Disusun Oleh :
2023
A. Latar Belakang
Pendidikan akan selalu berkembang seiring dengan dinamika
1
Seperti yang tercantum dalam Undang-undang Sistem Pendidikan
2
Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Beserta
2
Tujuan Pendidikan melahirkan manusia yang pintar, terampil baik dan saleh;
manusia yang imtak dan iptek; manusia yang terampil dan baik terhadap
sesame dan Tuhan. Pendidikan harus menyentuh aspek-aspek afektif,
kognitif, dan psikomotorik. Dalam sejarah manusia pendididikan harus
mengutamakan pembentukan spiritual dan emosi siswa dibandingkan
intelektual siswa. Peperangan, kudeta, kemiskinan, kelaparan, korupsi,
prostitusi, perjuadian, kolusi,nepotisme, merupakan masalah krusial dunia
sebelum abad 21. Masalah tersebut muncul akibat lemahnya spiritual dan
emosional pimpinan saat itu, dalam arti tidak memiliki karakter yang
berlandaskan agama. Nafsu kekuasaan dan uang menguasai para pemimpin.
Namun tidak sedikit manusia yang hidupnya tidak untuk dirinya sendiri
tetapi memiliki kepribadian menolong sesame. Seperti orang-orang ternama
dunia Lakshimi Mittal, Warren Buffet, Prince al Waleed bin Talal al Saud,
Bill Gates, Ingvar Kamprad, Carlos Slim Helu. Dari Indonesia versi forbes
yaitu Anne Avantie, Irwan Hidayat, Moh.Jusuf Kalla, Tahir dan Handry
Santriago. Contoh kecerdasan emosional yang ada dalam diri Nelson
Mandela, yang memaafkan penguasa yang memenjarakannya selama 27
3
tahun. Pengalaman manusia ternama dunia tersebut, memperlihatkan
Pendidikan mampu merubah seseorang dan sekitarnya menjadi pribadi yang
baik dan tertata.
Ketiga, ilmu yang bermanfaat bagi individu, masyarakat dan bangsa.
Tujuan akhir dari sekolah dan kuliah agar manusia mencapai cita-citanya
dan hidup bahagia dan membahagiakan orang lain. Banyak factor yang
menjadi bahagia; materi, jabatan dan keluarga. Pendidikan melahirkan
manusia yang hidup untuk kepentingan orang banyak, masyarakat dan
bangsa. Pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan ahlak,
keterampilan dan pengetahuan seseorang di sekolah, di rumah ataupun dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Proses pendidikan merupakan proses yang bertujuan semata-mata
4
Berdasarkan gambar di atas, menurut Modul Implementasi kurikulum
2013, terdapat perluasan dan pendalaman taksonomi dalam proses
pencapaian kompetensi. Dalam kurikulum jenjang SD, SMP, SMA, dan
Perguruan Tinggi memadukan lintasan taksonomi sikap (attitude) dari
Krathwohl, keterampilan (skill) dari Dyers, dan Pengetahuan (knowledge)
dari Bloom dengan revisi oleh Anderson. Taksonomi sikap (attitude) dari
Krathwohl meliputi: accepting, responding, valuing,
organizing/internalizing, dan characterizing/actualizing. Taksonomi
keterampilan (skill) dari Dyers meliputi: observing, questioning,
experimenting, associating, dan communicating. Taksonomi pengetahuan
(knowledge) dari Bloom degan revisi oleh Anderson meliputi: knowing/
remembering, understanding, appllying, analyzing, evaluating, dan creating.
Program pembiasaan diri di tempat penelitian SMA Plus Riyadhul
Jannah Cimenteng, setiap kegiatan hari besar islam diadakan pengajian
khusus dan setiap pagi selama 15 menit diadakan Baca Tulis Al Qur’an.
Kegiatan keagamaan yang dilaksanakan di tempat penelitian ;
2) Cium Tangan
5
5) Adab Berpakaian
6) Adab Berbicara
7) Kedisiplinan
6
Ayat di atas menunjukkan proses pembelajaran yang kuat dengan
cara membaca. Allah memerintahkan untuk membaca “iqro’‘’
(bacalah).Membaca membutuhkan kelengkapan yang harus digunakan
yaitu tulis-menulis, dengan kata kalam. Kalam adalah pena atau pensil.
Allah memberikan manusia kemampuan menulis. Manusia dengan
tulisan mampu mencatat,mendokumentasikan dalam bentuk buku dan
lain-lain. Sehingga manusia dapat menuliskan Al-Quran, Hadist, ilmu
agama, maupun ilmu-ilmu pengetahuan. Umat Islam dewasa ini dapat
memahami ajaran- ajaran Nabi Muhammad SAW dengan cara membaca
hadist melalui media buku. Membaca dalam pengertian umum bermakna
kegiatan pelafalan sesuatu yangtertulis, bahasa yang tertulis. Pelafalan
ditandai dengan bunyi yang menggambarkan kata- kata ataupun
serangkaian kalimat. Namun, tidak selamanya membaca menghasilkan
pola bunyi. Membaca dalam hati (silent reading), salah jenis membaca
yang hanya melibatkanmental tanpa menghasilkan bunyi atau suara.
(Mintarja, 2011)
7
kaidah (tajwid) atau tartil. Allah berfirman dalam surat Al-Furqon: 32,
Aَ ِّت ِبهٖ فَُؤ
ادَك َ َِو َقا َل الَّ ِذي َْن َك َفر ُْوا لَ ْواَل ُن ِّز َل َعلَ ْي ِه ْالقُرْ ٰانُ ُج ْملَ ًة وَّ ا ِح َد ًة ۛ َك ٰذل
َ ك ۛ لِ ُن َثب
َو َر َّت ْل ٰن ُه َترْ ِت ْياًل
8
SAW. Para ulama menganggap bahwa membaca Al-Quran tanpa tajwid
merupakan tindakan yang menyebabkan kekeliruan dalam tata bahasa
arab (i’rab) yang dapat menimbulkan perbedaan arti (Maliki, 52-53).
Memahami tajwid merupakan suatu keharusan bagi umat Islam
agar benar dan tepat dalam membacaAl-Quran. Mempelajari ilmu
tajwid merupakan salah satu kewajiban bagi seorang muslim sebagai
bagian mempelajari Al-Quran. Dalam mempelajari Al-Quran
merupakan kewajiban yang utama bagi setiap mukmin, begitu juga
mengajarkannya. Membaca Al-Quran dapat dibagi beberapa tingkatan
yaitu belajar membacanya sampai lancar dan baik, menuruti kaidah-
kaidah yang berlaku dalam qiraat dan tajwid. Tujuan jangka panjang
pendidikan membaca Al-Quran yaitu mampu membaca Al-Quran
dengan baik, memahaminya, dan menerapkan segala ajarannya.
