Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/325319400

PERAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN DI


PROVINSI RIAU

Article · May 2018

CITATIONS READS

0 2,167

1 author:

Sarni Sarni
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
1 PUBLICATION 0 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Sarni Sarni on 23 May 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EKOLOGI PEMERINTAHAN
PERAN PEMERINTAH DALAM PENANGGULANGAN KEBAKARAN HUTAN
DI PROVINSI RIAU

Oleh
SARNI
(20150520136)
Sarni.2015@fisipol.umy.ac.id
sarnipanggabean@yahoo.co.id

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki ribuan pulau kecil dan pulau
pulu besar yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para penanam saham untuk
mengelolanya di negara kesatuan Republik Indonesia ini. Sebgaia negara kepuaun
yang besar pastinya Indonesia sendiri tidak luput dari permasalahn permasalahn yang
kompleks yang biasanya dihadapi oleh beberapa negara berkembang. Mulai dari
ketahan, infrastruktur, kestabilitan politik dan ekonomi, hal hal tersebut tidak lepas
dari Indonesia yang sarat akan problematika permasalahn yang sudah menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat maupun pemerintah swasta dan pastinya organisasi
tekait atau masyarakat.
Seperti yang sudah saya sudah sebutkan diatas terdapat beberapa permasalahan
yang kompleks yang biasanya dihadapi oleh beberapa negara berkembang. Namun
indonesia sedikit berbeda dalam “memiliki” permasalahan nya dalam kejadian yang
harus dihadapi negara berkembang. Terdapat permasalahan “tahunan” yang biasana
melanda indonesia dalam beberapa dekade ini, yaitu adalahh kebakaran hutan. Sudah
menjadi rahasia umum kalau Indonesia adalah negara yang sering menghadapi
kebarakan hutan, khusus nya didaerah sumatera dan kalimantan yang notabene kedua
pulau besar tersebut memiliki tekstur tanah gambut yang cocock untuk bertanam. Hal
tersebutlah yang menajdikan kedua pulau tersebut menjadi “penyumbang” asap untuk
provinsi tetangganya bahkan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Kebakaran hutang yang terjadi bukanlah tanpa sebab hal tersebut dikarenakan
adanya pembakaran hutan yang dilakukan secara ilegal oleh oknum oknum perusahan
yang tidak memiliki wewenang ataupun surat resmi untuk membuka lahan atau
proyek yang hendak dilakukan, dan lahan yang dibakar pun bukan main main, untuk
pulau sumatera saja ribuan hektar lahan dibakar untuk membuka lahan baru yang
tidak memikirkan dampak nantinya yang akan ditimbulkan kemudian hari (Cahyono,
Wasito, Andayani, & Darwanto, 2015)
Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho “Ancaman kebakaran
hutan dan lahan semakin hari semakin meningkat dan semakin sering pada saat masa
kemarau” hal tersebut sudah membuktikan apakah ada penanggulan pemerintah
terkait yaini pemerintah daerah selaku pelaksana pemerintahan derah yang mengalami
kebakaran hutan ini maupun pemerintah pusat karena hal ini sudah menjadi isu
nasional yang setiap tahunnya terus bergulir dan menjadi isu nasional bahkan
Internasional karena negara negara tetangga seperti Malayasia maupun Singapura
bahkan Australia mengangkat pembetritaan tentang kebakaran hutan ini
Menurutt Sutopo sendiri selaku kepala pusat BNPB mengatakan bahwa
penetapan siaga darurat ini untukmemudahkan pengarahan sumber daya dan
koordinasi dalam penanggulangan kebakaran. Sutopo mengatakan masih ada
beberapa daerah di indonesia yang menjadi langganan kebakaran hutan maupun lahan
diantaranya adalah seperti. Riau, kalimantan tengah, kalimantan timur, dan papua
(Ministry of Forestry, 2010)
Karena ruang lingkup pembahasan yang sangat luas mengenai kebakaran hutan
ini maka disini saya selaku penulis akan hanya berfokus pada penanggulan atau cara
penanggulangan pemerintah dalam kebakaran hutan di provinsi Riau saja, hal tersebut
dilakukan agar adanya fokus pembahasan dan penulisan yang dilakukan menjadi
terperinci dan mudah.
Mengutip dari buku ekologi pemerintahan yang berjudul “Tata Kelola dan
Kelembaman Birokrasi dalam Menangani Kebakaran Hutan, Pengelolaan Sawit Serta
