Anda di halaman 1dari 15

1.

Pemilihan Ketua Osis Disekolah

Dalam Pelaksanaan budaya demokrasi yang umumnya diterapkan di sekolah adalah melalui
wadah Organisasi OSIS, pemilihan kepengurusan OSIS. Dimana OSIS adalah suatu wadah
organisasi yang diperuntukkan untuk siswa. Dimana hal tersebut merupakan salah satu bentuk
dari pembelajaran nyata dalam berpolitik secara demokratis pada tataran sekolah. Pelaksanaan
pemilihan kepengurusan OSIS sudah menerapkan budaya demokrasi dengan baik. Hal ini
terlihat dari pelaksanaan pemilihan yang berasaskan luber dan jurdil serta pelaksanaan yang
mencerminkan kultur/ budaya demokrasi.
Disamping itu dalam sistem pemilihan kepengurusan OSIS adalah adanya keleluasaan untuk
mengemukakan pendapat pada saat musyawarah. Adapun juga dalam setiap kegiatan OSIS pasti
akan terjalin kerjasama yang baik antar siswa dengan siswa dan antara siswa dengan sekolah,
terjalinnya interaksi antara siswa dengan guru seperti : ketika tahun ajaran baru, dimana setiap
sekolah – sekolah mengadakan kegiatan masa orientasi siswa (MOS) dan yang mengurusi
selama kegiatan tersebut berlangsung biasanya adalah anak – anak OSIS, disamping itu juga
dalam OSIS ada berbagai seksi-seksi seperti seksi PHBI dan sebagaianya yang mana setiap
seksi-seksi menjalankan kegiatannya masing-masing yang berbeda antara satu seksi dengan
seksi lainya. Dalam membahas setiap kegiatan itu anggota OSIS akan berunding dengan pihak
guru sehingga akan ada interaksi langsung antara siswa dan guru.
2. Pengaturan Piket (Tugas Harian)
Selama ini pengaturan piket kelas sering dilakukan dengan pengelompokan yang sering disebut
tugas harian. Biasanya siswa satu kelas dibagi menjadi enam kelompok untuk hari Senin sampai
dengan Sabtu. Akibatnya semua pekerjaan pada setiap harinya hanya menjadi tanggung jawab
oleh kelompok tertentu, sedang siswa yang lain pada hari itu tidak bertanggung jawab terhadap
pekerjaan-pekerjaan yang ada pada hari itu.

Pembagian seperti itu kurang efektif dan kurang merata. Sebab, jika kebetulan pada hari itu
terdapat pekerjaan yang cukup banyak, maka hanya menjadi tanggung jawab kelompok harian.
Untuk menciptakan lingkungan kelas yang positif, dapat ditempuh dengan mengubah sistem
piket harian menjadi pembagian tugas dalam bentuk kerja sama atau gotong royong. Dengan cara
ini semua siswa dalam satu kelas akan mendapatkan tugas sepanjang tahun pelajaran. Setiap
siswa akan mendapatkan tugas tertentu, sehingga semua siswa merasa bertanggung jawab
terhadap tugasnya masing-masing.
Tugas-tugas tersebut dapat disesuaikan dengan kebutuhan kelasnya masing-masing berdasarkan
hasil musyawarah kelas.

Tugas-tugas yang disebutkan di atas hanya sekedar contoh dan dapat disesuaikan dengan kondisi
kelas. Satu pekerjaan sebagaimana yang disebutkan di atas dapat dilakukan oleh satu siswa dan
dapat juga dilaksanakan 2 – 3 siswa.
Setelah semua pekerjaan disepakati oleh semua siswa, maka guru perlu membuat kantong-
kantong kecil yang ditulisi satu pekerjaan. Katong-kantong kecil dapat dibuat di selembar karton
manila. Selanjutnya guru menuliskan nama-nama siswa di kelas pada kayu es krim atau secarik
keras tebal yang dipotong memanjang. Kayu es krim atau kertas tebal tersebut kemudian
dimasukkan ke dalam kantong-kantong kecil yang telah dibuat tadi. Jenis pekerjaan yang cukup
dilaksanakan satu orang hanya diisi satu nama, sedang jenis pekerjaan yang agak berat diisi oleh
2 – 3 nama.
Agar mendapat gambaran yang jelas, perhatikan gambar di bawah ini!

