Anda di halaman 1dari 5

Judul : Penyuluhan Tentang KIA/KB

Identitas Peserta : Seluruh Pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kuala Tungkal I

Latar Belakang :

Pentingnya Penggunaan Alat Kontrasepsi - KB (Keluarga Berencana) adalah program pemerintah


Indonesia sejak tahun 1970. Program tersebut bertujuan untuk mengendalikan pertambahan jumlah
penduduk, membatasi angka kelahiran, dan mengatur jarak kelahiran sehingga dapat menciptakan
keluarga sehat sejahtera. Program ini juga diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu dan bayi
karena kehamilan yang tidak diinginkan ataupun jarak kelahiran yang terlalu dekat. Upaya dalam
mendukung program tersebut adalah dengan menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan
dan menjarangkan atau mengatur jarak kelahiran.

Pentingnya Penggunaan Alat Kontrasepsi

Menghindari kasus kehamilan yang tidak diinginkan

Kasus kehamilan yang tidak diinginkan sering terjadi di sekitar kita. Pada kasus kehamilan yang
tidak diinginkan kerap berujung pada tindakan aborsi yang berdampak pada kesehatan ibu. Penggunaan
alat kontrasepsi dapat menjadi solusi untuk mengatur jarak kelahiran sehingga meminimalisir terjadinya
kehamilan yang tidak diinginkan.

Membantu tumbuh kembang anak

Perencanaan kehamilan yang baik dapat membantu pertumbuhan anak. Anak akan dapat
memperoleh kasih sayang dan perhatian yang lebih banyak dari kedua orang tuanya, khususnya dalam
masa tumbuh kembangnya. Ibu juga dapat memaksimalkan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif bagi
bayinya. Hal ini tentunya akan berbeda jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki banyak anak.

Meningkatkan kualitas keluarga

Alat kontrasepsi digunakan untuk menjarangkan kehamilan atau menjaga jarak kelahiran.
Dengan demikian, penggunaan alat kontrasepsi juga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi
karena jarak kelahiran yang terlalu dekat atau terlalu sering. Selain itu, mengatur jarak atau jumlah
kelahiran diharapkan dapat meningkatkan kualitas keluarga, khususnya kehidupan perekonomian
keluarga.

International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994 di Kairo telah
merubah paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan, yang semula berorientasi kepada
penurunan fertilitas (manusia sebagai obyek) menjadi pengutamaan kesehatan reproduksi perorangan
dengan menghormati hak reproduksi setiap individu (manusia sebagai subyek). Program keluarga
berencana memiliki makna yang sangat strategis, komprehensif dan fundamental dalam mewujudkan
manusia Indonesia yang sehat dan sejahtera. UU Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan
kependudukan dan pembangunan keluarga menyebutkan bahwa keluarga berencana adalah upaya
untuk mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi,
perlindungan, dan bantuan sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang
berkualitas..Terdapat tiga indikator tambahan yang berkaitan dengan KB dalam Millenium Development
Goals (MDGs) 2015 target 5b (Akses Universal terhadap Kesehatan Reproduksi) yang diharapkan akan
memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kesehatan ibu. Indikator tersebut adalah
Contraceptive Prevalence Rate (CPR), Age Specific Fertility Rate (ASFR), dan unmet need. Target nasional
indikator tersebut pada tahun 2015 adalah CPR sebesar 65%, ASFR usia 15-19 tahun sebesar 30/1000
perempuan usia 15-19 tahun dan unmet need 5%. Dalam upaya akselerasi pembangunan
Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB), dengan memperhatikan RPJMN dan Renstra BKKBN
tahun 2010-2014, maka telah direvisi sasaran yang hendak dicapai pada tahun 2014. Sasaran yang
hendak dicapai pada tahun 2014 adalah TFR sebesar 2,36, CPR sebesar 60,1% dan unmet need sebesar
6,5%. Dalam satu dekade terakhir, keberhasilan pelayanan Keluarga Berencana di Indonesia mengalami
suatu keadaan stagnan yang ditandai dengan kurangnya perbaikan beberapa indikator KB yaitu CPR,
unmet need dan Total Fertility Rate (TFR). Tulisan ini mengkaji situasi pelayanan KB di Indonesia,
termasuk indikator-indikator tersebut, juga perbandingan dengan negara-negara ASEAN, dalam upaya
mendukung peningkatan pelayanan KB serta kesehatan ibu dan bayi.