Peranan Elit Lokal” bahwa Peranan industri sawit dalam perekonomian nasional dan
dalam perekonomian provinsi Riau sangatlah signifikan. Dimana, sejak tahun 2009
sawit telah mampu menjadi primadona penyumbang pertumbuhan ekspor yang luar
biasa menggantikan komoditas migas. Dalam catatan GAPKI, selama setahun, di
tahun 2013 misalkan, Sawit mampu menyumbangkan hampir 6,5 juta dolar terhadap
pertumbuhan nilai ekspor, padahal dari tahun 1990-2000 sawit sama sekali tidak
pernah menyumbangkan nilai ekspor.Akan tetapi keadaannya berbalik sejak tahun
2009, dimana sawit meningkat menjadi penyumbang pangsa terbesar dalam ekspor
Provinsi Riau yang mencapai 30–40% dari total keseluruhan pangsa ekspor yang ada.
Hal itu dimulai, sejak tahun 2005 dimana presentasenya mengalami peningkatan
signifikan yang mengalahkan sumbangan sektor non migas. Dan puncaknya, di tahun
2008, pertumbuhan ekspor kelapa sawit mampu menggeser sektor migas yang disaat
bersamaan sektor tersebut mengalami penurunan (Purnomo, E. P., Nurmandi, A.,
Sulaksono, T., Hidayati, M., Ramdani, R., 2016) Hal tersebut membuktikan bahwa
peranan perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit menjadi sektor penyumbang
pendapatan daerah maupun nasional yang sangat besar dan strategis, dan tidak heran
jika Provinsi Riau sendiri memiliki Program khusus akan pengembangan perkebunan
lahan sawitnya (Hidayat, 2006)
Provinsi Riau termasuk penyumbang emisi CO2 terbesar di Indonesia.
Penyumbang emisi terbesar di Provinsi Riau adalah dari kebakaran hutan dan lahan
gambut. Salah satu strategi yang dilaksanakan dalam Rencana Aksi Provinsi Riau
yang tertuang dalam Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Provinsi
(SRAP)-Implementasi REDD+ untuk Riau adalah pemberdayaan masyarakat melalui
pendidikan dan pembelajaran untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya
pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan. Strategi ini dirumuskan melalui
program Kuliah Kerja Nyata (KUKERTA) Tematik yang memiliki komitmen dan
secara sistematis mengembangkan program untuk menginternalisasikan nilai
lingkungan ke dalam seluruh program KUKERTA. Lokasi KUKERTA Tematik
Universitas Riau tahun 2014 ini di Kabupaten Bengkalis dengan jumlah mahasiswa
sekitar 156 orang dengan rentang waktu bulan Juli 2014 sampai dengan September
2014. Melalui kegiatan ini, mahasiswa KUKERTA bersama masyarakat dan
pemerintah setempat melaksanakan kegiatan penanganan pasca kebakaran melalui
sosialiasi langsung dan penanaman pohon asli hutan rawa gambut.(Suwondono, 2017)
Hal ini juga salah satu peranan sebuah organisasi masyarakat atau kumpulan
masyarakat yang bertanggung jawab atau merasa memiliki tanggung jawab untuk
menjaga dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang ada di provinsi Riau ini,
hal yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Riau ini patut diacungi jempol, sebab
sudah menjadi tanggung jawab semua elemen untuk menjaga kelestarian hutan
daerahnya dan menanggulangi penyakit tahunan provinsi nya yang membawa citra
dan nampak negatif dimata nasional bahkan internasional.
Salah satu keseriusan pemerintah terkait dalam dalam penanggulangan kebakaran
hutan ini adalah dengan cara membentuk satgas REDD+ Provinsi Riau ini, seperti
yang sudah saya sebutkan diatas penyususnan dokumen Strategi dan Rencana Aksi
Provinsi Riau (SRAP)-Implementasi REDD+ untuk provinsi riau (Akbar, 2008)
Salah satu stategi yang dilaksanakan adalah pemberdayaan masyarakat
masyarakat melalui pendidikan dan pembelajaran untuk menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya pengelolaan hutan dan lahan yang berkelanjutan, yang mana hal ini
salah satu faktor yang penting untuk menanggulangi kebakaran, sebab masyarakat
sekitarcenderung kurang memahami akibat yang ditimbulkan dari penebangan
maupun pembakaran hutan secara ilegal ini, sudah sangat dibutuhkan edukasi kepada
para pemilik lahan di kabupaten kabupaten yang sering menjadi langganan atau titik
pusat dari kebakara lahan yang terjadi di provinsi Riau ini.

