benda yang dapat
membentuk watak, kepercayaan, yang dapat mempengaruhi apapun di
sekitarnya yang memiliki nilai kualitas melalui iklan atau media tertentu.

2. Program Kegiatan Keagamaan


Pengertian dari program kegiatan keagamaan memiliki tiga kata
yaitu program, kegiatan dan keagamaan. Program berarti suatu rancangan
struktur, desain, kode skema, maupun bentuk yang lainnya dengan yang
disusun sesuai alur dengan tujuan mempermudah suatu permasalahan.
Kegiatan berarti kesibukan atau aktivitas.1 Kegiatan diartikan perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari- hari baik itu
berupa perkataan, perbuatan, atau kreatifitas di tengah lingkungannya.
Keagamaan yaitu sifat-sifat yang ada dalam agama atau sesuatu
tentang agama.2 Jadi keagamaan adalah segala sesuatu yang dilakukan
seseorang yang memiliki sifat dalam agama atau berhubungan dengan
agama.
Jadi program kegiatan keagamaan adalah
rancangan,struktur,yang disusum sesuai dengan tujuan mempermudah
permasalahan yang dilakukan seseorang yang berhubungan dengan
agama.
Kegiatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah kegiatan
memperingati hari besar Islam. Hari-hari besar Islam yang diperingati di
SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng adalah Tahun Baru Hijriyyah,

27
Nuzulul Qur an, Maulid Nabi SAW, Iedul Fitri, Iedul Adha, dan Isra’
Mi’raj.
3. BTQ (Baca Tulis Al Qur’an)

Membaca dalam pengertian umum bermakna kegiatan pelafalan


sesuatu yang tertulis, bahasa yang tertulis. Pelafalan ditandai dengan
bunyi yang menggambarkan kata- kata ataupun serangkaian kalimat.
Namun, tidak selamanya membaca menghasilkan pola bunyi. Membaca
dalam hati (silent reading), salah jenis membaca yang hanya
melibatkanmental tanpa menghasilkan bunyi atau suara.
Menurut Kustaryo, membaca adalah kombinasi dari pengenalan
huruf, intellect, emosi yang berkaitan dengan pengetahuan si pembaca
untuk memahami suatu pesan yangdisampaikan secara tertulis
(Nurhayati, 2011: 113). Para ahli ungkap Tarigan, di samping itu
menyatakan bahwa dalam membaca, terjadi pula proses penafsiran dan
penilaian terhadap gagasan. Membaca diartikan sebagai suatu proses
pengenalan, penafsiran, dan penilaian gagasan-gagasan berkenaan
dengan bobot mental atau kesadaan total pembaca dengan tujuan
tertentu (Tarigan, 1989: 342). Dalam perkataan lain seperti
dikatakanFinnichiaro dan Bonomo, membaca adalah proses memetik
dan memahami arti yang terkandung pada bahan tertulis (Harras, 2011:
I.8-I.9). Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses yang
dilakukan serta dipergunakan pembaca untuk memperoleh pesan yang
akan disampaikan penulis melalui media kata-kata (Tarigan, 2008: 7).
Membaca berasal dari Al Qur’an , ketika Allah memerintahkan
untuk membaca “iqro’‘’ (bacalah). Selain membaca ada kelengkapan
yang harus digunakan yaitu tulis- menulis sebagaimana disebutkan,
“Yang mengajar manusia dengan pengantar kalam’’. Kalam adalah
pena atau pensil. Allah memberikan manusia kemampuan menulis.
Manusia dengan tulisan mampu mencatat, mendokumentasikan dalam
bentuk buku dan lain-lain.

28
Baca Tulis Al Qur’an dikenal dengan istilah Qira’at. Definisi
Qira’at yaitu :

1) Salim (2012:20) ilmu qira’at adalah suatu pengetahuan yang


dengan pengetahuan itu orang dapat mengetahui tata cara
membaca kata atau kalimat al-Qur’an baik yang dibaca dengan
cara yang sama maupun cara yang dibaca secara berbeda (oleh
para qurra’) yang disandarkan kepada orang yang
memindahkannya (menyampaikannya) kepada kita.

2) Acep Abdurahim (200:9) Ilmu qira’at adalah ilmu yang


membahas bermacam- macam bacaan (qiraat) yang diterima dari
Nabi saw, dan menjelaskan sanad serta penerimanya dari Nabi
saw,. Dalam ilmu ini, diungkapkan qiraat yang sahih dan yang
tidak sahih seraya menishbatkan setiap wajah bacaannya kepada
seorang imam qiraat.
Menurut al-Dimyati sebagaimana dikutip oleh Dr. Abdul
Hadi al-Fadli mengemukakan sebagai berikut: ”Qiraat yaitu suatu
ilmu untuk mengetahui cara penguacapan lafal-lafal al-Qur’an baik
yang disepakati maupun diikhtilafkan oleh para ahli qiraat, seperti
al-hadz (membuang huruf), al-itsbat (menetapkan huruf), al-tahrik
(memeberi harakat) ,al-taskin (memberi tanda sukun), al-fasl
(memisahkan huruf), al-wasl (menyambungkan huruf), al-ibdal
(menggantikan huruf atau lafaz tertentu), dan lain-lain yang
diperoleh melalui indera pendengaran.” Dari definsi di atas dapat
disimpulkan bahwa qira’at al- Qur’an berasal dari Nabi saw.
Melalui al-naql dan al-sima’i. Adapun yang dimaksud dengan al-
sima’i yaitu bahwa qira’at al-Qur’an itu diperoleh melalui dengan
cara langsung mendengar dari bacaan Nabi Muhammad SAW.
Sedangkan al-naql yaitu diperoleh melalui riwayat yang
menyatakan bahwa qiraat Al-Qur’an itu dibacakan di hadapan Nabi
Muhammad SAW kemudian beliau membenarkannya.

29
4. Karakter Religius
Karakter Religius memiliki dua kata yaitu karakter dan religius.
Seperti yang telah dijelaskan pada prakata di sebelumnya.Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.11 Pada
definisi ini karakter adalah ciri pembeda antara satu orang dengan orang
yang lain, ciri bukan terletak pada hal-hal fisik (warna kulit, lurus atau
keritingnya rambut, dll), melainkanpada sifat-sifat kejiwaan atau pada
akhlaknya.12 Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-
nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri,sesama manusia, maupun kebangsaan sehingga menjadi
insan kamil.
Karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Karakter adalah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, ahklak atau budi
pekertiyang membedakan sesorang dari yang lain: tabiat, watak.
Religius secara umum diartikan sebagai Sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain. Dalam pengertian ini jelas bawasannya karakter
religius merupakan pokok pangkal terwujudnya kehidupan yang damai.
Selanjutnya, dalam karakter religius nilai agama merupakan nilai dasar
yang semestinya sudah dikenalkan kepada anak mulai dari rumah,
sehingga pengetahuan di sekolah hanya akan menambah wawasan saja.28

30
Religius merupakan Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.29 Manusia
religius berkeyakinan bahwa semua yang adadi alam semesta ini adalah
merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan.Unsur-unsur
perwujudan serta benda-benda alam ini pun mengukuhkan keyakinan
bahwa di situ ada maha pencipta dan pengatur.Nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi
berasal dari salah satu dari empat sumber (dalam hal ini agama,
Pancasila, budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional) yang pertama yaitu
agama.30 Pentingnya pendidikan berbasis religius bagi anak didik di
sekolah harus menjadi komitmen bersama dari semua pihak, terutama
orangtua, guru, stakeholder.
G. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis yang diajukan
secara umum adalah “Terdapat Pengaruh Yang Positif Dan Signifikan
Program Kegiatan Keagamaan Dan BTQ (Baca Tulis Al Qur’an)
Terhadap Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa Di SMA Plus
Riyadhul Jannah Cimenteng.” Secara terperinci hipotesis tersebut
adalah:
Ha : Pengaruh Perogram Kegiatan Keagamaan berhubungan
Secara positif dan signifikan terhadap pembentukan karakter
religius di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng

Ho : Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan tidak berhubungan


secara positif terhadap pembentukan karakter religius di SMA
Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.

Ha : Pengaruh BTQ (Baca Tulis AL Qur’an) berhubungan secara


positif dan signifikan terhadap pembentukan karakter religius di
SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.

Ho : Pengaruh BTQ (Baca Tulis Al Qur’an) tidak berhubungan positif


dan signifikan terhadap pembentukan karakter religius di SMA

31
Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
Ha : Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan dan BTQ (Baca Tulis
Al Qur’an) berhubungan secara positif dan signifikan terhadap
pembentukan karakter religius di SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.
Ho : Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan dan BTQ (Baca Tulis
Al Qur’an) tidak berhubungan secara positif dan signifikan
terhadap
pembentukan karakter religius di SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.

H. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kajian terdahulu yang berkaitan dengan
permasalahan yang hendak diteliti. Hal ini merupakan bahan perbandingan
penelitian yang hendak diteliti. Kajian pustaka yang penulis gunakan sebagai
referensi adalah sebagai berikut:

1. Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen


Agama RI 2007, meneliti “Kemampuan Baca-Tulis Al-Qur’an Pada Siswa
SMA Dan SMK Se- Indonesia.” Berdasarkan data temuan lapangan dengan
sampel 1918 siswa di 13 provinsi, dapat disimpulkan bahwa siswa
SMA/SMK yang menjadi sampel penelitian telah memiliki kemampuan
membaca al-Qur’an siswa sebanyak 78,7% berdasarkan materi tes yang
dikerjakannya tergolong sangat baik. Adapun rata-rata skor membaca al-
Qur’an adalah sebesar 86,10.10

2. Penelitian “Efektifitas Pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an (BTQ)


Terhadap Kemampuan Membaca al-Qur’an Siswa SMA Fatahillah,
Ciledug Tangerang,” oleh Agung Kurniawan,2010. Penelitian tersebut
memiliki tujuan untuk menganalisis dan menela’ah sejauh mana efektifitas
penggunakan metode pembelajaran Baca Tulis al-Qur’an terhadap
kemampuan siswa dalam membaca al- Qur’an. Metode Penelitian yang
penulis gunakan bersifat deskriptif analisis korelasional dengan rumus F/N

32
x 100%, kemudian dilanjutkan dengan menngunakan rumus product
moment. Penelitian dilakukan di SMA Fatahillah Ciledug Tangerang yang
beralokasi di jln. Masjid IX No. 38, Kec. Sudimara Timur, Ciledug
Tangerang. Populasi dalam penelitian tersebut adalah seluruh siswa SMA
Fatahillah. Dan sampelnya adalah siswa kelas X SMA Fatahillah.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket, wawancara,
dan observasi. Berdasarkan pengolahan data dan analisis data. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara metode pembelajaran
BTQ terhadap kemampuan membaca al-Qur’an siswa, dengan indeks
korelasi product moment 0,267, sedangkan tingkat pengaruh yang
diperoleh dari metode pembelajaran BTQ dengan kemampuan membaca al-
Qur’an siswa adalah 39%.

3. Penelitian “Penanaman Nilai -Nilai Karakter Religius Dan Karakter Kebangsaan


Di Madrasah Tsanawiyah Al Falah Jatinangor Sumedang”,oleh Marzuki, 2018,
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi penanaman nilai-
nilai karakter religius dan karakter kebangsaan di MTs Al Falah Jatinangor
Sumedang, kendala-kendala apa saja yang muncul dan strategi yang ditempuh
oleh MTs Al Falah Jatinangor Sumedang untuk meminimalisasi kendala-kendala
tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
fenomenologi. Subjek penelitian nya yaitu Kepala Madrasah, Wakil Kepala
Madrasah Bidang Kesis wa- an, Guru Pembimbing, Guru Mata Pelajaran PKn,
dan Siswa MTs Al Falah Jatinangor Sumedang. Pengumpulan data menggunakan
teknik wawancara, pengamatan , dan dokumentasi. Data yang ter kumpul
dianalisis dengan teknik induktif . Penelitian menghasilkan temuan: (1)
penanaman nilai-nilai karakter di MTs Al Falah Jatinangor belum berjalan secara
optimal; (2) kendala-kendala yang muncul antara lain minimnya duk ungan dari
orang tua siswa, dampak negatif dari lokasi sekolah yang dekat lingkungan
perkotaan, dampak negatif media elektronik dan media sosial, dan menurunnya
sikap religius siswa; dan (3) strategi yang dilakukan untuk meminimalisasi
kendala-kendala yang muncul antara lain m enjalin kerja sama dengan orang tua
siswa dan masyarakat sekitar, menghimbau orang tua siswa untuk lebih
memperhatikan putra-putrinya, dan memberikan pemahaman kepada siswa akan

33
pentingnya nilai-nilai karakter religius .

