Anda di halaman 1dari 16

BAHAN AJAR

MATA KULIAH ASUHAN KEBIDANAN


PRAKONSEPSI DAN PERENCANAAN KELUARGA
BAGI MAHASISWA SARJANA KEBIDANAN
“SKRINING PADA MASA PRAKONSEPSI”

Penyusun:
Fransisca Retno Asih, SST., M.Keb
NIDN. 0715069006

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
2021
VISI MISI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) BANYUWANGI

VISI
Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi di bidang Kesehatan yang menghasilkan tenaga kesehatan
berdaya saing global berlandaskan pada keimanan dan ketaqwaan pada tahun 2025.

MISI
1. Menyelenggarakan proses pendidikan akademik, profesi, dan vokasi yang berdaya saing
global serta berorientasi pada pengembangan hardskill dan softskill;
2. Melaksanakan penelitian di bidang kesehatan yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan serta berorientasi kepada kebutuhanmasyarakat;
3. Mengembangkan aktivitas pengabdian masyarakat yang berkontribusi dalam
pembangunan kesehatan dengan mengacu kepada hasil penelitian dan kearifan lokal;
4. Menciptakan lulusan yang memiliki kemandirian, keimanan, dan ketaqwaan;
5. Mengembangkan kerja sama institusional dalam negeri dan luar negeri sebagai upaya
optimalisasi kegiatan Tridarma;
6. Mengembangkan jiwa kewirausahaan dan wawasan kebangsaan kepada seluruh civitas
academica.
VISI MISI
PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

VISI
Menjadi Program Studi Sarjana Kebidanan dan Pendidikan Profesi Bidan yang berdaya saing
global, dengan keunggulan pada Kebidanan Komplementer, dan mengedepankan aspek
spiritual pada tahun 2025.

MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan sarjana yang unggul pada kebidanan komplementer
dengan mengedepankan aspek spiritual;
2. Menyelenggarakan pendidikan profesi yang unggul pada kebidanan komplementer
dengan mengedepankan aspek spiritual;
3. Menyelenggarakan penelitian yang unggul pada kebidanan komplementer dengan
mengedepankan aspek spiritual;
4. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang unggul pada kebidanan
komplementer dengan mengedepankan aspek spiritual;
5. Menyelenggarakan kerja sama dengan berbagai lembaga dalam negeri maupun luar
negeri dalam mewujudkan Tridarma Perguruan Tinggi.
ASUHAN KEBIDANAN PRAKONSEPSI DAN PERENCANAAN KELUARGA
PERTEMUAN III

