Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TEORI KEPEMIMPINAN

Dosen Pengampu:
Dr. Adi sutopo. S.T ,M.T

Oleh Kelompok 1:
Andira ( )
Eva Sinurat ( )
Roihan Parli ( )

FAKULTAS TEKNIK
PRODI TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SUMATERA UTARA
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji syukur ke kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
hidayahnya dan memberikan kami kesempatan dalam menyelesaikan Makalah Manajemen Mutu
Terpadu. Dengan hadirnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan
wawasan bagi para pembaca, khususnya mahasiswa program studi Administrasi Pendidikan.

Sholawat dan salam tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW,
serta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Kami menyadari tanpa bantuan dari semua pihak,
penyusunan makalah ini mungkin tidak dapat terlaksana. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima
kasih kepada dosen pengampu yang telah memberikan pengarahan sehingga Makalah ini dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Dalam menyusun dan merancang makalah ini, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, berbagai bentuk kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi para pembaca.

Medan, 08 September 2023

Kelompok 1
Roihan Parli
Andira
Eva Sinurat

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2

Daftar isi .................................................................................................................................. 3

Bab I ......................................................................................................................................... 4
Pendahuluan ........................................................................................................................... 4
a. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
b. Tujuan ......................................................................................................................... 4
c. Manfaat ....................................................................................................................... 4

Bab II ........................................................................................................................................ 5
Pembahasan ............................................................................................................................. 5
a. Esensi kepemimpinan .................................................................................................. 5
b. Tujuan kepemimpinan ................................................................................................. 5
c. Teori-teori kepemimpinan ........................................................................................... 5
d. Implikasi teori kepemimpinan terhadap sistem komunikasi organisasi ....................... 9

Bab III ...................................................................................................................................... 13


Penutupan .............................................................................................................................. 13
a. Simpulan .................................................................................................................... 13
b. Saran .......................................................................................................................... 13

Daftar Pustaka ......................................................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan suatu topik bahasan yang klasik, namun tetap
sangat menarik untuk diteliti karena sangat menentukan berlangsungnya suatu
organisasi. Kepemimpinan itu esensinya adalah pertanggungjawaban. Masalah
kepemimpinan masih sangat baik untuk diteliti karena tiada habisnya untuk dibahas di
sepanjang peradaban umat manusia. Terlebih pada zaman sekarang ini yang semakin buruk
saja moral dan mentalnya. Ibaratnya, semakin sulit mencari pemimpin yang baik.
Kepemimpinan yang kuat diperlukan agar organisasi dapat mencapai sasarannya.
Kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi orang lain untuk
melakukan pekerjaannya sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Kepemimpinan
adalah sebuah alat/sarana atau suatu proses dalam organisasi untuk membujuk orang lain
agar bersedia melakukan sesuatu secara sukarela atau sukacita dalam mencapai sasaran
organisasi.
Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai sekedar kekuasaan untuk menggerakkan
dan mempengaruhi orang lain. Ada beberapa faktor yang dapat menggerakkan orang yaitu
ancaman, penghargaan, otoritas dan bujukan. Dengan adanya ancaman, maka bawahan akan
takut dan mematuhi semua perintah atasan. Kepemimpinan itu pengertiannya lebih luas
daripada kekuasaan karena kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi orang bukan
sekedar melakukan apa yang atasan inginkan tapi juga untuk mencapai tujuan
atau sasaran organisasi .

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Apa tujuan adanya kepemimpinan?
3. Apa saja macam-macam teori kepemimpinan?
4. Bagaimana implikasi kepemimpinan terhadap teori komunikasi?
5. Bagaimana contoh penerapan kepemimpinan dengan teori komunikasi?

C. Tujuan
1. Mengetahui esensi kepemimpinan.
2. Mengetahui tujuan kepemimpinan.
3. Memahami macam-macam teori kepemimpinan.
4. Memahami implikasi kepemimpinan terhadap teori komunikasi.
5. Mengetahui contoh penerapan kepemimpinan dengan teori komunikasi

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Esensi Kepemimpinan

Kepemimpinan menurut Patterson (2015) kepemimpinan merupakan kemampuan


untuk mempengaruhi cara berpikir seseorang sehingga mereka perlu mengambil tindakan tegas
dan bertanggungjawab (Rachmayuniawati & Muyeni, 2020).
Menurut Sarros & Butchatsky (dalam Rahmat, A. 2021) “Leadership is defined as the
purposeful behaviour of influencig others to contribute to a commonly agreed goal for the
benefit of individual as well as the organization or common good”. Menurut definisi tersebut,
kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk
mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan bersama yang dirancang
untuk memberikan manfaat individu dan organisasi.
Menurut Griffin & Ebert (dalam Wijono, S. 2018) mengartikan bahwa
kepemimpinan(leadership) adalah proses memotivasi orang lain untuk mau bekerja
dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan menurut kelompok kami, kepemimpinan adalah suatu bentuk proses
tingkah laku yang sudah melekat dalam diri seorang pemimpin untuk membantu atau
mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan
efisien.

B. Tujuan Kepemimpinan

Menurut kelompok kami ada dua tujuan kepemimpinan, antara lain:


1. Mencapai Tujuan
Kepemimpinan merupakan sebuah hal yang dibutuhkan dalam setiap organisasi yang
digunakan untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Maka dari itu, tanpa adanya jiwa
seorang pemimpin pencapaian tujuan dalam organisasi sulit untuk dicapai.
2. Memotivasi Orang Lain
Tujuan lain dari kepemimpinan, yaitu memotivasi orang lain. Hal ini sangat
penting karena dengan adanya motivasi, setiap anggota organisasi akan melakukan tugasnya
dengan semaksimal mungkin.

C. Teori-teori Kepemimpinan

Berdasarkan kajian literatur kepemimpinan, minat dalam pengkajian kepemimpinan


meningkat pada awal abad kedua puluh. Awal teori kepemimpinan berfokus pada kualitas yang
membedakan antara pemimpin dan pengikut, sementara itu teori-teori yang muncul berikutnya
melihat variabel-variabel lain, seperti faktor situasional dan level keterampilan. Secara

5
ringkas pokok-pokok pikiran dari teori-teori kepemimpinan tersebut dapat dikelompokkan
sebagai berikut:

1. Teori Manusia Hebat (Great Man Theories),


Teori ini didasarkan pada pemikiran bahwa pemimpin adalah orang-orang yang
luar biasa, lahir dengan kualitas kepemimpinan dan ditakdirkan untuk menjadi
pemimpin. Teori ini beranggapan bahwa kapasitas kepemimpinan adalah melekat
(inherent), bahwa pemimpin besar dilahirkan, tidak dibentuk. Teori ini sering
menggambarkan pemimpin besar seperti pahlawan, mistis, dan naik ke kepemimpinan bila
diperlukan. Digunakannya istilah Great Man karena pada saat itu kepemimpinan dianggap
sebagai kualitas laki-laki, khususnya dalam hal kepemimpinan militer. Teori Manusia
Hebat mendudukkan pemimpin sebagai tokoh yang berada di depan yang memiliki
karakteristik menonjol dibanding dengan yang lain, dan entah bagaimana memiliki
perbedaan dengan pihaklain sehingga dapat menjadi pemimpin bagi sebagian yang lain.
Kondisi seperti itu pada saat ini telah berubah, dan kajian- kajian kepemimpinan telah
berpindah ke arah pengakuan tentang pentingnya hubungan antara pemimpin dengan
pengikutnya dan peran interdependensi [Bolden, 2003] dalam (Iswanto, 2017 hlm 159).
Tidak ada lagi pahlawan atau pemimpin soliter, yang ada adalah pemimpin tim. Dan
pemimpin tidak selalu harus berada di depan, tetapi pemimpin yang memiliki
kapasitas untuk mengikuti. Bukan master, tapi pelayan.

2. Teori Sifat (Trait Theories),


Teori ini mempelajari atau mengidentifikasi sifat-sifat atau karakteristik
kepribadian atau perilaku tertentu yang dianggap dimiliki oleh orang-orang besar
atau pemimpin besar kemudian membuat daftar kata-kata sifat yang menjelaskan
beberapa atribut manusia yang positif atau budi luhur, mulai dari ambisi hingga semangat
hidup [Bolden, 2003] dalam (Iswanto, 2017 hlm 160). Dalam hal tertentu, teori ini hampir
sama dengan teori Great Man yang berasumsi bahwa orang mewarisi sifat-sifat tertentu dari
sifat-sifat yang membuat seseorang lebih cocok untuk menjadi pemimpin. Trait theory
muncul tahun 1920-an dari penelitian serius melalui serangkaikan tes-tes psikologi yang
berusaha melakukan identifikasi karakteristik umum effective leaders. Diantaranya yang
dilakukan Davis (1972), dengan memunculkan empat ciri utama yang dianggap mempunyai
pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan di dalam organisasi yaitu pertama,
kecerdasan (intellegence) dimana seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang
lebih tinggi dari pengikutnya, kedua, kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (social
maturity and breadth), yaitu pemimpin cenderung mempunyai emosi stabil, dewasa dan
matang serta mempunyai kegiatan luas, ketiga, motivasi diri dan dorongan
berprestasi, yaitu pemimpin mempunyai karakter dorongan intrinsik yang lebih kuat dari
pada ekstrinsik ketika menjalankan peran-peran kepemimpinan dan keempat, sikap-
sikap hubungan manusiawi yaitu, seorang pemimpin serta berorientasi pada pengikutnya.

3. Teori Kontingensi (Contingency Theories of Leadership),


Teori ini memperbaiki pendekatan situasional dan berfokus pada variabel-
variabel tertentu yang berhubungan dengan lingkungan yang dapat menentukan gaya
kepemimpinan tertentu yang paling cocok dengan situasi saat itu. Menurut teori
ini, tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi. Kepemimpinan
situasional ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif itu tergantung pada taraf
kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya baik

6
orientasi tugas ataupun hubungan antara manusia di dalam suatu organisasi. Teori
kepemimpinan situasional ini menekankan pada kesesuaian antara gaya
kepemimpinan dengan tingkat kematangan pengikut. Selain itu juga perkembangan zaman
yang cepat, karakteristik anggota yang berbeda, budaya dan iklim organisasi yang berbeda
juga menuntut agar pemimpin dapat memimpin secara situasional. Karena sukses
kepemimpinan tergantung banyak variabel, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas dari
pengikut serta aspek situasi.

4. Teori perilaku (behavior theory).


Menurut Nurhayati 2012:80 Teori ini berdasarkan asumsi bahwa kepemimpinan
harus dipandang sebagai hubungan di antara orang-orang, bukan sebagai sifat-
sifat atau ciri-ciri seorang individu. Oleh karena itu, keberhasilan seorang
pemimpin sangat di tentukan oleh kemampuan pemimpin dalam berhubungan dan
berinteraksi dengan segenap anggotanya. Dengan kata lain, teori ini sangat
memperhatikan perilaku pemimpin sebagai aksi dan respons kelompoknya yang
dipimpinnya sebagai reaksi.
Dalam (Yudiaatmaja, 2013:33-34). Teori perilaku berusaha untuk
mengidentifikasi perilaku-perilaku pemimpin. Bila perilaku pemimpin ada perbedaan
yang berarti jika dibandingkan dengan perilaku yang dipimpin, maka
kepemimpinan akan dapat diajarkan. Bila kepemimpinan bisa diajarkan, maka
pasokan pemimpin bisa diperbesar.
Perbedaan yang paling mendasar antara teori karakter dan teori
perilaku adalah terletak pada asumsi yang mendasarinya. Jika teori karakter yang benar,
maka pada dasarnya kepemimpinan dibawa dari lahir. Sedangkan jika teori perilaku yang
benar, maka kepemimpinan bisa diajarkan atau ditanamkan.
Teori terkenal yang berkaitan dengan perilaku dimulai dari penelitian
pada Universitas Negeri Ohio sekitar tahun 1940-an. Lebih dari 1.000 dimensi
independen dari perilaku pemimpin diidentifikasi, namun pada akhirnya dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori yang secara mendasar menjelaskan
kebanyakan perilaku pemimpin. Mereka menyebut dua dimensi tersebut adalah
struktur prakarsa (initiating structure) dan pertimbangan (consideration). Struktur
prakarsa berkenaan dengan sejauh mana seorang pemimpin menetapkan dan
menstruktur perannya dan peran bawahannya dalam kaitannya dengan tujuan
yang ingin dicapai. Sedangkan pertimbangan digambarkan sejauh mana
seseorang ber kemungkinan memiliki hubungan pekerjaan yang dicirikan oleh
saling percaya, menghargai gagasan bawahan, kesejahteraan, status, dan kepuasan
pengikut-pengikutnya.
Pada waktu yang hampir bersamaan dengan dilakukannya telaah
mengenai kepemimpinan pada Universitas Negeri Ohio, telaah kepemimpinan juga
dilakukan pada Pusat Riset dan Survei Universitas Michigan. Kelompok Michigan juga
sampai pada dua dimensi perilaku kepemimpinan, yaitu: kepemimpinan
berorientasi karyawan dan berorientasi produksi. Hasil yang diperoleh dari kelompok
Michigan adalah bahwa pemimpin yang berorientasi karyawan lebih disukai
dibandingkan pemimpin yang berorientasi produksi. Pemimpin yang berorientasi
karyawan justru menghasilkan produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

7
pemimpin yang berorientasi produksi. Hal tersebut terjadi karena karyawan
akan memiliki produktivitas yang tinggi pada pemimpin yang berorientasi karyawan.

5. Teori Servant,(Teori Pelayan),


Menurut Greenleaf Dalam (Stephen, 2016:646)mengemukakan bahwa servant
leadership adalah suatu gaya kepemimpinan yang berasal dari perasaan tulus
yang timbul dari dalam hati yang berkehendak untuk melayani, yaitu menjadi pihak
pertama yang melayani.
Servant Leadership berfokus pada bagaimana seorang pemimpin dapat
melayani pengikutnya. Pemimpin yang menerapkan Servant Leadership akan
membangun kepercayaan, rasa adil, dan simpati dari karyawan. Sikap terbuka, peduli,
visioner, objektif, dan bijaksana seorang Servant Leader akan memberi pengaruh
pada karyawan untuk meningkatkan kinerja.
Aspek kepuasan kerja meliputi isi pekerjaan, manajemen, rekan kerja, promosi,
dan supervisor memberikan pengaruh efektif pada pekerjaan. Perilaku pemimpin
menghargai pekerjaan dan percaya akan kemampuan karyawan
(Empowerment)didukung dengan kepuasan pada isi pekerjaan dan kepuasan promosi
akan mendorong perilaku sukarela karyawan (Conscientiousness). Karyawan akan
merasa tertantang untuk mengembangkan diri dan berprestasi. Karyawan bahkan akan
secara sukarela melakukan pekerjaan melebihi standar kinerja.
Pemimpin yang memiliki tujuan jangka panjang (Vision) didukung kepuasan
terhadap manajemen akan mendorong perilaku tanggung jawab dan aktif (Civic
Virtue).Kepuasan terhadap manajemen dan organisasi (gaji, pembagian waktu, kondisi
kerja)akan mendorong karyawan untuk aktif menyalurkan kepedulian mereka
terhadap perusahaan melalui saran. Karyawan akan menyampaikan ide-ide
mereka untuk kepentingan kemajuan organisasi. Perilaku pemimpin yang hormat dan
rendah hati(Humility) dan dipercaya oleh karyawan (Trust) didukung dengan
kepuasan pada supervisor akan mendorong perilaku toleransi karyawan
(Sportsmanship).
Kinerja supervisor yang objektif akan mendorong karyawan untuk
berperan aktif. Karyawan juga akan memiliki toleransi pada saat keadaan perusahaan
sedang tidak stabil. Mereka tidak akan banyak melakukan komplain, namun ikut
serta menyalurkan pemikiran untuk kepentingan perusahaan. Pemimpin yang
mampu menyembuhkan perasaan emosional dengan sikap mengasihi (Love) didukung
dengan kepuasan terhadap rekan kerja akan meminimalisir konflik in terpersonal. Hal
tersebut akan membentuk hubungan yang dekat dan kepedulian yang tinggi satu sama
lain(Courtesy). Empati yang terbentuk akan mendorong karyawan untuk peduli
pada keadaan orang lain maupun saling membantu (Altruism). Servant Leadership
yangdidukung dengan kepuasan kerja yang tinggi dapat meningkatkan kinerja karyawan.

6. Teori transaksional,
Konsep mengenai kepemimpinan transaksional pertama kali diformulasikan
oleh Burns (1978) dalam Yukl (1994:350) dikutip dari (Rosnani,2012:4-5).
Berdasarkan penelitian deskriptifnya terhadap pemimpin-pemimpin politik dan
selanjutnya disempurnakan serta diperkenalkan ke dalam konteks organisasi oleh Bass.
Kepemimpinan transaksional menurut Burns dalam Yukl (1998:296)memotivasi
para pengikut dengan menunjukkan pada kepentingan diri sendiri. Para pemimpin politik
tukar-menukar pekerjaan, subsidi, dan kontrak-kontrak pemerintah yang

8
menguntungkan untuk memperoleh suara dan kontribusi untuk kampanye. Para
pemimpin perusahaan sering menukarkan upah dan status untuk usaha kerja.
Kepemimpinan transaksional menyangkut nilai-nilai, namun berupa nilai-nilai yang
relevan bagi proses pertukaran, seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab
dan pertukaran.
Istilah transactional berasal dari bagaimana tipe pemimpin ini memotivasi
pengikut untuk melakukan apa yang ingin mereka lakukan. Pemimpin
transaksional menentukan keinginan-keinginan pengikut dan memberi sesuatu
yang mempertemukan keinginan itu dalam pertukaran karena pengikut melakukan tugas
tertentu atau menemukan sasaran spesifik. Jadi, suatu transactional atau
exchange process antara pemimpin dan pengikut, terjadi pada saat pengikut menerima
rewarddari job performance dan pemimpin memperoleh manfaat dari penyelesaian
tugas-tugas.
Dalam kepemimpinan transaksional, hubungan pemimpin-pengikut berdasarkan
pada suatu rangkaian pertukaran atau persetujuan antara pemimpin dan pengikut
(Howelldan Avolio, 1993). Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang
memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju ke sasaran yang ditetapkan
dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas (Robbins, 2008:472). Menurut Gibson
et al.(1997:84) pemimpin transaksional mengidentifikasikan keinginan atau pilihan
bawahan dan membantu mereka mencapai kinerja yang menghasilkan reward yang
dapat memuaskan bawahan. Bass (1990:338) mendefinisikan kepemimpinan
transaksional sebagai model kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran
(exchange process) di mana para pengikut mendapat reward yang segera dan nyata
setelah melakukan perintah-perintah pemimpin. Selanjutnya Mc Shane dan Von Glinow
(2003:429) mendefinisikan kepemimpinan transaksional sebagai kepemimpinan yang
membantu orang mencapai tujuan mereka sekarang secara lebih efisien seperti
menghubungkan kinerja pekerjaan dengan penghargaan yang dinilai dan menjamin
bahwa karyawan mempunyai sumber daya yang diperlukan untuk menyelesaikan
pekerjaan.

7. Teori transformasional.
Dalam (Syahril, Sulthon. 2019:214). Teori ini didasari oleh Hasil penelitian
mengenai adanya perilaku kepemimpinan dimana para pemimpin yang
kemudian dikategorikan sebagai pemimpin transformasi (transformational leader)
memberikan inspirasi kepada sumber daya manusia yang lain dalam organisasi
untuk mencapai sesuatu melebihi apa yang direncanakan oleh organisasi. Pemimpin
transformasi juga merupakan pemimpin visioner yang mengajak sumber daya manusia
organisasi bergerak menuju visi yang dimiliki oleh pemimpin. Para pemimpin
transformasi lebih mengandalkan kharisma dan kewibawaan dalam menjalankan
kepemimpinannya.
Teori yang muncul dengan tahun lebih akhir merupakan penyempurnaan
terhadap teori-teori yang muncul sebelumnya. Tetapi teori tersebut nampaknya berjalan
dengan asumsi dasar yang berbeda- beda sehingga memberikan pandangan yang
berbeda pula. Teori tersebut masing-masing terus berkembang hingga sekarang ini
dengan berbagai macam varian-variannya.

D. Implikasi Teori Kepemimpinan Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi

9
Implikasi teori kepemimpinan terhadap anggota organisasi adalah seberapa
jauh seorang pemimpin mampu mentransformasikan pendekatan teori-teori
kepemimpinan sebagai pedoman dalam melakukan tugasnya. Sehingga pemimpin organisasi
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan memberikan motivasi kepada anggotanya yang
berdampak pada peningkatan kinerja dalam rangka menunjukkan cara bagaimana
pemimpin menjadi efektif, setiap teori kepemimpinan memiliki fokus yang berbeda. Pada teori
sifat mencoba menjelaskan perilaku pemimpin dalam melakukan interaksi dengan anggota atau
bawahannya yang dapat memunculkan dua orientasi, yaitu tugas dan hubungan
manusia. Sementara teori situasi dan kontingensi mencoba melengkapi teori sebelumnya yaitu
dengan dikaitkan dengan situasi organisasi itu sendiri. Dengan demikian dapat dijelaskan
bahwa teori-teori tersebut merupakan suatu standar yang harus dipenuhi oleh seorang
pemimpin.
Dalam teori manajerial grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran
yaitu berfokus pada manusia dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya hubungan
antar individu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada bawahan. Sebagai
seorang pemimpin, bertugas memberikan arahan serta bimbingan terhadap bawahannya,
sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Implikasi teori ini
terhadap sistem komunikasi organisasi adalah bahwa teori ini memandang pentingnya
komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan lima gaya yang berbeda dari para
pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek tersebut menunjukkan bahwa
kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan hubungan antar individu satu
dengan lainnya sebagai motivasi dalam mengerjakan tugas. Pemimpin yang baik adalah
pemimpin yang mampu terjun di berbagai kalangan baik itu dengan para pimpinan
lainnya, maupun dengan bawahan sebagai aset berharga organisasi. Semua ini terjalin apabila
pemimpin tersebut memiliki pendekatan perilaku yang baik. Hal ini membutuhkan komunikasi
yang efektif.
Menurut Blake dan Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya
kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya ini berdasarkan integrasi dari dua
kepentingan yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya team berasumsi
bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk
melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam kepemimpinan gaya team terdapat
kesepakatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan
maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil yang terbaik yang
mungkin dapat dicapai.

1. Teori X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor (1967), yang memiliki
pandangan berbeda mengenai manusia yaitu pada dasarnya manusia bersifat negatif
(Teori X), dan bersifat positif (Teori Y). Mc. Gregor menyimpulkan bahwa pandangan
seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan pada pengelompokan asumsi
tertentu dan manajer tersebut cenderung membentuk perilakunya terhadap
bawahan sesuai dengan asumsi tersebut. Dalam teori X, terdapat empat asumsi,
diantaranya:

a. Bawahan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha


menghindarinya

10
b. Karena bawahan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa,
dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
c. Bawahan akan mengelakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin
hanya mengikuti perintah formal
d. Kebanyakan bawahan mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan
untuk dipecat) dan hanya menunjukkan sedikit ambisi.

Sedangkan, dalam teori X diasumsikan bahwa:

a. Bawahan memandang bahwa pekerjaan sama alamiahnya dengan


istirahat dan bermain
b. Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan
dan pengendalian diri
c. Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan
mencari tanggung jawab
d. Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik
(pendelegasian wewenang dan tanggung jawab)

Teori ini memusatkan bagaimana seorang pemimpin memotivasi orang-


orang dengan tipe X dan Y sehingga mampu berkontribusi dalam organisasi. Tipe X
yang cenderung malas bekerja dan menyukai diperintah, mungkin akan
membutuhkan saluran komunikasi yang formal, dimana pemimpin menginstruksikan
berbagai perintah secara formal. Berbeda dengan tipe Y, antara pemimpin dengan
bawahan akan lebih sering berkomunikasi secara informal atau partisipatif. Hal ini
dilakukan karena kedua belah pihak sudah saling memahami dan bawahan memiliki
pengalaman yang sudah baik.
Motivasi yang diberikan kepada tipe X, mungkin akan cenderung
dengan pemberian hukuman yang tegas, sehingga berbagai peraturan tertulis
sebagai media komunikasi akan sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk tipe X,
komunikasi akan sangat mempengaruhi karena motivasi yang diberikan lebih
cenderung kepada aktualisasi diriuntuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
atau kebijakan dalam organisasi.

2. Teori Kepemimpinan Situasional


Teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1974,
1977).Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari penelitian
kepemimpinan yang diselesaikan di Ohio State University (Stogdill dan Coons, 1957).Teori
ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada kematangan
bawahan dan kemampuan pemimpin untuk menyelesaikan orientasinya, baik orientasi
tugas maupun hubungan kemanusiaan. Taraf kematangan bawahan terentang
dalam satu kontinum dari immatery ke maturity. Semakin dewasa bawahan, semakin
matang individu atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan. Dalam
kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya
kepemimpinan sebagai berikut :
a. Telling (S1), yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan tugas rendah. Gaya ini
mempunyai ciri komunikasi satu arah, dimana pemimpin yang berperan.
b. Selling (S2), perilaku dengan tigas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan
pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin, tetapi sudah mencoba komunikasi dua

11
arah dengan dukungan sosioemosional supaya bawahan turut bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan.
c. Participating (S3), yaitu perilaku hubungan tinggi tugas rendah. Pemimpin dan
bawahan sama-sama memberikan kontribusi dalam mengambil keputusan melalui
komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan berpengalaman untuk
melaksanakan tugas.
d. Delegating (S4), yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberikan
kesempatan kepada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka
sendiri melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Yang dipimpin
adalah orang yang sudah matang dalam melaksanakan tugas dan matang
pula secara psikologis.

3. Implikasi Partisipatif dan Teori Kepemimpinan Situasional Terhadap


Sistem Komunikasi

Organisasi Dalam sistem komunikasi organisasi, partisipatif telah menggunakan


komunikasi dua arah, yaitu sistem atau pola komunikasi yang akan menghasilkan umpan
balik secara langsung dari komunikan untuk dijadikan evaluasi. Pemimpin akan sering
berkomunikasi dengan bawahan dalam merumuskan hal-hal yang dapat dirumuskan dengan
bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi harus berfungsi juga sebagai
persuasif dan regulatif. Kepemimpinan situasional memungkinkan seorang pemimpin
melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Untuk
komunikasi satu arah seperti Telling, mengharuskan pemimpin untuk lebih banyak
mengarahkan, hal ini dilakukan agar tugas yang dilaksanakan sesuai dengan alur atau
tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi satu arah akan mengalami kesulitan
dalam menerima umpan balik sebagai evaluasi bagi organisasi. Terkadang dengan
komunikasi satu arah, kondisi kerja akan terasa kaku karena bersifat formal.

Dalam kepemimpinan situasional yang dikembangkan menjadi empat bagian,


membutuhkan komunikasi karena pada dasarnya kepemimpinan mempengaruhi
orang. Dalam kepemimpinan ini, Delegating dengan tugas dan perilaku yang rendah menjadi
aspek yang paling disukai apabila bawahan memiliki tingkat kesiapan yang tinggi, karena ada
kebebasan dan kepercayaan dari pemimpin untuk berpartisipasi.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kepemimpinan adalah suatu bentuk proses tingkah laku yang sudah melekat dalam
diri seorang pemimpin untuk membantu atau mempengaruhi anggotanya untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien. Kepemimpinan bertujuan untuk
mendorong anggota suatu organisasi untuk bersemangat dalam mencapai tujuan dan juga
bertujuan untuk memotivasi dan meningkatkan kinerja anggota organisasi.
Kepemimpinan dapat menciptakan lingkungan kerja yang berbeda-beda sesuai dengan jenis
atau gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin.

Implikasi teori kepemimpinan terhadap anggota organisasi adalah seberapa


jauh seorang pemimpin mampu mentransformasikan pendekatan teori-teori
kepemimpinan sebagai pedoman dalam melakukan tugasnya. Sehingga pemimpin organisasi
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi dan memberikan motivasi kepada anggotanya
yang berdampak pada peningkatan kinerja dalam rangka menunjukkan cara
bagaimana pemimpin menjadi efektif, setiap teori kepemimpinan memiliki fokus yang
berbeda.

Proses komunikasi dalam kepemimpinan dapat terjadi dengan berbagai macam cara.
Umumnya terjadi komunikasi ke bawah ketika pemimpin memberikan tugas kepada
anggota, sedangkan komunikasi ke atas terjadi ketika anggota menyampaikan aspirasi dan
ide yang dimiliki kepada pemimpin. Selain itu, terja melakukan koordinasi antar bidang
untuk mencapai tujuan dalam suatu program bersama.

B. Saran Penulis
menyarankan pembaca agar dapat memahami dan mengaplikasikan gaya
kepemimpinan yang cocok dengan masing-masing individu. Sangat diperlukan sekali
jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu
dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.

13
DAFTAR PUSTAKA

 Herbert. (2005). A Comprehensive Literature Review and Critical Analysis of Servant


Leadership Theory. A research Paper Submitted in Partial Fulfillment of the
Requirements of the Master Science Degree in Training and
Development.http://www2.uwstout.edu/content/lib/thesis/2005/2005herberts.pdf. diakses
tanggal 9Oktober 2021
 Irian, A. S. (2016). Pola Komunikasi Organisasi Dalam Penerapan Visi dan Misi (Studi
Kepemimpinan Dinas Perhubungan Kota Makassar). [Skripsi] Fakultas Dakwah dan Komunikasi.
Universitas Islam Negeri Alauddin, Makassar.
 Iswanto, Yun. (2017). Kepemimpinan Pelayanan Era Modern. [Jurnal]. Administrasi Kantor. Vol
(2): 157-172. [Online]. https://media.neliti.com/media/publications/234453-kepemimpinan-
pelayan-era-modern-caf69e65.pdf. [Diakses: 9 Oktober 2021].
 Muzammil, F. (2020). Komunikasi Organisasi Nahdlatul Ulama (Studi Kasus Tentang
Komunikasi Internal Pada Organisasi Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Barat).
Jurnal Komunikasi. Vol 3 (1), 51-63.
 Nurhayati, Tati. (2012). Hubungan Kepemimpinan Transformasional dan Motivasi Kerja.
[Jurnal]. Edueksos Vol (1) No. 2 2012.
[Online].https://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/edueksos/article/download/380/326.
[Diakses 9 Oktober 2021].
 Rachmanuwiayati, Y. & Muyeti, S. (2020). Kepemimpinan Organisasi. Media
SainsIndonesia: Bandung.
 Rahmat, A. (2021). Kepemimpinan Pendidikan. Zahir Publishing: Yogyakarta.
 Rivai, Veithzal. (2004). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali Pers.
 Robbins, Stephen P. (2006). Organizational Behaviour (tenth edition). New Jersey: PrenticeHall
Inc. Alih bahasa: Molan, Benyamin. (2006). Perilaku Organisasi (edisi ke-10). Jakarta:
Indeks.
 Rosnani, Titik. (2012). Pengaruh Kepemimpinan Transaksional dan
KepemimpinanTransformasional Terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja Dosen
UniversitasTanjungpura Pontianak. [Jurnal]. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan 2012,Vol.
3, No. 1, 1-28. [Online]. https://media.neliti.com/media/publications/10499-ID-pengaruh-

14
kepemimpinan-transaksional-dan-kepemimpinan-transformasional-terhadap-k.pdf. [Diakses 9
Oktober 2021].
 Stephen, Eka. (2016). Pengaruh Servant Leadership Terhadap Kinerja Karyawan.
[Jurnal].Agora Vol (4) No. 1. [Online]. https://media.neliti.com/media/publications/287293-
pengaruh-servant-leadership-terhadap-kin-3a6958a1.pdf [Diakses 9 Oktober 2021].
 Suharnomo. (2004). Trait Theory, Persepsi Kesempurnaan Manusia dan Krisis
FigurPemimpin: Model Subtitusi Kepemimpinan Sebagai Alternatif. [Jurnal]. Vol (1) No. 12004.
[Online]. http://eprints.undip.ac.id/14328/1/Trait_Theory
%2C_Persepsi_Kesempurnaan_Manusia_dan_Krisis....by_Suharnomo_(OK).pdf [Diakses: 9
Oktober 2021].
 Syahril, Sulthon. (2019). Teori-Teori Kepemimpinan. [Jurnal]. RI’AYAH, Vol. 04, No. 02,Juli-
Desember 2019. [Online]. http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?
article=1302760&val=17544&title=TEORI-TEORI%20KEPEMIMPINAN. [Diakses 9 Oktober 2021].

15

Anda mungkin juga menyukai