Penguatan Pelayanan KB Pasca Persalinan Dasar penyelenggaraan pelayanan KB adalah UU RI


Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 78 tentang Keluarga Berencana yang berbunyi: (1)
Pelayanan kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi
pasangan usia subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas (2) Pemerintah
bertanggung jawab dan menjamin ketersediaan tenaga, fasilitas pelayanan, alat dan obat dalam
memberikan pelayanan keluarga berencana yang aman, bermutu dan terjangkau oleh masyarakat (3)
Ketentuan mengenai pelayanan keluarga berencana dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. KB Pasca Persalinan sebenarnya bukan hal yang baru, karena sejak 2007, melalui Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K), di dalamnya terdapat amanat persalinan
yang memuat tentang perencanaan penggunaan KB setelah bersalin. Penerapan KB pasca persalinan ini
sangat penting karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat
diprediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. Ovulasi
pertama pada wanita tidak menyusui dapat terjadi pada 34 hari pasca persalinan, bahkan dapat terjadi
lebih awal. Hal ini menyebabkan pada masa menyusui, seringkali wanita mengalami kehamilan yang
tidak diinginkan (KTD/unwanted pregnancy) pada interval yang dekat dengan kehamilan sebelumnya.
Kontrasepsi seharusnya sudah digunakan sebelum aktifitas seksual dimulai. Oleh karena itu sangat
strategis untuk memulai kontrasepsi seawal mungkin setelah persalinan. Pelayanan KB pasca persalinan
merupakan strategi yang penting dari kesehatan masyarakat dengan keuntungan yang signifikan
terhadap ibu dan bayinya. Idealnya pemilihan kontrasepsi pasca persalinan, telah diperkenalkan pada
saat kehamilan agar tidak terlambat untuk mendapatkannya karena pada umumnya wanita mulai
menggunakan kontrasepsi pada minggu keenam pasca persalinan. Pelayanan KB Pasca Persalinan
merupakan salah satu program strategis untuk menurunkan kehamilan yang tidak diinginkan.
Seorang ibu yang baru melahirkan bayi biasanya lebih mudah untuk diajak menggunakan kontrasepsi,
sehingga waktu setelah melahirkan adalah waktu yang paling tepat untuk mengajak seorang ibu
menggunakan kontrasepsi. Tujuan pelayanan KB Pasca Persalinan adalah untuk mengatur jarak
kehamilan/kelahiran, dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga setiap keluarga dapat
merencanakan kehamilan yang aman dan sehat. Pelayanan KB pasca persalinan dimulai dengan
pemberian informasi dan konseling yang sudah dimulai sejak masa kehamilan. Tenaga kesehatan
sebagai pemberi pelayanan memegang peranan penting dalam memberikan informasi dan konseling KB
pasca persalinan kepada calon peserta KB. KB Pasca Persalinan dilaksanakan pada periode menyusui.
Rekomendasi Hasil Kajian Health Technology Assesment(HTA) Indonesia, tahun 2009, tentang KB pada
Periode Menyusui adalah sebagai berikut:

Wanita pada periode menyusui direkomendasikan untuk menggunakan kontrasepsi KB sebelum


terjadi ovulasi pertama kali sekitar 155 ± 45 hari.

Bahwa Pemberian ASI Eksklusif menunda terjadinya ovulasi.

Metode kontrasepsi progestin tidak mengganggu volume dan kandungan nutrisi Air Susu Ibu.

Kontrasepsi pil progestin (progestin-only minipills) dapat mulai diberikan dalam 6 minggu
pertama pasca persalinan.

Namun, bagi wanita yang mengalami keterbatasan akses terhadap pelayanan kesehatan, minipil
dapat segera digunakan dalam beberapa hari (setelah 3 hari) pasca persalinan.

Kontrasepsi suntikan progestin/ Depo Medroxy Progesteron Acetat (DMPA) pada minggu
pertama (7 hari) atau minggu keenam (42 hari) pasca persalinan terbukti tidak menimbulkan
efek negatif terhadap menyusui maupun perkembangan bayi.

Penggunaan DMPA jangka panjang (> 2 tahun) terbukti menurunkan densitas mineral tulang
sebesar 5-10% pertahun. Namun, WHO merekomendasikan tidak adanya pembatasan lama
penggunaan DMPA bagi wanita usia 18-45 tahun. Tidak terdapat hubungan antara durasi
penggunaan DMPA dengan peningkatan risiko kanker payudara.

Kontrasepsi implan merupakan pilihan bagi wanita menyusui dan aman digunakan selama masa
laktasi, minimal 4 minggu pasca persalinan.

AKDR pasca plasenta aman dan efektif, tetapi tingkat ekspulsinya lebih tinggi dibandingkan
ekspulsi ≥ 4 minggu pasca persalinan. Ekspulsi dapat diturunkan dengan cara melakukan insersi
AKDR dalam 10 menit setelah ekspulsi plasenta, memastikan insersi mencapai fundus uterus,
dan dikerjakan oleh tenaga medis dan paramedis yang terlatih dan berpengalaman.

Jika 48 jam pasca persalinan telah lewat, insersi AKDR ditunda sampai 4 minggu atau lebih pasca
persalinan AKDR 4 minggu pasca persalinan aman dengan menggunakan AKDR copper T,
sedangkan jenis non copper memerlukan penundaan sampai 6 minggu pasca persalinan.
Penggunaan kontrasepsi kombinasi oral dalam 6 bulan pasca persalinan dapat menurunkan
volume ASI pada wanita menyusui.

Pada negara-negara dengan keterbatasan akses terhadap kontrasepsi, MAL dapat


direkomendasikan untuk digunakan. Metode Amenore Laktasi (MAL) efektif mencegah
kehamilan pada wanita menyusui pasca persalinan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
amenorea, pemberian ASI eksklusif, proteksi terbatas pada 6 bulan pertama. MAL dapat
dipertimbangkan penggunaannya pada daerah dengan keterbatasan akses terhadap
kontrasepsi.

Mengacu pada rekomendasi HTA tersebut, semua metode baik hormonal maupun non hormonal dapat
digunakan sebagai metode dalam pelayanan KB Pasca Persalinan. Metode tersebut meliputi: a. Non
hormonal1. Metode Amenore Laktasi (MAL). 2. Kondom.3. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).4.
Abstinensia (Kalender).5. Kontrasepsi Mantap (Tubektomi dan Vasektomi).

b. Hormonal1. Progestin: pil, injeksi dan implan.

2. Kombinasi: pil dan injeksi.

Penguatan Konseling KB Pasca Persalinan Konseling adalah proses pertukaran informasi dan
interaksi positif antara klien-petugas untuk membantu klien mengenali kebutuhannya, memilih solusi
terbaik dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Proses
konseling yang baik mempunyai empat unsur kegiatan: 1) pembinaan hubungan yang baik, 2) penggalian
dan pemberian informasi 3) pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan perencanaan dan 4)
menindaklanjuti pertemuan. Dalam pelayanan KB pasca persalinan, sebelum mendapatkan pelayanan
kontrasepsi, klien dan pasangannya harus mendapat informasi dari petugas kesehatan secara lengkap,
jelas dan benar agar dapat menentukan pilihannya dengan tepat. Pelayanan KB pasca persalinan akan
berjalan dengan baik bila didahului dengan konseling yang baik, dimana klien berada dalam kondisi yang
sehat, sadar, dan tidak di bawah tekanan ataupun tidak dalam keadaan kesakitan. Konseling pelayanan
KB pasca persalinan dapat menggunakan media lembar balik Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)
ber-KB. Konseling KB pasca persalinan ini dapat dilaksanakan pada waktu pemeriksaan kehamilan, saat
mengisi amanat persalinan dalam P4K dan saat mengikuti kelas ibu hamil, selama proses persalinan,
pasca persalinan, dan sebelum/sesudah pelayanan kontrasepsi. Setelah dilakukan konseling pada klien
dan sudah ditentukan metode kontrasepsi yang dipilih, klien memberikan persetujuannya berupa tanda
tangan pada lembar persetujuan tindakan medis (informed consent) untuk metode KB AKDR, implan
serta kontrasepsi mantap (tubektomi dan vasektomi)

Kegiatan : Penyuluhan Tentang KIA/KB

Tujuan : untuk menambah pengetahuan masyarakat akan penggunaan KB dan pemilihan KB


yang tepat sesuai kebutuhan

Peserta : Seluruh Pasien yang datang berobat ke Puskesmas Kuala Tungkal I


Waktu : Jumat, 19 Agustus 2022

Pukul : 08.30 - 12.00 WIB

Lokasi : Di Puskesmas Kuala Tungkal I

Metode : Setiap pasien yang datang dan periksa di poli KIA di Puskesmas Tungkal 1 akan diberikan
edukasi tentang KIA/KB

Anda mungkin juga menyukai