A. Deskripsi Singkat
Materi ini memberikan pengetahuan tentang skrining atau deteksi dini pada masa
prakonsepsi.
B. Capaian Pembelajaran
Mahasiswa mampu menjelaskan tentang skrining pada masa prakonsepsi:
1. Mampu menjelaskan definisi asuhan prakonsepsi, skrining, dan skrining prakonsepsi
2. Mampu menjelaskan tujuan skrining prakonsepsi
3. Mampu menjelaskan skrining paparan lingkungan (merkuri dan timbal)
4. Mampu menjelaskan skrining status berat badan
5. Mampu menjelaskan skrining anemia defisiensi besi
6. Mampu menjelaskan skrining thalasemia
C. Waktu
Kamis, 30 September 2021
D. Materi Pembelajaran
1. Definisi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2006, asuhan
prakonsepsi adalah serangkaian intervensi yang ditujukan untuk menemukan dan
memodifikasi risiko biomedis, perilaku, dan sosial pada hasil akhir kehamilan atau
kesehatan perempuan melalui pencegahan dan penatalaksanaan. Asuhan prakonsepsi
bertujuan untuk: a) meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku laki-laki dan
perempuan yang berkaitan dengan kesehatan prakonsepsi; b) memastikan bahwa
semua perempuan usia subur menerima layanan perawatan prakonsepsi, termasuk uji
penapisan risiko, promosi kesehatan, dan intervensi yang memungkinkan mereka
memasuki kehamilan dengan kesehatan optimal; c) mengurangi risiko yang
diindikasikan oleh adanya penyimpangan pada hasil akhir kehamilan sebelumnya
melalui intervensi antar konsepsi untuk mencegah atau memperkecil berulangnya
penyimpangan tersebut; d) mengurangi kelainan kehamilan yang menyimpang.
Skrining (screening) atau penapisan adalah deteksi dini dari suatu penyakit atau
usaha untuk mengidentifikasi penyakit atau kelainan secara klinis belum jelas dengan
menggunakan test, pemeriksaan atau prosedur tertentu yang dapat digunakan secara
cepat untuk membedakan orang-orang yang kelihatannya sehat tetapi sesunguhnya
menderita suatu kelainan. Skrining dapat dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Skrining prakonsepsi adalah deteksi dini
terhadap suatu penyakit atau kelainan yang dialami oleh perempuan untuk
mempersiapkan kehamilan secara optimal dan mencegah atau menurunkan risiko
terjadinya komplikasi atau penyulit pada masa perinatal dan penyakit kongenital pada
janin atau bayi yang dilahirkan.
2. Tujuan skrining prakonsepsi
a. menurunkan angka kematian ibu dan bayi,
b. mencegah kehamilan tidak diinginkan,
c. mencegah komplikasi dalam kehamilan dan persalinan,
d. mencegah kelahiran mati, prematur dan bayi dengan berat lahir rendah,
e. mencegah terjadinya kelahiran cacat,
f. mencegah infeksi pada neonatal,
g. mencegah kejadian underweight dan stunting sebagai akibat dari masalah nutrisi
ibu,
h. mengurangi risiko diabetes dan penyakit kardiovaskuler dalam kehamilan, dan
i. mencegah penularan human immunodeficience virus dari ibu ke janin.
3. Skrining terhadap paparan lingkungan
a. Merkuri
Merkuri (Hg; hydrargyrum) adalah unsur alami yang ditemukan dalam air,
udara, dan tanah yang dibedakan menjadi senyawa logam, anorganik (merkuri
klorida), dan organik (methylmercury). Merkuri berasal dari aktivitas gunung
berapi, pelapukan batuan, dan sebagai hasil dari aktivitas manusia, seperti
pembangkit listrik tenaga batu bara, produksi semen, dan proses industri yang
menyumbang 30% dari pelepasan merkuri. Saat berada di lingkungan, merkuri
cair menguap dan tetap di atmosfer hingga kurun waktu 1 tahun. Selain itu,
merkuri juga mengendap di danau, sungai, dan teluk yang diubah oleh
mikroorganisme air menjadi methylmercury. Methylmercury ada di sebagian
besar spesies laut dan bioakumulasi dalam rantai makanan akuatik serta mencapai
konsentrasi tertinggi pada ikan predator besar.
Sejarah Minamata
Bahaya merkuri bagi kesehatan
menjadi terkenal dan mendapat
perhatian di dunia karena wabah
penyakit Minamata tahun 1956 di
Jepang. Dalam peristiwa itu,
methylmercury yang terbentuk
sebagai produk sampingan dari
produksi senyawa kimia
(asetaldehida) di pabrik pupuk,
dilepaskan ke pantai terdekat untuk waktu yang lama, yang mencemari ekosistem
laut termasuk ikan dan kerang. Sekitar 5000 warga yang makan makanan laut dari
daerah tersebut meninggal atau mengalami luka-luka.
Jalur biologis paparan merkuri
Jalur paparan merkuri meliputi: (a) konsumsi makanan, (b) inhalasi atau
penyerapan (melalui kulit) uap merkuri di tempat kerja, (c) paparan selama
pemrosesan limbah industri dan rumah tangga, dan (d ) penggunaan obat-obatan
farmasi atau kosmetika. Demikian pula, merkuri yang masuk ke dalam tubuh
manusia melalui jalur seperti sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan kulit,
diserap di dalam tubuh dalam tingkat yang bervariasi, tergantung pada bentuk
senyawa merkuri.
Sirkulasi ekosistem, akumulasi, paparan pada tubuh manusia, efek biologis,
dan toksisitas merkuri tergantung pada bentuk senyawa merkuri. Merkuri logam
umumnya diserap melalui saluran pernapasan dan hampir tidak diserap di
saluran gastrointestinal, sehingga dapat dikatakan tidak berbahaya jika dikonsumsi
secara oral. Merkuri logam larut dalam lemak sehingga mudah melewati
penghalang sel alveolar dan dapat teroksidasi menjadi merkuri anorganik yang
bergabung dengan protein dan memberikan efek kumulatif. Merkuri yang diserap
tubuh sebagian besar menuju ke ginjal dan otak. Waktu paruh merkuri dalam
tubuh adalah sekitar 70 hari.
Merkuri anorganik terutama diserap melalui saluran pernapasan, namun
sebagian kecil juga diserap melalui kulit (3-4%) atau saluran gastrointestinal (2-
10%). Merkuri anorganik tidak dapat menembus sawar darah otak dan menumpuk
di ginjal. Jalur ekskresi utama meliputi urin dan feses, dengan waktu paruh sekitar
dua bulan (60 hari). Merkuri anorganik yang dibuang ke lingkungan alam
mengalir ke laut dan sungai. Di dalam air, ia diubah menjadi logam merkuri oleh
bakteri dan plankton yang dapat terakumulasi dalam tubuh organisme air termasuk
ikan dan kerang. Ketika manusia memakan makanan laut, merkuri masuk ke
dalam tubuh manusia dalam bentuk logam merkuri.
Methylmercury, jenis utama merkuri organik, memberikan efek toksik yang
fatal pada tubuh manusia. Di lingkungan alam, umumnya ditemukan dalam bentuk
monomethylmercury dan dimethylmercury. Methylmercury mudah diserap ke
dalam saluran gastrointestinal (≥95%) dan ke dalam saluran pernapasan
(80%). Sekitar 90% methylmercury diekskresikan ke feses melalui empedu dan
kurang dari 10% diekskresikan ke urin. Merkuri yang diserap didistribusikan ke
seluruh jaringan dalam waktu 30 jam. Waktu paruhnya berkisar antara 45 hingga
70 hari. Merkuri logam dan organik dengan mudah melewati sawar darah otak dan
plasenta yang dapat diekskresikan ke dalam ASI dan ditransmisikan ke
janin. Merkuri yang diserap didistribusikan ke seluruh jaringan dalam waktu 30
jam. Waktu paruhnya berkisar antara 45 hingga 70 hari.
Paparan merkuri selama masa prenatal menyebabkan gangguan pada proses
pembelahan dan migrasi sel saraf sehingga menyebabkan berbagai kecacatan
mulai dari keterlambatan perkembangan hingga mikrosefali dan kerusakan otak
yang parah.
Pemeriksaan merkuri
Pemeriksaan merkuri dapat dipertimbangkan untuk dilakukan pada perempuan
yang berisiko. Perempuan berisiko yang dimaksud antara lain tempat tinggal di
lingkungan industri atau pemukiman dekat pertambangan, menggunakan kosmetik
mengandung merkuri, riwayat konsumsi ikan predator besar, mengonsumsi ikan
yang terkontaminasi merkuri, memiliki riwayat pajanan merkuri sebelumnya, dan
hidup dengan seseorang yang diidentifikasi dengan tingkat merkuri yang tinggi.
Pemeriksaan kadar merkuri dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah, urine,
dan rambut.
1) Darah
Kadar merkuri dalam darah meningkat dengan cepat segera setelah atau
selama paparan singkat. Oleh karena itu, pengukuran juga perlu dilakukan
tepat setelah paparan/pajanan. Namun, pada kasus kronis, kadar merkuri
dalam darah tetap pada tingkat yang tinggi bahkan ketika paparan telah
berhenti. Pada keracunan akut, kadar methylmercury dalam sel darah merah
tinggi, namun sangat bervariasi pada keracunan kronis. Kadar merkuri di
seluruh darah biasanya kurang dari 10 g/L dan dianggap normal apabila kadar
merkuri ≤20g/L. Kadar merkuri dalam darah dapat meningkat hingga 35 g/L
setelah terpapar uap merkuri dalam waktu lama.
2) Urine
Pemeriksaan kadar merkuri dalam urin merupakan cara cepat untuk
mengidentifikasi paparan/pajanan merkuri. Pemeriksaan merkuri urine lebih
berguna untuk analisis senyawa merkuri logam dan anorganik dibandingkan
organik. Kadar merkuri urin melebihi 100 g/L memunculkan gejala
neurologis, dan tingkat 800 g/L atau lebih dapat berakibat fatal. Merkuri
organik (methylmercury) juga dapat dikeluarkan melalui feses, sehingga kadar
merkuri urin tidak dapat mencerminkan tingkat kadar merkuri organik tubuh.
3) Rambut
80-90% rambut terdiri dari keratin yang mengandung gugus asam amino
tinggi (gugus sulfhidril) dan mudah bersatu dengan logam. Oleh karena itu,
adanya paparan merkuri, kadar merkuri menjadi tinggi di rambut. Selain itu,
rambut dapat menunjukkan tingkat paparan merkuri yang telah terjadi dalam
jangka waktu yang lama. Kadar merkuri rambut juga diketahui sebanding
dengan kadar merkuri darah. Asosiasi semacam itu dapat diterapkan untuk
mengevaluasi kadar merkuri darah dengan mengukur kadar merkuri
rambut. Migrasi merkuri ke rambut tidak dapat diubah, sehingga penurunan
kadar merkuri rambut hanya terjadi ketika rambut rontok dari kulit kepala.
Kadar merkuri rambut digunakan sebagai biomarker paparan kronis
methylmercury. Penelitian ekstensif telah dilakukan untuk mengetahui
hubungan antara kadar merkuri rambut dan darah. Setelah terpapar
methylmercury, kadar merkuri total pada rambut dan darah dapat digunakan
sebagai biomarker keracunan merkuri. Rasio kadar merkuri rambut dan darah
yang ditetapkan oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat
dan World Health Organization (WHO) masing-masing adalah 250:1 dan
250–300:1. Sedangkan, rasio yang ditetapkan berdasarkan penelitian di Korea
pada tahun 2010 pada 1.200 penduduk suatu wilayah adalah sekitar 278,5: 1.
Batas kadar merkuri rambut yang direkomendasikan secara internasional
adalah 1 mg/kg seperti yang diusulkan oleh WHO. Namun, hasil analisis kadar
merkuri rambut saja tidak dapat digunakan untuk membedakan apakah
seseorang terkena atau keracunan merkuri. Kadar merkuri rambut tidak
melebihi 10 mg/kg. Pada keracunan merkuri tingkat sedang, kadar merkuri
berkisar antara 200 dan 800 mg/kg dan pada keracunan yang parah mencapai
2400 mg/kg. WHO merekomendasikan pemantauan kadar methylmercury
pada rambut perempuan hamil dan berpendapat bahwa kadar 10 mg/kg atau
lebih dapat meningkatkan risiko cacat neurologis janin.
Skrining melalui konseling prakonsepsi
Konseling prakonsepsi telah terbukti menurunkan penyulit pada masa
perinatal, mengurangi biaya perawatan di rumah sakit, dan mencegah morbiditas
dan mortalitas maternal dan neonatal. Bidan sebagai sahabat perempuan, praktisi,
dan garda terdepan pemberi asuhan pada perempuan memiliki kesempatan terbaik
untuk melakukan konseling prakonsepsi (konselor). Waktu terbaik memberikan
konseling prakonsepsi adalah saat perempuan dan pasangan (calon pengantin)
datang ke Puskesmas untuk vaksinasi tetanus toxoid sebagai syarat pernikahan.
Selain itu, konseling prakonsepsi juga dapat diberikan dalam bentuk penyuluhan
di masyarakat pada remaja atau perempuan dewasa. Pada kondisi tertentu seperti
saat perempuan mengalami abortus atau saat hasil pemeriksaan kehamilan negatif
juga merupakan waktu yang tepat untuk dilakukan konseling prakonsepsi.
Konseling prakonsepsi terkait paparan lingkungan khususnya terhadap
merkuri dan timbal berupa nasihat dasar terkait diet. Ikan merupakan sumber
protein yang sangat baik, rendah lemak jenuh, dan mengandung asam lemak
omega-3. Namun, hampir semua ikan dan kerang mengandung sejumlah kecil
merkuri, sehingga perempuan hamil, menyusui, dan yang sedang merencanakan
kehamilan disarankan untuk 1) menghindari jenis ikan tertentu dengan tingkat
methylmercury yang berpotensi tinggi, seperti ikan hiu, ikan todak, king mackerel,
dan tilefish, 2) mengonsumsi tuna kalengan tidak lebih dari 12 ons atau 2 porsi
dan tidak lebih dari 6 ons albacore atau tuna putih per minggu, 3) jika kandungan
merkuri dari ikan yang ditangkap secara lokal tidak diketahui, maka konsumsi
ikan secara keseluruhan harus dibatasi hingga 6 ons per minggu.
b. Timbal
Timbal (Pb) adalah logam berat beracun yang terdapat di lingkungan. Paparan
timbal prenatal dikaitkan dengan kelainan pertumbuhan janin dan keterlambatan
perkembangan pada masa kanak-kanak serta kelainan perilaku. Menurut CDC,
tidak ada tingkat paparan timbal yang dianggap aman pada kehamilan. Skrining
prakonsepsi terhadap pajanan lingkungan melalui pemeriksaan kadar timbal dalam
darah dilakukan pada perempuan yang berisiko, yaitu 1) perempuan migran atau
bertempat tinggal di daerah dengan kontaminasi kadar timbal yang tinggi, 2)
tinggal di dekat sumber titik timah, 3) bekerja dengan atau di lingkungan timbal,
4) hidup dengan seseorang yang bekerja berkaitan dengan timbal, 5)
menggunakan tembikar keramik berlapis timah, 6) makan yang bukan makanan
(pica), 7) menggunakan obat-obatan alternatif, menggunakan kosmetik atau
produk makanan tertentu, 8) merenovasi atau merombak rumah tua tanpa
menerapkan pengendalian bahaya timbal, 9) mengonsumsi air minum yang
terkontaminasi timbal, 10) memiliki riwayat pajanan timbal sebelumnya atau bukti
peningkatan kadar timbal dalam tubuh, dan 11) hidup dengan seseorang yang
diidentifikasi dengan kadar timbal yang tinggi.
Kadar timbal dalam darah berkaitan dengan kejadian hipertensi gestasional,
abortus spontan, berat badan lahir rendah, dan gangguan perkembangan saraf pada
janin yang terpapar. American College of Obstetricians and Gynecologists,
merekomendasikan pemeriksaan timbal melalui darah, jika kadarnya >5 g/dL
maka perlu mencari sumber timbal dan dihilangkan serta dilakukan pemeriksaan
ulang. Namun, apabila kadar timbal darah tetap 45 g/dL yang disebabkan oleh
keracunan timbal, maka dapat diberikan terapi khelasi. Kehamilan dengan
keracunan timbal harus ditangani secara kolaboratif yaitu berkonsultasi dengan
ahli pengobatan keracunan timbal.
4. Skrining status berat badan
Status berat badan merupakan salah satu indikator kecukupan gizi dan nutrisi.
Status berat badan diketahui melalui perhitungan indeks masa tubuh (IMT) dengan
BB (kg)
menggunakan rumus TB (m)2 yang dihitung berdasarkan hasil pengukuran berat badan