Riau sendiri adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di bagian tengah
pulau sumatera. Provinsi ini terletak di bagian tengah pantai timur sumatera, yang
mana terletak disepanjang pesisis selat malaka.luas wilayah provinsi Riau sendiri
adalah 87.023.66 km2 yang membentang dari lereng bukit barisan sampai selat
malaka. Provinsi Riau memiliki sumber daya alam yang sangat lengkap seperti
minyak bumi, gas, serta emas, dan hasil hutan dan perkebunan Seiring dengan
diberlakukannya otonomi daerah, secara bertahap sudah mulai dilakukan sistem bagi
hasil atau perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.jumlah
penduduk provinsi riau sendiri berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi
Riau tahun 2010 sebesar 5.543.031 jiwa.
Sampai tahun 2004 provinsi ini meliputi kepulauan riau, sekelompok besar
pulau pulau kecil. Pulau utamanya sendiri seperti Batam, pulau Bintan. Yang terletak
di sebalah timur. Riau sendiri merupakan salah satu provinsi terkaya di Indonesia,
yang mana sumber dayanya didominasi seperti sumber daya alam, seperti minyak
bumi, gas alam, karet, kelapa sawit, dan perkebunan serat. Namun provinsi Riau tidak
terlepas dari sejumlah permasalahn seperti penebangan hutan ilegal yang sangat besar,
yang mana hal tersebut sudah mengurangi luas hutan di Riau secara signifikan, dari
78% pada 1982 menjadi hanya 33% pada tahun 2005. Rata rata 160.000 hektar hutan
habis ditebang setiap tahun, meninggalkan 22%, atau 2,45 juta hektar pada tahun
2009. Hal hal tersebut dilakukan pihak yang tidak bertanggung jawab dengan alasan
atau tujuan pembukaan kebun kebun kelapa sawit dan produksi kertas yang telah
menjadikan Riau sebagai penghasil asap yang cukup besar bagi provinsi tetangganya
bahkan negara tetangga seperti singapura dan Malaysia (Ministry of Forestry, 2010)
Perkebunan menjadi sangat berkembang di provinsi riau ini teruta perkebunan
kelapa sawit dan karet baik yang dikelola swasta maupun negara, luas perkebunan
kelapa sawit sendiri untuk provinsi Riau adalah seluas 1,34 juta hektar, dan terdapat
sekitar 116 pabrik pengelolaan kelapa sawit (PKS) yang beroperasi dengan produksi
coconut palm oil (CPO) 3.386.800 ton pertahun. Di provinsi riau ini juga terdapat
beberapa perusahan berskala internasional yang bergerak di bidang minyak bumi dan
gas serta pengelolaan hasil hutan dan sawit, diantaranya perusahaan Chevron Pacific
Indonesia anak perusahaan Chevron Corpuration, PT. Indah Kiat Pulp & Paper Tbk,
dan PT Riau Andalan Pulp & Paper. Sedangkan hasilpertambangan Riau sendiri
adalah minyak bumi, gas, dan batu bara.
Dari tahun ketahun luas perkebunan sawit di provinsi Riau mengalami
peningkatan yang sangat signifikan hal tersebut didukung dari data yang saya kutip
dari buku Ekologi Pemerintahan yang berjudul “tata kelola dan kelembaman birokrasi
dalam menangani kebakaran hutan, pengelolaan sawit serta peranan elit lokal”