Al-Quran diajarkan mencakup beberepa materi yaitu : 1) materi
pengajaran Al- Quran untuk tingkat dasar, terdiri dari: a) mengenalkan
bacaan huruf Al-Quran, b) mengenal cara membaca Al-Qurandan
mempelajarinya, c) mengajarkan ayat-ayat Al-Quran secara bertahap
untuk mencukupikeseluruhan; 2) materi pengajaran ilmu tajwid untuk
tingkat dasar, terdiri dari: a) huruf hijaiyah, b) pembacaan bacaan mad
dan pengertiannya dalam garis besarnya; 3) materi pengajaran ilmu
tajwid untuk tingkat menengah, terdiri dari:
a) tajwid sebagai sarana untukpembenaran dalam membaca Al-Quran,
b) penjelasan tentang makhrojul huruf.
Dengan kemampuan membaca Al-Quran baik yang berlangsung
di rumah maupun sekolah memberikan dampak positif bagi
kemampuan siswa dalam membaca Al-Quran dan dapat dipraktekkan
dalam nilai-nilai sendi kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran
yang tepat dalam perspektif metodik-didaktif maupun materi penting
untuk mencapai hasil belajar yang efektif. Pembelajaran adalah suatu
upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk
membelajarkan siswa yang belajar. Proses pembelajaran berlangsung
9
jika terjadi perubahan karena suatu kejadian. Perubahan yang terjadi
bukan karena perubahan secara alami atau karena menjadi dewasa yang
dapat terjadi dengan sendirinya atau karena perubahannya sementara
saja, tetapi lebih karena reaksi dari situasi yang dihadapi (Jogiyanto,
2006: 12).
Metode pembelajaran Al Qur’an dikenal dengan istilah BTQ.
Baca Tulis Quran (BTQ) merupakan sebuah metode belajar Al-Quran
dengan menggunakan teknik bacaan dan tulisan sesuai ejaan dan aturan
dalam ilmu tajwid dan makharijul hurufnya. Metode BTQ
memudahkan pemula dalam mempelajari Al-Quran agar dapat belajar
dengan cepat dan tepat. Metode baca tulis Quran merupakan metode
yang banyak digunakan di pesantren-pesantren dan sekolah-sekolah
madrasah atau diniyah. Metode BTQ diterapkan untuk belajar dan
mempelajari cara membaca Al-Quran, cara menulis Al-Quran, dan cara
mengucapkan makharijul hurufnya dengan tepat. Tanpa takut salah
panjang pendeknya bacaan, tajwidnya, dan waqaf washal dalam Al-
Quran.
Program BTQ diadakan di tempat penelitian mengingat
pentingnya Al Qur’an pada diri seorang muslim. Al Qur’an dari
asal kata bahasanya dari kata kerja “qara’a” yang artinya ia telah
membaca, jadi al-Qur’an itu berarti “bacaan” atau “yang dibaca”,
al-Qur’an merupakan isim masdar diartikan juga dengan istilah
isim maf’ul yaitu “maqrau” artinya “yang dibaca”. Seperti dalam
(QS. 35:29,30), Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca
Kitab Allah (meneliti isinya, sehingga pekerjaannya itu menjadi
ciri dan tanda bagi mereka), dan mendirikan shalat serta
menafkahkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada
mereka, dengan diam-diam, maupun terang-terangan, mereka itu
mengharapkan perniagaan yang tidak merugi, agar Allah
menyampaikan kepada mereka pahala mereka, dan menambah
kepada mereka dari karuniaNya, sesungguhnya Allah Maha
10
Pengampun lagi Maha Penyayang. Pendidikan merupakan bagian
penting dalam kehidupan yang sekaligus membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih
ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti
merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju
kehidupan yang lebih berarti. Jadi pendidikan merupakan usaha
manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan yang didapat baik
dari lembaga formal maupun informal dalam membantu proses
transformasi sehingga dapat mencapai kualitas yang diharapkan.3
Berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadis di atas, sangat penting setiap
individu muslim untuk dapat membaca dan memahami al-Qur’an,
juga bisa menghafalkannya. Al-Qur’an itu adalah sumber dari
segala sumber ajaran Islam, maka seorang muslim, kita mesti
menguasai dan mendalami al-Quran sebagai pedoman hidup.
Untuk mendapat petunjuk dan hidayah dari Allah SWT Al
Qur’an senantiasa diaplikasikan dalam kehidupan kita. Tetapi pada
saat ini di di masyarakat kita, terutama di rumah-rumah keluarga
muslim semakin sepi dari bacaan ayat-ayat suci al-Qur'an.
Hal ini dikarenakan majunya arus globalisasi dunia dengan
semakin pesatnya ilmu sians dan tekhnologi dan munculnya
berbagai produk menggeser semua aspek kehidupan terutama
minat untuk belajar membaca al-Qur'an. Hal tersebut
menyebabkan banyak anggota keluarga tidak bisa membaca al-
Qur'an. Ba’da magrib yang biasanya terdengar lantunan ayat suci
Al Qur’an saat ini mulai berkurang dan tergantikan dengan Hp,
suara-suara radio, TV, Tape Recorder, karaoke, dan lain-lain.
Keadaan yang sangat memprihatinkan ini harus ditangani
secepatnya. Sebelum masalah akhlak, akidah dan pelaksanaan
ibadah, yang semakin hari semakin jauh dari tuntunan Rasulullah
SAW.Diperlukan kerjasama dari semua fihak untuk
11
mengembalikan kebiasaan membaca al-Qur'an di rumah-rumah
kaum muslimin agar menjadi bahagia dan terselamatkan dunia,
akherat.
3
Chairul Anwar, Hakikat Manusia dalam Pendidikan Sebuah Tinjauan Filosofis,
(Yogyakarta:SUKA-Press, 2014), h.73
12
modal agen perubahan (agent of change) nyatanya lebih menitikberatkan
kepada “perubahan negative” daripada “perubahan positif.” Jika tidak
dibarengi karakter religius yang kuat.
Kemajuan zaman yang ditandai teknologi maju jika tidak dibarengi
dengan karakter religius mengakibatkan siswa membolos ketika jam
pelajaran berlangsung untuk mengakses video melalui media internet,
bermain game.
Pendidikan karakter telah menjadi polemik di berbagai negara.
Pandangan pro dan kontra mewarnai pendidikan karakter sejak lama.
Sejatinya, pendidikan karakter merupakan bagian esensial yang menjadi
tugas sekolah, tetapi selama ini kurang perhatian.
Sepantasnya sekolah tidak hanya berkewajiban meningkatkan
pencapaian akademis, tetapi juga bertanggung jawab dalam membentuk
karakter peserta didik. Capaian akademis dan pembentukan karakter yang
baik merupakan dua misi integral yang harus mendapat perhatian sekolah.
Namun tuntutan ekonomi dan politik pendidikan menyebabkan penekanan
pada pencapaian akademis mengalahkan idealitas peran sekolah dalam
pembentukan karakter.
Pendidikan karakter bukanlah sebuah gagasan yang baru. Sepanjang
sejarah, di negara-negara di seluruh dunia, pendidikan memiliki dua tujuan
besar ; membantu anak- anak menjadi pintar dan membantu mereka menjadi
baik. Pintar dan baik tidaklah sama. Sejak zaman Plato masyarakat yang
bijak telah menjadikan pendidikan karakter sebagai tujuan sekolah.
Pendidikan karakter mengalami kemunduran mengakibatkan kemerosotan
moral. Di antara kemerosotan moral yang terjadi adalah ; meningkatnya
pergaulan seks bebas, tingginya angka kekerasan anak-anak dan remaja,
kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek,
penyalahgunaan obat-obatan, pornografi, perkosaan, perampasan, dan
perusakan hak milik orang lain, dan masalah sosial yang belum dapat diatasi
secara tuntas.
Kondisi krisis dan dekadensi moral ini menandakan bahwa seluruh
13
pengetahuan moral dan agama yang didapatkan dibangku sekolah ternyata
tidak berdampak terhadap perubahan tingkah laku siswa. Banyak orang
berpandangan bahwa kondisi demikian diduga berawal dari proses
pembelajaran yang cenderung mengajarkan pendidikan moral sebatas teks
dan kurang mempersiapkan siswa untuk menyikapi dan menghadapi
kehidupan yang kontradiktif. Atas kondisi demikian pendidikan karakter
mulai mendapat perhatian dari banyak pihak. Pendidikan karakter di
Indonesia pertama kali dicetuskan oleh Ratna Megawangi,alumnus IPB yang
concern terhadap dunia pendidikan, anak dan perempuan. Melalui konsep
pendidikan holistik berbasis karakter, Ratna mengedepankan sembilan
karakter yang ingin dibangun. Istilah pendidikan karakter ini kembali
menguat ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhammad Nuh,
dalam pidatonya pada Hari Pendidikan Nasional tahun 2011 menekankan
pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya pembangunan karakter
bangsa.
Karakter adalah “distinctive trait, distinctive quality, moral strength,
the pattern of behavior found in an individual or group.” “Character
determines someone’s private thought and someoen’s perfect done. Good
character is the inward motivation to do what is rigth, according to the
highest standard of behavior in every situation. “Character is the sum of all
the qualities that make you who you are. It’s your values, your thoughts,
your words, and your action.”4 Karakter merupakan serangkaian sikap,
perilaku, motivasi, dan keterampilan untuk melakukan hal yang terbaik.
Karakter adalah keseluruhan nilai- nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku
atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang. Karakter merupakan
jati diri, kepribadian, dan watak yang melekat pada diri seseorang. Sebagai
aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara
utuh dari mentalitas, sikap, dan perilaku seseorang.
Identitas seseorang digambarkan pada karakternya
yangmenunjukkan ketundukannya pada aturan atau standar moral dan
termanifestasikan dalam tindakan.
14
Filosof Yunani Aristoteles mendefinisikan karakter yang baiksebagai
hidup dengan tingkah laku yang benar. Tingkah laku benar dalam hal
berhubungandengan orang lain dan berhubungan dengan diri sendiri.
Karakter terbentuk dari tiga bagianyang saling berkaitan; pengetahuan moral
(moral knowing), perasaan moral (moral feeling), dan perilaku moral (moral
behavior).
Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan (knowing the
good), menginginkan kebaikan (desiring the good), dan melakukankebaikan
(doing the good). Dalam hal ini diperlukan pembiasaan dalam pemikiran
(habitsof the mind), pembiasaan dalam hati (habits of heart), dan pembiasan
dalam tindakan (habits of the action).9 Berdasarkan pendapat di atas dapat
dikatakan bahwa karakter yangbaik harus didukung oleh pengetahuan
tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat baik, dan kemampuan untuk
melakukan perbuatan baik.
Menurut Wynne karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti
“to mark” (menandai) atau memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu orang
yang berperilaku tidak jujur, kejam, atau rakus dikatakan sebagai orang yang
berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong
dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Istilah karakter erat
kaitannya dengan kepribadian (personality) seseorang. Seseorang bisa
disebut orang yang berkarakter (a person of character) apabila perilakunya
sesuai dengan kaidah moral. Menurut Joel Kuperman, karakter bermakna
“instrument for making and graving, impress, stamp, distinctive mark,
distinctive nature.” Berkowtiz mengartikan karaktersebagai “an
individual’s set of psychological characteristic that affect person’s ability
and inclination to function morally.” Karakter merupakan ciri yang melekat
pada seseorang. Karakter menjadi tanda identifikasi. Wilhelm menyatakan
“character can be measured corresponding to the individual’s compliance
to a behavioral standard or the individual’s compliance to a set moral
code.”
15
Karakter seseorang berkembang berdasarkan potensi yang dibawa
sejak lahir atau yang dikenal sebagai karakter dasar yang bersifat biologis.
Menurut Ki Hajar Dewantara, aktualisasi karakter dalam bentuk perilaku
sebagai hasil perpaduan antara karakter biologis dan hasil interaksi dengan
lingkungannya. Karakter dapat dibentuk melalui pendidikan karena
pendidikan merupakan alat yang paling efektif untuk menyadarkan individu
dalam jati diri kemanusiaannya.
Dengan pendidikan akan dihasilkan kualitas manusia yang memiliki
kehalusan budi dan jiwa, memiliki kecemerlangan pikiran, kecekatan raga,
dan memiliki kesadaran penciptaan dirinya. Dibanding faktor lain,
pendidikan memberikan dampak dua atau tiga kali lebih kuat dalam
pembentukan kualitas manusia.
Aplikasi keberhasilan Pendidikan karakter dapat dilihat dari berbagai
perilaku sehari- hari. Perilaku tersebut dalam bentuk: kesadaran, kejujuran,
keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian kepedulian, kebebasan dalam
bertindak, kecermatan, ketelitian, dan komitmen.4 Karakter religius
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dapat mencegah permasalahan-
permasalahan yang menghancurkan sistem kemanusiaan. Bersama
penerapan keagamaan pembinaan secara keselurhaan dan membutuhkan
tenaga, kesabaran, ketelatenan, ruang, waktu dan biaya yang ekstra guna
menjadi jembataan dalam Negara sebagai perwujudkan insane kamil yang
bertakwa kepada Allah SWT.
Agama berperan sebagai motivasi hidup dan merupakan alat
pengembang dan pengendalian diri yang penting. Tanpa adanya pedoman
agama manusia akan terjerumus kedalam lembah kenistaan dunia dan
akhirat. Pendidikan karakter yang dilaksanakan di sekolah mengoptimalkan
pembelajaran materi pendidikan agama Islam dan pengembangan karakter
religius. Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan pembelajaran yaitu
penanaman nilai-nilai religius, spiritual dikalangan anak didik. Pembentukan
karakter religius merupakan keimanan terhadap Tuhan yang diwujudkan
melalui prilaku melaksanakan ajaran agama yang dianut, menghargai
16
perbedaan agama dan kepercayaan lain, serta hidup rukun dan damai dengan
pemeluk agama lain.Karakter Relius bernafaskan Islam hal yang sangat
penting dalm pembentukannya, terutama saat ini banyaknya siswa-siswa
yang di setiap harinya berkata kotor atau hal-hal yang tidak pantas dikatakan
oleh para siswa. Hal tersebut pengaruh teknolgi yang sangat cepat. Peran
pendidikan agama khususnya pendidikan agama Islam sangatlah strategis
dalam mewujudkan pembentukan karakter religius peserta didik.