menggunakan timbangan tradisional, analog, atau digital dan juga pengukuran tinggi
badan menggunakan microtoise. Sangat penting bagi Bidan untuk melakukan
kalibrasi alat-alat tersebut secara berkala agar hasil pengukuran akurat.

IMT Status Berat Badan Konseling prakonsepsi

Penilaian gangguan makan dan perbaikan status


<18,5 kg / m2 berat badan kurang
BB
18,5–24,9 kg / -
berat normal
m2
Konseling gizi, koreksi diet, perbaikan status
BB, tes diabetes dan sindrome metabolic (kadar
kelebihan berat
25–29,9 kg / m2 glukosa), jika hasil tes (+) DM maka
badan
kolaborasi/rujuk, konseling rekomendasi
peningkatan BB saat kehamilan
Konseling gizi, koreksi diet, perbaikan status
BB, tes diabetes dan sindrome metabolic (kadar
≥30 kg / m2 obesitas glukosa), jika hasil tes (+) DM maka
kolaborasi/rujuk, konseling rekomendasi
peningkatan BB saat kehamilan

Status berat badan normal merupakan tanda kecukupan gizi dan status berat badan
yang direkomendasikan saat merencanakan kehamilan. Sebaliknya, status berat badan
kurang, lebih, dan obesitas memerlukan perhatian khusus untuk dilakukan perbaikan
apabila akan merencanakan kehamilan. Pada status berat badan kurang, Bidan dapat
mengkaji adanya gangguan makan (eating disorder/bulimia/anoreksia) dan
memberikan konseling terkait koreksi diet dan status BB. Pada status berat badan
lebih dan obesitas, Bidan dapat memberikan konseling terkait pentingnya nutrisi
(makronutrien dan mikronutrien yang seimbang), koreksi diet, perbaikan status BB,
tes diabetes dan sindrome metabolic (kadar glukosa), jika hasil tes (+) DM maka
kolaborasi/rujuk, serta konseling rekomendasi peningkatan BB saat kehamilan.
Status BB kurang atau nutrisi yang kurang pada perempuan yang merencanakan
kehamilan berisiko mengalami kekurangan zat besi, asam folat, dan zat gizi lainnya.
Zat besi dan asam folat sangat penting bagi proses pertumbuhan dan perkembangan
janin. Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada perempuan yang merencanakan
kehamilan meningkatkan risiko terjadinya anemia, BBLR, persalinan prematur,
IUGR, ketuban pecah dini, dan lainnya. Obesitas pada perempuan yang
merencanakan kehamilan meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyulit seperti
hipertensi, preeklamsia, diabetes gestasional, kesulitan persalinan, kehamilan lewat
bulan, persalinan caesar, dan penyulit operasi serta berkaitan dengan berbagai anomali
struktur
Konseling terkait rekomendasi peningkatan berat badan yang dianjurkan selama
kehamilan disesuaikan dengan status berat badan ibu hamil berdasarkan perhitungan
indeks masa tubuh (IMT) di awal kehamilan. Menurut pedoman IOM-WHO, kisaran
peningkatan berat badan yang dianjurkan untuk kategori perempuan hamil, adalah
sebagai berikut:
Rekomendasi peningkatan BB
IMT Status BB
selama kehamilan
<18,5 kg / m2 berat badan kurang 12,5 -18 kg
18,5–24,9 kg / m2 berat normal 11,5-16 kg
25–29,9 kg / m2 kelebihan berat badan 7-11,5 kg
≥30 kg / m2 obesitas 5-9 kg

Peningkatan berat badan yang berlebihan pada kehamilan berkaitan dengan kejadian
makrosomia, besar untuk usia kehamilan, persalinan caesar, diabetes gestasional, dan
hipertesi. Sedangkan, peningkatan berat badan yang kurang pada kehamilan berkaitan
dengan berat lahir rendah, kecil untuk usia kehamilan, dan kelahiran prematur.
5. Skrining terhadap penyakit hematologi
a. Anemia defisiensi besi
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya konsentrasi
hemoglobin di dalam tubuh. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang
disebabkan karena kekurangan zat besi yang digunakan untuk sintesis hemoglobin
(Hb). Hemoglobin adalah metaloprotein (protein yang mengandung zat besi) di
dalam sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru
ke seluruh tubuh pada mamalia dan hewan lainnya. Hemoglobin juga merupakan