Dalam diagram tersebut menunjukkan pertumbuhan Luas perkebunan kelapa


sawit diprovinsi Riau dari tahun 1995-2015 menurut buku ekologi ini pula data
tersebut menunjukkan mayoritas perkebunan sawit di provinsi riau dimiliki
Perkebunan Rakyat (PR) disusul Perkebunan Besar Swasta (PBS) dan yang terakhir
adalah Perkebunan Besar Negara (PBN). Data data diatas yang saya sajikan
menunjukkan bahwa peminatakn akan pembukaan lahan baru untuk dialih fungsikan
menjadi perkebunan sangatlah besar. Terlepas dari peminatan akan lahan yang tinggi,
yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana para “pemilik” lahan yang bersangkutan
mengelola lahannya untuk membuka perkebunan kelapa sawit maupun perkebunan
lainnya seperti karet apakah dengan cara penebangan liar ataupun penebangan yang
sudah memiliki izin dari pemerintah terkait yang mana seperti kita ketahui bahwa
penebangan hutan memakan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit
berbanding terbalik dengan pembukaan lahan menggunakan metode pembakaran
hutan atau lahan yang memakan waktu singkat dan biaya yang sedikit namun
melanggar peraturan daerah yang terkait bahkan peraturan nasional akan penggunaan
kehutanan dan lahan.
Dengan melihat luasnya peluang perkebunan di provinsi Riau maka dari itu
Pemerintah provinsi Riau mendukung dengan program pemeritah daerah provinsi
Riau yaitu “Pengembangan kelapa sawit sejuta hektar” serta “replanting karet” .
Dilihat dari penjelasan diatas bahwa pemerintah provinsi riau memang
mengutamakan perkebunan maupun penanaman lahan dalam memajukan ekonomi
daerahnya, namun apakah pemerintah terkait sudah memiliki strategi khusus untuk
menangulani kebakaran hutan ataupun pembebasan lahan yang dilakukan oleh pihak
ketiga yaini perusahan perusahan swasta, apakah pemerintah provinsi Riau memiliki
regulasi mengenai pembukaan lahan untuk perkebunan yang kan dikelola oleh pihak
ketiga atau perusahan yang terkait. Hal hal tersubut yang akan saya coba jabarkan
dalam essay saya ini menggunakan beberapa rujukan atau referensi dari beberapa
penelitian terdahulu maupun hasil riset ataupun dari beberapa sumber yang relevan
yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga dalam penulisan essay ini memili
landasan yang dapat dipertanggung jawabkan.
Mengacu dalam penanggulangan kebakaran hutan dalam lingkup nasional BNPB
sendiri telah mengarahkan 12 helikopter water bombing dan 2 pesawat hujan buatan
untuk ketiga provinsi yang sering mengalami kebakaran hutan maupun lahan tersebut.
Enam helikopter water bombing ditempatkan di Riau, 4 heli di pekanbaru dan 2 heli
di Dumai. Lalu 6 lainnya yang dioperasikan di riau adalah jenis sikorsky, MI-171,
MI8 MTV-1, MI-172 dan Bolkow yang memiliki kapasitas 600-800 liter. (
https://bnpb.go.id/) . Hal tersebut dilakukan BNPB karena provinsi riau adalah
provinsi yang selalu memiliki dampak atau jumlah kebakaran hutan dan lahannya
sangat luas dan akan menimbulkan asap yang sangat mengganggu bagi provinsi nya
sendiri atau provinsi tetangga yang ada disekitarnya bahkan negara tetangga seperti
malaysia dan singapura yang selalu melayangkan keluhannya kepada pemerintah
pusat. Maka dari itu pemerintah pusat merespon dengan menempatkan helikopter
water bombing yang lumayan banyak di provinsi riau ini melalui BNPB selaku
instansi terkait dalam hal ini.
Apakah hal yang dilakukan pemerintah pusat tersebut sudah efektif dalam
menanggulangi kebakaran hutan atau lahan diprovinsi riau ini ? Apakah pemerintah
daerah provinsi riau tidak melakukan tindakan dalam penanggulangan kebakaran
hutan dan lahan ini ?. Pemerintah provinsi riau sendiri sudah mengambil sikap dalam
menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di provinsinya ini, hal tersebut terbukti
dari Peraturan daerah yang dibuat untuk menanggulangi atau pencegahan dan
pengendalian kebakaran hutan lahan dalam perda no 2 tahun 2016, yang mana
didalam perda no 2 tahun 2016 itu sendiri memuat poin poin penting untuk
melakukan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan seperti yang
tertuang dalam bab 3 pasal 5 perda ini yang bebunyi “setiap orang dan atau badan
hukum dilarang membuka hutan dan lahan dengan cara membakar” apakah poin
tersebut mampu menjadi landasan pemerintah provinsi untuk mencegah kebakaran
hutan dan lahan diprovinsi riau itu sendiri ? Saya rasa sebagai penulis essay ini belum
efektif karena menurut data yang saya dapat masih terjadi kebakaran hutan yang
sangat luas dan lahan yang terjadi diprovinsi riau ini. Menurut data dari BNPB pada
tahun 2013 sendiri provinsi riau memiliki Jumlah titik api sebanyak 264 titik - Jarak
Pandang mencapai 1 s/d 1,5 M. Kronologis: - kebakaran hutan belum dapat dipastikan
penyebabnya. Upaya: - Pemantauan terus dilakukan. - Water bombing 84 kali oleh
Helikopter Bolco dan 26 kali oleh Helikopter Sikorsky, 2.407 sorti, 91 liter, total
8.424,50 liter. - Hujan buatan dari TMC BPPT. - Pihak BKSDA Manggala Agni
melakukan pemadaman titik api. - Dilakukan Sorti penerbangan dengan pesawat Casa
A-9031 pada jam 14.51 - 16.34 WIB. Penyemaian awan dilakukan didaerah Meranti
dan Siak pada ketinggian 6.200 - 7.600 feet dengan bahan semai yang terpakai
sebanyak 1.000 kg. Puncak awan berkisar antara 7.000 feet. - Pengoperasian Ground
Particulate Generator (GPG) : Pengoperasian GPG mulai jam 10.00 WIB sampai saat
ini masih berlangsung, total larutan yang terpakai 120 liter. Operasi Satgas Darat : -
Data Patroli Satgas Darat Penanggulangan asap dan Pemadaman Titik Api : 136 titik
oleh TNI-AD, 5 titik oleh Pemda dan 64 titik oleh Masyarakat. Bantuan Logistik : -
Selimut : 25 lembar. - Masker : 25.500 pcs - Tenda : 25 buah - Perlengkapan Dapur ;
300 set - Matras : 25 lembar - Kantong mayat : 100 buah - Family Kit : 150 set - Paket
Tambahan : 100 paket - Paket Kesehatan : 100 paket - Kidsware : 50 set - Paket
Sandang:50paket.
(https://geospasial.bnpb.go.id/pantauanbencana/data/datakbhutanall.php)
Sedangkan dari data yang ada di dalam buku Ekologi Pemerintahan ini yang
secara tidak langsung menjadi salah satu pedoman saya dalam menulis essay ini
mengatakan bahwa “berdasarkan statistik yang dikeluarkan oleh BNPB dan Sipongi,
titik api di Provinsi Riau sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 terus
mengalami peningkatan. Di tahun 2010 hanya terdapat 1812 titik, akan tetapi secara
signifikan melonjak mencapai 3336 titik di tahun 2011. Dan puncaknya di tahun 2014
dan 2015 yang mencapai lebih dari 6000 titik”. Dari data tersebut dapat kita
simpulkan bahwa penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di provinsi
riau ini belum seluruhnya efektif karena tiap tahunnya terdapat titik api baru yang
menambah kebakaran hutan dan lahan di provinsi ini menjadi lebih besar dan
membawa dampak yang sangat buruk.

