1. Pengertian
− Proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) yang meresap masuk ke dalam
tanah atau proses masuknya air melalui permukaan tanah. Sedangkan gerakan air di
dalam tanah baik lateral maupun horizontal disebut perkolasi.
Air masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler (gerakan air ke arah lateral)
dan gravitasi (gerakan air ke arah vertikal). Setelah lapisan tanah bagian atas jenuh,
kelebihan air tersebut mengalir (bergerak) ke tanah yang lebih dalam sebagai akibat
gaya gravitasi bumi dan dikenal sebagai proses perkolasi. Laju maksimum gerakan
air masuk ke dalam tanah dinamakan “Kapasitas Infiltrasi” - (Kemampuan tanah
menyerap atau menyimpan air).
35
keadaan tajuk penutup tanah yang rapat dapat mengurangi jumlah air hujan yang
sampai ke permukaan tanah, dan dengan demikian mengurangi besarnya air
infiltrasi (lebih banyak terevaporasi).
− Kelandaian tanah (ground slope)
3. Laju infiltrasi
Laju infiltrasi ditentukan oleh:
− Jumlah air yang tersedia di permukaan tanah
− Sifat permukaan tanah
− Kemampuan tanah untuk mengosongkan air di atas permukaan tanah
− Ketersediaan air atau kelembaban tanah adalah yang terpenting karena akan
menentukan besarnya tekanan potensial pada permukaan tanah).
36
Hubungan Curah Hujan – Infitrasi – Aliran Permukaan –
Gambaran konsep dasarnya sbb
CH
AP
37
b. Menggunakan alat infiltrometer
Infiltrometer yang biasa digunakan adalah “infiltrometer cincin ganda” (double
ring infiltrometer), dengan ukuran diameter 30 cm untuk silinder kecil dan 46 – 50 cm
untuk silinder yang besar.
38
1. KURVA INFILTRASI Persamaan Horton (1940)
LATIHAN
Diketahui
− kapasitas infiltrasi awal fo dari suatu luas tangkapan hujan adalah 4,5 mm/jam
− konstanta waktu K adalah 0,35/jam
− kapasitas infiltrasi akhir fc sebesar 0,4 mm/jam.
1. HITUNGLAH LAJU INFILTRASI MENGGUNAKAN PERSAMAAN HORTON
pada t = 10 menit, 30 menit, 1 jam, 2 jam, dan 6 jam
BUAT KURVA INFILTRASI PERSAMAAN HORTON
2. HITUNG infiltrasi total selama selang waktu 6 jam tsb. Diasumsikan kondisi
permukaan tanah tergenang secara kontinyu.
f t = f c + ( f 0 − f c )e − kt
f t = 0,4 + (4,5 − 0,4)e −0,35t
39
Dengan demikian, kapasitas infiltrasi untuk setiap waktu t adalah
f0 = 4,50 mm/jam
-0,35t
Pers. Horton : ft = 0,40 + (4,50 – 0,40) e
fc = 0,40 mm/jam
F = f cT +
1
k
(
( f 0 − f c ) 1 − e −kT )
F = 0,4 x6 +
1
0,35
(
(4,5 − 0,4) 1 − e −0,35x 6 )
F = 12,7 mm
40
BAB V. AIRTANAH
41
2) air dari aliran sungai, danau, reservoiryang meresap melalui tanahdan masuk ke
dalam zona air tanah.
DARI DISTRIBUSI AIR DI ATAS – KETERSEDIAAN AIR TAWAR DI BUMI HANYA 2.5%
terdiri dari air di udara, airpermukaan (sungai dan danau), es dan salju dan AIRTANAH
(0,72% ATAU SEKITAR 28% DARI 2.5% AIR TAWAR ADALAH AIRTANAH).
42
hidrologi lainnya seperti hujan, evaporasi, dll), dan geologi SETEMPAT (jenis dan
tekstur batuan, strruktur batuan, pelapisan).
− Gambar-gambar siklus hidrologi AIRTANAH BERIKUT INI memberi contoh
terbentuknya DAN KETERDAPATAN AIRTANAH
43
POSISI AIRTANAH DALAM SIKLUS HIDROLOGI DI ALAM
44
Neraca air untuk aliran AIRTANAH mempunyai banyak parameter yang mempengaruhi
perubahan AIRTANAH , tetapi secara lengkap sangat sulit diukur di lapangan. Secara
sederhana variasi perubahan keseimbangan AIRTANAH dapat digambarkan dengan
persamaan kontinyuitas berikut:
Rt + Re + Ri + Ig + Is = Tp + Og + Et + Sg + L
45
berongga (porous), batuan malihan (metamorf) dan batuan plutonik dengan banyak
rekahan/retakan – Batuan-batuan ini mempunyai porositas dan permeabilitas
tinggi), sedangkan batuan keras seperti batuan vulkanik (seperti basal) dan batuan
plutonik (granit, diorite, gabro) mempunyai porositas kurang rendah sehingga
permeabilitasnya rendah. Batuan ini mempunyai prositas dan permeabilitas tinggi bila
terdapat retakan, belahan atau kerusakan batuan karena cuaca.
− Sifat akuifer untuk dapat MENYIMPAN airtanah – KESARANGAN atau
POROSITAS, sedangkan sifat akuifer untuk MELALUKAN atau meluluskan
AIRTANAH - PERMEABILITAS
− KEDUA SIFAT INI AKAN BERPENGARUH TERHADAP KETERSEDIAAN AIRTANAH pada
suatu formasi batuan, KARENA AIR TANAH BERADA PADA RONGGA-RONGGA DALAM
LAPISAN BATUAN TERSEBUT.
− BILA LAPISAN BATUAN HANYA DAPAT MENYIMPAN TETAPI TIDAK DAPAT
MELALUKAN AIR DALAM JUMLAH YANG CUKUP - AKUIKLUD – lapisan ini mempunyai
permeabilitas rendah, biasanya terletak di atas atau di bawah lapisan dari sistem aliran
airtanah.
− BILA LAPISAN BATUAN DAPAT MENYIMPAN AIR TETAPI HANYA DAPAT
MENGALIRKAN AIR DALAM JUMLAH TERBATAS (karena adanya rembesan antara
akuifer dan akuaklud) - AKUITAR
− Bila lapisan batuan tidak dapat menampung dan tidak dapat mengalirkan air – sama
sekali kedap terhadap air (misalnya batuan granit, kuarsit, dan batuan yang kompak)
– AKUIFLUG.
2. JENIS AKUIFER
Berdasarkan susunan geologi dan besarnya koefisien kelulusan air (K), akuifer
dapat dibedakan menjadi 5 macam, yaitu akuifer bebas (unconfined aquifer), akuifer
tertekan (confiined aquifer),akuifer setengah tertekan (semiconfined aquifer), akuifer
menggantung (perched aquifer), dan akuifer berganda(multiple aquifer).
a. Akuifer bebas (unconfined aquifer atau water table aquifer, sering disebut juga
phreatic aquifer) - mempunyai 1 lapisan kedap yang terletak di bagian bawah,
46
sedangkan muka airtanah merupakan bidang batas sebelah atas dari daerah jenuh
air.
Nilai K lapisan tidak kedap air = K akuifer bebas
muka air
47
c. Akuifer setengah tertekan (semiconfined aquifer) – akuifer jenuh air, dengan
bagian atas dibatasi oleh lapisan setengah kedap air (nilai K nya terletak antara
akuifer dan akuitar) dan pada bagian bawah dibatasi lapisan kedap air. Pada
lapisan pembatas di bagian atasnya dimungkinkan masih ada air yang mengalir ke
akuifer.
48
d. Akuifer menggantung
Akuifer menggantung (perched aquifer) merupakan akuifer yang masa airtanahnya
terpisah dari airtanah induk. Pemisahnya adalah suatu lapisan yang relatif kedap
air yang begitu luas dan terletak di atas daerah jenuh air, seperti lapisan batuan
yang kedap air
49
− koefisien kelulusan air di laboratorium (Ks)
Koefisien kelulusan air dapat dihitung dengan menggunakan rumus hukum DARCY,
yaitu:
Q L3/T
K = --------------- = ------------- = L/T (m/hari)
A x dh/dl L2 x L/L
A = luas akuifer
50