Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“AKTUALISASI NILAI-NILAI BERAGAMA


DAN PERKEMBANGAN KEJIWAAN MANUSIA”

DISUSUN OLEH :
NAMA : RIZKI FEBRIAN
: NURHODIJAH
: RUPI’AH
SEMESTER : (III)
MATKUL : PSIKOLOGI PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU :
NAMA : HILMA JELITA, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
SHALAHUDDIN AL-AYYUBI JAKARTA
1445 H / 2023 M
Kata pengantar

Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kemudahan serta kesehatan kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan sebuah
makalah kelompok untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan dengan judul “Aktualisasi
Nilai-nilai Beragama dan Perkembangan Kewjiwaan Manusia”.

Makalah yang sudah kami susun ini untuk menyelesaikan tugas awal pertemuan
semester ganjil di mata kuliah Psikologi Pendidikan yang mesti digarap bersama karena
membutuhkan waktu dan tenaga yang cukup besar.

Kemudian makalah berikut bisa rampung berkat pihak-pihak yang sudah membantu,
khususnya anggota, dan dosen.

Kami pun menyadari jika isi makalah ini jauh dari sempurna karena keterbatasan kami.
Oleh sebab itu, kami harapkan adanya umpan balik berupa kritik dan saran yang
membangun agar di kemudian hari kami sanggup meyusun makalah yang lebih
maksimal.

Akhir kata, semoga dengan makalah yang sudah kami susun bersama-sama bisa
bermanfaat bagi dunia pendidikan terlebih untuk saya pribadi Aamiiin Yaa
Rabbal’aalamiin.

Karawang, 28 September 2023

Rizki Febrian

ii
Daftar isi

Halaman

KATA PENGANTAR----------------------------------------------------------------------------------------------------------------II

DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------III

BAB 1---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------4

PENDAHULUAN--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------4

A. LATAR BELAKANG-----------------------------------------------------------------------------------------------------------4
1. PERTUMBUHAN PIKIRAN DAN MENTAL------------------------------------------------------------------------------------2
2. PERKEMBANGAN PERASAAN-----------------------------------------------------------------------------------------------3
3. PERTIMBANGAN SOSIAL----------------------------------------------------------------------------------------------------3
4. PERKEMBANGAN MORAL---------------------------------------------------------------------------------------------------3
5. SIKAP DAN MINAT----------------------------------------------------------------------------------------------------------3
6. IBADAH----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3

BAB 2---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------6

PEMBAHASAN---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------6

1. HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA---------------------------------------------------------------------------------------6


2. KEHARUSAN BERAGAMA DALAM ISLAM-----------------------------------------------------------------------------------8
3. PENGGERAK TINGKAH LAKU MANUSIA------------------------------------------------------------------------------------8
4. MAKNA AGAMA DAN KEPERCAYAAN-------------------------------------------------------------------------------------10
5. PENDIDIKAN NILAI DAN SOLIDARITAS------------------------------------------------------------------------------------10
6. PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN AKHLAK------------------------------------------------------------------------------11

BAB 3------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- 12

PENUTUP--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------12

A. KESIMPULAN--------------------------------------------------------------------------------------------------------------12

B. IMPLIKASI MATERI UNTUK JURUSAN------------------------------------------------------------------------------12

DAFTAR PUSTAKA---------------------------------------------------------------------------------------------------------------13

iii
Bab 1
Pendahuluan

A. Latar belakang
Manusia adalah makhluk yang beketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang
percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya makhluk yang
beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa
sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang
bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan
mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan
kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan (Jalaluddin,
1997 : 54-57).
Perkembangan jiwa keagamaan pada manusia dimulai sejak manusia dilahirkan ke
dunia. Pada masa anak-anak, manusia mengenal agama lewat pengalamannya melihat
orang tua melaksanakan ibadah, mendengarkan kata Allah dan kata agamis yang mereka
ucapkan dalam berbagai kesempatan. Sikap bergama terus berkembang sejalan dengan
perkembangan pola pikir dan perkembangan usia. Keagamaan pada masa remaja lebih
meningkat dibanding dengan masa anak-anak, dan keagamaan orang dewasa akan lebih
meningkat dibanding dengan masa remaja.
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduk tahap
progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenilitas
(adolescantium), pubertas dan nubilitas (Jalaludin, 200874).
Sejalan dengan tahap perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada remaja
turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya, penghayatan para remaja terhadap
agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan
faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan
rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain:

iv
1. Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan unsur keyakinan beragama diterima dari masa kanak-kanaknya sudah tidak
begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain
masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi,
dan norma-norma kehidupan lainnya.
Berdasarkan penelitian, bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih
banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya, ajaran agama yang kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal mudah
merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak
meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan
mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan mereka.

2. Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis
mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam
lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke
arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat
pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual.
Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahun
dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang
negatif.

3. Pertimbangan sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam
kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material.
Remaja sangat bingun menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap materialistis.

4. Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk
mencapai proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencukupi:
a. Self-directif, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
b. Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.

v
c. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
d. Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.

5. Sikap dan minat


Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan
hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang
mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).

6. Ibadah
A. Pandangan para remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa
sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oscar Kupky menunjukkan:
1) Seratus empat puluh delapan siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka
tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisanya (128) mempunyai
pengalaman keagamaan yang 68 di antaranya secara alami (tidak melalui pengajaran
resmi).
2) Tiga puluh satu orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui
proses alami mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang
menakjubkan di balik keindahan alam yang mereka nikmati.
B. Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai
berikut:
1) 42% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
2) 33% mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan
akan mengabulkan doa mereka.
3) 27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan
yang mereka derita.
4) 18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah
menunaikannya.
5) 11% mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan
sebagai anggota masyarakat.
6) 4% mengatakan bahwa sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti
yang penting.
Jadi, dari hasil penelitian di atas hanya 17% yang mengatakan bahwa sembahyang
bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya
menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.
vi
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja banyak tergantung dari
kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri
mereka. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja memiliki
karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik remaja
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, dan sudah menyamai fisik orang dewasa.
Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara oleh
perkembangan psikologisnya. Kondisi seperti itu menyebabkan remaja mengalami
kelabilan.
Dalam mengatasi kegalauan pada diri remaja, tokoh dan pemuka agama memiliki peran
strategis dalam mengatasi kemelut batin remaja, bila mereka mampu melakukan
pendekatan yang tepat. Sebaliknya bila gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah
para remaja akan menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau rujuk ke nilai-
nilai agama yang dianutnya dan mengubah sikap menjadi lebih taat.

vii
Bab 2
Pembahasan

1. Harkat dan martabat manusia


Pemahaman mendalam tentang martabat manusia menjadi semakin penting. Kaitannya
dengan psikologi membuka pintu menuju introspeksi diri yang mendalam, menggali
lapisan emosional dan intelektual yang membentuk nilai hakiki manusia. Hubungan erat
antara martabat manusia dan psikologi adalah jalan menuju pengenalan diri yang lebih
dalam, mengarahkan kita untuk menghargai dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan
kita.

1. Konsep Pencapaian Diri dan Self-Actualization Puncak dari perkembangan pribadi


adalah pencapaian diri, yang secara psikologis dikenal sebagai self-actualization. Dalam
pandangan psikologi, konsep ini menggambarkan dorongan batin individu untuk
mewujudkan potensi terbaik mereka. Dari pengembangan bakat alami hingga
pencapaian tujuan hidup, artikel ini akan menggali cara bagaimana pemahaman harkat
manusia memainkan peran penting dalam mencapai pencapaian diri.

2. Identitas Psikologis dan Pembentukan Diri Identitas adalah jendela ke dalam siapa
kita sesungguhnya. Dalam pandangan psikologis, identitas tidak hanya mencakup nama
dan status sosial, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita. Artikel ini
akan menelusuri bagaimana pengalaman hidup, budaya, dan relasi membentuk identitas
psikologis kita, serta bagaimana hal ini mempengaruhi kesehatan mental dan
kesejahteraan kita.

Pemahaman mendalam tentang martabat manusia menjadi semakin penting. Kaitannya


dengan psikologi membuka pintu menuju introspeksi diri yang mendalam, menggali
lapisan emosional dan intelektual yang membentuk nilai hakiki manusia. Hubungan erat
antara martabat manusia dan psikologi adalah jalan menuju pengenalan diri yang lebih
dalam mengarahkan kita untuk menghargai dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan
kita.

1). Konsep Pencapaian Diri dan Self-ActualizationPuncak dari perkembangan pribadi


adalah pencapaian diri, yang secara psikologis dikenal sebagai self-actualization. Dalam

viii
pandangan psikologi, konsep ini menggambarkan dorongan batin individu untuk
mewujudkan potensi terbaik mereka. Dari pengembangan bakat alami hingga
pencapaian tujuan hidup, artikel ini akan menggali cara bagaimana pemahaman harkat
manusia memainkan peran penting dalam mencapai pencapaian diri.

2). Identitas Psikologis dan Pembentukan DiriIdentitas adalah jendela ke dalam siapa
kita sesungguhnya. Dalam pandangan psikologis, identitas tidak hanya mencakup nama
dan status sosial, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita. Artikel ini
akan menelusuri bagaimana pengalaman hidup, budaya, dan relasi membentuk identitas
psikologis kita, serta bagaimana hal ini mempengaruhi kesehatan mental dan
kesejahteraan kita.

3). Perkembangan Sepanjang Rentang Hidup dan AdaptasiManusia adalah makhluk


yang terus berkembang. Dalam lensa psikologi, perkembangan individu melalui tahapan
hidup merupakan aspek sentral dalam pemahaman harkat manusia. Melalui artikel ini,
Anda akan mendapatkan wawasan tentang bagaimana setiap tahap perkembangan
memiliki tantangannya sendiri, serta bagaimana adaptasi pada tahapan tersebut berperan
dalam membentuk dimensi psikologis manusia.

4). Emosi sebagai Jendela Kesejahteraan PsikologisEmosi memiliki peran sentral dalam
kesejahteraan manusia. Dalam pandangan psikologi, emosi dapat menjadi penggerak
tindakan, pengambilan keputusan, dan reaksi terhadap pengalaman hidup. Artikel ini
akan menjelaskan bagaimana pemahaman harkat manusia membantu mengelola emosi
dengan sehat, sehingga mendukung kesejahteraan psikologis.

5). Menghadapi Krisis dan Pertumbuhan Pascatrauma Krisis dan trauma adalah bagian
tak terhindarkan dari hidup manusia. Dalam pandangan psikologi, bagaimana seseorang
menghadapi dan tumbuh dari pengalaman sulit ini mencerminkan dimensi psikologis
yang mendalam. Artikel ini akan mengulas bagaimana konsep harkat manusia
membantu individu mengatasi tantangan, serta melalui proses ini, tumbuh menjadi
pribadi yang lebih kuat.

6). Mengintegrasikan Dimensi Spiritual dan Keseimbangan Psikologis Bagi banyak


orang, dimensi spiritual adalah aspek penting dari pemahaman harkat manusia. Dalam

ix
pandangan psikologi, konsep ini mengacu pada bagaimana spiritualitas berkontribusi
pada keseimbangan psikologis. Artikel ini akan membahas cara mengintegrasikan aspek
spiritual dalam upaya mencapai kesejahteraan holistik.

Dalam akhirnya, pemahaman mendalam tentang martabat manusia mengemuka sebagai


landasan yang semakin esensial. Keterkaitannya dengan bidang psikologi membuka
pintu introspeksi yang semakin dalam, menggali lapisan emosi dan intelektual yang
membentuk esensi hakiki manusia. Keterhubungan erat antara martabat manusia dan
psikologi mengarahkan kita menuju pemahaman diri yang lebih dalam, membimbing
kita untuk menghargai dan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang mengalir dalam
diri kita. Dalam perjalanan ini, pemahaman tentang dimensi psikologis menjadi cahaya
yang membimbing kita menuju pemahaman yang lebih komprehensif tentang harkat
manusia, menginspirasi penggalian yang berkesinambungan terhadap potensi sejati kita.

2. Keharusan beragama dalam islam


Islam mentolerir perbedaan keimanan dan keyakinan, tanpa harus memaksakan
keyakinan dan keimanan terhadap orang lain. Dengan kata lain, Islam melalui ajarannya
memiliki pendangan universal yang berlaku untuk seluruh umat manusia
Apakah beragama itu wajib?
Kenapa? Karena jelas menyalahi norma-norma HAM, di mana dalam konteks
kehidupan berbangsa, MEMELUK AGAMA sebenarnya merupakan HAK DASAR,
bukan KEWAJIBAN.
Agama berperan sangat penting dalam mengatur sendi-sendi kehidupan manusia dan
mengarahkannya kepada kebaikan bersama. Agama dan beragama adalah satu kesatuan
namun memiliki makna yang berbeda. Agama merupakan sebuah ajaran kebaikan yang
menuntun manusia kembali kepada hakekat kemanusiaannya.

3. Penggerak tingkah laku manusia


Setiap manusia yang normal, setiap kali melakukan perbuatan memiliki tujuan yang
ingin dicapai. Tidak ada orang yang melakukan suatu pekerjaan jika tidak ada tujuan
yang ingin dicapai dengan perbuatan itu. Pekerjaan sama yang dikerjakan oleh banyak
orang belum tentu memiliki tujuansama. Orang bisa berbeda-beda dalam sebagian
tujuan yang ingin dicapai, tetapi mereka mungkin sepakat pada tujuan yang lain.
Tujuan-tujuan itu seringkali hanya sepakat pada tujuan yang lain. Tujuan-tujuan itu

x
seringkali hanya bersifat pemuasan kebutuhan biologis, dan seringkali pemuasan
kebutuhan psikologis, atau bisa juga untuk pencapaian nilai-nilai tertentu sesuai dengan
pekerjaan yang dilakukannya. Tingkah laku manusia tidak mudah dipahami tanpa
mengetahui apa yang mendorongnya melakukan perbuatan tersebut. Manusia bukan
boneka yang digerakkan dari luardirinya, tetapi di dalam dirinya ada kekuatan yang
menggerakkan sehingga seseorang mengerjakan suatu perbuatan tertentu. Faktor-faktor
yang menggerakkan tingkah laku manusia itulah yang dalam ilmu jiwa disebut sebagai
motif. Motif (motive) yang berasal dari kata motion.
Motion memiliki arti gerakan atau sesuatu yang bergerak. Menurut istilah psikologi
mengandung pengertian penyebab yang diduga untuk suatu tindakan; suatu aktivitas
yang sedang berkembang, dan suatu kebutuhan.
Dalam bahasa Arab,faktor-faktor penggerak tingkah laku itu disebut yang artinya
dorongan-dorongan yang bersifat psikologis.
Buku-buku psikologi penuh dengan pembicaraan tentang pembagian motif. Sebagian
pakar psikologi berbicara tentang motif utama yang tersembunyi di balik ativitas
seseorang.
Sebagaian berbicara tentang motif untuk aktualisasi diri,sebagian lagi berbicara tentang
motif pemeliharaan diri dan yang lain menyebut motif penghargaan diri. Ada juga pakar
psikologi yang membagi motif menjadi dua kelompok, yaitu motif primer dan motif
sekunder.
Yang dimaksud dengan motif primer adalah motif yang berkaitan dengan struktur
organic tubuh manusia, sepertimotif kepada udara, kepada gerakan, kepada makanan
minuman di mana terdapat sejumlah motif yang mendorong seseorang untuk mencari
jenis-jenis makanan. Para ahli juga menempatkan motif seksual dalam kelompok motif
primer. Motif primer ini bersifat naluriah, tidak dipelajari atau diperoleh seseorang,
tetapi diciptakan bersama dengan penciptaan awal (fitrah) manusia, sehingga motif
primer juga disebut motif fitri.
Sedangkan motif sekunder adalah motif yang sampai sekarang belum dipastikan
hubungannya dengan struktur organik, tetapi ia dibatasi oleh jenis aktivitas seseorang.
Berbeda dengan motif primer yang universal, motif-motif sekunder manusia berbeda-
beda sesuai dengan budaya dimana mereka hidup dan jenis-jenis kegiatan apa yang
dilakukan seseorang dalam hidupnya. Di Antara motif sekunder antara lain motif
persaingan, motif kejayaan, motif kebebasan, motif kerjasama, motif untuk masuk ke
dalam suatu golongan dan sebagainya. Di samping pembagian dikotomis primer

xi
sekunder, ada pakar psikologi yang membagi motif menjadi tiga kelompok, yaitu motif
biologis, emosi dan nilai-nilai.

4. Makna agama dan kepercayaan


Agama adalah suatu sistem kepercayaan, yang terdiri dari seperangkat keyakinan, nilai-
nilai, praktik, dan ritus yang bertujuan untuk memberikan panduan moral dan spiritual
bagi para pengikutnya. Secara umum, agama juga bisa diartikan sebagai upaya manusia
untuk mencari makna dan tujuan hidup, serta menjalin hubungan dengan yang Maha
Kuasa.
Agama adalah kepercayaan yang memiliki beragam jenis, dan dianut di seluruh dunia
termasuk agama-agama besar seperti Kristen, Islam, Hindu, Buddha, dan Yahudi, serta
agama-agama minoritas seperti Shinto, Sikh, Taoisme, dan banyak lagi. Masing-masing
agama memiliki kepercayaan, tradisi, dan praktik yang unik, namun semuanya memiliki
tujuan yang sama, yaitu untuk membantu manusia dalam menghadapi kehidupan ini
dengan bijaksana, damai, dan penuh kebaikan.
Salah satu ciri utama agama adalah kepercayaan kepada adanya kekuatan supranatural,
atau yang disebut dengan Tuhan atau dewa-dewi. Pada umumnya, agama mengajarkan
bahwa Tuhan adalah pencipta alam semesta dan memegang kendali atas kehidupan
manusia. Oleh karena itu, pengikut agama biasanya memuja dan menyembah Tuhan
melalui berbagai ritual dan doa.
Selain itu, agama juga mengajarkan nilai-nilai moral yang penting dalam kehidupan
manusia. Hal ini biasanya ditekankan melalui ajaran-ajaran suci atau kitab suci, yang
dijadikan pedoman hidup para pengikutnya. Misalnya, agama Kristen mengajarkan
tentang kasih sayang, pengampunan, dan kebaikan hati, sementara agama Islam
menekankan pentingnya ketaatan pada Tuhan, keadilan, dan belas kasih.

5. Pendidikan nilai dan solidaritas


1. Pengertian Pendidikan Nilai
Nilai atau value (bahasa inggris) atau valere (bahasa latin) menurut bahasa berarti
berguna, mampu akan, berdaya, berlaku, dan kuat. Nilai adalah kualitas suatu hasil yang
menjadikan hal itu dapat disukai, diinginkan, berguna, dihargai, dan dapat menjadi
objek kepentingan.
Pendidikan nilai sendiri menurut Kurt Baier menyatakan bahwa nilai adalah suatu
kecenderungan perilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologis seperti hasrat, motif,

xii
sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai pada wujud
tingkah lakunya yang unik. (Sumantri dan Sauri, 2006:31-32). Sedangkan menurut
Elmubarok (2008:12) konsep awal pendidikan nilai adalah komponen yang menyentuh
filosofi tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia, membangun manusia
paripurna dan membentuk insan kamil atau manusia seutuhnya. Menurut Mulyana
(2004:11) nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan pilihan. Nilai sebagai
hal ytang abstrak, yang harganya mensifati dan disifatkan pada sesuatu hal dan ciri-
cirinya dapat dilihat dari tingkah laku, memiliki kaitan dengan istilah fakta, tindakan,
norma, dan moral, cita-cita, keyakinan dan kebutuhan.
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu
kecenderungan yang dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku seseorang dengan
tujuan untuk menjadikan suatu kepentingan yang dapat disukai dan dihargai oleh orang
lain. Meskipun nilai merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi nilai dapat diukur dengan
wujud sikap dan tingkah laku dalam keseharian. Sedangkan pendidikan nilai sendiri
merupakan proses mendidik dan belajar yang bertujuan bukan hanya mencerdaskan
pengetahuan siswa (kognitif), tetapi juga mencerdaskan sikap dan tingkah laku seorang
siswa (afektif dan psikomotor). Karena pendidikan adalah menrubah seseorang dari
yang belum tahu menjadi tahu, dan merubah seseorang dari yang tidak baik menjadi
baik.Sehingga dapat disimpulkan pendidikan nilai dapat mencerdaskan seluruh aspek
dari siswa yaitu kecerdasan otak, spiritual, dan emosional.
2. Pengertian Solidaritas Kemanusiaan
Dia menjelaskan bahwa solidaritas kemanusiaan merupakan hubungan emosional yang
terbangun karena rasa saling percaya antara manusia yang menumbuhkan sikap saling
menghormati, saling menjaga dan bertanggungjawab satu sama lain.

6. Peran guru dalam pendidikan akhlak


Peranan guru pendidikan agama islam dalam membina akhlak siswa dilakukan dengan
mengajarkan tentang ilmu ahlak kepada siswa, mendidik agar siswa selalu taat
menjalani ajaran agama islam dan juga membentuk siswa agar berbudi pekerti yang
mulia.
Seiring dengan perkembangan zaman dan cangihnya teknologi, sudah banyak anak-
anak yang meleceng perilakunya terutama anak-anak yang berada di daerah kota.
Kebanyakan anak-anak yang berada dikota lebih cendrung menguunakan internet untuk
hal yang tidak penting, contohnya saja banyak terjadi siswa yang sering menggunakan

xiii
internet di hape untuk bermain serta membuka hal-hal yang tidak senonoh. Di
bandingkan dengan anak-anak yang berada di desa, anak-anak yang berada didesa
belum begitu banyak mengetahui tentang medsos dan hidupPeranan guru pendidikan
agama islam dalam membina akhlak siswa dilakukan dengan mengajarkan tentang ilmu
ahlakkepada siswa, mendidik agar siswa selalu taat menjalani ajaran agama islam dan
juga membentuk siswa agar berbudi pekerti yang mulia. dalam lingkungan keluarga
yang ketat dengan nilai agama dan budaya.
Peranan guru dalam pembinaan siswa yaitu harus menanamkan dalam diri siswa
tersebut nilai-nilai agama dan budaya yang sesuai dengan ajaran islam. Budaya juga
harus diperhatikan karena dengan budaya yang baik akan mencerminkan akhlak yang
baik.

xiv
Bab 3
Penutup

A. Kesimpulan
a) Apapun yang dikemukakan oleh para ahli tentang psikologi pendidikan, dapat
disimpulkan bahwa psikologi pendidikan adalah cabang dari psikologi yang dalam
penguraian dan penelitiannya lebih menekankan pada sebuah pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik fisik maupun mental, yang sangat erat hubungannya
dengan masalah pendidikan terutama yang mempengaruhi proses dan keberhasilan
belajar.
b) Uraian kesejarahan yang khusus berkaitan dengan psikologi pendidikan konon pern
ah dilakukan alakadarnya oleh beberapa orang ahli seperti Boring dan Murphi pada
tahun 1929dan Burt pada tahun 1957, tetapi terbatas untuk psikologi pendidikan
yang berkembang diwilayah inggris (David, 1972). Sudah tentu riwayat psikologi
pendidikan yang mereka tulisitu tidak dapat kita jadikan acuan bukan karena
keterbatasan wilayah pengembangan saja, melainkan juga telah kadaluarsanya
karya-karya tulis tersebut.
c) Menurut Muhibbin Syah objek psikologi pendidikan itu terbagi 2, yaitu :
1. Siswa, yaitu orang-orang yang belajar, termasuk pendekatan strategi, faktor dan
memengaruhi, dan prestasi yang dicapai.
2. Guru, yaitu orang-orang yang berkewajiban atau bertugas mengajar termasuk
metode,model, strategi dan lain-lain yang berhubungan dengan aktivitas penyajian
materi pelajaran.

B. Implikasi Materi Untuk Jurusan


Jurusan pendidikan teknik arsitektur yang lulusannya ditujukan untuk menjadi
pengajar pastinya harus memenuhi syarat menjadi guru. Berdasarkan paparan diatas, gu
ru sebagai pengajar haruslah paham akan psikologi pendidikan dikarenakan psikologi p
endidikanmerupakan wadah yang harus dipahami guru agar menjadi pendidik
yang berkualitas

12
Daftar Pustaka
Abdul Aziz, Shaleh dkk, At-tarbiyah wa Thuruqut Tadris, Juz 1, Mesir : Darul Ma’arif, t.th
Abdurrahman, Mulyono, Aktualisasi nilai-nilai Beragama dan Perkembangan Kejiwaan
Manusia, Jakarta : Rineka Cipta, 1999
Achyani, Ida, dan Sukestiyarno, Keharusan Beragama Dalam Islam, Semarang : FMIPA
Universitas Negeri Semarang, 2005
Ali, Muhammad, Jenis-jenis Penggerak Tingkah Laku Manusia, Bandung : Sinar Baru Algesino,
2004
Alwi, Hasan, dkk, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1976
A.M, Sadirman, Makna Agama dan Kepercayaan, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2010
Arikunto, Suharsimi, Pendidikan Nilai dan Solidaritas Kemanusiaan, Jakarta : Bumi Aksara, 2002
Aunurrohman, Belajar dan Pembelajaran, Peran Guru Dalam Pendidikan Akhlak, 2009
Baharuddin, Pendidikan dan Psikologi Perkembangan, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2009
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta : Ar-Ruzz Media
2010
Bower, Gordon H., Theories Of Learning, Englewood Cliff : Prentice Hall, 1981
Budiningsih, C. Asri, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 2008
Dalyono, M., Psikologi Pendidikan, Jakarta : Rineka Cipta, 2009
Darsono, M., dkk, Belajar dan Pembelajaran, Semarang : CV.IKIP Semarang Press, 2000
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : Diponegoro, 2008
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 2006
Djamarah, Syaiful Bahri, Guru dan Anak Didik dalan Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta,
2005
Djamarah, Syaiful Bahri, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 2008

13

Anda mungkin juga menyukai