Diagram diatas menunjukkan titik panas di provinsi Riau dari tahun 2010-2015
mengalami peningkatan dibeberapa titik langganan yang sering terjadi kebakaran
hutan dan lahan seperti didaerah begngkalis, siak, pelaiawan, dumai, dan pekanbaru,
dan BNPB masih menemukan titik api baru dibeberapa daerah di provinsi riau yang
mana penanggulangan cepat akan hal ini sangat perlu untuk dilakukan. Menurut data
konkrit sendiri yang saya ambil dari buku Ekologi Pemerintahan yang berjudul “tata
kelola dan kelembaman birokrasi dakam menangani kebakaran hutan, pengelolaan
kelapa sawit serta peranan elit lokal” ini mengatakan bahwa “Fakta-fakta ini tentunya
sangat menarik, dimana titik api terbesar di tahun 2014 dan 2015 terdapat di
Kabupaten Bengkalis (1943 dan 6226), Kabupaten Pelalawan dengan 1131 dan 744
titik dan Kabupaten Indragiri Hilir dengan 735 dan 150 titik. Padahal ketiga
kabupaten ini bukan merupakan kabupaten terluas yang memiliki lahan sawit. Dimana
Kabupaten Pelalawan hanya memiliki luas lahan sawit seluas 306877 (Ha) dengan
jumlah perusahaan yang terdapat sebanyak 26 perusahaan. Lebih menarik lagi adalah
Kabupaten Bengkalis, yang hanya memiliki 6 perusahaan dengan total perkebunan
sawit seluas 198.947 Ha jauh dibandingkan dengan Rokan Hulu yang mencapai lebih
dari 400.000 Ha. Begitupun dengan Kabupaten Indragiri Hilir yang hanya terdapat 6
perusahaan dengan luas lahan sawit sekitar 200.000 Ha” (Syahza, 2002)
Dari data BNP tersebut dapat dilihat bawha kebakaran hutan yang terjadi
diprovinsi riau bukan lah hal kecil yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah
provinsi sendiri namun perlu adanya bantuan dari pemerintah pusat untuk melakukan
tindakan tindakan yang cepat dan tepat agar penanggulangan yang dilakuak berjalan
dengan baik dan sesuai. Selain itu dampak lain dari kebaran hutan yang ditimbulkan
adalah munculnya penyakit penyakit pernapasan yang menyerang warga yang terkena
dampak langsung dari kebakaran hutan maupun lahan ini. Penderita ISPA di provinsi
Riau meningkat menjadi 15.346 jiwa, Pneumonia 943 jiwa, Asma 974 jiwa, iritasi
mata 888 jiwa, iritasi kuli 988 jiwa data tersebut terhitung pada kebakaran hutan dan
lahan diprovinsi riau pada tahun 2013 (Awaluddin, 2016)
Bagaimana kah birokrasi hutan pada saat terjadi kebakaran hutan maupun lahan ?
Mengutip dari buku Ekologi Pemerintahan yang berjudul Tata kelola dan
kelembaman birokrasi dalam menangani kebakaran hutan, pengelolaan sawit, serta
peranan elit lokal
”Di dalam setiap terjadinya bencana dan kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh kebakaran hutan, kerjasama antara pemerintah dengan
sektor privat dalam pola crosssector governance sangatlah diperlukan
sebagai upaya untuk memadamkan api dan memberikan pertolongan
terhadap korban. Secara teoritis, hal itu dinamakan dengan cross-sector
colaboration, yang memiliki pengertian sebagai kerjasama terpadu
antara pemerintah, sektor business, lembaga-lembaga non-profit,
lembaga-lembaga philantopi, dan komunitas masyarakat atau masyarakat
secara umum”(Purnomo, E. P., Nurmandi, A., Sulaksono, T., Hidayati,
M., Ramdani, R., 2016).
Kerjasama antara berbagai sektor ini meniscayakan bagaimana setiap organisasi
bisa bersama-sama menyelesaikan masalahpublik, seperti saat terjadinya kebakaran
hutan (Bryson et al.,2006, Halkier, 2006). Maksudnya adalah kesiap tanggapan stake
holder terkait maupun sektor privat dalam lingkup ini berarti pemilik perusahan
perusahaan yang membuka lahan perkebunan dengan cara membakar tersebut sudah
seharusnya saling bantu membantu dalam menyelesaikan masalah yang lumayan
besar ini. Seperti yang sudah saya sebutkan diatas bahwa isu ini sudah menjadi isu
nasional yang mana stake holder yang terkait untuk menanggulangi kejian ini bukan
hanya pemerintah daerah yakni pemprov jambi melainkan juga menjadi tanggung
jawab pemerintah Nasional dan juga pastinya para pihak ketiga atau sektor sektor
privat yang memiliki peranan sangat penting untuk mengurangi bahkan
menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (Meiwanda, 2016)
Bagaimana pun untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang ada di
provinsi jambi ini harus melibatkan lapisan pemerintahan dan pihak ketiga dalam hal
ini perusahan perusahan nasional dan multinasional yang ada diprovinsi riau ini agar
terwujudnya kestabilan dan kekonsistenan dalam penerapan hukum yang berlaku bagi
pelanggar hukum yang menebang hutan dan membuka lahan atau hutan dengan cara
yang ilegal seperti yang sudah saya sebutkan berulang kali diatas (pembakaran hutan
atau lahan). Keberhasilan dalam penanggulangan kebakaran hutan dan lahan ini harus
dimulai dari hukum yang tegas dan regulagi hukum yang jelas juga agar menimbulkan
efek jera bagi pelaku. Menurut buku ekologi pemerintahan yang saya kutip dalam
menyelesaikan sebuah masalah maka harus ada suatu kerja sama antara berbagai
pihak, yang dimulai dariperencanaan yang baik serta sistem monitoring yang efektif.
(Purnomo, E. P., Nurmandi, A., Sulaksono, T., Hidayati, M., Ramdani, R., 2016).
Penggalan kalimat dari salah satu penulis buku tersebut juga menggambarkan akan
hal yang saya sebutkan diatas, bagaimana dalam menuntaskan kebakaran hutan dan
lahan di riau harus ada aturan hukum yang sangat jelas untuk mengikat para pelaku,
dan selain itu juga harus diadakan monitoring agar tercapainya suatu hal yang hendak
dicapai dalam hal ini pencegahan atau penanggulan kebakaran hutan dan lahan di
Provinsi Riau (Qodriyatun, 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A. (2008). Community based fire management as an effort to solve the REDD
risk. Tekno Forest Plantation, 1(1), 11–22 (in Indonesian with English Abstract).
Awaluddin. (2016). Keluhan Kesehatan Masyarakat Akibat Kabut Asap Kebakaran
Hutan Dan Lahan Di Kota Pekanbaru . Journal Endurance, 1(1), 37–46.
https://doi.org/10.22216/jen.v1i1.1079
Cahyono, s. andy, Wasito, sofyan p, Andayani, W., & Darwanto, dwidjono h.
(2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan di indonesia dan
implikasi kebijakannya. Jurnal Sylva Lestari, 3(1), 103–112.
Hidayat, D. (2006). Analisis Peranan Perkebunan Kelapa Sawit Di Provinsi Riau
Dalam Era Otonomi Daerah, 1–122.
Meiwanda, G. (2016). Kapabilitas Pemerintah Daerah Provinsi Riau: Hambatan dan
Tantangan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan. JSP (Jurnal Ilmu Sosial
Dan Ilmu Politik), 19(3), 251–263. https://doi.org/10.22146/JSP.15686
Ministry of Forestry. (2010). Statistik Kehutanan Indonesia Tahun 2009.
Purnomo, E. P., Nurmandi, A., Sulaksono, T., Hidayati, M., Ramdani, R., & A.
(2016). Ekologi Pemerintahan: Tata Kelola Dan Kelembaman Birokrasi Dalam
Menangani Kebakaran Hutan, Pengelolaan Sawit, Serta Peranan Elit Lokal.
Qodriyatun, S. N. (2014). Kebijakan penanganan kebakaran hutan dan lahan, VI(06),
9–12.
Suwondono, moh yunus. (2017). Seminar Nasional, 5(September), 663375.
Syahza, A. (2002). Potensi pembangunan industri hilir kelapa sawit di daerah Riau.
Jurnal Usahawan Indonesia, 29. Retrieved from
http://almasdi.staff.unri.ac.id/files/2012/06/POTENSI_PEMBANGUNAN_IND
USTRI_HILIR_KELAPA_SAWIT.pdf
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai