HUBUNGAN INDUSTRIAL
Berbedaan pendapat atau bahkan perselisihan terkadang tidak dapat
dihindari oleh pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh. Bahkan, jika tidak ditangani dan diantisipasi
dengan baik sedini mungkin dapat memicu aksi mogok kerja (strike)
dan penutupan perusahaan (lock out).
Adapun potensi perselisihan hubungan industrial yang kerap muncul
dalam perusahaan, antara lain, akan dijelaskan satu demi satu
berikut ini.
"Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai
dasar per- hitungan besaran luran Jaminan Kesehatan bagi Peserta
Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16C dan
pegawai pemerintah non-pegawai negeri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16B ayat (1) sebesar 2 (dua) kali Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin dengan 1 (satu) anak.“
2. Sebesar 5% (lima persen) dari gaji atau upah per bulan berlaku
mulai tanggal 1 Juli 2015:
a. 4% (empat persen) dibayar oleh Pemberi Kerja (Perusahaan);
dan
b. 1% (satu persen) dibayar oleh peserta (Karyawan).
D. PHK dan Pembayaran Hak-Hak PHK
Praktik PHK yang penuh rekayasa dan bertentangan dengan rasa
keadilan dan hukum kerap terjadi terutama di beberapa perusahaan kecil
menengah, tetapi bisa juga terjadi di perusahaan skala besar. Akibatnya,
praktik ter- sebut memicu perselisihan hubungan industrial, bentuknya
seperti:
Kondisi demikian sering terjadi, yang biasanya juga dipicu dari benih-
benih kebencian atau ketidaksukaan satu sama lain. Apalagi jika
pekerja/buruh yang bersangkutan itu suka "bikin" masalah (trouble
maker) dalam lingkungan perusahaan.
3. Rekayasa PHK terhadap aktivis atau serikat pekerja/serikat
buruh
Terjadinya masalah dengan aktivis atau serikat pekerja/serikat buruh
dapat memicu PHK, yang dilakukan dengan rekayasa dan cenderung
tidak mematuhi rambu-rambu hukum. Kondisi ini kerap terjadi di
perusahaan, baik perusahaan kecil menengah maupun perusahaan besar
sebagai akibat sikap dan tindakan aktivis atau serikat pekerja/ serikat
buruh yang tidak profesional. Dampak lanjutannya permasalah- an
tersebut bisa mendorong perselisihan hubungan industrial.
Penyebabnya beragam, antara lain:
1. Akibat "ulah nakal" para aktivis atau serikat pekerja/serikat buruh;
2. Ketidaktahuan dan ketidakpahaman para aktivis atau serikat
pekerja/serikat buruh terhadap peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan secara komprehensif;
3. Ketidakmampuan perusahaan c.q. Bagian Personalia dalam mem-
bina dan memberdayakan aktivis atau serikat pekerja/serikat buruh;
4. Sentimen pribadi unsur manajemen terhadap aktivis atau
serikatpekerja/serikat buruh; dan
5. Adanya provokasi dari pihak luar kepada serikat pekerja/serikat
buruh dan pengusaha.
Pusaha lari dan alamat tidak bisa dilacak oleh pekerja/buruh. Untuk
mempertahankan hak, terpaksa para pekerja/buruh bermaksud mau
menguasai alat-alat berat perusahaan yang tertinggal di lokasi tam-
bang, tetapi mereka keburu harus berhadapan dengan preman. Alat-
alat berat perusahaan akhirnya dikuasai preman. Hasilnya nihil,
potret nasib pekerja/buruh kembali menyakitkan.
E. Pembentukan dan Keanggotaan SP/SB
Perselisihan hubungan industrial yang menyangkut
pembentukan dan ke anggotaan serikat pekerja/serikat buruh
(SP/SB) ini, antara lain:
1. Adanya upaya intimidasi pengusaha terhadap pembentukan
serikat pekerja/serikat buruh;
2. Jumlah anggota antar serikat pekerja/serikat buruh;
3. Pembayaran juran anggota;
4. Status keanggotaan Satuan Pengaman (Satpam).
Upaya intimidasi dari pengusaha terhadap pembentukan serikat
pekerja serikat buruh tidak jarang dilakukan dan kerap memicu
perselisihan hubungan industrial