Nama-nama yang terdapat di dalam kantong kecil di atas dapat dipindah-pindahkan satu minggu
sekali, sehingga semua siswa dapat merasakan semua tugas secara bergantian.
3. Menulis artikel, pendapat, opini di majalah dinding.

Majalah dinding ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya, memberi kesempatan kepada para
siswa untuk bisa menampilakn opini dan ketrampilan siswa didalam mading serta meningkatkan
minat membaca, mengembangkan cakrawala pengetahuan, menjadi sumber acuan informasi
keilmuan, pengisi waktu luang dan penyalur serta penampung minat, bakat, dan hobi,
dokumentasi berbagai aktivitas atau kegiatan, serta sebagai media pengajaran. Atau secara umum
dirumuskan pula beberapa manfaat dari majalah dinding ini adalah sebagai berikut:
 Sebagai media komunikasi
 Sebagai media kreativitas
 Sebagai media untuk meningkatkan ketrampilan menulis
 Sebagai media untuk membangun kebiasaan membaca
 Sebagai pengisi waktu
 Sebagai media untuk melatih kecerdasan berpikir
 Sebagai media untuk melatih berorganisasi
Mengingat begitu banyak manfaat yang akan diperoleh dengan adanya majalah dinding ini, maka
pembinaan berkesinambungan demi keberlangsungannya di sekolah-sekolah mutlak diperlukan.
4. Hadir Sekolah Tepat Waktu

Hadir Disekolah Tepat Waktu Siswa yang berangkat kesekolah tepat waktu, memiliki
kecenderungan siswa tersebut mempunyai motifasi yang tinggi dalam meraih prestasi. Disamping
itu melatih kedisiplinan yang sangat berguna dalam kehidupan berdemokrasi.
5. Rapat Dengan Komite Sekolah

SD N Kemurang Wetan 01 pada 25 April 2012 mengadakan musyawarah bersama orangtua


siswa untuk membahas program sekolah. Salah satu program sekolah adalah membahas
permasalahan efektifitas pembelajaran di kelas dengan tempat duduk siswa yang selalu
berdesakkan.

Pada awal tahun pelajaran 2012/2013 dilaksanakan rapat orang tua siswa pada 3 Oktober 2012
untuk membahas laporan perkembangan sumbangan sukarela yang sudah diterima oleh sekolah
kepada komite sekolah dan orang tua siswa. Kesepakatan dalam rapat ini adalah untuk percepatan
pembangunan maka sumbangan sukarela dari orang tua diwujudkan untuk pembuatan lantai dua,
sedangkan ruangan dan perabotnya sekolah akan mengajukan permohonan pembangunan ruang
kelas baru. Hal ini dimaksudkan agar sumbangan sukarela yang diberikan tidak selama lima kali
dalam lima tahun, maka dibutuhkan kerjasama antara sekolah dan orang tua siswa.

Jumlah dana yang sudah masuk disimpan dalam rekening sekolah dan tiap akhir tahun diadakan
evaluasi jumlah dana yang masuk di tiap kelas. Berdasarkan kesepakatan sekolah dan pengurus
komite, sekolah tidak memberikan sanksi bagi siswa yang belum memberikan sumbangan
sukarela. Misalnya dalam pembagian rapot, dengan menahan rapot bagi siswa yang belum
memberikan sumbangan sukarela. Dengan cara seperti ini ternyata membuat kesadaran orang tua
dalam memberikan sumbangan sukarela meningkat.

Untuk memberikan kepercayaan kepada masyarakat yang telah memberikan sumbangan sukarela
maka sekolah segera membentuk panitia pembangunan.
6. Pemilihan Ketua RT

Rukun Tetangga (RT) adalah pembagian wilayah di Indonesia di bawah Rukun Warga. Rukun
Tetangga bukanlah termasuk pembagian administrasi pemerintahan, dan pembentukannya adalah
melalui musyawarah masyarakat setempat dalam rangka pelayanan kemasyarakatan yang
ditetapkan oleh Desa atau Kelurahan. Rukun Tetangga dipimpin oleh Ketua RT yang dipilih oleh
warganya. Sebuah RT terdiri atas sejumlah rumah atau KK (kepala keluarga).

Rukun tetangga merupakan organisasi masyarakat yang diakui dan dibina oleh pemerintah untuk
memelihara dan melestarikan nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia yang berdasarkan
kegotongroyongan dan kekeluargaan serta untuk membantu meningkatkan kelancaran tugas
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan di desa dan kelurahan. Setiap RT sebanyak-
banyaknya terdiri dari 30 KK untuk desa dan sebanyak-banyaknya 50 KK untuk kelurahan yang
dibentuk

Pemilihan Ketua RT dikebanyakan tempat menggunakan pemilihan langsung yang dipilih oleh
warganya, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut Suasana pemilihan yang mirip pemilu itu
merupakan upaya mengembangkan pembelajaran demokrasi dan pemberdayaan di masyarakat
sesuai aspirasi, motivasi dan kreasi menuju masyarakat madani. Pemilihan Ketua RT yang lebih
kreatif ini juga untuk menumbuhkan semangat gotong royong di wilayah RT 31 RW 17,
sekaligus memompa semangat patriotisme berbangsa dan bernegara dijiwai semangat demokrasi
sesuai perda Kota Yogyakarta tentang Pemilihan RT/RW.

Dalam penyelenggaraan pemilihan Ketua RT ini kelengkapan memang benar-benar disiapkan


oleh panitia. Antara lain seperti Pembentukan Panitia Pemilihan, Tempat Pemungutan Suara
(TPS), Kartu Pemilih, Kartu Suara, Bilik Pencoblosan, Kotak Suara, Atribut Gambar Bakal
Calon, saksi dan keamanan dari Satlinmas setempat.
7. Demokrasi Beragama

Di berbagai wilayah di dunia, kita sedang menyaksikan kebangkitan gerakan-gerakan keagamaan


untuk memperkokoh pembentukan sistem sosial dan politik yang lebih demokratis. Agama
menjadi media yang baik untuk memberi pemahaman tentang demokrasi. Sementara di pojok-
pojok dunia yang lain, keduanya saling berbenturan. Agama tidak jarang dijadikan sebagai alat
provokasi dan bahkan sebagai justifikasi.

Kita memilih demokrasi sebagai alat "berkomunikasi" bernegara karena, hanya dengan
demokrasi, hak-hak kelompok minoritas dilindungi. Sejak zaman Nabi Adam, tak pernah ada
pelarangan terhadap keyakinan yang berhasil. Pelarangan, bahkan pembantaian terhadap
pemeluknya sekalipun, mungkin menurunkan aktivitas pemeluknya. Tapi keyakinan mereka tak
bisa diubah.

Dalam sebuah acara dialog di Semarang, seorang petinggi pemerintahan mengatakan


kepercayaan atau agama baru sebagai penyebab konflik antar-umat beragama yang belakangan
kerap terjadi. Agama yang menyerupai tapi tidak sama dengan agama mayoritas itu, kemudian
menyulut kemarahan, terutama umat Islam yang mayoritas.

Dalam hubungannya dengan demokrasi yang dipahami sebagai kekuasaan rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat, rakyatlah yang berdaulat. Dalam bingkai politik yang disepakati, semua anggota
yang ada dalam komunitas atau wilayah pemerintahan akan diperlakukan sama, tanpa
membedakan agama, suku atau kepercayaannya, termasuk kepercayaan atau agama baru yang
minoritas.

Agama merupakan sistem kepercayaan. Jika diperlakukan sangat serius dan dengan terlalu
bersemangat, batas-batas tersebut, akan sangat berbahaya karena dapat menyebabkan
pertumpahan darah. Meskipun diakui demokrasi bukan sistem politik yang terbaik, sebagaimana
diungkapkan salah Sang empu pemikir Aristoteles, tetapi ia (baca: demokrasi) merupakan satu-
satunya (sistem) yang ditemukan manusia yang dipercaya mampu mengoreksi dirinya sendiri.

Berdemokrasi dan beragama merupakan hak asasi. Keduanya dipertemukan melalui "jembatan"
prinsip kebebasan. Dengan prinsip kebebasan ini manusia dapat menjadi merdeka dan dapat
memanusiakan dirinya.
8. Demokrasi Masyarakat tentang Musrenbang Desa

Dalam kegiatan yang diintegrasikan dengan kegiatan Musyawarah Desa (MD) PNPM Mandiri
Perdesaan tersebut, disampaikan pengarahan oleh Sekretaris Camat Pagelaran terkait arah dan
program kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun 2014 ini, sebagai gambaran dari perencanaan
pembangunan pada tahun 2015 yang akan datang, termasuk berbagai keberhasilan pembangunan
yang telah dicapai selama ini di Kabupaten Malang dan Kecamatan Pagelaran.

Setelah acara penjelasan Sekcam Pagelaran, acara dilanjutkan dengan diskusi antara peserta yang
hadir. Dari diskusi tersebut dihasilkan beberapa usulan, baik yang bersifat sarana dan prasarana,
sosial budaya dan ekonomi. Adapun beberapa usulan yang disampaikan oleh peserta musyawarah
tersebut antara lain pembangunan trotoar, pembangunan pintu air waduk Suwaru, pengadaan
peralatan untuk membersihkan waduk Suwaru, pengadaan mebeler posyandu, pelatihan bagi kader
posyandu, penyuluhan bahaya narkoba bagi pemuda dan remaja serta pelatihan pembuatan kue
kering dan kue basah.
9. Demokrasi Masyarakat tentang Pemilihan Kepala Desa

Selama ini suksesi Pilkades tidak pernah kering dari pembicaraan mulai dari mulut kemulut, dari
pena ke pena, dan dari otak ke otak. Hal ini terjadi mengingat karena Pilkades adalah refleksi
bagaimana demokrasi itu coba diimplementasikan. Disisi lain Pilkades merupakan sarana sirkulasi
elit dan transfer kekuasaan di tingkat lokal. Dalam konteks ini Pilkades diharapkan secara langsung
membuat masyarakat mengerti akan hak dan kewajibannya. Pilkades adalah suatu moment dimana
masyarakat mengerti posisi mereka sebagai warga dalam percaturan politik di desa tersebut. Dimana
terjadi proses interaksi antara rakyat dan pemerintah sebagai wujud adanya demokrasi dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat.

Dimaklumi bersama, Pilkades tidak sesederhana apa yang kita bayangkan. Di dalamnya berimplikasi
tentang banyak hal mengenai hajat hidup dan kepentingan orang banyak. Mulai dari proses, hasil
hingga pasca kegiatan Pilkades adalah satu kesatuan yang utuh dan erat terkait di dalam menentukan
arah dan agenda enam tahun ke depan ke mana desa tersebut akan dibawa.

Demokrasi desa adalah bingkai pembaharuan terhadap tata pemerintahan desa atau hubungan antara
pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa, (BPD) dan elemen-elemen masyarakat desa yang
lebih luas. Saya hendak mengedepankan argumen bahwa desa harus “dibela” dan sekaligus harus
“dilawan” dengan demokrasi.

Mengapa desa harus “dibela” tetapi juga harus “dilawan”? Bagaimana kita meletakkan desa dalam
konteks demokrasi lokal? Seperti apa formulanya? Bagaimana membuat demokrasi bisa bekerja di
desa? Untuk menjawab serangkaian pertanyaan itu, tulisan ini hendak menyandarkan diri pada
prinsip yang demokratis.

Dalam memahami demokrasi di tingkat lokal ini, kita tidak boleh terjebak pada seremonial, prosedur
dan lembaga yang tampak di permukaan. Prosedur dan lembaga memang sangat penting, tetapi tidak
mencukupi. Yang lebih penting dalam demokrasi adalah proses dan hubungan antara rakyat secara
substantif. Pemilihan kepala desa juga penting tetapi yang lebih penting dalam proses politik sehari-
hari yang melibatkan bagaimana hubungan antara Pemerintah Desa, BPD, Lembaga Kemasyarakatan
Desa dan masyarakat.
10. Pemilihan Ketua Karang Taruna

Karang Taruna adalah organisasi kepemudaan di Indonesia. Karang Taruna merupakan wadah
pengembangan generasi muda nonpartisan, yang tumbuh atas dasar kesadaran dan rasa tanggung
jawab sosial dari, oleh dan untuk masyarakat khususnya generasi muda di wilayah Desa /
Kelurahan atau komunitas sosial sederajat, yang terutama bergerak dibidang kesejahteraan
sosial. Sebagai organisasi sosial kepemudaan Karang Taruna merupakan wadah pembinaan dan
pengembangan serta pemberdayaan dalam upaya mengembangkan kegiatan ekonomis produktif
dengan pendayagunaan semua potensi yang tersedia dilingkungan baik sumber daya manusia
maupun sumber daya alam yang telah ada. Sebagai organisasi kepemudaan, Karang Taruna
berpedoman pada Pedoman Dasar dan Pedoman Rumah Tangga di mana telah pula diatur
tentang struktur penggurus dan masa jabatan dimasing-masing wilayah mulai dari Desa /
Kelurahan sampai pada tingkat Nasional. Semua ini wujud dari pada regenerasi organisasi demi
kelanjutan organisasi serta pembinaan anggota Karang Taruna baik dimasa sekarang maupun
masa yang akan datang.
Karang Taruna beranggotakan pemuda dan pemudi (dalam AD/ART nya diatur keanggotaannya
mulai dari pemuda/i berusia mulai dari 11 - 45 tahun) dan batasan sebagai Pengurus adalah
berusia mulai 17 - 35 tahun.
Karang Taruna didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan dan pemberdayaan kepada para
remaja, misalnya dalam bidang keorganisasian, ekonomi, olahraga, ketrampilan, advokasi,
keagamaan dan kesenian.
11. Demokrasi Masyarakat tentang Pemilu

Dalam negara demokrasi, setiap warga negara berhak menyampaikan aspirasinya untuk
mendukung atau menolak kebijakan pemerintah. Semua warga negara memiliki hak dan
kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku, termasuk hak dan kewajiban di bidang politik.

Generasi muda sebagai generasi penerus bangsa yang kelak akan menggantikan dan mengatur
kehidupan politik negara dapat menerapkan budaya politik partisipan melalui pengalaman-
pengalaman politik dalam kegiatan-kegiatan politik negara, misalnya menjadi anggota atau
simpatisan partai politik, menyaksikan atau mengikuti debat politik antarelite politik melalui
berbagai media, mengikuti kampanye pemilihan umum, memberikan suara dalam pemilihan
umum untuk pemilihan bupati/walikota, anggota DPRD, DPR RI, dan presiden. Pada saatnya
nanti, juga dapat mencalonkan diri sebagai ketua umum partai politik atau calon anggota lembaga
legislatif maupun eksekutif. Generasi muda dapat secara kritis dan objektif menilai kebijakan-
kebijakan pemerintah dengan memberi masukan, saran atau usul baik melalui tulisan di media
massa, melalui lembaga legislatif, maupun melakukan unjuk rasa dalam batas-batas yang telah
ditetapkan oleh undang-undang sesuai dengan nilai dan norma budaya masyarakat Indonesia.
12. Sidang Paripurna

Pasal 221 Tata Tertib DPR menyebutkan bahwa Rapat paripurna adalah rapat anggota yang
dipimpin oleh pimpinan DPR dan merupakan forum tertinggi dalam melaksanakan tugas dan
wewenang DPR, kecuali rapat paripurna pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (2). Batas minimum kehadiran anggota rapat sebagaimana diatur dalam Pasal 245,
rapat dapat dimulai jika telah hadir lebih dari separuh jumlah anggota rapat yang terdiri atas lebih
dari separuh unsur fraksi. Apabila jumlah minimum tersebut belum terpenuhi, rapat tersebut akan
ditunda paling lama 30 menit. Namun jika tidak terpenuhi juga rapat tetap bisa dibuka. Akan
tetapi, dalam hal pengambilan keputusan yang tidak dihadiri oleh kurang dari batas minimum
kehadiran, padahal keputusan tersebut mengharuskan dihadiri oleh batas minimum maka proses
pengambilan keputusan tersebut harus ditunda. Agenda dalam rapat paripurna sebagai forum
tertinggi biasanya berisi tentang pendapat akhir fraksi, pengesahan, dan/atau pengambilan
keputusan tingkat akhir dari hasil rapat-rapat yang sebelumnya dilaksanakan dalam beragam
rapat sebelumnya. Oleh karena sifat rapat ini lebih banyak sekadar mendengar hasil keputusan
yang sudah mereka bahas mati-matian dalam rapat komisi maupun rapat-rapat lain, sangat
memungkinkan anggota DPR bisa absen (tidak hadir). Bagi mereka, gagasan, usulan, dan aspirasi
mereka sudah tersalurkan. Daripada hanya mendengar pidato perwakilan fraksi-fraksi yang sudah
diketahui ujungnya dan menonton pimpinan mengetuk palunya, beberapa anggota lebih memilih
pada kegiatan yang lain.
13. Menjunjung Tinggi Hukum dan Pemerintahan

HAM merupakan hak yang tidak dapat dicabut dan yang tidak pernah di tinggalkan ketika umat
manusia beralih memasuki era baru dari kehidupan pramodern ke kehidupan modern. Betapa
HAM telah mendapat tempat khusus di tengah-tengah perkembangan kehidupan manusia mulai
abad 18 sampai sekarang.

Negara wajib melindungi dan menjunjung tinggi HAM karena masyarakat telah menyerahkan
sebagian hak-haknya kepada negara untuk dijadikan hukum (Teori Kontrak Sosial). Negara
memiliki hak membuat hukum dan menjatuhkan hukuman atas pelanggaran HAM. Negara,
pemerintah atau organisasi apapun berkewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi
manusia pada setiap manusia tanpa terkecuali.

Ini berarti bahwa HAM harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam penjelasan umum Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan bahwa sejarah bangsa
Indonesia, hingga kini mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang
disebabkan oleh perilaku yang tidak adil dan diskriminatif atas dasar etnis, ras, warna, kulit,
budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan status sosial yang lain.
14. Kebebasan Memeluk Agama dan Kepercayaan

Kebijakan negara terhadap kelompok agama di Indonesia merupakan fenomena yang sangat unik.
Ada banyak etnis, agama dan aliran kepercayaan di Indonesia. Islam adalah agama mayoritas dan
Jawa sebagai etnis terbesar. Meski ada agama mayoritas, tetapi Indonesia tidak menjadikan Islam
atau agama lainnya sebagai dasar negara. Para pemimpin bangsa menyepakati Pancasila, yang
berarti lima dasar, serta UUD 1945 sebagai fundamen berbangsa dan bernegara. Prinsip pertama
dalam Pancasila menyebutkan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dasar itu dengan eksplisit
menyebut bahwa bangsa Indonesia memiliki dasar moral sebagai prinsip berbangsa (relijius),
tetapi prinsip itu sama sekali tidak diderivasi dari salah satu keyakinan keagamaan (sekuler).
Dalam perkembangannya, dasar negara yang bukan agama maupun sekuler itu menemui banyak
hambatan.

Salah satu penyebabnya ialah peran negara yang masuk dalam urusan-urusan keagamaan. Posisi
ini rawan memunculkan pelanggaran terhadap kebebasan beragama. Salah satu pelanggaran yang
muncul adalah terabaikannya hak-hak sipil dari penganut aliran kepercayaan. Alasan yang
menjadi sebab dari hal tersebut adalah karena apa yang dimaksud agama tidak terumuskan
dengan baik. Akibatnya, negara hanya memberikan jaminan dan bantuan kepada agama-agama
tertentu. Secara formal, eksistensi aliran kepercayaan di Indonesia, diatur dalam beberapa
regulasi, meliputi: 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 menyatakan bahwa “Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama
dan kepercayaannya itu.” Kata “kepercayaan” dalam pasal ini, diusulkan oleh Mr. Wongsonegoro
dalam sidang BPUKPI agar merujuk pada Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. 2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 2 ayat 1 menyatakan
bahwa“Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaannya itu”. Dalam penjelasan pasal demi pasal disebutkan “dengan perumusan pada
pasal 2 ayat 1 ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu, sesuai dengan UUD 1945.
15. Menaati Hukum

Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar
tingkah laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas
rangkaian kekuasaan kelembagaan, Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian
hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan
didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-
ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan
sanksi bagi pelanggarnya.

Ada beberapa hal sebab berlakunya kaidah hukum supaya hukum itu berfungsi, antara lain

1. Kaidah hukum berlaku secara yuridis. Penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi
tingkatannya atau apabila terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan.

2. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis. Kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh
penguasa walaupun tidak diterima dan diakui oleh seluruh masyarakat.

3. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum sebagai
nilai positif yang tertinggi.

Manusia dalam menjalani kehidupan berkenagara sudah sepatutnya untuk menaati segala bentuk
peraturan yang berlaku di Indonesia. Berikut dibawah ini adalah alasan mengapa manusia perlu
menaati hukum yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai