Anda di halaman 1dari 3

Ter-Jeje-Jeje, Ter-Bonge-Bonge, Apa Pula Itu?

Riska Wahyu Nengsih, S.Pd.I.


(Guru Bahasa Indonesia di MAN Bukiksikumpa)

Pertengahan tahun 2022, dunia media sosial tanah air dihebohkan oleh kemunculan sosok
Jeje dan Bonge, yang berasal dari Citayam. Keisengan mereka melakukan catwalk di zebra cross
dengan menyebut Citayam Fashion Week (CFW) membuat mereka viral. Pengguna media sosial
terhipnotis oleh aksi Jeje dan kawan-kawan di wilayah Sudirman Dukun Atas, Jakarta. Karena
aksi mereka maka istilah SCBD menjadi terkenal. SCBD adalah singkatan dari Sudirman
Citayam Bojonggede Depok.
Jeje yang dikenal dengan nama Jeje Slebew bernama asli Jasmin Leticia adalah remaja
yang diduga lari dari rumah karena sebuah kasus. Bonge yang memilliki nama asli Eka Satria
Saputra, adalah remaja nyentrik asal Desa Cilebut Barat, Jawa Barat. Jeje dan kawan-kawan
menyuguhkan sesuatu yang berbeda dari idola yang sudah ada sebelumnya. Ia
merepresentasikan kesederhanaan aksi dan pakaian yang jauh dari citra hedonis ditambah dengan
sikap dan tingkah mereka yang menghibur.
Tidak hanya menjadi idola baru, kehadiran Jeje (dan Bonge) juga menyumbangkan
kosakata terbaru dalam bidang linguistik dengan populernya kata ter-Jeje-Jeje atau terkagum-
kagum dengan Jeje. Kata ini digunakan para penggemarnya untuk mengekspresikan rasa suka
dan kagumnya terhadap Jeje dan aksi yang dilakukannya di SCBD. Kata ter-Jeje-Jeje
menjadi hypnotic language pattern di kalangan penggemarnya. Hypnotic language
pattern merupakan jenis kata-kata dan susunan yang mampu membuat pendengarnya
mengalami trance atau “terpengaruh atau terpesona”. Istilah Hypnotic language
pattern dikembangkan oleh Milton H. Erickson, Bapak hipnoterapi modern yang menyatakan
bahwa ”set of linguistikcs pattern to guide people into a hypnotic trance.” Artinya, hypnotic
language pattern merupakan seperangkat pola linguistik yang mampu membimbing orang untuk
terhipnotis, terkagum-kagum, terpesona, terpengaruh untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki
oleh kata tersebut dengan cara elegan tanpa paksaan atau tanpa disadari”, seperti halnya ter-Jeje -
Jeje .
Kata ini membuat pengguna media sosial yang menyaksikan aksi Jeje terhipnotis,
terkagum-kagum, dan terpesona, dan sebagian penggemarnya rela dengan sengaja datang ke
kawasan Sudirman tempat Jeje beraksi. Wilayah Dukuh Atas ramai dikunjungi setelah Jeje
viral di media sosial. Bahkan aksi Jeje juga diikuti oleh artis dan para pejabat. Ter-Jeje-Jeje
merupakan ekspresi pilihan kata yang menunjukkan bahwa Jeje telah berhasil menghipnotis para
penggemarnya. Jeje tidak sendiri, ada Bonge dan juga Kurma yang turut viral bersamanya
sehingga tidak hanya ada kata ter-Jeje -Jeje , tetapi juga ter-Bonge-Bonge yang juga populer
digunakan untuk mengekspresikan rasa kagum terhadap Bonge.
Dalam proses afiksasi bahasa Indonesia, penggabungan afiks ter- dengan kata dasar jenis
nomina nama orang, seperti Jeje dan Bonge merupakan fenomena baru yang tidak lumrah. Afiks
ter- lumrahnya bergabung dengan kata sifat, seperti dengan kata pandai, baik, tampan,
indah menjadi , terpandai, terbaik, tertampan, terindah yang artinya ‘sangat’, sangat pintar,
sangat baik, sangat tampan, dan sangat indah. Bentuk ter-Jeje-Jeje dan ter-Bonge-
Bonge merupakan bentuk afiksasi baru yang lahir dari kreativitas penggunaan bahasa Indonesia
di media sosial untuk merepresentasikan perasaan sangat suka dan sangat kagum terhadap sosok
yang disebutkan pada bentuk dasar, yaitu kata Jeje dan Bonge. Rasa suka dan kagum ini
memiliki beragam alasan, seperti suka pada keindahan suara, kesantuan, keramahan, dan sikap
rendah hati yang mencuri hati anak muda pengguna media sosial. Bentuk awalan ter- ini juga
mungkin digunakan untuk orang-orang lain yang memiliki kharisma, mampu menghipnotis, dan
mampu membuat orang lain berdecak kagum.
Selain afiks ter-, afiks meng- juga banyak digunakan di media sosial.
Afiks meng- bergabung dengan kata sedih, bingung, kesel, jalan, pukul menjadi meng-sedih,
meng-bingung, meng-kesel, meng-jalan, dan meng-pukul. Penggunaan afiks meng- tersebut
merupakan bentuk baru yang tidak wajar dalam proses afiksasi bahasa Indonesia seperti halnya
bentuk ter- pada kata ter-Jeje-Jeje karena bentuk-bentuk tersebut tidak mengikuti pola perubahan
awalan me- yang bergabung dengan kata dasar yang sesuai dengan kaidah afiksasi bahasa
Indonesia.
Dalam pola afiksasi awalan me- yang sesuai dengan kaidah afiksasi dalam bahasa
Indonesia, kata-kata tersebut seharusnya ditulis dengan menyedihkan, membingungkan,
mengesalkan, menjalankan, dan memukul dan tidak semuanya menjadi meng-, tetapi ada yang
berubah menjadi meny-, mem, meng-, men, me- yang merupakan alomorf atau variasi morf dari
awalan me-. Kemudian, jika dituliskan dengan aturan penggunaan bahasa Indonesia yang benar.
Kata ter-Jeje-Jeje seharusnya ditulis terpisah antara awalan ter- dengan nama Jeje dan awal
nama Jeje tetap ditulis dengan huruf kapital sesuai tata cara penulisan nama orang menurut
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia sehingga penulisan kata yang benar adalah ter-Jeje -
Jeje .
Bentuk ter-Jeje-Jeje juga dapat disebut dengan bentuk teknolinguistik atau bentuk
penggunaan bahasa yang muncul akibat perkembangan teknologi komunikasi. Sebagai hypnotic
language pattern, bentuk ini tidak hanya bermakna menghipnotis dan menimbulkan kekaguman,
tetapi juga sarat dengan nilai-nilai. Jeje bukan hanya objek viral dari media sosial, melainkan ia
juga merepresentasikan perlawanan kaum marginal terhadap kaum borjuis. Ia juga autokritik
terhadap dunia fashion dan hiburan yang hedonis, glamour, dan kurang memasyarakat karena ia
memulai semuanya dari orang-orang kalangan kelas bawah.
Sebagai objek dari sesuatu yang viral, mungkin ada masanya kata ter-Jeje-Jeje juga akan
tergantikan oleh kata viral lainnya karena viral menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
menyebar luas dengan cepat bagaikan virus. Selain itu, viral juga diartikan dengan penyebaran
berita atau informasi dengan cepat di dunia maya atau media social. Karena karakter kecepatan
itu, viral juga bersifat sesaat, sementara, dan seperti lingkaran (circle) yang terus berulang dan
tidak abadi. Bagian yang abadi dari viral adalah perubahan dan kebaruan itu sendiri.
Pada akhirnya, ter-Jeje-Jeje sebagai sebuah fenomena hypnotic language pattern dalam
media sosial, tidak bisa hanya ditonton oleh para sarjana, akademisi, dan linguis, tetapi
kehadirannya juga membutuhkan penjelasan dan ulasan secara keilmuan agar teknologi dan ilmu
bahasa tetap menempatkan masyarakat dalam kebijaksanaan dalam memilih sikap terbaik saat
bermedia sosial dan berbahasa.

Anda mungkin juga menyukai