Transformasi pengetahuan dalam pendidikan agama meliputi aspek
keagamaan (aspek kognitif), sebagai sarana transformasi norma serta nilai
moral yang membentuk sikap (aspek afektif), yang berperan dalam
pengendalian prilaku (aspek psikomotorik) sehingga kepribadian manusia
seutuhnya dapat tercipta. Mendalami ilmu pendidikan agama Islam dapat
mewujudkan manusia yang menyempurnakan iman, takwa, dan berakhlak
mulia,beretika, berbudi pekerti luhur. Dengan ilmu dan karakter religius
manusia menjadi tangguh dalam menghadapi tantangan, hambatan, dan
perubahan yang muncul dalam pergaulan masyarakat baik dalam lingkup
lokal, nasional, regional maupun global.
Bagaimana dengan pendidikan karakter berbasis al-Qur’an?
Landasan Pendidikan karakter dalam al-Qur’an terdapat dalam QS an-Nisa’
ayat 9 :
َق ْواًلA َعلَي ِْه ۖ ْم َف ْل َي َّتقُوا هّٰللا َ َو ْل َيقُ ْولُ ْواAش الَّ ِذي َْن لَ ْو َت َر ُك ْوا مِنْ َخ ْلف ِِه ْم ُذرِّ ي ًَّة ضِ ٰع ًفا َخافُ ْوا
َ َو ْل َي ْخ
َس ِد ْي ًدا
Artinya : Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang
mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar.
Q.S an-Nisa’ ayat 9, Allah mengharuskan setiap umat tidak
meninggalkan keturunan mereka generasi yang lemah, tak berdaya dan tak
17
memiliki daya saing dalam kompetisi kehidupan. Ayat tersebut juga diartikan
bahwa ada pesan al- Qur’an kepada setiap muslim untuk berusaha
semaksimal mungkin untuk mendapatkan generasi yang tangguh melebihi
para pendahulunya.
Menurut al-Qur’an Surat Al Araf, ayat 179,
س لَ ُه ْم قُلُ ْوبٌ اَّل َي ْف َقه ُْو َن ِب َه ۖا َولَ ُه ْم اَعْ يُنٌ اَّل ْأ
ِ ۖ َولَ َق ْد َذ َر َنا ل َِج َه َّن َم َك ِثيْرً ا م َِّن ْال ِجنِّ َوااْل ِ ْن
ٰۤ ُ ٰۤ ُ ۗ
ك ُه ُم ْال ٰغفِلُ ْو َن َ ول ِٕى َ َام َب ْل ُه ْم اAِ ك َكااْل َ ْن َع
ض ُّل ۗ ا َ ول ِٕى ُيبْصِ ر ُْو َن ِب َه ۖا َولَ ُه ْم ٰا َذانٌ اَّل َيسْ َمع ُْو َن ِب َها ا
Artinya : Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam)
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS:7;179)
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa kesempurnaan manusia
tidak hanya terletak pada dimensi jasadiah semata, tetapi dimensi rohaniahlah
manusia, agar akan senantiasa bertahan pada posisinya sebagai makhluk
terbaik, dengan membuka hati,mata,telinga memahami Qalam Illahi.
Pengembangan pada sisi jasmaniah semata hanyaakan menjatuhkan manusia
ke tempat yang paling rendah (asfala safilin). Pengembangan dimensi
rohaniah akan melahirkan akhlak terpuji.
Dalam al-Qur’an konsep karakter menggunakan term “akhlak”
sebagaimana yang terdapat dalam hadits dan ayat sebagai berikut :
18
ك لَ َعلَ ٰى ُخلُ ٍق عَظِ ٍيم
َ َوِإ َّن
19
adalah ; a) tabah dan pantang menyerah di dalamnya meliputi sabar, baik
sabar secara pasif maupun sabar secara aktif, b) konsisten (istiqamah) yang
konsekuensinya tidak mengikuti hawa nafsu, baik yang muncul dari dirinya
maupun keinginan buruk oranglain, c) integritas yang dibangun dari disiplin
diri, disiplin untuk jujur, adil sebagaimana mestinya di setiap situasi, d)
profesionalime yang melahirkan mentalitas mutu, mentalitas altruistik,
mentalitas pembelajar, dan mentalitas etis. Pendidikan karakter merupakan
upaya penanaman kecerdasan dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk
sikap, dan pengamalan dalam bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur yang menjadi jati dirinya. Diwujudkan dalam interaksi dengan
Tuhannya, diri sendiri, antarsesama, dan lingkungannya. Nilai- nilai luhur
tersebut antara lain ; kejujuran, kemandirian, sopan santun, kemuliaan
sosial, kecerdasan berpikir dan berpikir logis. Penanaman pendidikan
karakter tidak bisa hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau
melatih suatu keterampilan tertentu. Penanaman pendidikan karakter perlu
proses, contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam
lingkungan peserta didik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun
lingkungan masyarakat.
Dalam al-Qur’an pendidikan karakter bertujuan untuk :
1. Mengeluarkan dan membebaskan manusia dari kehidupan yang gelap
(tersesat) kepada kehidupan yang terang (lurus) (QS al-Ahzab ayat 43).
2. Menunjukkan manusia dari kehidupan yang keliru kepada kehidupan yang
benar (QS al-Jumu’ah ayat 2).
3. Mendamaikan manusia yang bermusuhan menjadi bersaudara,
menyelamatkan manusia yang berada di tepi jurang kehancuran, serta
menjadi manusia yang selamat dunia dan akhirat (QS ali-Imran ayat 3).
20
diterapkan bukan hanya di sekolah tetapi dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter religius yang bernuansa Islam akan mempengaruhi kehidupan
seseorang dan orang di sekitarnya. Karakter Islam yang diterapkan
seseorang dalam kehidupan sehari-hari ditampakkan dalam sikap
berperilaku positip, cara berfikir dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Pendidikan karakter religius berbasis al- Qur’an pada dasarnya
dibangun melalui tiga dimensi akhlak, yaitu ; akhlak pada Allah,diri sendiri,
sesama manusia dan lingkungan. pendidikan karakter merupakan usaha
secara sengaja untuk membantu pengembangan karakter dengan optimal.
Pendidikan karakter tidak bisa hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan
atau melatih suatu keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses,
contoh teladan, dan pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan
peserta didik di lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan
masyarakat.
Hal tersebut dikarenakan ada tiga pihak yang dapat mendukung
terbentuknya karakter religius yaitu keluarga, sekolah dan lingkungan.
Mencermati katadasar religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing
religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau
kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang
melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter yang
dikembangkan di sekolah, yang dideskripsikan oleh Gunawan (2014:33)
sebagai nilai karakter yang kaitannya dalam hubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, meliputi pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang yang
diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan/ atau ajaran
agamanya. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh peserta didik dalam
menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini peserta
didik diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan
buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama. Religius berarti
juga mencerminkan keimanan kepada Tuhan yang diwujudkan melalui
prilaku melaksanakan ajaran agama yang dianut, menghargai perbedaan
21
agama, menjunjung tinggi sikap toleran terhadap agama, dan kepercayaan
lain. Nilai karakter religius meliputi tiga dimensi relasi, yaitu hubungan
antara individu dengan tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan
lingkungan. Manusia berkarakter mudah membawa diri di kehidupan
bermasyarakat. Dengan kecerdasan yang dimiliki akan membawa
keberhasilan seseorang untuk mendapat pekerjaan yang layak.
Pembentukan karakter religius pada siswa memiliki arti sikap dan
prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.3 Karakter religius sangat dibutuhkan dibentuk semasa
kanak-kanak, melihat beberapa contoh kasus pelanggaran akhlak yang
terjadi pada peserta didik, tampak jelas tidak tertanamnya dengan baik mana
ahlak yang mesti dijadikan karakter dan mana akhlak yang terlarang.
Padahal seseorang akan dikatakan memiliki iman yang benar dan sesuai
syariat islam jika ia memiliki karakter akhlak yang baik. Jadi akhlak yang
baik merupakan tanda kesempurnaan iman. Pendidikan akhlak yang benar
dibentuk berdasarkan worldview yang benar, metode yang tepat, dan praktik
yang integral, pada setiap proses pendidikannya, maka bangunan karakter
anak didik akan mudah terbentuk, khususnya dilingkungan sekolah. Religi
atau agama merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai aspek
menyatu. Ilmu psikologi agama dikenal adanya kesadaran beragama dan
pengalaman beragama. Glock dan Stark dalam (Subandi, 2013:87-89)
menyatakan ada lima aspek atau dimensi religius yaitu: (a) Religius Believe
(Dimensi Keyakinan). Dimensi keyakinan yaitu tingkatan sejauh mana
seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam agamanya. Dalam Agama
Islam dimensi keyakinan ini tercakup dalam Rukun Iman. Rukun Iman terdiri
dari iman kepada Allah, iman kepada Malaikat Allah, iman kepada Kitab
Allah, iman kepada Rasul Allah, iman kepada Hari Kiamat, dan iman
kepada Takdir Allah, (b) Religius Practice (Dimensi Menjalankan
Kewajiban). Pada dimensi ini peserta didik memiliki tingkatan sejauhmana
22
seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya seperti
melaksanakan ibadah shalat wajib dan sunah, berpuasa wajib dan sunah,
berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu, berinfak, shodakoh dan
lain sebagainya, (c) Religius Feeling (Dimensi Penghayatan). Pengalaman
dan penghayatan beragama yaitu perasaan-perasaan atau pengalaman-
pengalaman dialami dan dirasakan. Misalnya merasa dekat dengan Tuhan,
merasa takut ketika peserta didik melakukan sebuah dosa atau kesalahan,
merasa diselamatkan oleh Tuhan dan lain sebagainya, (d) Religius
Knowledge (Dimensi Pengetahuan). Dimensi pengetahuan yaitu seberapa
jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
ada dalam kitab suci maupun yang lainnya. Dimensi ini juga disebut
dimensi ilmu yang dalam Islam termasuk pengetahuan ilmu fiqih,
(e)Religius Effect (Dimensi Perilaku). Dimensi ini mengukur sejauh mana
perilaku seseorang yang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan
sosial. Misalnya peserta didik menolong orang lain yang kesulitan,
mendermakan harta, mengunjungi tetangganya yang sakit, dan sikap terpuji
lainnya. Jadi, karakter religius merupakan hasil usaha dalam mendidik dan
melatih dengan sungguh-sungguh terhadap berbagai potensi rohaniah yang
terdapat dalam diri manusia khususnya pada peserta didik.
Dalam Islamkarakteradalahperilakudanakhlaksesuaidengan apa yang
diajarkan dalam pelajaran pendidikan agama Islam. Jadi karakter religius
merupakan watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari
internalisasi berbagai kebijakan yang berlandasakan ajaran-ajaran agama.
Pendidikan karakter dalam al- Qur’an perlu memperhatikan pentingnya
dimensi penanaman akhlak terpuji (akhlakul karimah). Berdasarkan hal
tersebut, maka proposal disertasi ini mencoba memaparkan bagaimana
Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan Dan BTQ (Baca Tulis Al Qur’an)
Terhadap Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa Di SMA Plus
Riyadhul Jannah Cimenteng.
23
Identifikasi Masalah
1. Kegiatan hari besar Islam dan kegiatan Baca Tulis Al Qur’an di SMA
Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
2. Kurangnya jam mata pelajaran agama Islam di sekolah umum/
Sekolah Menengah Atas (SMA) sehingga diperlukan kegiatan di luar
jam pelajaran PAI untuk kegiatan keagamaan dan BTQ.
3. Minat siswa dalam belajar baca tulis al-Qur’an yang masih kurang.
4. Kurangnya kemampuan siswa dalam membaca dan menulis Al-
Qur’an karena di anggap sebagai suatu yang sulit dan rumit oleh
siswa.
5. Tidak terbendungnya arus Globalisasi yang menyebabkan
pergeseran nilai-nilai religius siswa.
6. Menumbuhkan kembali karakter religius Islam.
7. Adanya pengaruh kegiatan keagamaan dan Baca Tulis Al Qur’an
dengan karakter religius siswa SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.
Batasan Masalah
24
kemampuan membaca al-Qur’an siswa dalam upaya pembentukan
karakter religius Pendidikan Agama Islam di SMA Plus Riyadhul
Jannah Cimenteng.
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
b. Kegiatan di luar jam pelajaran PAI yaitu pada kegiatan keagamaan dan
BTQ.
25
E. Kegunaan Penelitian
F. Kerangka Teoritik
1. Pengaruh
26
dapat memberikan perubahan kepercayaan. Pengaruh menurut Wiryanto
(2012:1), yaitu tokoh formal dan informal di masyarakat yang memiliki
ciri-ciri cosmopolitan, inovatif, kompeten dan aksesibilitas, dibandingkan
dengan pihak yang mempengaruhi. Sedangkan menurut M.Suyanto
(2012:3) Pengaruh adalah nilai kualitas suatu iklan melalui media
tertentu.
27
Nuzulul Qur an, Maulid Nabi SAW, Iedul Fitri, Iedul Adha, dan Isra’
Mi’raj.
3. BTQ (Baca Tulis Al Qur’an)
28
Baca Tulis Al Qur’an dikenal dengan istilah Qira’at. Definisi
Qira’at yaitu :
29
4. Karakter Religius
Karakter Religius memiliki dua kata yaitu karakter dan religius.
Seperti yang telah dijelaskan pada prakata di sebelumnya.Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.11 Pada
definisi ini karakter adalah ciri pembeda antara satu orang dengan orang
yang lain, ciri bukan terletak pada hal-hal fisik (warna kulit, lurus atau
keritingnya rambut, dll), melainkanpada sifat-sifat kejiwaan atau pada
akhlaknya.12 Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-
nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
diri sendiri,sesama manusia, maupun kebangsaan sehingga menjadi
insan kamil.
Karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri
khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik
adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap
mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Karakter adalah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang
melekat pada diri seseorang dengan sangat kuat dan sulit dihilangkan.
Karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, ahklak atau budi
pekertiyang membedakan sesorang dari yang lain: tabiat, watak.
Religius secara umum diartikan sebagai Sikap dan perilaku yang
patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain. Dalam pengertian ini jelas bawasannya karakter
religius merupakan pokok pangkal terwujudnya kehidupan yang damai.
Selanjutnya, dalam karakter religius nilai agama merupakan nilai dasar
yang semestinya sudah dikenalkan kepada anak mulai dari rumah,
sehingga pengetahuan di sekolah hanya akan menambah wawasan saja.28
30
Religius merupakan Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.29 Manusia
religius berkeyakinan bahwa semua yang adadi alam semesta ini adalah
merupakan bukti yang jelas terhadap adanya Tuhan.Unsur-unsur
perwujudan serta benda-benda alam ini pun mengukuhkan keyakinan
bahwa di situ ada maha pencipta dan pengatur.Nilai-nilai yang
dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi
berasal dari salah satu dari empat sumber (dalam hal ini agama,
Pancasila, budaya, dan Tujuan Pendidikan Nasional) yang pertama yaitu
agama.30 Pentingnya pendidikan berbasis religius bagi anak didik di
sekolah harus menjadi komitmen bersama dari semua pihak, terutama
orangtua, guru, stakeholder.
G. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran maka hipotesis yang diajukan
secara umum adalah “Terdapat Pengaruh Yang Positif Dan Signifikan
Program Kegiatan Keagamaan Dan BTQ (Baca Tulis Al Qur’an)
Terhadap Pembentukan Karakter Religius Pada Siswa Di SMA Plus
Riyadhul Jannah Cimenteng.” Secara terperinci hipotesis tersebut
adalah:
Ha : Pengaruh Perogram Kegiatan Keagamaan berhubungan
Secara positif dan signifikan terhadap pembentukan karakter
religius di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng
31
Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
Ha : Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan dan BTQ (Baca Tulis
Al Qur’an) berhubungan secara positif dan signifikan terhadap
pembentukan karakter religius di SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.
Ho : Pengaruh Program Kegiatan Keagamaan dan BTQ (Baca Tulis
Al Qur’an) tidak berhubungan secara positif dan signifikan
terhadap
pembentukan karakter religius di SMA Plus Riyadhul Jannah
Cimenteng.
H. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan kajian terdahulu yang berkaitan dengan
permasalahan yang hendak diteliti. Hal ini merupakan bahan perbandingan
penelitian yang hendak diteliti. Kajian pustaka yang penulis gunakan sebagai
referensi adalah sebagai berikut:
32
x 100%, kemudian dilanjutkan dengan menngunakan rumus product
moment. Penelitian dilakukan di SMA Fatahillah Ciledug Tangerang yang
beralokasi di jln. Masjid IX No. 38, Kec. Sudimara Timur, Ciledug
Tangerang. Populasi dalam penelitian tersebut adalah seluruh siswa SMA
Fatahillah. Dan sampelnya adalah siswa kelas X SMA Fatahillah.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan angket, wawancara,
dan observasi. Berdasarkan pengolahan data dan analisis data. Dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif antara metode pembelajaran
BTQ terhadap kemampuan membaca al-Qur’an siswa, dengan indeks
korelasi product moment 0,267, sedangkan tingkat pengaruh yang
diperoleh dari metode pembelajaran BTQ dengan kemampuan membaca al-
Qur’an siswa adalah 39%.
33
pentingnya nilai-nilai karakter religius .
34
5. Penelitian berjudul “Membentuk Karakter Religius Peserta Didik Melalui Metode
Pembiasaan,”Moh Ahsanulkhaq, 2019 Tujuan penelitian yang hendak dicapai
adalah untuk mendeskripsikan upaya guru PAI dalam membentuk karakter religius
peserta didik melalui metode pembiasaan dan untuk mendeskripsikan faktor-
faktor apa saja yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan metode
pembiasaan dalam membentuk karakter religius peserta didik di SMP Negeri 2
Bae Kudus tahun pelajaran 2019/2020. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode deskriptif kualitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru PAI
dan peserta didik. Metode pengumpulan datanya menggunakan metode observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan analisis
interaktif dengan langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya guru PAI dalam membentuk karakter
religius melalui metode pembiasaan diantaranya berupa pembiasaan senyum,
salam, dan salim (3S), pembiasaan hidup bersih dan sehat, pembiasaan membaca
asmaul husna dan doa harian, pembiasaan bersikap jujur, pembiasaan memiliki
sikap tanggungjawab, Pembiasaan bersikap disiplin, pembiasaan ibadah, dan
pembiasaan literasi Al- Qur’an. Adapun faktor pendukung dalam membentuk
karakter religius peserta didik diantaranya adanya dukungan dari orang tua,
komitmen bersama warga sekolah, dan fasilitas yang memadai. Sedangkan faktor
penghambatnya diantaranya yaitu latar belakang peserta didik yang berbeda-beda,
kurangnya kesadaran peserta didik, dan lingkungan atau Pergaulan peserta didik.
6. Penelitian yang berjudul, Pola Pembentukan Karakter Religius Pada Anak Dalam
Pendidikan Agama Islam Di Sekolah Menengah Pertama Negeri 05
Kepahiang,Sulastri,2018, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui langkah-
langkah pembentukan karakter religius pada anak oleh guru Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Menengah Pertama Negeri 05 Kepahiang, Desa Imigrasi Permu
Kecamatan Kepahiang Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu. Jenis penelitian
ini adalah kualitatif deskriptif. Subyek dalam penelitian ini adalah guru mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama Negeri 05
Kepahiang Kabupaten Kepahiang, sedangkan informan dalam penelitian ini
adalah dua siswa kelas VIII, Satu guru Sekolah Menengah Pertama 05 Kepahiang
dan kepala sekolah, Sekolah Menengah Pertama Negeri 05 Kepahiang. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa: pola pembentukan karakter religius oleh guru
35
pendidikan agama islam pada siswa Sekolah Menengah Pertama Negeri 05
Kepahiang sudah cukup baik karena di dalam lingkungan Sekolah Menengah
Pertama Negeri 05 Kepahiang sangat dibiasakan dengan kedisiplinan, pola yang
dibentuk oleh guru Pendidikan Agama Islam dalam kedisiplinan beribadah dapat
diterapkan dalam pendidikan langsung misalnya melalui kegiatan belajar
mengajar, keteladanan, motivasi dan pengawasan dalam melakukan ibadah,
melalui pembiasaan sholat dhuha berjamaah dan sholat dzuhur berjamaahdan juga
pendidikan secara tidak langsung dengan memberikan tata tertib kepada siswa
agar siswa tidak melakukanhal yang buruk di lingkungan.
36
Ketiga, dalam implementasi kurikulum pembelajaran Al Qur’an masih
terdapat hambatan berupa: Jam pelajaran yang kurang, Siswa yang
bermasalah, guru yang kurang terampil, Sarana prasarana, Status PPQ dan
Status Guru PPQ yang tidak Jelas, dan Kekurangan guru.
37
Karakter merupakan serangkaian sikap, perilaku, motivasi, dan
keterampilan untuk melakukan hal yang terbaik. Karakter yang baik harus
didukung oleh pengetahuan tentangkebaikan (knowing the good), keinginan
untuk berbuat baik (desiring the good), dan kemampuan untuk melakukan
perbuatan baik (doing the good). dalam al-Qur’an konsep karakter
menggunakan term “akhlak”. Akhlak adalah kehendak yang dibiasakan.
Kehendak merupakan ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah
bimbang. Sedangkan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang
sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan
ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kehendak dan kebiasaan
inimenimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang besar inilah yang
disebut akhlak. Apabila kebiasaan menghasilkan suatu perbuatan baik
disebut akhlakul karimah. Pendidikan karakter berbasis al-Qur’an pada
dasarnya dibangun melalui tiga dimensi akhlak, yaitu ; akhlak pada Allah,
akhlak pada diri sendiri, serta akhlak pada sesama manusia dan lingkungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan karakter anak adalah
dimulai dari basis keluarga yang kuat, keterlibatan ayah-ibu dalam
pengasuhan anak (parenthood), pola asuh yang diterapkan oleh orang tua,
pembiasaan, konsistensi, adanyareward and punishment, serta keteladanan.
Selain itu yang perlu juga mendapat perhatianadalah faktor makanan yang
dikonsumsi anak. Faktor makanan yang diperhatikan tidak hanya dari aspek
gizi dan kesehatan, tapi perlu juga diperhatikan dari aspek kehalalannya,baik
kehalalan dari segi zat maupun kehalalan dari cara memperolehnya.
Pendidikan karakter merupakan usaha secara sengaja untuk membantu
pengembangan karakter dengan optimal. Pendidikan karakter tidak bisa
hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu
keterampilan tertentu. Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, dan
pembiasaan atau pembudayaan dalam lingkungan peserta didik di lingkungan
sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat. Pendidikan karakter
dalam al-Qur’an perlu memperhatikan pentingnya dimensi penanaman
38
akhlak terpuji (akhlakul karimah). Dalam mengembangkan karakter melalui
pendidikan formal, harus didasarkan pada beberapa prinsip dan strategi. Di
antaranya adalah ; a) menggunakan prinsip keteladanan dari semua pihak,
baik orang tua, guru, masyarakat maupun pemimpin, b) menggunakan prinsip
kontiniutas dan rutinitas, yaitu pembiasaan terus menerus dalam segala aspek
kehidupan, dan c) menggunakan prinsip kesadaran, yaitu kesadaran untuk
bertindak sesuai dengan nilai-nilai karakter yang diajarkan. Salah satu
strategi yang sangatperlu diperhatikan dalam pendidikan karakter adalah
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif sehingga anak dapat belajar
dengan efektif di dalam suasana yang memberikan rasa aman, penghargaan
tanpa ancaman, dan memberikan semangat.
I. Metodelogi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei dengan pendekatan kuantitatif.
Sugiyono (2018) menyatakan metode kuantitatif dapat
diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertetu,
pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis bersifat
kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk mengambarkan dan menguji
hipotesis yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Metode survey dipilih untuk
mengetahui pengaruh kegiatan keagamaan dan BTQ terhadap karakter
religius. Menurut Sugiyono (2018) metode survey adalah metode
penelitian kuantitatif yang digunakan untuk mendapatkan data yang
terjadi pada masa lampau atau saat ini, tentang keyakinan, pendapat,
karakteristik, perilaku hubungan variabel dan untuk menguji beberapa
hipotesis tentang variabel sosialogi dan psikologis dari sampel yang
diambil dari populasi tertentu , teknik pengumpulan data dengan
pengamatan (wawancara atau kuesioner) yang tidak mendalam, dan hasil
39
penelitian cendrung untuk di generasikan.
2. Populasi, Sampling Dan Sample Penelitian
a. Populasi
Populasi merupakan semua anggota kelompok manusia, binatang,
peristiwa, atau benda yang tinggal bersama dalam suatu tempat dan
secara terencana menjadi target kesimpulan dari hasil akhir suatu
penelitian.55 Dalam hal ini populasi penelitian adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek, yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.56
Populasi dari penelitian ini yaitu seluruh siswa di SMA Plus Riyadhul
Jannah Cimenteng yang berjumlah 108 siswa.
b. Sampling
Tehnik sampling berbeda dengan sampel. Menurut
Martono(2011;78) yang dimaksud dengan sampling adalah metode
atau cara yang digunakan untuk mengambil sampel atau besar
sampel.57 Sedangkan Purwanto (2008;245) sampling merupakan
tehnik mengumpulkan data atau penelitian yang diteliti.58
Berdasarkan pendapat tersebut dapat diketahui bahwa sampling adalah
metode atau cara yang digunakan untuk mengambil sampel atau
sebagian dari populasi. Sebutan suatu sampel biasanya mengikuti
teknik atau jenis sampling yang digunakan. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan Stratified random sampling, yaitu sampel
dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas
strata, rondom atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan
tertentu.5
c. Sample penelitian
Arikunto (2006;138) menjelaskan sampel merupakan sebagian atau
wakil dari populasi yang diteliti, didefinisikan sebagai bagian yang
40
ditarik dari populasi. Sedangkan sampel menurut Sugiyono (2003;80),
merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus
betul-betul representatif (mewakili). Arikunto menjelaskan lebih
lanjut bahwa batasan-batasan pengambilan sampel, yaitu: apabila
populasinya kurang dari 100 orang maka boleh diambil sampel
seluruhnya karena tidak terlalu banyak. Dan apabila jumlah
populasinya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% dari
jumlah populasi yang ada. Berangkat dari batasan-batasan tersebut,
maka dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel 10% dari jumlah
keseluruhan siswa di SMA Plus Riyadhul Jannah Cimenteng.
3. Metode Kuantitatif
a. Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki empat variabel yaitu dua variabel bebas
(independent variable) dan satu variabel terikat (dependent variable)
dan satu variable intervening. Variabel bebas terdiri dari Kegiatan
Keagamaan (X1) dan BTQ ( Baca Tulis Al Qur’an) (X2), sedangkan
variabel terikat adalah Pembentukan Karakter (Y), kemudian
Religius (Z).
b. Definisi Operasional Variabel
Sugiyono (2018) menyatakan variabel penelitian adalah suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan mempunyai
variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudia ditarik kesimpulannya. Dengan demikian maka penulis akan
mampu mengetahui bagaimana cara melakukan pengukuran terhadap
41
variabel yang dibangun atas dasar sebuah konsep dalam bentuk
indikator dalam sebuah kuesioner. Instrumen dalam penelitian ini
berupa kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang efesien bila peneliti tahu dengan variabel yang akandiukur dan
tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Maka untuk
mengetahui sikap dan persepsi responden. Dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2018) skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang
atau sekelompok orang tentang fenome sosial. Dalam jawaban setiap
item instrumen mempunyai bobot nilai seperti pada tabel berikut
ini :
2 Setuju S 3
3 Tidak Setuju TS 2
42
setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju atas apa yang ada dalam
pernyataan tersebut.
43
BTQ ( Baca Tanda Baca a. Fathah Li
Tulis Al b. Kasrhoh ke
c. Dhomah rt
Qur’an) d. Tanwin
(X2) e. Sukun
f. Tasjid
Makhrojul Huruf a. Al-jauf Likert
b. Al-halqi
c. Al-lisan
d. As-syafatain
e. Al-khaisyum
Tajwid a. Hukum Nun mati atau Li
tanwin ke
b. Hukum mim sukun rt
c. Qolqolah
Cinta Kepada Bertaqwa kepada Allah Likert
Pembentukan Tuhan SWT
44
Menerima kritik dan
saran
Kerjasama dalam
kelompok
Kegiatan
Keagamaan Pembentukan Religius (Z)
(X1) Karakter
(Y)
BTQ (X2)
menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap pengolahan
a. Uji Instrumen
Didalam uji instrumen ada dua uji yaitu uji validitas dan reliabilitas.
Uji validitas
45
Sugiyono (2011;5) mengemukakan tentang validitas adalah suatu
rumus t hitung
Nilai t hitung yang di dapat nantinya kita bandingkan dengan nilai t
tabel. Apabila t hitung > t tabel pada derajat kepercayaan tertentu,
46
misal 95 % maka berarti signifikan atau bermakna.
J. Sistematika Pembahasan
Sistematika Pembahasan Disertasi ini tersusun dari enam bab dengan rincian
adalah sebagai berikut :
Bab I adalah bab pendahuluan yang akan menguraikan tentang latar
belakang masalah, identifikasi dan Batasan masalah, rumusan masalah atau
fokus masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik,
telaah Pustaka, metodologi penelitian, sistematika pembahasan.
Bab II berisi tentang kajian teoriritis yang memuat teori pengaruh
kegiatan keagamaan, BTQ,karakter dan religius. Pada Bab ini hipotesis
Tindakan tidakan juga dikaji sekaligus disampaikan penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini.
Bab III berisi tentang objek penelitian, yang mencakup tentang lokasi
penelitian, aspek yang dikaji dalam penelitian, desain penelitian, rencana
Tindakan, penjelasan istilah, instrument penelitian, tehnik analisis data dan
indicator keberhasilan.
Bab IV membahas tentang laporan penelitian. Meliputi deskripsi lokasi
penelitian, deskripsi hasil penelitian, pelaksanaan penelitian tentang pengaruh
kegiatan keagamaan dalam pembentukan karakter religius, dan pembahasan
penelitian.
Bab V membahas tentang laporan penelitian. Meliputi deskripsi lokasi
penelitian, deskripsi hasil penelitian, pelaksanaan penelitian tentang pengaruh
BTQ dalam pembentukan karakter religius, dan pembahasan penelitian.
Bab VI membahas tentang penutup terdiri dari kesimpulan dan rekomendasi.
K. Daftar Pustaka
Abidin, Zainal, 1992. Seluk Beluk Al-Qur’an. Jakarta : PT Rineka Cipta
Afandi, M. (2013). Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah cet 1. Semarang:
UNISULA Press.
Al-Qur’an Surat Fatiir 29-30
47
Amirman, I. I. (1993). Penelitian dan Statistik pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Arifin, Z. (2016). Evaluasi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
As-Suyuthi Imam, 1996. Apa Itu al-Qur’an. Jakarta : Gema Insani Press
Athaillah, 2010. Sejarah Al-Qur’an. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Al Maraghi, Ahmad Musthofa, Tafsir Al Maraghi, Semarang: Toha Putra, 1993.
Alwi, Hasan, Kamus Besar Indonesa, Jakarta: Balai Pustaka,2005.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT
Rineka Cipta. 2006.
Bungin, Burhan 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media
Group
Cronbach, Lee J, 1990. Essential of Psychological Testing. Edisi kelima” New
York: Harper and Row Publishers.
Daradjat,Zakiah, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 2011.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemahnya, Semarang.
PT Kumudamoro Grafindo,1994.
Departemen Pendidikan Nasional, Panduan Kegiatan Ekstrakurikler Pedidikan
Agama Islam, Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Fauzan, Djunaidi, 2009. Petunjuk Praktis Penelitian pendidikan. Malang : UIN-
Malang Press
Hasyim, Hasanah , Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Ombak 2. 2013.
Jamaris, Martini, Kesulitan Belajar Perspekif, Assessment, dan
Penanggulanganya Bagi Anak Usia Dini dan Usai Sekolah, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2014.
Khodijah , Nyayu, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2014.
Khon, Abdul Majid, Praktik Qira’at keanehan membaca Al-Qur’an ‘ashim dari
Hafash, Jakarta:Amzah,2008.
Mahfan, Pelajaran Tajwid Praktis, Jakarta: Sandro jaya, 2005. Munawiroh,
Maidir Harun, Kemampuan Baca Tulis Al-Qur’an Siswa SMA, Jakarta Timur:
Puslitbang Lektur Keagamaan, 2007. Muslim, Imam, Shohih Muslim,
Semarang:Toha Putra,2010.
Nasr, Athiyyah Qobil, Ghoyatu al-Murid fi Ilmi at-Tajwid, Kairo: Daru at-
Taqwa,t.t Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Rajawali
Pers, 2011
48
Peraturan Menteri Agama Nomor 16 tahun 2010 tentang pengelolaan Pendidikan
Agama pada Sekolah, BAB 1 Pasal 1 ayat 6.
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Samson Hidayat, Jurnal “Manajemen Peningkatan Prestasi Ekstrakurikuler PAI“,
Http://jrpi.mdcjatim.org/index.php/jrpi/article/download/6/6&ved=2.
49