Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA KELUARGA BERENCANA


NY. T 25 TAHUN P2A0 AKSEPTOR KB IUD
DI PUSKESMAS MATESIH

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan


Praktik Kebidanan Fisiologis Holistik Keluarga Berencana

Program Studi Profesi Bidan

Disusun oleh :
Rachma Fatikasari
P27224022346
Prodi Profesi Bidan Reguler

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
PRODI PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2022
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA KELUARGA BERENCANA


NY. T 25 TAHUN P2A0 AKSEPTOR KB IUD
DI PUSKESMAS MATESIH

Disusun oleh :

Nama : Rachma Fatikasari


NIM : P27224022346
Kelas : Program Studi Profesi Kebidanan Reguler

Tanggal Pemberian Asuhan : 24 Agustus 2022


Disetujui :

CI/Pembimbing Lahan
Tanggal : 24 Agustus 2022
Di : Puskesmas Matesih

Dosen Pembimbing
Tanggal : 26 November 2022
Di : Poltekkes Kemenkes Surakarta
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan
preventif yang utama bagi wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World
Health Organization) adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri
untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur jarak kelahiran,
dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Tujuan program KB adalah
membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi (Rismawati,
2012).
Program keluarga berencana memberikan kesempatan untuk mengatur
jarak kelahiran atau mengurangi jumlah kelahiran dengan menggunakan
metode kontrasepsi hormonal atau non hormonal. Upaya ini dapat bersifat
sementara ataupun permanen, meskipun masing-masing jenis kontrasepsi
memiliki tingkat efektifitas yang berbeda dan hampir sama (Gustikawati,
2014).
Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria
dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang akan dipilih
sesuai dengan kebutuhan serta keinginan bersama. Dalam hal ini bisa saja pria
yang memakai kontrasepsi seperti kondom, coitus interuptus (senggama
terputus) dan vasektomi. Sementara itu apabila istri yang menggunakan
kontrasepsi suami mempunyai peranan 2 mempunyai peranan penting dalam
mendukung istri dan menjamin efektifitas pemakaian kontrasepsi ( Saifudin,
2020 )
Usia produktif perempuan pada umumnya adalah 15-49 tahun. Maka dari
itu perempuan atau pasangan usia subur ini lebih diprioritaskan untuk
menggunakan kontrasepsi atau cara KB. Tingkat pencapaian pelayanan KB
dapat dilihat dari cakupan peserta KB yang sedang atau pernah menggunakan
kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang digunakan oleh
akseptor (Depkes, 2010).
Data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 jumlah PUS yang menjadi
peserta KB aktif tercatat sebanyak 4.874.250 peserta dengan rincian, KB
dengan metode IUD sebanyak 416.240 orang (8,53%), MOW sebanyak
262.760 orang (5,39%), MOP sebanyak 52.758 orang (1,08%), kondom
sebanyak 92.272 orang (1,89%), implant sebanyak 463.790 orang (9,51%),
suntik sebanyak 2.753.967 orang (56,50%), dan pil sebanyak 832.463 orang
(17,07%).
Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi adalah
pengetahuan, dukungan suami dan pengalaman KB. Semakin baik pengetahuan
seseorang tentang kontrasepsi semakin rasional dalam menggunakan
kontrasepsi. Pengalaman istri dalam penggunaan kontrasepsi yang dipilih
merupakan hal yang tidak terlupakan. Pengalaman baik akan selalu dijadikan
acuan untuk mengikuti program keluarga berencana (Gustikawati, 2014).
Dukungan suami juga mempengaruhi penggunaan kontrasepsi, karena
istri yang mendapat dukungan dari suami akan menggunakan kontrasepsi
secara terus menerus sedangkan yang tidak mendapatkan dukungan akan
sedikit yang menggunakan kontrasepsi (Aryanti,2014).
Sebagai bidan harus mampu memberikan asuhan kebidanan pada
Akseptor KB sesuaj kompetensi yang kedua yaitu:Bidan memberikan asuhan
yang bermutu tinggi pendidikan kesehatan yang tanggap terhadap budaya dan
pelayanan menyeluruh di masyarakat dalam rangaka untuk meningkatkan
dasarkehidupan yang seha,perencanaan kehamilan dan kesiapan menjadi orang
tua.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas penulis merasa tertarik untuk
mengambil judul “ ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA DI
PUSKESMAS MATESIH KARANGANYAR“.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Berdasarkan permasalahan pada latar belakang dan kenyataan yang ada
penulis dapat merumuskan masalah yaitu “Bagaimana Asuhan Kebidanan
Fisiologis Holistik KB dan KESPRO“ di Puskesmas Matesih dengan
mengguakan metode SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data pada akseptor KB di Puskesmas
Matesih.
b. Dapat melakukan interpretasi data pada akseptor KB di Puskesmas
Matesih.
c. Dapat merumuskan diagnosa potensial dan antisipasi pada akseptor
KB di Puskesmas Matesih.
d. Dapat melaksanakan tindakan segera pada akseptor KB di Puskesmas
Matesih.
e. Dapat membuat rencana tindakan pada akseptor KB di Puskesmas
Matesih.
f. Dapat membuat implementasi data pada akseptor KB di Puskesmas
Matesih.
g. Dapat membuat evaluasi pada akseptor KB di Puskesmas Matesih.
C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan ilmu yang telah diperoleh serta mendapatkan
pengalaman dalam melaksanakan asuhan kebidanan secara langsung
pada ibu sehingga dapat digunakan sebagai berkas penulis didalam
melaksanakan tugas sebagai bidan dengan manajemen kebidanan.
2. Bagi Lahan Praktik
Dapat menjadi bahan masukan dan referensi data bagi puskesmas untuk
menambah pengetahuan tenaga kesehatan dalam penatalaksanaan pada
pasien kontrasepsi sehingga dapat mengetahui penanganan masalah pada
perimenopause dengan tepat.
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Memberikan pengetahuan dan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang kontrasepsi.
BAB ll
TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis
1. Kontrasepsi
a. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah pencegaha terbuahinya sel telur oleh sel
sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah
dibuahi ke dinding rahim (Taufan Nugroho dkk, 2014) keluarga
berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk
mewujudkan keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2015).
Pasangan usia subur berkisar antara usia 20-45 tahun dimana
pasangan (laki-laki dan perempuan) sudah cukup matang dalam segala
hal terlebih organ reproduksinya sudah berfungsi dengan baik. Ini
dibedakan dengan perempuan usia subur yang berstatus janda
ataucerai. Pada masa ini pasangan usia subur harus dapat menjaga dan
memanfaatkan reprduksinya yaitu menekan angka kelahiran dengan
metode keluarga berencana sehingga jumlah dan interval kehamilan
dapat diperhitungkan untuk meningkatkan kualitas reproduksi dan
kualitas generasi yang akan datang (Manuaba.2015)
b. Macam-macam kontrasepsi Menurut (Atikah proverawati, 2010)
1) Kontrasepsi Sederhana
a) Kondom Kondom merupakan selubung/sarung karet tipis yang
dipasang pada penis sebagai tempat penampungan sperma
yang dikeluarkan pria pada saat senggama sehingga tidak
tercurah pada vagina. Cara kerja kondom yaitu mencegah
pertemuan ovum dan sperma atau mencegah spermatozoa
mencapai saluran genital wanita. Sekarang sudah ada jenis
kondom untuk wanita, angka kegagalan dari penggunaan
kondom ini 5-21%.
b) Coitus Interuptus Coitus interuptus atau senggama terputus
adalah menghentikan senggama dengan mencabut penis dari
vagina pada saat suami menjelang ejakulasi.
Kelebihan dari cara ini adalah tidak memerlukan alat/obat
sehingga relatif sehat untuk digunakan wanita dibandingkan
dengan metode kontrasepsi lain, risiko kegagalan dari metode
ini cukup tinggi.
c) KB Alami KB alami berdasarkan pada siklus masa subur dan
tidak masa subur, dasar utamanya yaitu saat terjadinya ovulasi.
Untuk menentukan saat ovulasi ada 3 cara, yaitu : metode
kalender, suhu basal, dan metode lendir serviks.
d) Diafragma merupakan suatu alat yang berfungsi untuk
mencegah sperma mencapai serviks sehingga sperma tidak
memperoleh akses ke saluran alat reproduksi bagian atas
(uterus dan tuba fallopi). Angka kegagalan diafragma 4-8%
kehamilan.
e) Spermicida adalah suatu zat atau bahan kimia yang dapat
mematikan dan menghentikan gerak atau melumpuhkan
spermatozoa di dalam vagina, sehingga tidak dapat membuahi
sel telur. Spermicida dapat berbentuk tablet vagina, krim dan
jelly, aerosol (busa/foam), atau tisu KB. Cukup efektif apabila
dipakai dengan kontrasepsi lain seperti kondom dan diafragma.
2) Kontrasepsi Hormonal
a) PIL
Suatu cara kontrasepsi untuk wanita yang berbentuk pil atau
tablet yang berisi gabungan hormon estrogen dan progesteron
(Pil Kombinasi) atau hanya terdiri dari hormon progesteron
saja (Mini Pil). Cara kerja pil KB menekan ovulasi untuk
mencegah lepasnya sel telur wanita dari indung telur,
mengentalkan lendir mulut rahim sehingga sperma sukar untuk
masuk kedalam rahim, dan menipiskan lapisan endometrium.
Mini pil dapat dikonsumsi saat menyusui. Efektifitas pil sangat
tinggi, angka kegagalannya berkisar 1-8% untuk pil kombinasi,
dan 3-10% untuk mini
Manfaat Pil KB :
i. Memiliki efektifitas yang tinggi (hampir mempunyai
efektifitas tubektomi), bila digunakan tiap hari.
ii. Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
iii. Tidak mengganggu hubungan seksual.
iv. Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid
berkurang (mencegah anemia), tidak terjadi nyeri haid.
v. Dapat digunakan jangka panjang selama masih ingin
menggunakannya untuk mencegah kehamilan.
vi. Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.
vii. Mudah dihentikan setiap saat.
viii. Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil
dihentikan.
ix. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
x. Membantu mencegah: kehamilan ektopik, kanker ovarium
dan endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul
Efek samping :
i. Gangguan siklus haid
ii. Tekanan darah tinggi
iii. Kenaikan berat badan
iv. Jerawat
v. Bercak bercak coklat pada wajah
b) SUNTIK
Suntik KB Suntik KB ada dua jenis yaitu, suntik KB 1 bulan
(cyclofem) dan suntik KB 3 bulan (DMPA).
Cara kerjanya sama dengan pil KB..Efek sampingnya dapat
terjadi gangguan haid, depresi, keputihan, jerawat, perubahan
berat badan, pemakaian jangka panjang bisa terjadi penurunan
libido, dan densitas tulang.
c) IMPLANT
Implant Implant adalah alat kontrasepsi yang disusupkan
dibawah kulit, biasanya dilengan atas. Cara kerjanya sama
dengan pil, implant mengandung levonogestrel. Keuntungan
dari metode implant ini antara lain tahan sampai 5 tahun,
kesuburan akan kembali segera setelah pengangkatan.
Efektifitasnya sangat tinggi, angka kegagalannya 1-3%. 4.

3) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) / IUD AKDR adalah alat


kontrasepsi yang dimasukkan kedalam rahim yang bentuknya
bermacam-macam, terdiri dari plastik (polyethyline), ada yang
dililit tembaga (Cu), dililit tembaga bercampur perak (Ag) dan ada
pula yang batangnya hanya berisi hormon progesteron. Cara
kerjanya, meninggikan getaran saluran telur sehingga pada waktu
blastokista sampai ke rahim endometrium belum siap menerima
nidasi, menimbulkan reaksi mikro infeksi sehingga terjadi
penumpukan sel darah putih yang melarutkan blastokista, dan
lilitan logam menyebabkan reaksi anti fertilitas. Efektifitasnya
tinggi, angka kegagalannya 1%.

4) Metoda Kontrasepsi Mantap (Kontap)


a) Tubektomi
Suatu kontrasepsi permanen untuk mencegah keluarnya ovum
dengan cara mengikat atau memotong pada kedua saluran tuba
fallopi (pembawa sel telur ke rahim), efektivitasnya mencapai
99 %.c)
b) Vasektomi merupakan operasi kecil yang dilakukan untuk
menghalangi keluarnya sperma dengan cara mengikat dan
memotong saluran mani (vas defferent) sehingga sel sperma
tidak keluar pada saat senggama, efektifitasnya 99%. (Suratun,
2008)

c. PATHWAY
Pil KOmbinasi Pil Tunggal

Mengganggu hormon Mengandung dosis kecil


esterogen dan bahan progestin senteses
PIL progesteron
Mencegah kehamilan
Mencegah kehamilan

Efek samping perdarahan


diluar haid,mual,bercak
Efektif bila di minum hitam di ppi
teratur

Mencegah kehamilan Kerugian perubahan siklus


lebih efektif, tak haid
berpengaruh ke ASI

IMPLANT

Efetifitas tinggi, tak Kegugian: rasa nyeri,


KB mempengaruhi gangguan haid, IUD lepas,
hubungan sex, tak radang panggul
berpengaruh ke
kwalitas ASI
IUD

Tubektomi Vasektomi

Efektifitas Efektifitas
tinggi tinggi

KONTAP Tak berpengaruh Morbiditas dan


ke ASI,tak mortalitas
mengganggu hub jarang
sex
Efektif dalam
jangka panjang
Efek samping perdarahan diluar
haid, mual, bercak hitam di pipii

B. Implikasi Untuk Praktek dan Strategi Pengajaran (Implications For


Practice And Teaching Strategies)
Di dalam menerapkan rekomendasi praktik pilihan pada program,
praktik pelayanan yang penting dalam amannya penggunaan kontrasepsi
harus dibedakan dengan praktik layanan kesehatan lainnya yang tidak terkait
dengan peng gunaan metode kontrasepsi.
Promosi terhadap praktik layanan kesehatan yang tidak berhubungan
dengan amannya kontrasepsi jangan dipandang sebagai prasyarat atau
hambatan dalam penyediaan layanan kontrasepsi, tapi lebih sebagai
pelengkap. Selanjutnya, rekomendasi-rekomendasi terpilih tersebut perlu
dipertimbangkan dalam konteks lingkungan negara sehingga dapat diterapkan
oleh penyedia layanan pada semua tingkat.
Setiap negara akan perlu menetapkan jangkauan dan cara memperluas
pelayanan hingga tingkat yang lebih kecil. Upaya ini melibatkan peningkatan
keterampilan staf dan sarana sesuai kemampuan, peningkatan keterampilan
petugas kesehatan dalam bidang tertentu, penambahan peralatan dan
persediaan serta pengaturan ulang tata ruang.
Penting juga untuk membahas berbagai pertanyaan mengenai
kesalahan persepsi yang kadang dimiliki oleh para penyedia dan pengguna
layanan mengenai risiko dan efek samping suatu metode dan untuk
mencermati kebutuhan serta pandangan pengguna (baik perempuan maupun
laki-laki) dalam konteks informed choice
Perempuan dalam masa pascapersalinan yang kurang dari 6 minggu,
terutama sedang menyusui, tidak boleh meng-gunakan kontrasepsi oral
kombinasi. Pada perempuan dalam masa pascapersalinan yang melebihi 6
minggu tapi kurang dari 6 bulan, terutama sedang menyusui, penggunaan
kontrasepsi oral kombinasi biasanya tidak dianjurkankecuali tidak ada metode
lain yang sesuai atau metode lain yang ada tidak dapat digunakan
Seorang perempuan sangat kecil kemungkinannya untuk mengalami
ovulasi dan berisiko hamil selama 21 hari pertama pasca persalinan. Akan
tetapi, untuk kepentingan program, beberapa metode kontrasepsi dapat
diberikan dalam periode ini. Pada perempuan dalam masa pascapersalinan
kurang dari 21 hari, penggunaan kontrasepsi oral kombinasi biasanya tidak
dianjurkan kecuali tidak ada metode lain yang sesuai, atau metode lain yang
ada tidak dapat digunakan.
Kelompok Kerja pakar mengamati bahwa risiko ovulasi dalam 5 hari
pertama siklus men-struasi rendah. Jika kontrasepsi oral kombinasi mulai
digunakan sesudah hari kelima, kemungkinan terjadinya supresi ovulasi
diperkirakan berkurang. Penggunaan kon tra sepsi oral kombinasi secara
terus-menerus selama 7 hari dianggap perlu untuk secara pasti men-cegah
ovulasi. Kebutuhan akan perlindungan kontrasepsi tambahan bagi mereka
yang ber ganti dari metode hormon lain bergantung pada metode yang
digunakan sebelumnya.Terdapat beberapa kekhawatiran mengenai risiko
kehamilan jika AKDR di lepas di dalam siklus ketika sudah terjadi hubungan
seksual. Kekhawatiran tersebut melahirkan reko men-dasi untuk tidak me
lepas AKDR hingga siklus menstruasi berikutn
Kelompok Kerja pakar menyimpulkan bahwa kunjungan kontrol atau
kontak setidaknya harus mencakup konseling untuk membahas permasalahan
mengenai efek samping atau masalah lain, penggunaan metode yang tepat dan
konsisten, serta perlindungan terhadap PHS. Penilaian tambahan mungkin
diperlukan, misalnya: pemeriksaan pelvis untuk menge-tahui adanya
pergeseran letak AKDR

C. Implikasi Hasil Penelitian (Implication For Research)


Terdapat beberapa jurnalyang dapat sebagai acuan dalam melaksanakan
asuhan berdasarkan evidence based :
1. Menurut penelitian yang di lakukan oleh Erika E Levi, MD, MPH*,
dengan judul Intrauterine Device Placement During Cesarean Delivery
And Continued Use 6 Months Postpartum:A Rand omized Controlled
Trial, didapatkan hasil dari Maret 2012 hingga Juni 2014, 172 wanita
diskrining dan 112 wanita diacak ke dalam uji coba. Karakteristik dasar
serupa antar kelompok. Data mengenai penggunaan IUD pada 6 bulan
pascapartum tersedia untuk 98 wanita, 48 dan 50 wanita dalam kelompok
intracesarean dan interval. Sebagian besar wanita dalam kelompok
intracesarean menggunakan IUD pada 6 bulan pascapersalinan ((40/48),
83%) dibandingkan dengan kelompok interval ((32/50) 64%, risiko relatif
[RR] = 1,3, interval kepercayaan 95% [CI]: 1,02, 1,66). Di antara 56
wanita yang diacak untuk pemasangan IUD interval, 22 (39%) di
antaranya tidak pernah menerima IUD; 14 (25%) tidak pernah kembali
untuk pemasangan IUD, lima (9%) perempuan menolak IUD, dan tiga
(5%) gagal memasang IUD.
Kesimpulan Penempatan AKDR pada saat persalinan sesar menyebabkan
proporsi penggunaan IUD yang lebih tinggi pada 6 bulan pascapersalinan
dibandingkan dengan penempatan IUD interval.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Vera Lesmana1, Gunawan Irianto2,
Khoidar Amirus yang berjudul Hubungan Penggunaan Alat Kontrasepsi
Kb Suntik Dengan Gangguan Siklus Haid Di Wilayah Kerja Puskesmas
Rantau Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus Tahun 2012
dengan hasil penelitian menemukan ada sebanyak 67 (36,0%) responden
yang mengalami gangguan siklus haid dan terdapat jumlah pemakaian
kontrasepsi suntik 3 bulan yaitu 140 (75,3%) responden, sedangkan
responden dengan kontrasepsi suntik I bulan adalah sebanyak 46 (24,7%)
responden. Ada hubungan yang bermakna penggunaan alat kontrasepsi KB
suntik dengan gangguan siklus haid di wilayah kerja Puskesmas Rantau
Tijang Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus Tahun 2012 dengan p
vallue : 0,005. Nilai OR = 2,78 artinya yang menggunaan alat kontrasepsi
KB suntik 3 bulan berpeluang 2,78 kali lebih tinggi untuk mengalami
gangguan siklus haid dibandingkan responden yang menggunaan alat
kontrasepsi KB suntik 1 bulan. Saran yang dapat diberikan kepada
akseptor KB suntik yang mengalami gangguan siklus haid agar
menggunakan alat kontrasepsi KB non hormonal untuk menghindari efek
samping yang berat.
3. Hasil penelitian dari Van derWijden C, Manion C tahun 2015 yang
berjudul Locational Amerorhoe methode for family Plaining.
Untuk hasil utama, kehamilan, dua penelitian terkontrol terhadap
pengguna LAM melaporkan tingkat kehamilan tabel kehidupan pada enam
bulan sebesar 0,45% dan 2,45%, satu studi terkontrol melaporkan 5%
kehamilan tanpa adanya tabel kehidupan per bulan, dan delapan studi yang
tidak terkontrol. pengguna LAM melaporkan tingkat kehamilan 0% hingga
7,5%. Angka kehamilan tabel hidup untuk wanita menyusui penuh yang
amenore tetapi tidak menggunakan metode kontrasepsi 0,88% dalam satu
penelitian dan 0,9% hingga 1,2% (interval kepercayaan 95% 0,0 hingga
2,4) dalam satu penelitian. Metode amenore laktasi untuk keluarga
berencana tergantung pada definisi menstruasi yang digunakan.
Tingkat menstruasi tabel kehidupan pada enam bulan di semua penelitian
bervariasi antara 11,1% dan 39,4%.
Kesimpulan penulis Kami tidak menemukan perbedaan yang jelas
dalam angka kehamilan tabel kehidupan antara wanita yang menggunakan
LAM dan didukung dalam melakukannya, dan sepenuhnya wanita
amenore menyusui tidak menggunakan metode apapun. Karena lamanya
amenore laktasi pada wanita yang menggunakan LAM sangat berbeda
antara populasi yang diteliti, dan spesifik populasi, tidak pasti apakah
LAM memperpanjang amenore laktasi.
4. Dari penelitaian yang berjudul Hubungan antara Tingkat Kepatuhan
dengan Keberhasilan Akseptor KB Pil yang di dilakukan oleh Iit Ermawati
dengan hasil penelitian yaitu Ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kepatuhan dengan keberhasilan akseptor KB PIL di Desa Pajurangan
Kecamatan Gending Kabupaten Probolinggo dengan perhitungan uji
statistic ρ = 0,000 ≤α = 0,05 maka H0 di tolak dan H1 di terima. Melihat
hasil penelitian ini, diharapkan bidan selalu menginformasikan kepada
akseptor cara meminum KB pil, sehingga kejadian hamil di luar rencana
dapat diminimalisir.
Sampel terdiri dari sebagian akseptor KB pil sejumlah 45orang.
Sampling dilakukan dengan cara simple random sampling berdasarkan
kriteria inklusi. Ada 2 variabel yang digunakan, yaknivariabel independen
tingkat kepatuhan akseptor KB pil dan variabel dependen keberhasilan
akseptor KB pil. Instrumen menggunakankuesioner, kemudian dilakukan
pengumpulan dan pengolahan data (editing, coding, scoring, tabulating)
lalu dilakukan analisa data menggunakan uji wilcoxon dengan α 0,05.

D. Managemen Kebidanan
1. Pengkajian
Pengkajian ini dilakukan dengan mengumpulkan semua informasi yang
akurat, relevan dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien, yaitu meliputi data subyektif dan data obyektif. Berdasarkan
Kepmenkes No 938/Menkes/SK/VIII/2007, standar asuhan kebidanan
meliputi 7 langkah, antara lain :
a. Data Subyektif
1) Identitas
a) Nama : Untuk mengenal ibu dan suami.
b) Umur : Semakin tua usia seseorang berpengaruh terhadap
semua fase penyembuhan luka sehubungan dengan adanya
gangguan sirkulasi dan koagulasi, respon inflamasi yang lebih
lambat dan penurunan aktivitas fibroblast (Johnson dan Taylor,
2005).
c) Suku / Bangsa : Asal daerah atau bangsa seorang wanita
berpengaruh terhadap pola pikir mengenai tenaga kesehatan,
pola kebiasaan sehari-hari (Pola nutrisi, pola eliminasi,
personal hygiene, pola istirahat dan aktivitas) dan adat istiadat
yang dianut.
d) Agama : Untuk mengetahui keyakinan ibu sehingga dapat
membimbing dan mengarahkan ibu untuk berdoa sesuai dengan
keyakinannya.
e) Pendidikan : Untuk mengetahui tingkat intelektual ibu sehingga
tenaga kesehatan dapat melalukan komunikasi dengan istilah
bahasa yang sesuai dengan pendidikan terakhirnya, termasuk
dalam hal pemberian konseling.
f) Pekerjaan : Status ekonomi seseorang dapat mempengaruhi
pencapaian status gizinya (Hidayat dan Uliyah, 2008). Hal ini
dapat dikaitkan antara status gizi dengan proses penyembuhan
luka ibu. Jika tingkat sosial ekonominya rendah, kemungkinan
penyembuhan luka pada jalan lahir berlangsung lama.
Ditambah dengan rasa malas untuk merawat dirinya.
g) Alamat : Bertujuan untuk mempermudah tenaga kesehatan
dalam melakukan follow up terhadap perkembangan ibu.
2) Alasan datang
Untuk mengetahui alasan ibu saat datang ke puskesmas
3) Keluhan utama
Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan
mengetahui apa yang dirasakan ibu pada waktu pengkajian, karena
pasien dengan keluhan memiliki varises di kaki, hipertensi, ibu
menyusui dan ibu dengan riwayat TBC non pelvik, maka klien
dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi nonhormonal
(Saifuddin, 2006).
a) Riwayat kesehatan
(1) Riwayat kesehatan yang pernah diderita
Riwayat kesehatan yang pernah diderita ditujukan pada
pengkajian penyakit yang diderita pasien, seperti, jantung,
hepatitis, hipertensi, DM, malaria, ibu dengan riwayat
penyakit jantung, hepatitis, hipertensi, DM, malaria,
diperbolehkan menggunakan KB IUD karena tidak
mempengaruhi dan bukan merupakan kontraindikasi untuk
pemasangan KB IUD, khusus untuk penyakit keputihan,
serviksitis dan vaginitis perlu dikaji untuk mengetahui
apakah ibu mempunyai penyakit menular seksual terutama
pada infeksi seviksitis atau pada vaginitis, karena penyakit-
penyakit tersebut merupakan kontra indikasi untuk
menggunakan KB IUD (Saifuddin, 2006).
(2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan yang sekarang dikaji untuk mengetahui
adakah penyakit yang diderita. Jika pasien sedang
menderita penyakit seperti, jantung, TBC, DM, malaria,
hepatitis, hipertensi, diperbolehkan menggunakan KB IUD
karena tidak mempengaruhi alat kontrasepsi yang akan
digunakan. Untuk penyakit keputihan, penyakit menular
seksual terutama pada serviksitis dan vaginitis. Jika klien
menderita vaginitis harus diobati sebelum klien
menggunakan KB IUD karena akan mempengaruhi
terhadap alat kontrasepsi yang akan digunakan oleh ibu
(Saifuddin, 2006).
(3) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga dikaji untuk mengetahui
apakah ada penyakit keturunan yang dapat mempengaruhi
kesehatan ibu disaat ibu menggunakan alat kontrasepsi
IUD. Misalnya penyakit keturunan seperti hipertensi,
jantung, DM, penyakit keturunan tersebut tidak
mempengaruhi terhadap pemakaian KB IUD (Saifuddin,
2006).
(4) Riwayat Obstetri
Riwayat haid dikaji untuk mengetaui apakah siklus
menstruasi pada ibu teratur karena berhubungan dengan
efek samping KB IUD yaitu perubahan siklus haid pada
tiga bulan pertama dan akan berkurang setelah tiga bulan,
haid lebih lama dan banyak, dan dapat menyebabkan resiko
terjadinya anemia (BKKBN, 2009).
(5) Riwayat perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan ibu, usia perkawinan
ibu
apakah kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
karena berhubungan dengan kematangan organ reproduksi
dan juga kesiapan organ reproduksi (Prawiroharjo, 2007).
(6) Riwayat KB
Riwayat KB perlu dikaji karena disesuaikan dengan kondisi
dan keluhan yang di alami oleh klien sebelumnya untuk
menganjurkan alat kontrasepsi yang sesuai dengan
kebutuhan klien (Saifuddin, 2006).
4) Pola kebutuhan sehari-hari
a) Pola nutrisi
Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui kebutuhan nutrisi
ibu, karena kebutuhan nutrisi sangat berpengaruh terhadap
fungsi reproduksi, jika kebutuhan nutrisi ibu terpenuhi
maka dapat mengurangi resiko terjadinya anemia karena
berhubungan dengan efek samping KB IUD yaitu haid lebih
banyak dan lama dan dapat menyebabkan anemia (BKKBN,
2009).
b) Pola eliminasi
Pola eliminasi perlu dikaji untuk mengetahui Kebiasaan
BAB (terakhir BAB, warna, konsistensi, keluhan) dan
kebiasaan BAK (terakhir BAK, warna, konsistensi dan
keluhan), terutama BAK perlu dikaji untuk mengetahui ada
keluhan atau tidak karena KB IUD dapat menimbulkan
gejala infeksi traktus genitalia pada wanita yaitu buang air
kecil sukar atau sakit dan adanya rasa panas atau terbakar
(Hanafi, 2004).
c) Pola aktivitas
Untuk mengetahui apakah pekerjaan ibu sehari-hari terlalu
berat, sehingga dapat berpengaruh terhadap alat kontrasepsi
yang akan ibu gunakan, karena pekerjaan ibu yang berat
dapat mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi yang
akan digunakan karena dapat menyebabkan ekspulsi
(Handayani, 2010)