4. Penelitian yang berjudul Karakter Religius Yang Diterapkan Di Sdtq-T An


Najah Pondok Pesantren Cindai Alus Martapura,Miftahul Jannah,2019,
memiliki Karakter Religius merupakan salah satu aspek kepribadian
manusia yang tidak dapat berdiri sendiri, artinya terkait dengan aspek
kepribadian dan harus dilatihkan pada anak-anak sedini mungkin agar tidak
menghambat tugas-tugas perkembangan anak selanjutnya. kemampuan
untuk religius tidak terbentuk dengan sendirinya. Kemampuan ini diperoleh
dengan kemauan, dan dorongan dari orang lain termasuk dari seluruh guru,
kepala sekolah, pengawas, bahkan komite sekolah harus memberi contoh dan
menjadi suri tauladan dalam mempraktekkan indikator-indikator pendidikan
karakter dalam perilaku sehari-hari. Sehingga dapat terciptanya pembentukan
karakter peserta didik dan seluruh warga sekolah, sehingga pendidikan karakter
tidak hanya dijadikan ajang pembelajaran, tetapi menjadi tanggung jawab semua
warga sekolah untuk membina dan mengembangkan. Dalam penelitian ini akan
melihat Bagaimana metode dan strategi pembentukan karakter religius yang
diterapkan di SDTQ-T An Najah Pondok Pesantren Cindai Alus Martapura.
Tujuan dari penelitian ini adalah: Mendeskripsikan dan menganalisis (1)Metode
pembentukan karakter religius yang diterapkan di SDTQ-T An Najah Pondok
Pesantren Cindai Alus Martapura. (2)Strategi pembentukan karakter religius yang
diterapkan di SDTQ-T An Najah Pondok Pesantren Cindai Alus
Martapura.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis
penelitian studi kasus (study case). Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data dianalisis seara kualitatif
dengan model analisis Miles dan Huberman. Hasil Penelitian menunjukan (1)
Metode pembentukan karakter religius yang diterapkan di SDTQ-T An Najah
Pondok Pesantren Cindai Alus Martapura, menekankan pada metode keteladanan,
metode pembiasaan, metode nasehat dan kisah-kisah, metode Metode Tsawâb
(Hadiah) dan 'Iqâb (Hukuman) (2) strategi pembentukan karakter religius yang
diterapkan di sdtq-t an najah pondok pesantren cindai alus martapura menekankan
pada kesadaran, keteladanan/contoh, kegiatan spontan, teguran, pengkondisian
lingkungan, kegiatan rutin, disiplin yang terintegrasi.

34
5. Penelitian berjudul “Membentuk Karakter Religius Peserta Didik Melalui Metode
Pembiasaan,”Moh Ahsanulkhaq, 2019 Tujuan penelitian yang hendak dicapai
adalah untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam membentuk karakter religius
peserta didik melalui metode pembiasaan dan untuk mendeskripsikan faktor-
faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan metode
pembiasaan dalam membentuk karakter religius peserta didik di SMP Negeri 2
Bae Kudus tahun pelajaran 2019/2020. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru PAI
dan peserta didik. Metode pengumpulan datanya menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis
interaktif dengan langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya guru PAI dalam membentuk karakter
religius melalui metode pembiasaan diantaranya berupa pembiasaan senyum,
salam, dan salim (3S), pembiasaan hidup bersih dan sehat, pembiasaan membaca
asmaul husna dan doa harian, pembiasaan bersikap jujur, pembiasaan memiliki
sikap tanggungjawab, Pembiasaan bersikap disiplin, pembiasaan ibadah, dan
pembiasaan literasi Al- Qur’an. Adapun faktor pendukung dalam membentuk
karakter religius peserta didik diantaranya adanya dukungan dari orang tua,
komitmen bersama warga sekolah, dan fasilitas yang memadai. Sedangkan faktor
penghambatnya diantaranya yaitu latar belakang peserta didik yang berbeda-beda,
kurangnya kesadaran peserta didik, dan lingkungan atau Pergaulan peserta didik.

6. Penelitian yang berjudul, Pola Pembentukan Karakter Religius Pada Anak Dalam
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 05
Kepahiang,Sulastri,2018, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-
langkah pembentukan karakter religius pada anak oleh guru Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 05 Kepahiang, Desa Imigrasi Permu
Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Jenis penelitian
ini adalah kualitatif deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama Negeri 05
Kepahiang Kabupaten Kepahiang, sedangkan informan dalam penelitian ini
adalah dua siswa kelas VIII, Satu guru Sekolah Menengah Pertama 05 Kepahiang
dan kepala sekolah, Sekolah Menengah Pertama Negeri 05 Kepahiang. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa: pola pembentukan karakter religius oleh guru

35
pendidikan agama islam pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 05
Kepahiang sudah cukup baik karena di dalam lingkungan Sekolah Menengah
Pertama Negeri 05 Kepahiang sangat dibiasakan dengan kedisiplinan, pola yang
dibentuk oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam kedisiplinan beribadah dapat
diterapkan dalam pendidikan langsung misalnya melalui kegiatan belajar
mengajar, keteladanan, motivasi dan pengawasan dalam melakukan ibadah,
melalui pembiasaan sholat dhuha berjamaah dan sholat dzuhur berjamaahdan juga
pendidikan secara tidak langsung dengan memberikan tata tertib kepada siswa
agar siswa tidak melakukanhal yang buruk di lingkungan.

7. Implements kurikulum Pembelajaran Al Qur’an di Sekolah Dasar, Nur


Maslikhatun Nisak, 2018, ini memiliki tujuan untuk mendeskripsikan
proses pembelajaran dan prestasi belajar yang di capai oleh siswa pada
Pembelajaran Al Qur’an di SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Mengevaluasi
implementasi kurikulum pada pembelajaran Al Qur’an di SD
Muhammadiyah 2 Sidoarjo, Membangun konsep upaya optimalisasi
implementasi kurikulum pada Pembelajaran Al Qur’an di SD
Muhammadiyah 2 Sidoarjo. Penelitian ini menggunakan pendekatan
naturalisti kualitatif, dengan metode pengumpulan data, meliputi: observasi
partisipan, wawancara mendalam dan penulusuran dokumen. Teknis
analisis data menggunakan teknik deskriptif kualitatif melalui tigaa alur
kegiatan, meliputi: reduksi, penyajian data dan penarikan Kesimpulan.
Hasil temuan penelitian yang diperoleh dapat dipaparkan sebagai berikut:
Pertama, penguasaan kemampuan membaca Al Qur’an siswa SD
Muhammadiyah 2 menunjukkan pencapaian kemampuan belajar yang
masih cukup terampil, namun masih terdapat item kemampuan belajar
membaca Al Qur’an yang perlu ditingkatkan. Kedua, perlunya
penyempurnaan pola, metode dan pengelolaan pembelajaran melalui revisi
buku petunjuk pengelolaan pembelajaran Al Qur’an, pada target
pembelajaran Al Qur’an SD Muhammadiyah 2 Sidoarjo, yang di sahkan di
Surabaya, Januari 2012 oleh Koord. Bid. Al Qur’an UF. Namun demikian
tidak keseluruhan materi dalam buku petunjuk tersebut yang direvisi.

36
Ketiga, dalam implementasi kurikulum pembelajaran Al Qur’an masih
terdapat hambatan berupa: Jam pelajaran yang kurang, Siswa yang
bermasalah, guru yang kurang terampil, Sarana prasarana, Status PPQ dan
Status Guru PPQ yang tidak Jelas, dan Kekurangan guru.

8. Penelitian berjudul “Pendidikan Karakter Berbasis Al-Quran “,Dewi


Purnama Sari,2017 Makalah ini membahas masalah tentang pendidikan
karakter. Pendidikan karakter menjadi sorotan perhatian belakangan ini
karena mengalami kemunduran yang mengakibatkan kemerosotan moral.
Dalam al-Qur’an, karakter menggunakan term “akhlaq” yang diartikan
kehendak yang dibiasakan. Kehendak dan kebiasaan menimbulkan
kekuatan. Apabila kebiasaan menghasilkan suatu perbuatan baik disebut
akhlakul karimah. Pendidikan karakter merupakan usaha secara sengaja
untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal. Pendidikan
karakter tidak bisa hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau
melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses,
contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan
peserta didik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan
masyarakat. Pendidikan karakter dalam al-Qur’an perlu memperhatikan
pentingnya dimensi penanaman akhlak terpuji (akhlakul karimah). Ada dua
metode yang ditawarkan al-Ghazali untuk merubah tingkah laku manusia
sehingga melahirkan akhlak yang baik, yaitu :
a) Metode mujahadah (menahan diri) dan metode riyadhah (melatih
diri), seseorang harus harus berusaha keras untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang bersumberkanpada akhlak yang baik,
sehingga hal itu menjadi kebiasaan dan sebagai sesuatu yang
menyenangkan. Metode pembiasaan (i’tiyad) ini dipandang sebagai
cara yang paling efektif untuk mencapai sifat jiwa yang sehat.
b) Metode pertemanan atau pergaulan, metode ini didasarkan pada
asumsi bahwa manusia memiliki tabiat meniru. Jika seseorang bergaul
dengan orang yang saleh danbaik, akan tumbuh kebaikan-kebaikan
dalam dirinya.

37
Karakter merupakan serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan untuk melakukan hal yang terbaik. Karakter yang baik harus
didukung oleh pengetahuan tentangkebaikan (knowing the good), keinginan
untuk berbuat baik (desiring the good), dan kemampuan untuk melakukan
perbuatan baik (doing the good). dalam al-Qur’an konsep karakter
menggunakan term “akhlak”. Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan.
Kehendak merupakan ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah
bimbang. Sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan
ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kehendak dan kebiasaan
inimenimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang
disebut akhlak. Apabila kebiasaan menghasilkan suatu perbuatan baik
disebut akhlakul karimah. Pendidikan karakter berbasis al-Qur’an pada
dasarnya dibangun melalui tiga dimensi akhlak, yaitu ; akhlak pada Allah,
akhlak pada diri sendiri, serta akhlak pada sesama manusia dan lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan karakter anak adalah
dimulai dari basis keluarga yang kuat, keterlibatan ayah-ibu dalam
pengasuhan anak (parenthood), pola asuh yang diterapkan oleh orang tua,
pembiasaan, konsistensi, adanyareward and punishment, serta keteladanan.
Selain itu yang perlu juga mendapat perhatianadalah faktor makanan yang
dikonsumsi anak. Faktor makanan yang diperhatikan tidak hanya dari aspek
gizi dan kesehatan, tapi perlu juga diperhatikan dari aspek kehalalannya,baik
kehalalan dari segi zat maupun kehalalan dari cara memperolehnya.
Pendidikan karakter merupakan usaha secara sengaja untuk membantu
pengembangan karakter dengan optimal. Pendidikan karakter tidak bisa
hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu
keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, dan
pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik di lingkungan
sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan karakter
dalam al-Qur’an perlu memperhatikan pentingnya dimensi penanaman

38
akhlak terpuji (akhlakul karimah). Dalam mengembangkan karakter melalui
pendidikan formal, harus didasarkan pada beberapa prinsip dan strategi. Di
antaranya adalah ; a) menggunakan prinsip keteladanan dari semua pihak,
baik orang tua, guru, masyarakat maupun pemimpin, b) menggunakan prinsip
kontiniutas dan rutinitas, yaitu pembiasaan terus menerus dalam segala aspek
kehidupan, dan c) menggunakan prinsip kesadaran, yaitu kesadaran untuk
bertindak sesuai dengan nilai-nilai karakter yang diajarkan. Salah satu
strategi yang sangatperlu diperhatikan dalam pendidikan karakter adalah
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga anak dapat belajar
dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan
tanpa ancaman, dan memberikan semangat.

I. Metodelogi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei dengan pendekatan kuantitatif.
Sugiyono (2018) menyatakan metode kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertetu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk mengambarkan dan menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Metode survey dipilih untuk
mengetahui pengaruh kegiatan keagamaan dan BTQ terhadap karakter
religius. Menurut Sugiyono (2018) metode survey adalah metode
penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mendapatkan data yang
terjadi pada masa lampau atau saat ini, tentang keyakinan, pendapat,
karakteristik, perilaku hubungan variabel dan untuk menguji beberapa
hipotesis tentang variabel sosialogi dan psikologis dari sampel yang
diambil dari populasi tertentu , teknik pengumpulan data dengan
pengamatan (wawancara atau kuesioner) yang tidak mendalam, dan hasil

39
penelitian cendrung untuk di generasikan.
2. Populasi, Sampling Dan Sample Penelitian
a. Populasi
Populasi merupakan semua anggota kelompok manusia, binatang,
peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan
secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu
penelitian.55 Dalam hal ini populasi penelitian adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek, yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.56
Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh siswa di SMA Plus Riyadhul
Jannah Cimenteng yang berjumlah 108 siswa.

b. Sampling
Tehnik sampling berbeda dengan sampel. Menurut
Martono(2011;78) yang dimaksud dengan sampling adalah metode
atau cara yang digunakan untuk mengambil sampel atau besar
sampel.57 Sedangkan Purwanto (2008;245) sampling merupakan
tehnik mengumpulkan data atau penelitian yang diteliti.58
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa sampling adalah
metode atau cara yang digunakan untuk mengambil sampel atau
sebagian dari populasi. Sebutan suatu sampel biasanya mengikuti
teknik atau jenis sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan Stratified random sampling, yaitu sampel
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas
strata, rondom atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu.5

c. Sample penelitian
Arikunto (2006;138) menjelaskan sampel merupakan sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti, didefinisikan sebagai bagian yang

40
ditarik dari populasi. Sedangkan sampel menurut Sugiyono (2003;80),
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili). Arikunto menjelaskan lebih
lanjut bahwa batasan-batasan pengambilan sampel, yaitu: apabila
populasinya kurang dari 100 orang maka boleh diambil sampel
seluruhnya karena tidak terlalu banyak. Dan apabila jumlah
populasinya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% dari
jumlah populasi yang ada. Berangkat dari batasan-batasan tersebut,
maka dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 10% dari jumlah
keseluruhan siswa di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
3. Metode Kuantitatif

a. Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki empat variabel yaitu dua variabel bebas
(independent variable) dan satu variabel terikat (dependent variable)
dan satu variable intervening. Variabel bebas terdiri dari Kegiatan
Keagamaan (X1) dan BTQ ( Baca Tulis Al Qur’an) (X2), sedangkan
variabel terikat adalah Pembentukan Karakter (Y), kemudian
Religius (Z).
b. Definisi Operasional Variabel
Sugiyono (2018) menyatakan variabel penelitian adalah suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudia ditarik kesimpulannya. Dengan demikian maka penulis akan
mampu mengetahui bagaimana cara melakukan pengukuran terhadap

41
variabel yang dibangun atas dasar sebuah konsep dalam bentuk
indikator dalam sebuah kuesioner. Instrumen dalam penelitian ini
berupa kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efesien bila peneliti tahu dengan variabel yang akandiukur dan
tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Maka untuk
mengetahui sikap dan persepsi responden. Dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2018) skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenome sosial. Dalam jawaban setiap
item instrumen mempunyai bobot nilai seperti pada tabel berikut
ini :

Tabel 3.1 Pemberian Skor untuk Jawaban Kuesioner


No. Pernyataan Kode Skor Nilai
1 Sangat Setuju SS 4

2 Setuju S 3

3 Tidak Setuju TS 2

4 Sangat Tidak Setuju STS 1

Sumber Sugiyono (2018).


Dengan skala Likert , maka variabel yang akan diukur dijabarkan
menjadi indikatorvariabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan
sebagai titik tolak untuk menyusunitem-item instrumen yang dapat
berupa pernyataan atau pertanyaan. Maka pernyataan tersebut yang
nantinya akan dioalah sampai menghasilkan kesimpulan.
Dalam menentukan hasil jawaban responden maka diperlukan angka
penafsiran. Angka penafsiran yang digunakan ini dalam setiap
penelitian kuantitatif untuk mengelolah data mentah yang akan
hingga mendapatkan hasil akhir, apakahresponden sangat setuju,

42
setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju atas apa yang ada dalam
pernyataan tersebut.

4. Indikator dan sub indikator antar variabel

Tabel 3. Variabel, Indikator, Sub Indikator antar


Variabel

Variabel Indikator Sub Indikator Skala


penelitian
Acti a. Pengajaran di Likert
Kegiatan vite keluarga.
b. Pengajaran non
Keagamaan s
formal.
(X1) (keg c. Pengajaran
iata formal.
d. Pengajaran informal.
n)
Peneladanan a. Peneladanan dari guru Likert
(minat ) b. Peneladanan dari
orang tua.
c. Peneladanan dari
teman.
d. Peneladanan dari
masyarakat.

Pembiasaan a. Pembiasaan dari diri Likert


(keinginan) sendiri.
b. Pembiasaan dari
orang tua.
c. Pembiasaan dari
guru.
d. Pembiasaan dari
anggota masyarakat.
e. Pembiasaan dari
rekan.

43
BTQ ( Baca Tanda Baca a. Fathah Li
Tulis Al b. Kasrhoh ke
c. Dhomah rt
Qur’an) d. Tanwin
(X2) e. Sukun
f. Tasjid
Makhrojul Huruf a. Al-jauf Likert
b. Al-halqi
c. Al-lisan
d. As-syafatain
e. Al-khaisyum
Tajwid a. Hukum Nun mati atau Li
tanwin ke
b. Hukum mim sukun rt
c. Qolqolah
Cinta Kepada Bertaqwa kepada Allah Likert
Pembentukan Tuhan SWT

Karakter (Y) Tanggung Bertanggung jawab Likert


jawab terhadap tugas yang
diberikan

Jujur Bersikap jujur di segala Likert


hal
Hormat Menghormati orang lain Likert

Dermawan Menolong yang


membutuhkan Likert

Kreatif Menemukan dan Likert


mengembangkan ide
Taat dan patuh Mengucapkan salam Likert
Religius (Z) menjalankan
Berdoa sebelum dan
perintah agama sesudah melakukan
sesuatu

Menjalankan sholat tepat


waktu
Toleransi Menghargai Pendapat Likert
orang lain

44
Menerima kritik dan
saran
Kerjasama dalam
kelompok

5. Alur Model Penelitian

Alur Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Kegiatan
Keagamaan Pembentukan Religius (Z)
(X1) Karakter
(Y)

BTQ (X2)

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses lajutan dari pengolahan data

untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian

menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap pengolahan

data.68 Adapun uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Uji Instrumen

Didalam uji instrumen ada dua uji yaitu uji validitas dan reliabilitas.

Uji validitas

45
Sugiyono (2011;5) mengemukakan tentang validitas adalah suatu

ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan

sesuatu instrumen. Uji validitas instrumen dapat dianalisis

menggunakan teknik pearson product moment, yaitu sebagai berikut:

Rumus Uji Pearson Product Moment

Agar anda bisa menghitung uji pearson product moment secara

manual, maka kenali rumus uji pearson product moment terlebih

dahulu. Berikut adalah rumus uji pearson product moment tersebut:

Uji Pearson Product Moment Di mana:


 rxy: koefisien korelasi r pearson
 n: jumlah sampel/observasi

 x: variabel bebas/variabel pertama

 y: variabel terikat/variabel kedua.

Signifikansi Atau P Value Uji Pearson Product Moment


Pengujian lanjutan untuk menentukan apakah koefisien korelasi yang
didapat bisa digunakan untuk generalisasi atau mewakili populasi,
maka digunakan uji signifikansi dari uji t. Maka nilai r pearson yang
didapat digunakan untuk menghitung nilai t hitung. Berikut rumusnya:

rumus t hitung
Nilai t hitung yang di dapat nantinya kita bandingkan dengan nilai t
tabel. Apabila t hitung > t tabel pada derajat kepercayaan tertentu,

46
misal 95 % maka berarti signifikan atau bermakna.
J. Sistematika Pembahasan
Sistematika Pembahasan Disertasi ini tersusun dari enam bab dengan rincian
adalah sebagai berikut :
Bab I adalah bab pendahuluan yang akan menguraikan tentang latar
belakang masalah, identifikasi dan Batasan masalah, rumusan masalah atau
fokus masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik,
telaah Pustaka, metodologi penelitian, sistematika pembahasan.
Bab II berisi tentang kajian teoriritis yang memuat teori pengaruh
kegiatan keagamaan, BTQ,karakter dan religius. Pada Bab ini hipotesis
Tindakan tidakan juga dikaji sekaligus disampaikan penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Bab III berisi tentang objek penelitian, yang mencakup tentang lokasi
penelitian, aspek yang dikaji dalam penelitian, desain penelitian, rencana
Tindakan, penjelasan istilah, instrument penelitian, tehnik analisis data dan
indicator keberhasilan.
Bab IV membahas tentang laporan penelitian. Meliputi deskripsi lokasi
penelitian, deskripsi hasil penelitian, pelaksanaan penelitian tentang pengaruh
kegiatan keagamaan dalam pembentukan karakter religius, dan pembahasan
penelitian.
Bab V membahas tentang laporan penelitian. Meliputi deskripsi lokasi
penelitian, deskripsi hasil penelitian, pelaksanaan penelitian tentang pengaruh
BTQ dalam pembentukan karakter religius, dan pembahasan penelitian.
Bab VI membahas tentang penutup terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.

K. Daftar Pustaka
Abidin, Zainal, 1992. Seluk Beluk Al-Qur’an. Jakarta : PT Rineka Cipta
Afandi, M. (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah cet 1. Semarang:
UNISULA Press.
Al-Qur’an Surat Fatiir 29-30

47
Amirman, I. I. (1993). Penelitian dan Statistik pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Arifin, Z. (2016). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
As-Suyuthi Imam, 1996. Apa Itu al-Qur’an. Jakarta : Gema Insani Press
Athaillah, 2010. Sejarah Al-Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Al Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1993.
Alwi, Hasan, Kamus Besar Indonesa, Jakarta: Balai Pustaka,2005.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT
Rineka Cipta. 2006.
Bungin, Burhan 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media
Group
Cronbach, Lee J, 1990. Essential of Psychological Testing. Edisi kelima” New
York: Harper and Row Publishers.
Daradjat,Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2011.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemahnya, Semarang.
PT Kumudamoro Grafindo,1994.
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Kegiatan Ekstrakurikler Pedidikan
Agama Islam, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Fauzan, Djunaidi, 2009. Petunjuk Praktis Penelitian pendidikan. Malang : UIN-
Malang Press
Hasyim, Hasanah , Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Ombak 2. 2013.
Jamaris, Martini, Kesulitan Belajar Perspekif, Assessment, dan
Penanggulanganya Bagi Anak Usia Dini dan Usai Sekolah, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2014.
Khodijah , Nyayu, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014.
Khon, Abdul Majid, Praktik Qira’at keanehan membaca Al-Qur’an ‘ashim dari
Hafash, Jakarta:Amzah,2008.
Mahfan, Pelajaran Tajwid Praktis, Jakarta: Sandro jaya, 2005. Munawiroh,
Maidir Harun, Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa SMA, Jakarta Timur:
Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007. Muslim, Imam, Shohih Muslim,
Semarang:Toha Putra,2010.
Nasr, Athiyyah Qobil, Ghoyatu al-Murid fi Ilmi at-Tajwid, Kairo: Daru at-
Taqwa,t.t Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011

48
Peraturan Menteri Agama Nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah, BAB 1 Pasal 1 ayat 6.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Samson Hidayat, Jurnal “Manajemen Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler PAI“,
Http://jrpi.mdcjatim.org/index.php/jrpi/article/download/6/6&ved=2.

49

Anda mungkin juga menyukai