pengusung karbondioksida kembali menuju paru-paru untuk dihembuskan keluar
tubuh.
Seseorang dikatakan anemia apabila kadar Hb dalam darah sebesar <12 g/dL
pada perempuan dan <13 g/dL pada laki-laki. Klasifikasi anemia pada perempuan
yang tidak hamil yaitu anemia ringan apabila kadar Hb antara 11-11,9 g/dL,
anemia sedang apabila kadar Hb 8-10,9 g/dL, dan anemia berat apabila kadar Hb
<8 g/dL. Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi menurut WHO yaitu 1) Kadar
Hb kurang dari normal sesuai usia, 2) Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata <31%
(N32-35), 3) Kadar Fe serum <5µg/dl (N:80-180 µg/dl), 4) Saturasi transferrin
<15% (N: 20-50%).
Pada perempuan usia subur, penyebab anemia defisiensi besi antara lain yaitu
1) asupan zat besi yang tidak memadai, pola makan yang buruk, makan terlalu
sedikit zat besi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kekurangan zat besi.
Makanan yang mengandung zat besi adalah daging, telur, dan beberapa sayuran
berdaun hijau; 2) perdarahan menstruasi yang berat; 3) perdarahan karena tukak
lambung, polip di usus besar, kanker usus besar atau perdarahan akibat
penggunaan pereda nyeri seperti aspirin, sehingga menyebabkan ketidakmampuan
menyerap zat besi; 4) endometriosis; 5) kegemukan dan obesitas yang
dihubungkan dengan adanya peradangan kronis yang menyebabkan meningkatnya
kadar hepcidin sehingga penyerapan zat besi berkurang.
Perempuan usia reproduksi yang merencanakan kehamilan perlu mengetahui
kadar Hb melalui skrining anemia. Skrining prakonsepsi anemia sangat tepat
dilakukan bahkan pada masa remaja melalui pemeriksaan darah yang dilanjutkan
dengan penyuluhan dan konseling sehingga meningkatkan kesadaran perempuan
terkait kebutuhan zat besi dan mencegah dampak anemia pada kehamilan.
Perempuan anemia yang hamil akan berisiko mengalami abortus, persalinan
prematur, perdarahan, rentan terhadap infeksi, produksi ASI rendah, BBLR, dan
kematian perinatal.
Memberikan konseling tentang diet dan gaya hidup yang sehat adalah hal
mendasar dan penting untuk mencegah dan memperbaiki anemia. Pemenuhan zat
besi melalui makanan yaitu dari daging-dagingan. Daging memiliki
bioavailabilitas zat besi yang lebih besar dibandingkan makanan lain. Hal ini perlu
dijelaskan pada orang-orang dengan vegetarian untuk mengganti kebutuhan zat
besi. Selain daging, perempuan juga harus didorong untuk mengonsumsi buah-
buahan, sayuran, dan kacang-kacangan. Perempuan juga dihimbau untuk
menghindari soda, teh, kopi, susu dalam jumlah berlebihan, dan sereal yang dapat
mengurangi penyerapan zat besi.
Suplementasi zat besi telah lama dikenal sebagai strategi utama untuk
mengatasi anemia defisiensi besi. WHO mengeluarkan pedoman suplementasi zat
besi bagi remaja dan perempuan dewasa. Suplementasi besi pada remaja
perempuan dan perempuan dewasa diberikan dengan dosis 30-60 mg/hari selama
3 bulan pada daerah dengan prevalensi anemia >40%. Pemberian suplementasi
besi dengan dosis 60 mg/hari, secara intermiten (2 kali/minggu), selama 17
minggu, pada remaja perempuan ternyata terbukti dapat meningkatkan feritin
serum dan free erythrocyte protoporphyrin (FEP).
b. Thalassemia
Thalassemia merupakan penyakit kelainan darah merah yang diturunkan dari
kedua orang tua kepada anak dan keturunannya serta bukan penyakit menular.
Penyakit ini disebabkan karena berkurangnya atau tidak terbentuknya protein
pembentuk hemoglobin utama manusia yang menyebabkan eritrosit mudah pecah
dan menyebabkan pasien menjadi pucat karena kekurangan darah (anemia).
Indonesia termasuk salah satu negara dalam “sabuk talasemia” dunia yang artinya
negara dengan frekuensi gen (angka pembawa sifat) thalassemia yang tinggi.
Jumlah penderita thalassemia di Indonesia tahun 2019 yaitu 10.515.

Tiga jenis thalassemia berdasarkan gejalanya yaitu:


1) Thalassemia mayor. Umumnya diketahui sejak bayi dengan gejala tampak
pucat, lemah, lesu, sering sakit, kadang disetai perut membuncit,
membutuhkan transfusi darah terus-menerus seumur hidup setiap 2-4 minggu
sekali. Thalassemia mayor dapat hidup dengan normal jika mendapatkan
pengobatan optimal dengan transfusi darah rutin, konsumsi obat kelasi besi
teratur dan pemantauan ketat oleh Dokter. Hal ini tentu membutuhkan
dukungan penuh moral dan material dari keluarga. Jika tidak pasien dapat
mengalami banyak komplikasi, termasuk perubahan bentuk fisik tubuh,
gangguan tumbuh kembang, beban materi dan psikologis pasien beserta
keluarganya (dikucilkan, sulit mencari teman dan pekerjaan);
2) Thalassemia intermedia. Biasanya baru terdiagnosis pada anak yang lebih
besar dan tidak membutuhkan transfusi darah rutin. Thalassemia
Intermedia memiliki kadar Hemoglobin (Hb) yang lebih rendah (berkisar 8-10
g/dL), sehingga tetap memerlukan transfusi darah namun tidak rutin. Pasien
tetap dapat hidup normal. Beberapa kasus memerlukan pengobatan rutin untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut;
3) Thalassemia minor/trait/pembawa sifat. Biasanya tidak bergejala, tampak
normal, namun pada pemeriksaan darah ditemukan kadar Hb yang sedikit di
bawah kadar normal. Thalassemia minor atau pembawa sifat hidup seperti
orang normal, tidak mengalami perubahan penampilan fisik dan tidak
bergejala sama sekali. Namun individu ini memiliki risiko mempunyai anak
dengan Thalassemia jika menikah dengan sesama Thalassemia Minor.

Cara mengetahui bahwa seseorang menyandang thalassemia yaitu dari gejala


yang muncul, memiliki riwayat keluarga dengan thalassemia atau transfusi
berulang, melalui pemeriksaan darah yaitu ditemukan kadar Hb yang rendah,
kadar MCV dan MCH yang rendah, hasil analisa Hb yang abnormal, dan
pemeriksaan genetik melalui pemeriksaan DNA.
Skrining thalassemia dapat dilakukan melalui pemeriksaan darah lengkap,
tepi, dan analisa Hb yang dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti puskesmas
dan rumah sakit. Skrining thalassemia bertujuan untuk menurunkan kejadian
thalassemia di masa depan dan melahirkan generasi yang bebas thalassemia.
Penyakit thalassemia membutuhkan biaya sekitar 300-400 juta rupiah setiap
tahunnya yang meningkat seiring bertambahnya usia pasien dan komplikasi yang
dialami. Untuk melakukan cankok sumsum tulang di luar negeri menghabiskan >2
milyar untuk setiap pasien, belum termasuk derita psikologis yang dialami seumur
hidup. Skrining thalassemia sebaiknya dilakukan sebelum menikah, sehingga
dapat menghindarkan perkawinan antar sesame penderita thalassemia minor yang
dapat melahirkan anak dengan thalassemia mayor.
E. Sumber Pustaka
1. Cunningham FG, Leveno, K.J., Bloom, S. L., Dashe, J. S., Hoffman, B. L., Casey, B.
M., Spong, C. Y. 2018. William Obstetrics. Edisi ke-25. Mc-Graw-Hill Education.
2. Ye BJ, Kim BG, Jeon MJ, Kim SY, Kim HC, Jang TW, Chae HJ, Choi WJ, Ha MN,
Hong YS. Evaluation of mercury exposure level, clinical diagnosis and treatment for
mercury intoxication. Ann Occup Environ Med. 2016 Jan 22;28:5. doi:
10.1186/s40557-015-0086-8. PMID: 26807265; PMCID: PMC4724159.
3. Institute of Medicine (US) and National Research Council (US) Committee to
Reexamine IOM Pregnancy Weight Guidelines. Weight Gain During Pregnancy:
Reexamining the Guidelines. Rasmussen KM, Yaktine AL, editors. Washington
(DC): National Academies Press (US); 2009. PMID: 20669500.
4. Arora P, Tamber Aeri B. Gestational Weight Gain among Healthy Pregnant Women
from Asia in Comparison with Institute of Medicine (IOM) Guidelines-2009: A
Systematic Review. J Pregnancy. 2019 Mar 3;2019:3849596. doi:
10.1155/2019/3849596. PMID: 30941218; PMCID: PMC6421048.
5. World Health Organization. 2016. Daily Guideline Iron Suplementation in Adult
Women and Adolescent Girls.
6. P2PTM Kemenkes RI, www.p2ptm.kemkes.go.id/thalassemia/
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata
Laksana Thalasemia

F. Tugas Kelompok
Mahasiswa dibagi menjadi 6 kelompok untuk membuat makalah tentang skrining
prakonsepsi. Setiap kelompok akan mempresentasikan makalah dalam bentuk power
point presentation pada pertemuan selanjutnya yaitu Kamis, 7 Oktober 2021 masing-
masing kelompok 10 menit. Makalah dikumpulkan paling lambat pada Rabu, 6 Oktober
2021 pk. 10.00 wib melalui Ed-link dan PJMK. Format makalah yaitu A4, font times new
roman, font size 12, judul 14, makalah terdiri dari judul, kata pengantar, daftar isi, isi
materi, dan sumber pustaka. Sumber pustaka dari buku, artikel jurnal penelitian, pedoman
WHO atau Depkes dan lainnya. Tidak diperkenankan mengambil sumber pustaka dari
blog.
1. Kelompok 1 : Makalah skrining prakonsepsi tentang hepatitis
2. Kelompok 2 : Makalah skrining prakonsepsi tentang HIV/AIDS
3. Kelompok 3 : Makalah skrining prakonsepsi tentang Infeksi Menular Seksual (human
papillomavirus, herpes simplex virus)
4. Kelompok 4 : Makalah skrining prakonsepsi tentang diabetes melitus
5. Kelompok 5 : Makalah skrining prakonsepsi tentang fertilitas
6. Kelompok 6 : Makalah skrining prakonsepsi tentang gangguan psikologis

Anda mungkin juga menyukai