d) Pola istirahat
Menggambarkan tentang pola istirahat ibu, yaitu berapa jam
ibu tidur siang dan berapa jam ibu tidur malam, karena
berpengaruh terhadap kesehatan fisik ibu.
e) Pola personal hygiene
Menggambarkan pola hygiene pasien, misalnya berapa kali
ganti pakaian dalam, membersihkan alat kelaminnya agar
tidak terjadi keputihan. Pola ini perlu dikaji untuk
mengetahui apakah pasien menjaga kebersihan alat
kelaminnya, karena jika pasien tidak menjaga personal
hygiene dengan baik maka akan berpengaruh pada
kesehatan alat reproduksinya karena berhubungan dengan
KB IUD yaitu terdapat cairan putih yang berlebihan, terjadi
akibat produksi cairan rahim yang berlebihan, hal ini tidak
berbahaya apabila cairan tersebut tidak berbau, tidak terasa
gatal, dan tidak terasa panas
(BKKBN, 2008).
f) Pola seksual
Pola seksual perlu dikaji untuk mengetahui kapan ibu
terakhir melakukan hubungan seksual dengan suami, dan
memberitahu ibu hal-hal yang harus diketahui ibu timbul
rasa nyeri sesudah melakukan hubungan seksual dan suami
mengeluh mengalami perasaan kurang enak sewaktu
melakukan hubungan seksual (BKKBN, 2009).
5) Psikososial, kultural dan spiritual
a) Psikososial
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui sejauh mana respon
dan dukungan yang diberikan suami dan keluarga kepada
ibu untuk menggunakan KB IUD.
b) Kultural
Hal ini perlu dikjaji karena setiap daerah memiliki
kebudayaan yang berbeda-beda dan dapat mempengaruhi
penggunaan alat kontrasepsi (Varney, 2007).
c) Spiritual
Hal ini perlu dikaji untuk mengetahui ketaatan ibu
dalam menjalankan ibadahnya maupun aktifitas keagamaan.
b. Data Obyektif
a) Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
9ref):
Keadaan umum dikaji untuk mengetahui kesadaraan umum klien,
pada akseptor yang mengalami anemia umumnya keadaan
akseptor lemah. Efek samping dari pemakaian KB IUD adalah
perubahan siklus haid dan perdarahan spooting, sehingga dapat
mempengaruhi aksetor KB IUD jika menderita anemia maka
dapat memperparah terjadinya anemia sedang atau berat
(Saifuddin, 2006; Musttaqin, 2010).
b) Tingkat kesadaran
Untuk menilai status kesadaran ibu, ini dilakukan dengan
penilaian composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium.
Tingkat kesadaran yang baik adalah composmetis dimana ibu
dalam keadaan sadar penuh, dan dapat menggunakan KB IUD
(Muttaqin, 2010).
c) Tanda Vital
i. Tekanan darah : untuk mengetahui tekanan darah ibu
ketika akan menggunakan KB IUD, karena IUD copper T
Cu380-A merupakan jenis IUD non hormonal, dan dapat
digunakan pada penderita tekanan darah tinggi (Saifuddin,
2006).
ii. Nadi : untuk mengetahui nadi ibu normal atau tidak, nilai
normal nadi orang dewasa 69- 100x/menit, dalam keadaan
demam dapat menyebabkan peningkatan denyut nadi dan
mempengaruhi tingkat kesadaran (Muttaqin, 2010).
iii. Pernafasan : Pada penderita asma dan gangguan sistem
respirasi, diperbolehkan menggunakan IUD Copper T Cu
380A, karena bukan termasuk kontra indikasi pemasangan
IUD Copper T Cu380A (Saifuddin, 2006). Suhu : untuk
mengetahui keadaan suhu pada ibu normal atau tidak.
Suhu normal orang dewasa yaitu 360-380C. Suhu tubuh
yang lebih dari 380C merupakan tanda dan gejala
terjadinya infeksi pada tubuh dan dapat mempengaruhi
pemakaian KB IUD, karena kontraindikasi KB IUD
adalah infeksi alat genitalia (seriksitis, vaginitis), penyakit
radang panggul (PRP), yang ditandai dengan demam
(Muttaqin, 2010).
d) Berat badan : untuk mengetahui tingkat kenormalan berat badan
ibu
berkaitan dengan keadaan nutrisi ibu (Muttaqin, 2010).
e) Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan ibu normal atau
tidak.
f) LILA : Untuk mengukur lingkar lengan atas bagian kiri untuk
indikasi apakah ibu dinyatakan kurang gizi, jika diketahui ukuran
lila ibu kurang dari 23,5 cm (Mufdlilah, 2009) gunanya untuk
mengetahui status gizi pada ibu normal atau tidak, karena
berhubungan dengan alat kontrasepsi yang akan digunakan yaitu
KB IUD yang dapat menyebabkan terjadinya anemia.
g) Status present
(1) Bentuk kepala :untuk mengetahui bentuk
kepala dan keadaan
kebersihan kulit kepala (Muttaqin, 2010).
(2) Rambut : untuk mengetahui apakah
rambut ibu rontok
atau tidak, karena penggunaan alat
kontrasepsi
(Saifuddin, 2006).
(3) Muka : Odema, anemis, ada bintik-
bintik
(4) Mata : untuk mengetahui adanya
anemis dengan
menilai sclera dan konjungtiva (Saifuddin,
2006). Pada penderita anemia dianjurkan
tidak
memakai KB IUD karena efek samping KB
IUD adalah terjadi perubahan siklus haid,
haid
lebih banyak dan lama. Sehingga apabila
akseptor dengan anemia melakukan
pemasangan KB IUD maka akan
berpotensi terjadi anemia sedang atau berat
(Saifuddin, 2006).
(5) Leher : untuk mengetahui
apakah terdapat
kelainan seperti terdapat pembesaran
kelenjar
tyroid, limfe dan vena jugularis, pada
penggunaan KB dengan hormonal akan
berpengaruh terhadap adanya pembesaran
kelenjar.
(6) Dada dan axilla : Pada penderita tumor
jinak payudara
disarankan untuk menggunakan IUD
Copper T
Cu 380A, karena tidak mengandung
hormon.
Pada wanita yang sedang menyusui,
penggunaan IUD tidak berpengaruh pada
kualitas atau volume ASI (Saifuddin,
2006).
(7) Abdomen : untuk mengetahui
bentuk abdomen,
adakah luka bekas operasi, pembesaran
kelenjar limfe/hati dan nyeri tekan, untuk
mengetahui adanya PRP (penyakit radang
panggul) karena penyakit radang panggul
merupakan kontraindikasi KB IUD
(Saifuddin,
2006).
(8) Genetalia : Pada pemeriksaan
genetalia perlu dikaji ada
tidaknya infeksi pada vagina dan serviks.
Infeksi pada vagina dan serviks ditandai
dengan adanya peradangan, pengeluaran
pervagina yang berlebihan, berwarna putih,
kuning hijau, atau abu- abu, berbau amis,
disuria, disparenia, dan perdarahan pasca
coitus (Varney, 2001).
(9) Ekstremitas : untuk mengetahui apakah
terdapat oedem dan
varices, oedema pada kaki dan tangan
merupakan tanda penderita tekanan darah
tinggi disarankan untuk menggunakan alat
kontrasepsi IUD (Saifuddin, 2006).

