Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PERCOBAAN

FITOKIMIA
PENETAPAN KADAR TANIN TOTAL
DENGAN METODE TITRIMETRI

Tanggal Percobaan : 29 Mei 2023


Tanggal Pengumpulan : 18 Juni 2023

Disusun Oleh : Kelompok - 5


Nama- NPM PembagianTugas
Marissa Muhnandari - 7120001 Kesimpulan, dapus
Ica DwiYulianita - 7120019 Hasil, Pembahasan
Nita Nursovia - 7120023 Lampiran, Complier
Devi Oktaviani - 7120024 Prosedur
Nurbaiti F. Siahaan - 7120028 Tujuan, Dasar Teori, Alat, Bahan, Editor

Dosen Pengampu : Anissa Susilawati, S.Tr.,M.S.Farm

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
A. Tujuan
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu :
1. Memilih pelarut yang sesuai untuk pengelompokkan senyawa
2. Mengelompokkan senyawa berdasarkan kepolaran dengan metode
fraksinasi

B. Dasar Teori
Ekstrak mengandung banyak senyawa metabolit sekunder dan
bahkan beberapa metabolit primer seperti karbohidrat, lipid, protein.
Senyawa-senyawa tersebut memiliki sifat tertentu seperti afinitas dengan
senyawa lain dan polaritas. Untuk dapat memisahkan senyawa-senyawa
tersebut, diperlukan proses pemisahan berdasarkan sifat-sifat tersebut yaitu
dengan melakukan proses fraksinasi. Fraksinasi pada umumnya
merupakan proses pemisahan yang dapat dilakukan menggunakan zat cair
dengan zat cair (ekstraksi cair-cair). Fraksinasi dilakukan secara bertingkat
berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan
polar berdasarkan prinsip like dissolve likes. Senyawa yang memiliki sifat
non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut
dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan larut kedalam
pelarut polar (Harborne 1987).
Fraksinasi meruprakan proses pemisahan komponen kimia di
antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur, sebagian komponen
larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase
yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi
pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen
kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat
kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. Hal ini
berdasarkan pada hukum distribusi atau partisi oleh Walter Nerst yang
berbunyi:
“jika solut (zat terlarut) dilarutkan sekaligus ke dalam 2 jenis
pelarut yang tidak saling bercampur, maka solut akan terdistribusi di
antara kedua pelarut. Pada keadaan setimbang perbandingan konsentrasi
solut berharga tetap pada suhu tetap”
Pemisahan kedua fase tersebut didasarkan pada bobot jenis dari
tiap fraksi, fraksi dengan bobot jenis tinggi akan berada paling dasar
sedang fraksi dengan bobot jenis rendah akan berada diatas. Untuk
melakukan proses ini dibantu menggunakan corong pisah (Gambar 7.1).

Gambar 7.1. Proses pemisahan (fraksinasi) menggunakan corong


pisah
Corong pisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Ia
mempunyai penyumbat di atasnya dan keran di bawahnya. Corong pisah
yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan
kerannya terbuat dari kaca ataupun Teflon. Ukuran corong pisah bervariasi
antara 50 mL sampai 3 L.Dalam skala industri, corong pemisah bisa
berukuran sangat besar dan dipasang sentrifuge.
Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut
dimasukkan ke dalam corong dari atas dengan corong keran ditutup.
Pelarut yang digunakan memiliki bobot jenis yang berbeda. Corong ini
kemudian ditutup dan digoyangdengan kuat untuk membuat dua fase
larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan keran dibuka untuk
melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini kemudian didiamkan
agar pemisahan antara dua fase berlangsung. Penyumbat dan keran corong
kemudian dibuka dan dua fase larutan ini dipisahkan dengan mengontrol
keran corong. Untuk memisahkan kedua lapisan yang terbentuk, dapat
mengikuti prosedur berikut:
a. Untuk mengambil lapisan bawah, buka keran corong pisah dengan
perlahan
b. hingga batas lapisan.
c. Lapisan atas dapat diambil setelah lapisan bawah dikeluarkan semua.
d. Lapisan atas diambil dengan menuangnya melalui mulut corong pisah
hingga habis. (hati-hati agar sisa lapisan bawah yang ertinggal tidak
ikut tertuang).
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat akan memulai fraksinasi, yaitu:
a. Sampel harus mudah didapatkan kembali dari cairan penyari
b. Kedua solven yang akan digunakan (pelarut dan penyari) tidak saling
bercampur
c. Pelarut memiliki perbedaan bobot jenis yang nyata
d. Pelarut memiliki titik didih yang nyata
e. Penyari tidak mengganggu pada analisis selanjutnya
f. Tidak menimbulkan buih dan emulsi sewaktu digojok
g. Corong hendaknya tidak diisi melebihi ¾ bagian h. Penggojokan mula-
mula pelan dan kelebihan tekanan dibebaskan melalui tangkai
h. Penggojokan dilakukan ke arah badan
i. Jumlah ekstraksi dan volume pelarut.
j. Penyarian lebih efektif jika proses fraksinasi dibagi dalam beberapa
bagian kecil daripada sekali dengan semua penyari yang tersedia.
Kendala pada fraksinasi adalah pembentukkan emulsi karena adanya
fraksi lemak-lemak atau minyak yang tertarik pada pelarut nonpolar yaitu
n-heksana atau semipolar yaitu etil asetat. Pada dasarnya emulsi dapat
dipecahkan dengan metode kimia, fisika dan elektrolisis. Menggunakan
metode kimia dapat digunakan dengan penambahan sejumlah tertentu
asam sulfat, asam asetat atau metanol atau etanol. Sedangkan metode
fisika dapat digunakan dengan memanaskan/mendinginkan corong pisah
yang digunakan, penyaringan melalui glasswool maupun sentrifugasi.
Macam-macam proses farksinasi :
1. Proses fraksinasi keringFarksinasi kering adalah suatu proses
fraksinasi yang didasarkan pada berat molekuldan komposisi dari
suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses
lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.
2. Proses fraksinasi basahFraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi
denga menggunakan zat pembasahatau dsebut proses hydrophilization
atau detergen proses. Hasil fraksinasi dari prosesini sama dengan
proses fraksinasi kering.
3. Proses farksinasi dengan solvent Adalah suatu proses fraksinasi
dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yangdigunakan adalah
aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan denga proses
fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.

C. Alat dan Bahan


1. Alat
• Corong pisah
• gelas ukur
• gelas kimia
• Erlenmeyer
• botol vial 48
2. Bahan :
• Ekstrak kental,
• Akuades
• etil asetat
• n-heksana

D. Prosedur

Sepuluh (10) g ekstrak ditambahkan sejumlah etanol untuk melarutkan ekstrak di


dalam gelas kimia, kemudian cukupkan aquadest hingga 50 ml, lalu masukkan ke
corong pisah

Fraksinasi dengan pelarut nonpolar terlebih dahulu yaitu n-heksana sebanyak 1/3
(15 ml) di dalam corong pisah
Sebelum dikocok balikkan dulu corong pisah dan buka keran untuk mengeluarkan
gas 4) Dikocok perlahan agar tidak terbentuk emulsi lalu buka keran corong pisah
untuk mengeluarkan gas

Proses diulang 2 kali

Hasil fraksinasi dicuci lagi dengan aquadest sebanyak 1/3 (10 ml) volume fraksi n-
heksana (idealnya), kemudian airnya dimasukkan lagi dalam fase air

Fraksinasi selanjutnya dengan pelarut semipolar yaitu etil asetat dan proses
selanjutnya sama seperti sebelumnya (volume etil asetat 15 ml sebanyak 2 kali)

Fraksinasi selanjutnya dengan pelarut polar yaitu etanol dan proses selanjutnya
sama seperti sebelumnya (volume etil asetat 15 ml sebanyak 2 kali)

Fraksi-fraksi tersebut di simpan dalam botol

Masing-masing larutan fraksi diuapkan dengan rotary evaporator atau penangas air

Simpan
E. Hasil
No Pelarut Gambar Keterangan

1. N- heksana Dari hasil fraksinasi yang


dialkukan dengan
menggunakan pelarut n-
heksana mendapatkan hasil
fraksi 2, 35 gram dengan
rendemen 23,5%

2. Etil asetat Dari hasil fraksinasi yang


dialkukan dengan
menggunakan pelarut n-
heksana mendapatkan hasil
fraksi 1,72 gram dengan
rendemen 17,2 %

3. Etanol Dari hasil fraksinasi yang


dialkukan dengan
menggunakan pelarut n-
heksana mendapatkan hasil
fraksi 2,13 gram dengan
rendemen 21,3%

• Perhitungan
a. Fraksi n- heksana

- Berat sampel : 10 gram

- Berat fraksi n- heksana : 2,35 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


% Rendemen : 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

2,35 𝑔𝑟𝑎𝑚
: x 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚

: 23,5 %
b. Fraksi etil asetat

- Berat sampel : 10 gram

- Berat fraksi n- heksana : 1, 72 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


%Rendemen : 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

1,72 𝑔𝑟𝑎𝑚
: x 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚

: 17,2 %

c. Fraksi metanol

- Berat sampel : 10 gram

- Berat fraksi n- heksana : 2,13 gram

𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ


% Rendemen : 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑢𝑛𝑎𝑘𝑎𝑛

2,13 𝑔𝑟𝑎𝑚
: x 100%
10 𝑔𝑟𝑎𝑚

: 21,3 %

F. Pembahasan dan Diskusi


Pada praktikum ini dilakukan percobaan fraksinasi secara ekstraksi cair-
cair. Fraksinasi yang merupakan proses pemisahan antara senyawa aktif dalam
sampel berdasarkan tingkat tingkat kepolaran masing-masing bahan fraksinasi
menggunakan lebih dari satu pelarut. Fraksi yang diperoleh dipisahkan,
kemudian ditimbang rendemen yang didapat dari hasil ekstrak dan hasil fraksi.

Proses proksinasi menggunakan corong pisah digunakan dengan


mencampurkan dua fase pelarut, kemudian digoyangkan atau di gojok searah
untuk membuat fase tercampur, sesekali buka keran untuk mengeluarkan gas
yang ada di dalam corong pisah. Diamkan dengan posisi vertikal tunggu hingga
terjadi pemisahan antara dua fase tersebut. Setelah terjadi pemisahan, buka keran
corong secara berhati-hati untuk mengontrol campuran yang sedang dipisahkan.
Senyawa yang bersifat polar akan berada di fase bawah dan senyawa yang
bersifat nonpolar akan berada di fase atas. Hal tersebut terjadi karena adanya
perbedaan berat jenis antar pelarut

Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah lengkuas (alpinia
galanga) di dalam beberapa pelarut seperti n-heksan etil asetat dan metanol. Di
mana hasil yang menunjukkan kelarutan paling tinggi sampai paling rendah
berturut-turut nheksan metanol dan etil asetat hal ini berbeda dengan penelitian
Ahmad Masri dkk. 2015 yang menunjukkan kelarutan etil asetat lebih tinggi
dibandingkan n- heksan. Hal ini diduga karena pengambilan fraksi yang sedikit
atau kualitas sampel yang menurun.

Dari hasil fraksinasi sampel yang digunakan sebanyak 10 gram dengan


berat fraksi non polar sebesar 2,35 gram, hasil fraksi semi polar sebanyak 1,72
gram dan fraksi non polar sebanyak 2,13 gram

Dengan hasil rendemen dari fraksi nonpolar 23,5% dari fraksi semipolar
17,2% dan rendemen dari fraksi polar adalah 21,3%

G. Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan dari praktikum ini, yaitu :

1. Fraksinasi adalah proses pemilahan antara senyawa aktif dalam sampel


berdasarkan tingkat kepolaran masing-masing bahan fraksinasi menggunakan
lebih dari satu pelarut.
2. Simplisia lengkuas (alpinia galanga) menunjukkan kelarutan paling tinggi
dengan senyawa non polar yaitu n-heksan.
3. Simplisia lengkuas (alpinia galanga) menunjukkan kelarutan paling rendah
dengan senyawa semipolar yaitu etil asetat.
4. Rendemen yang dihasilkan dari simplisia lengkuas dengan pelaut n-heksan
sebesar 0,242%, etil asetat sebesar 0,71% dan metanol sebesar 0,88%.
H. Daftar Pustaka
Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi I. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Harbone. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB, Bandung.

I. Lampiran

Anda mungkin juga menyukai