c. Diagnosa
Diagnosa ditentukan berdasarkan data-data yang diperoleh dari hasil
anamnesa dan pemeriksaan pada akseptor sehingga diperoleh data
yang mendukung diagnose tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh,
interpretasi data yang didapatkan adalah :
Ny…. umur…. P… Ah….Ab…., calon akseptor baru KB
.Perumusan maalah disesuaikan dengan kondisi ibu. Menurut Varney,
dkk (2007),
d. Perencanaan
Rencana tindakan disusun berdasarkan prioritas masalah dan kondisi
ibu, tindakan segera, tindakan antisipasi dan asuhan secara
komprehensif.
Rencana tindakan asuhan kebidanan pada akseptor KB antara lain :
1) Berikan konseling sebelum di berikan kontrasepesi pilihan ibu
2) Lakukan inform consent
3) Lakukan tindakan
4) Berikan konseling paska di berikan pelayanan konteasepsi
I, A, 1, a, 1),a), (1), (a)
e. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan aplikasi dari rencana tindakan pada akseptor
KB ,pelaksanaan yang dapat dilakukan sesuai dengan rencana yang
telah dibuat.
1) Memberikan konseling sebelum di berikana pelayanan
kontrasepsi
a). Menjelaskan pengertian
b). Menjelaskan cara kerja
c). Menjelaskan efektifitas
d). Menjelaskan indikasi dan kontraindikasi
e). Menjelaskan efek samping
f). Menjelaskan waktu penggunaan
2) Melakukan informed consent
3) Melakukan tindakan apa yanag akan di berikan
kepada pasien ( pil,
IUD,AKDR,KONTAP, ataupun metode lain sesuai keinginan
pasien)
4) Memberikan konseling pasca di berikan
pelayanan kontrasepesi
5) Melakukan dokumentasi
6) Menjadwalkan ulang kapan ibu untuk kontrol

f. Evaluasi
Penilaian atau evaluasi dilakukan segera setelah selesai melaksanakan
asuhan sesuai dengan kondisi ibu kemudian dicatat, dikomunikasikan
dengan ibu dan atau keluarga serta ditindak lanjuti sesuai dengan
kondisi ibu.
2. Pengkajian dengan SOAP
7 langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subyekif,
Obyektif, Asessment, dan Planning). SOAP disarikan dari proses
pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan
kemajuan keadaan pasien
a. S = SUBYEKTIF
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesa sebagai langkah I Varney.
b. O = OBYEKTIF
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan klien, hasil
laboraturium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. Data
obyektif yang dikumpulkan pertama kali pada kasus ini adalah hasil
pemeriksaan fisik seperti keadaan umum pasien, kesadaran, tanda-
tanda vital, selanjutnya hasil pemeriksaan obstetri meliputi bagaimana
perdarahannya apakah masih berlanjut atau sudah dalam batas normal,
apakah kontrkasi uterus sudah membaik. Setelah itu kita
mengumpulkan data pendukung dari pemeriksaan penunjang, seperti
misalnya hasil pemeriksaan ulang kadar Hb.
c. A = ANALISIS
Menggambarkan pendokumntasian hasil analisi dan interpretasi data
subyektif dan obyektif dalam suatu identifikasi :
1. Diagnosa
2. Masalah
3. Kebutuhan
d. P = PENATALAKSANAAN
Mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah
dilakukan seperti tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif, penyuluhan dan dukungan, kolaborasi, evaluasi atau
follow up dari rujukan sebagai langkah 3,4,5,6 dan 7 Varney.
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA KELUARGA BERENCANA


NY. T 25 tahun P2A0 AKSEPTOR KB IUD
DI PUSKESMAS MATESIH

Tempat Praktik : Puskesmas Matesih


Tanggal, Jam : 24 Agustus 2022, 08.00 WIB

A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama Ibu : Ny. T Nama Suami : Tn. M
Umur : 25 tahun Umur : 32 Tahun
Suku/ Bangsa : Jawa/ Indo Suku/ Bangsa : Jawa/ Indo
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Matesih

2. Alasan datang : Ingin menggunakan KB IUD tapi masih sedikit khawatir akan
efektivitas dan efek sampingnya, ibu mengatakan sedang menstruasi hari ke
empat.
Kunjungan : Pertama
3. Riwayat Perkawinan
Umur saat menikah : 20tahun
Lamanya pernikahan : 13 tahun
Status Perkawinan : Kawin
4. Data Kebidanan
a. Riwayat menstruasi
Menarche usia : 13 tahun
Siklus : 28 hari
Keteraturan : Teratur
Lama menstruasi : 5 hari
Sifat darah : encer
Jumlah/ banyaknya : 3 kali ganti pembalut/ hari
Bau : amis
Warna darah : merah
Flour albous : tidak
Disminorhea : tidak
Amenorhea : tidak
b. Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Hamil Persalinan Nifas
ke Tahun UK Jenis Penolong Komp JK BB Perdara laktasi Komp
lahir han
1 2008 39 Normal Bidan Tidak L 3,3 Normal ASI Tidak
2 2012 39 Normal Bidan - L 3,0 Normal ASI -

c. Riwayat kontrasepsi terakhir yang digunakan


No Jenis Mulai Keluhan Berhenti (kapan) Alasan berhenti
(kapan, Oleh, di)
1. Suntik 3 Tahun 2018 oleh Tidak Tahun 2020 Ganti IUD
bulan bidandi PMB haid

1. Data Kesehatan
a. Penyakit sistem yang pernah/ sedang diderita : tidak ada
b. Penyakit yang pernah/ sedang diderita : tidak ada
c. Riwayat penyakit ginekologi : tidak ada
2. Data kebutuhan dasar
a. Nutrisi
Makan Minum
Frekuensi 3 kali sehari 8 kali sehari
Macam Nasi, sayur, lauk Teh dan air putih
Porsi 1 piring 8-9 gelas
Keluhan Tidak ada Tidak ada
b. Eliminasi
BAK BAB
Frekuensi 5 kali 1 kali
Warna Kuning jernih Kuning kecoklatan
Bau asam Normal
Keluhan Tidak ada Tidak ada

3. Data psikososial
a. Dukungan suami/ keluarga
ada dukungan untuk ber-KB
b. Pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi
KIE tentang KB suntik, implant, pil
c. Pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi yang dipakai sekarang
Ibu tahu tentang KB suntik 3 bulan

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : compose mentis
c. Berat badan : 86 kg
Tinggi badan : 155 cm
d. Tanda-Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Suhu : 37 0C
Respirasi : 20 x/menit
Nadi : 80 x/menit
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut : hitam tidak mudah rontok, kulit kepala bersih
Muka : tidak ada oedem, tidak pucat
Mulut : gigi tidak ada carries, tidak ada jamur pada mulut, tidak
ada stomatitis, gusi tidak berdarah
Telinga : tidak ada serumen berlebih
b. Leher : tidak ada pembekaan kelenjar tiroid dan getah bening
c. Mammae : simetris, tidak ada retraksi, puting menonjol, tidak ada
benjolan.
d. Abdomen : tidak ada bekas operasi, tidak ada benjolan
e. Genetalia, vulva, anus :
Tidak ada pembesaran klitoris, tidak ada infeksi, tidak keputihan, tidak
ada varices atau hemoroid.
f. Ektremitas : tidak ada varices atau oedem.
3. Pemeriksaan ginekologis
Tidak ada
4. Pemeriksaan penunjang
Tidak dilakukan.

C. Analisis Data
Diagnosa :Ny. T umur 25 tahunP4A0 akseptor baru KBIUD.
Masalah : Kecemasan
Kebutuhan : Edukasi mengenai fektivitas dan efek samping KB IUD

D. Penatalaksanaan
1. Memberikan informasi hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga.
Rasionalisasi: memberi tahu hasil pemeriksaan merupakan salah satu hak
pasien (Depkes RI, 2012).
Hasil : ibu mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Memberikan informasi tentang efektivitas dan efek samping KBIUD.
Rasionalisasi : Informasi akan meningkatakan cara pengetahuan
seserorang mengenai Kb IUD sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir
seserorang (Destyowati, 2011).
Hasil : ibu memahami informasi mengenai KB IUD.
3. Memberikan informasi tentang perubahan menstruasi setelah pemasangan
IUD.
Rasionalisasi : Pada beberapa bulan pertama pemasangan IUD terdapat
perubahan menstruasi yang mungkin akan dialami ibu yaitu menometroragia.
Menometroragia adalah terjadinya perdarahan di luar siklus menstruasi
dengan jumlah banyak (>80cc) dapat disertai gumpalan bahkan saat
mengelurkan gumpalannya dapat disertasi rasa sakit atau disemenorea.
(Anwar, 2011). Hal tersebut normal selam tidak menggangu aktivitas ibu atau
menyebabkan ibu anemia.
Hasil : ibu memahami adaptasi awal pemasangan IUD.
4. Memotivasi ibu untuk meningkatkan personal hygiene terutama di daerah
genetalia. Ibu dianjurkan mengganti pembalut 3-4 kali dalam sehari.
Rasionalisasi : Keadaan yang lembab pada daerah kewanitaan akan lebih
mendukung berkembangnya jamur penyebab keputihan dan infeksi (Anolis,
2011).
Hasil : ibu memahami penjelasan yang diberikan.
5. Anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup.
Rasionalisasi : pemasangan IUD dapat menimbulkan rasa nyeri pada
panggul ibu, istirahat cukup dapat membantu mengurangi rasa nyeri yang
mengganggu aktivitas dan membuat ibu rileks.
Hasil : ibu memahami penjelasan yang diberikan.
6. Memotivasi ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi atau banyak
mengandung zat besi (sayuran hijau, daging merah dan kacang-kacangan),
protein (tahu, tempe, telor, susu, daging ayam).
Rasionalisasi: menstruasi dapat menjadi penyebab ibu mengalami kekurangan
darah. Banyak mengonsumsi makanan mengandung zat besi dan vitamin C
bermanfaat untuk mencegah terjadinya anemia (Anwar, 2011).
Hasil : ibu bersedia melakukan anjuran yang diberikan.
7. Menganjurkan ibu datang kembali untuk kontrol pada 23 Febuari 2020 atau
apabila ada keluhan.
Rasionalisasi : Sebagai evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan yang
telah diberikan pada akseptor IUD.
Hasil : ibu bersedia untuk melakukan kunjungan ulang.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan uraian asuhan KB yang telah dilakukan pada Ny. T usia 34


tahun akseptor IUD. Pada kasus ini hal yang perlu mendapat perhatian adalah
kekhawatiran ibu akan efektifitas pemasangan IUD terhadap kesuburannya dan
efek samping yang ditakutkan oleh ibu akibat dari pemasangan IUD tersebut.
Pada kasus Ny. T, masalah yang baru timbul adalah kecemasan ibu
tentang IUD disebabkan ibu belum menerima informasi tentang IUD secara
lengkap baik sebelum pemasangan maupun sesudah pemasangan IUD. Minimnya
pengetahuan ibu tentang keuntungan dan efek samping penggunaan IUD.
Kondisi Ny. T dimana ibu belum pernah terpapar pengetahuan tentang alat
kontrasepsi khususnya IUD merupakan salah satu faktor pemicu kecemasan ibu
tentang pemakaian alat kontrasepsi IUD. Hal ini sesuai dengan beberapa
penelitian yang pernah dilakukan diantaranya penelitian oleh Destyowati (2011)
yang mengkaji tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang IUD terhadap
pemakaian IUD.
Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan 62.5% responden yang
memiliki pengetahuan yang baik tentang KB IUD dan memiliki ketertarikan
menggunakan KB IUD dan tingkat kecemasan akan efek samping IUD terhitung
rendah. Sementara pada responden yang memiliki pengetahuan yang kurang
tentang IUD 100% menyatakan tidak berminat mengikuti KB IUD dan tingkat
kecemasan akan efek samping yang timbul dari penggunaan IUD tergolong tinggi.
Berdasarkan Slamet (2010) Minat pemakaian IUD adalah suatu rasa lebih suka
dan rasa ketertarikan pada untuk memakai IUD, tanpa ada yang menyuruh.
Karena pada dasarnya minat adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri
sendiri dengan sesuatu di luar diri. Pengetahuan ibu tentang alat kontrasepsi IUD
mempengaruhi pola pikir ibu dalam memilih apakah sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya. Disamping itu pengetahuan juga mempengaruhi pola pikir ibu
untuk mencerna koping kecemasan terhadap efek samping dari penggunaan alat
kontrasepsi IUD.
Masalah yang sering muncul adalah:
1. Keterbatasan petugas untuk menjelaskan secara detail tentang alat
kontrasepsi IUD.
Petugas kesehatan mengambil peranan penting dalam menurunkan
angka kecemasan ibu tentang penggunaan alat kontrasepsi IUD dengan
menjelaskan alat kontrasepsi secara menyeluruh sebelum ibu memutuskan
untuk menggunakannya. Pada kasus Ny. T, ibu belum mendapatkan hal
tersebut dari petugas kesehatan. Penjelasan yang dilakukan hanya sebatas
ibu akan dipasang IUD setelah melahirkan sebab ibu sudah memasuki usia
resiko untuk hamil kembali. Petugas belum sempat mengedukasi ibu tentang
apa saja efek samping penggunaan IUD dan apa yang harus ibu lakukan
untuk mencegah efek samping itu terjadi. Ketidaktahuan ibu tersebut yang
membuat ibu cemas dengan IUD yang saat ini ia gunakan.
Hubungan antara peranan petugas kesehatan dalam menyampaikan
konseling dengan tingkat penggunaan IUD sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pleah (2016) yang berjudul ‘Increasing Use Of Postpartum
Famili Planning and The Postpartum IUD : Early Experience in West and
Central Africa’ menemukan hasil bahwa kemampuan petugas kesehatan
sebagai konselor penggunaan KB IUD sangat berpengaruh terhadap
meningkatnya minat penggunaan KB IUD pada pasien post partum spontan.
2. Konseling awal tentang alat kontrasepsi belum diberikan secara
menyeluruh.
Pemberian konseling mengenai alat kontrasepsi yang akan
digunakan klien juga mempengaruhi tingkat kecemasan klien terhadap alat
kontrasepsi yang digunakan. Pada kasus Ny. T, ibu tidak mendapatkan
pengetahuan apapun mengenai alat kontrasepsi sejak ANC sampai ibu akan
dipasang pun, belum mendapat edukasi dari tenaga kesehatan.
Pengaruh konseling awal terhadap angka pemakaian KB IUD ini
sesuai dengan beberapa hasil penelitian, diantaranya penelitian oleh Pleah
(2016) yang berjudul ‘Increasing Use Of Postpartum Famili Planning and
The Postpartum IUD : Early Experience in West and Central Africa’
menemukan hasil bahwa konseling dini sangat mempengaruhi angka
pemakaian KB pada ibu postpartum. Pleah juga menerangkan bahwa
edukasi mengenai pemakaian KB yang paling tepat adalah pada masa ANC
dimana intensitas ibu dan tenaga kesehatan untuk bertemu sering sehingga
timbul kepercayaan yang tinggi pada ibu kepada tenaga kesehatan.
Disamping itu, dengan memberikan edukasi yang cukup pada saat ANC, ibu
memiliki rentang waktu untuk mencerna informasi yang diperoleh dan dapat
memutuskan dengan lebih tenang.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Karra (2017) yang berjudul
‘Location and Content of Counselling and Acceptance of Postpartum IUD
in Sri Lanka’ menemukan hasil yang hampir sama dengan penelitian Pleah
dimana wanita yang melakukan ANC di rumah sakit dan mendapatkan
penjelasan tentang IUD pasca plasenta memiliki ketertarikan tentang
pemakaian IUD pasca plasenta dibandingkan dengan ibu yang melakukan
ANC pada klinik kecil ataupun mendapat kunjungan rumah. Hal ini
dikarenakan pemberian edukasi di rumah sakit dianggap lebih legkap dan
dibantu dengan berbagai media informasi sehingga ibu memiliki bayangan
lebh jelas tentang pemasangan IUD pascaplasenta. Disamping itu tingkat
kekhawatiran akan efek samping yang mungkin timbul dapat ditekan karena
ibu mendapatkan informasi secara jelas dan lengkap.
3. Keadaan ekonomi pasien yang tergolong menengah kebawah dimana
tingkat kesadaran ibu akan kesehatan alat reproduksinya tergolong rendah.
Tingkat ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor tidak
langsung terhadap keputusan ibu dalam penggunaan metode kontrasepsi.
Pada Ny. W yang merupakan lulusan SMP dan bekerja sebagai karyawan
pabrik, kesadaran untuk memperhatikan kesehatan reproduksinya cenderung
kurang. Hal ini dapat dibuktikan dengan bagaimana tingkat pengetahuan ibu
tentang alat kontrasepsi yang dapat dikatakan kurang, padahal ibu
merupakan sasaran utama KB yakni wanita usia subur.
Keterbatasan pendidikan daan ekonomi sebagai salah satu pemicu
kecemasan ibu sebagai akseptor IUD baru sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bernadus (2010) dimana pada wanita dengan pendidikan
lebih tinggi, angka penggunaan IUD jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan
wanita dengan pendidikan lebih tinggi lebih mudah mencerna dan memilah
informasi mengenai alat kontrasepsi yang berikan sehingga mambu
menentukan alat kontrasepsi mana yang lebih baik dan sesuai dengan
kebutuhannya.
4. Pemahaman yang salah dari lingkungan sekitar ibu tentang alat kontrasepsi
IUD.
Budaya atau pun lingkungan sekitar menjadi salah satu faktor yang
kuat dalam menentukan minat dan kecemasan ibu akan pemakaian IUD.
Pada kasus Ny. T, banyak lingkungan sekitar yang mengatakan bahwa IUD
dapat terlepas sendiri dari rahim. Hal ini secara langsung membuat tingkat
kecemasan Ny. T meningkat, ditambah Ny. T belum pernah sama sekali
terpapar pengetahuan mengenai alat kontrasepsi oleh tenaga kesehatan
sebelumnya.
Pegaruh budaya dan lingkungan orang sekitar yang dirasakan oleh
Ny. T ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bernadus (2010)
dimana sugesti atau pun pengalaman orang sekitar mengenai alat
kontrasepsi sangat mempengaruhi ibu dalam memutuskan alat kontrasepsi
apa yang akan digunakan.
Pada kasus Ny. T, belum ditemukan efek samping penggunaan IUD
seperti keputihan, perdarahan mestruasi yang berlebih, ekspulsi,
dismenorhea, ataupun gangguan saat berhubungan seksual sebab lama
pemakaian IUD pada pasien terbilang masih baru.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Asuhan kebidanan kontrasepsi IUD yang diberikan pada Ny. T telah sesuai
dengan tujuan antara lain :
1. Dalam melakukan pengkajian data subjektif dan objektif, data yang
ditemukan sudah lengkap.
2. Dari hasil pengkajian subyektif dan obyektif, mampu membuat diagnosa
sesuai teori dan tidak ada diagnosa atau masalah potensial.
3. Rencana disusun sesuai kebutuhan dan sesuai dengan teori serta Evidence
Based yang ada.
4. Evaluasi yang diberikan yaitu memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan,
melaksanakan prosedur pemasangan IUD, dan memberitahu ibu tanggal
kontrol
B. Saran
1. Bagi petugas yang memberikan asuhan kebidanan diharapkan mengingat
langkah-langkah yang sudah ditetapkan dan tetap mempertahankan
jalinan komunikasi dalam upaya menjalin kerja sama antara petugas dan
klien untuk keberhasilan asuhan yang diberikan.
2. Bagi klien/ibu harus bisa mengingat jadual kembali untuk melakukan
suntikan ulang.
DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, Hanafi.1994. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka


Sinar Harapan

Manuaba, Ida Bagus Gede.2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan


Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : ECG

Prawirohardjo, Sarwono.2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – BP

Saifuddin, 2003. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: YBP

________, 2002. Buku Acuan Jaringan Nasional Pelatihan Klinik-Kesehatan


Reproduksi. Jakarta
JURNAL REFLEKSI KRITIS
PEMBELAJARAN PRAKTIK KEBIDANAN FISIOLOGIS
HOLISTIK KESEHATAN REPRODUKSI DAN KONTRASEPSI

A. Harapan akan Proses Pembelajaran Klinik


Kenapa saya mempelajari materi ini ?

Dalam rangka perencanaan asuhan kebidanan pada akseptor KB IUD.


Apa yang saya siapkan dalam mempelajari topik ini?

Saya menyiapkan beberapa referensi dari jurnal-jurnal penelitian yang diakses pada
website kumpulan penelitian dan dari buku bacaan. Jurnal yang saya pelajari yaitu :

Menstrual characteristics and ultrasonographic uterine cavity


measurements predict bleeding and pain in nulligravid women using
intrauterine contraception

Yang kemudian saya telaah dengan metode critical appraisal

Apa yang saya harapkan dalam mempelajari topik ini ?


Yang saya harapkan dengan mempelajari topik ini adalah terapi tersebut applicable
(dapat di terapkan).

Apa yang perlu saya perhatikan dalam mempelajari topik ini ? Bagaimana
perencanaannya ?

Yang perlu diperhatikan dalam mempelajari topik ini adalah

1. Apakah hasil penelitian penting


2. Apakah hasil penelitian valid
3. Apakah hasil penelitian dapat diterapkan dalam praktik kebidanan pada
akseptor KB IUD.

B. Refleksi Kritis dari Materi yang Dipelajari

Sebutkan capaian pembelajaran yang tertera pada panduan:

Melakukan asuhan kebidanan pada akseptor KB berdasarkan evidence based.

Bagi saya, satu hal yang paling penting dalam capaian pembelajaran tersebut
adalah:

Dengan melakukan penilaian serta mengkritisi mengenai pembelajaran yang


saya dapatkan maka saya mendapatkan pencapaian positif dan diharapakan
mampu untuk menerapkan dalam praktik kebidanan tidak hanya mengetahui
bagaimana ilmu itu ada tetapi mengkritisi bagaimana ilmu tersebut mempunyai
makna dan berguna bagi akseptor KB IUD.

Saya mengidentifikasi sumber informasi menarik dalam topik pembelajaran ini


adalah:

Selain dari hasil penelitian yang efektif, saya menemukan hal yang menarik:

a. Referensi jurnal
b. Inovasi baru dan dapat dikembangkan

Capaian pembelajaran yang paling saya butuhkan untuk terus saya kerjakan
adalah :

1. Menemukan inovasi baru dari jurnal-jurnal penelitian


2. Memastikan adanya kepentingan atau kebermanfaatan intervensi tersebut
bagi dunia kerja
3. Mengkritisi apakah inovasi tersebut dapat diterapkan di lapangan

Saya akan mengembangkan pembelajaran saya di bidang ini melalui :

Praktik klinik lapangan

Selama pembelajaran klinik, masalah-masalah yang menghalangi proses


pembelajaran saya adalah:

Proses pencarian literature yang sesuai dengan format penilaian critical


appraisal yang membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Masalah-masalah yang saya temui selama proses pembelajaran klinik pada topik
ini adalah, dan Saya berencana untuk membahasnya melalui:

Sulit menemukan literature yang sesuai dengan kasus, terkadang abstrak dan
judul jurnal tidak sesuai dengan apa yang akan ditelaah.

Rencana : mengupas lebih jelas serta mendiskusikan jurnal yang ditelaah.

C. Refleksi Kritis pada Pembelajaran melalui literatur dengan menggunakan


Lembar Kerja EBM (Evidence Based Medicine) Terapi
Judul : Menstrual characteristics and ultrasonographic uterine cavity
measurements predict bleeding and pain in nulligravid women using
intrauterine contraception
Tahun : 2015

1. Apakah hasil penelitian valid?

Apakah pasien pada penelitian Tidak, responden pada penelitian ini


dirandomisasi? merupakan semua wanita usia subur yang
sesuai kriteria inklusi selama pengumpulan
sampel enelitian. Hal ini dijelaskan pada :
Materials and methods :
This 1-year prospective cohort study on
165 nulligravid women requesting IUD
insertion was conducted at the Centralized
Family Planning of the City of Helsinki.
Apakah cara melakukan -
randomisasi dirahasiakan?
Apakah follow-up kepada pasien Ya, follow up dilakukan dengan lengkap.
cukup panjang dan lengkap? Sebelum pemasangan IUD dilakukan,
responden diberikan konseling tentang
kontrasepsi dan menentukan sendiri jenis
IUD yang diinginkan, selain itu
pemeriksaan panggul dan uterus juga
dilakukan dengan USG 2 dimensi. Setelah
pemasangan IUD, pemantauan dilakukan
dalam tiga bulan pertama setelah
pemasangan dan tiga tahun terakhir dalam
satu bulan pertama setelah pemasangan
(bulan 10—12). Data dikumpulkan dalam
waktu 10 bulan. Pada bagian Materials
and Methods dijelaskan :
Women were enrolled between 1 January
2011 and 31 July 2012. Pre-insertion
counselling and IUD insertion was
performed by one experienced
gynaecologist. In addition to clinical
pelvic examination and uterine sounding,
the uterus was measured using 2-D
ultrasonography prior to insertion. Three
months after IUD insertion the women
attended their first follow-up visit and
returned the first diary. Over the last 3
months of the first year the women again
kept daily menstrual diaries (Months 10 –
12; second reference period). The study
ended at 1 year following IUD insertion,
when the women attended a follow-up visit
similar to the first one, this time with the
gynaecologist. Possible problems, extra
appointments and reasons for
discontinuing IUD use were recorded.
Apakah pasien dianalisis di dalam Ya, kelompok responden akseptor copper
grup dimana mereka IUD dan kelompok LNG-IUD dianalisis
dirandomisasi? dalam grup dimana mereka
dikelompokkan. Tabel 1 menunjukkan
karaktristik umum semua responden,
sementara tabel 3 menunjukkan hasil
follow up terhadap perdarahan dan nyeri
responden kedua kelompok.
Apakah pasien, klinisi, dan peneliti Tidak, pasien, klinisi dan peneliti
blind terhadap terapi? mengetahui jenis IUD yang digunakan
pasien.
Apakah grup pasien diperlakukan Ya, kedua kelompok diperlakukan sama,
sama, selain dari terapi yang mulai dari konseling sebelum pemasangan
diberikan? IUD, pemeriksaan USG, dilakukan follow
up dalam dua tahap, dilakukan
pemeriksaan setelah tiga bulan pertama
dan setelah bulan ke dua belas. Pada
bagian materials and methods dituliskan :
Pre-insertion counselling and IUD
insertion was performed by one
experienced gynaecologist. In addition to
clinical pelvic examination and uterine
sounding, the uterus was measured using
2-D ultrasonography prior to insertion.
Three months after IUD insertion the
women attended their first follow-up visit
and returned the first diary. At this visit,
primarily an experienced nurse
practitioner examined the women. In cases
of difficult insertion, difficulties during the
first months or missing strings, the
gynaecologist inserting the IUDs
examined the women and the correct
location of the IUD was verified using 2-D
vaginal ultrasonography. Over the last 3
months of the first year the women again
kept daily menstrual diaries (Months 10 –
12; second reference period). The study
ended at 1 year following IUD insertion,
when the women attended a follow-up visit
similar to the first one, this time with the
gynaecologist.
Apakah karakteristik grup pasien Ya, Pasien memiliki karakteristik yang
sama pada awal penelitian? sama berdasarkan karakteristik dasar
subjek penelitian. Pada bagian materials
and methods disebutkan:
Nulligravid women aged 18 years or
above and requesting their first IUD were
invited to participate in the study.
Exclusion criteria were known structural
uterine abnormalities, uterine fibroids,
endometrial polyps, current
gynaecological infection or suspicion of
malignancy. In the copper IUD group,
additional exclusion criteria were
anaemia, systemic bleeding disorders,
Wilson’s disease and allergy to copper or
nickel. Before entering the study all
women gave their written consent.

2. Apakah hasil penelitian penting?

Seberapa penting hasil penelitian Penting. Dengan penelitian ini, telah


ini? ditemukan jenis IUD dengan kerentanan
efek samping yang lebih tinggi.
Seberapa tepat estimasi dari efek Tepat. Hasil penelitian membuktikan
terapi? adanya perbedaan yang signifikan pada
jumlah responden dengan efek samping
pada pengguna copper IUD dengan LNG-
IUS.
Perdarahan berat setelah bulan 12
Total
Ya Tidak
Kel Copper (a) 8 (b) 22 27
IUD
Kel LNG-IUS (c) 8 (d) 66 74

Control event rate (CER) = c/ c+d


Experimental event rate (EER) = a/ a+b

Relative Risk Absolute Risk Number


Reduction (RRR) Reduction Needed to
(ARR) Treat (NNT)
CER EER CER-EER/CER CER-EER 1/ARR
0,1 0,3 2 0,2 5
95% CI

95% CI = +/- 1,96 √[CER x (1-CER)/ #pasien kontrol + EER x (1-EER)/ # pasien
eksperimen]
= +/- 1,96 √[0,1x(1-0,1)/74+0,3x(1-0,3)/27]
= +/- 1,96 √0,009 = 0,18
Makna :
CER = 0,1 : Persentase responden pada kelompok LNG-IUS yang
mengalami perdarahan hebat setelah bulan 12 adalah 10%.
EER = 0,3 : Persentase responden pada kelompok copper IUD yang
mengalami perdarahan hebat setelah bulan 12 adalah 30%.
RRR = 2 : Peningkatan jumlah responden yang mengalami perdarahan ebat
setelah bulan 12 apabila menggunakan copper IUD yaitu
sebanyak 2 kali lipat.
ARR = 0,2 : Selisih jumlah responden yang mengalami perdarahan setelah
bulan 12 pada pengguna LNG-IUS dengan copper IUD adalah
sebesar 20%.
NTT = 5 : Setiap 5 responden yang menggunakan copper IUD, akan
muncul 1 responden mengalami perdarahan hebat setelah bulan
12 pemasangan.
95% CI = 0,18 : Rentang kepercayaan (CI) tidak melampaui angka 1, ini berarti
nilai NTT pada penelitian ini bermakna.

3. Apakah hasil penelitian yang valid dan penting tersebut applicable (dapat
diterapkan) dalam praktek sehari-hari?

Apakah hasilnya dapat diterapkan kepada pasien kita?


Ya, hasil penelitian dapat diterapkan pada pasien.
Keterangan :
Kerentanan efek samping copper IUD berupa perdarahan hebat dapat
disampaikan kepada akseptor KB.
Apakah karakteristik pasien kita Tidak
sangat berbeda dibandingkan pasien Alasan :
pada penelitian sehingga hasilnya Karakteristik pasien kita tidak
tidak dapat diterapkan? memiliki perbedaan dibandingkan
dengan subjek atau responden pada
penelitian. Sehingga hasil penelitian
sesuai dengan pasien kita
Apakah hasilnya mungkin dikerjakan Dengan telaah jurnal penelitian ini kita
di tempat kerja kita? (bidan) akan mempunyai penilaian
yang jelas dan tepat akan value dan
preferensi pasien kita karena copper
IUD memiliki kemungkinan lebih
besar munculnya efek samping
perdarahan hebat bahkan setelah bulan
12 pemasangan.
Apa kemungkinan benefit dan harm dari terapi tersebut?
Metode I: f Risiko terhadap pasien kita, relatif
terhadap pasien pada penelitian.

Diekspresikan dalam bentuk desimal:


1/ ARR = 5
Makna :
Kita membutuhkan 5 pasien untuk
membuktikan peuang mengalami
perdarahan hebat sebagai efek
samping copper IUD.
Metode II: 1/ (PEERxRRR) PEER (patient’s expected event rate)
adalah event rate dari pasien kita bila
mereka menerima kontrol pada
penelitian tersebut

1/ (PEERxRRR) = 1/(0,1x2) = 1

Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?


Apakah kita dan pasien kita Dengan telaah jurnal penelitian ini kita
mempunyai penilaian yang jelas dan (bidan) akan mempunyai penilaian
tepat akan value dan preferensi pasien yang jelas dan tepat akan value dan
kita? preferensi pasien dimana pengguna
copper IUD lebih rentan mengalami
perdarahan hebat dalam satu tahun
pertama penguunaan. Tetapi untuk
penilaian pasien terhadap value dan
preferensinya tergantung pengalaman
yang pasien rasakan sendiri.
(Apakah value dan preferensi pasien Seperti yang telah dijelaskan di atas
kita dipenuhi dengan terapi yang akan bahwa value dan preferensi pasien
kita berikan? terhadap lebih rentannya pengguna
copper IUD untuk mengalami
perdarahan hebat selama satu tahun
pertama pemakaian pada pengalaman
pribadi pasien.

D. Evaluasi Pembelajaran

Topik : Asuhan Nifas dan Menyusui Fisiologis Tanggal :


2020
Jenis Pemeriksaan, dan lingkup tindakan/asuhan :
Asuhan Kesehatan Reproduksi dan KB, konseling efek samping IUD pada
akseptor KB.
Informasi/keterampilan yang baru bagi saya :
Persentase terjadinya perdarahan hebat sebagai efek samping dari pengggunaan
IUD non hormonal ebih tinggi dibanding IUD hormonal.
Bagaimana hal ini bisa berguna :
Hasil penelitian dapat disampaikan pada sesi konseling sebelum pemasangan
IUD.
Sesi pembelajaran ini membuat saya berfikir tentang :
Copper IUD menimbulkan efek samping yang intensitasnya lebih besar
dibandingkan IUD hormonal.
Kontribusi saya dalam pembelajaran ini adalah :
Memberikan konseling pada akseptor IUD tentang efek samping yang dapat
ditimbulkan dalam satu tahun pertama setelah pemasangan.
Pertanyaan yang diajukan selama sesi diskusi :
Apakah perdarahan tersebut normal. Perdarahan yang meningkat selama siklus
menstruasi dalam pemakaian copper IUD adalah efek samping yang normal
selagi tidak menyebabkan aktifitas harian klien terganggu. Perdarahan hebat
tersebut biasanya akan berkuran setelah satu tahun pemasangan IUD.
Tindak lanjut yang akan saya lakukan adalah :
Menyampaikan informasi tentang efek samping penggunaan copper IUD
berdasarkan literatur yang valid dan tetap mengedukasi klien tentang kelebihan
jangka panjang serta efektivitas yang tinggi dari kontrasepi IUD itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai