Anda di halaman 1dari 13

TEORI

A. Kebijakan Publik

Thomas R. Dye (dalam Mustari, 2015) mengemukakan bahwa

kebijakan publik merupakan apapun yang dipilih oleh Pemerintah untuk

melakukan atau tidak melakukan sesuatu “Public Policy is whatever

government choose to do or not to do”. Pemerintah dalam melakukan

sesuatu pasti terdapat sasaran atau tujuan yang akan dicapai dan harus

bersikap objektif dalam melakukannya. Selain itu, Edward dan Sharkansky

(dalam Muadi, 2016) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang

dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan

Publik pada hakikatnya ditujukan kepada kepentingan masyarakat.

Berdasarkan pada penjelasan diatas, Kebijakan Publik yaitu serangkaian

tindakan yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan, baik oleh

individu maupun kelompok dalam mencapai suatu tujuan yang mengarah

kepada kepentingan masyarakat.

Carl Friedrich (dalam Mustari, 2015) Kebijakan yaitu sebagai suatu

tindakan yang diusulkan oleh individu, kelompok atau pemerintah dalam

suatu lingkungan yang terdapat hambatan atau kesulitan dan adanya

kesempatan untuk pelaksanaan kebijakan yang diusulkan dalam rangka

mencapai tujuan atau merealisasikan suatu sasaran tertentu. Berdasarkan

penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu

tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan secara individu maupun


kelompok dalam rangka mencapai tujuan maupun menyelesaikan

permasalaan yang terjadi pada lingkungan masyarakat.

Elemen Sistem Kebijakan

Sistem Kebijakan dari Thomas R. Dye

Sistem kebijakan terdiri dari tiga unsur yang saling berhubungan

timbal balik, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan

kebijakan. Pembentukan kebijakan publik dapat terjadi karena adanya

pengaruh lingkungan. Faktor-faktor lingkungan tersebut diantaranya

karakteristik geografi, seperti sumber daya alam, iklim, dan topografi;

variabel demografi, seperti banyaknya penduduk, distribusi umur

penduduk, lokasi sosial, kebudayaan, politik, struktur sosial, dan sistem

ekonomi. Kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan maupun

keputusan-keputusan yang telah dipilih untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu hal tertentu. Isu kebijakan biasanya berasal dari hasil

musyawarah yang diselingi dengan konflik masalah kebijakan.

Masalah kebijakan bergantung pada pola keterlibatan pemangku

kebijakan (policy stakeholder) yang khusus, yakni para individu atau

kelompok yang memiliki kepentingan di dalam kebijakan serta dapat

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan yang dibuat. Pelaku

kebijakan yang meliputi agen-agen pemerintah, pemimpin terpilih, dan para


analis kebijakan dapat menangkap informasi yang sama dengan sudut

pandang yang berbeda mengenai lingkungan kebijakan (policy

environment) yang merupakan lokasi di mana kejadian-kejadian yang

terjadi disekeliling isu kebijakan, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

pembuat kebijakan dan kebijakan publik.

Sistem kebijakan berisikan sebuah proses yang bersifat dialektis

yang mana dimensi objektif dan subjektif dari pembuatan kebijakan tidak

terpisahkan di dalam praktiknya. Dimensi objektif yang dimaksud adalah

produk manusia yang diciptakan secara objektif melalui pilihan-pilihan atas

kesadaran pelaku kebijakan. Pelaku kebijakan merupakan pencipta dan

pengguna dari hasil ciptaan sistem kebijakan.

B. Kebijakan Informasi

Menurut Daniel (dalam Rahmi, 2017) kebijakan informasi

merupakan seperangkat aturan, baik formal dan informal, yang secara

langsung akan membatasi ataupun mendorong sebuah informasi. Kebijakan

informasi akan menentukan jenis informasi yang dikumpulkan, diciptakan,

mengorganisir, menyimpan, mengakses, menyebarkan dan

mempertahankan. Hernon dan Relyea (dalam Rahmi, 2017) mengemukakan

bahwa kebijakan informasi adalah sebuah prinsip, hukum, pedoman, aturan,

peraturan, dan prosedur yang berkaitan dengan memandu dalam

pengawasan dan pengelolaan pada siklus hidup informasi yang terdiri dari
produksi, pengumpulan, distribusi atau penyebaran, temu balik dan

penggunaan, hingga pelestarian informasi.

Braman (dalam Safira, 2021) menyebutkan kebijakan informasi

sebagai kebijakan yang meliputi undang-undang, peraturan, dan berbagai

doktrin serta keputusan lain dan praktek yang ada dalam masyarakat yang

memberikan dampak secara menyeluruh bagi institusi yang terlibat dalam

penciptaan, pengolahan, arus, akses dan penggunaan informasi. Rowlands

(dalam Safira, 2021) mengemukakan bahwa dibentuknya kebijakan

informasi karena terdapat tiga kepentingan, yakni kepentingan ilmiah,

kepentingan pekerja professional, dan kepentingan politik.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan

informasi adalah suatu peraturan yang berperan penting dalam mengawasi

dan mengelola siklus hidup informasi agar informasi dapat diciptakan,

disebarkan dan digunakan dengan baik.

C. Masyarakat Masa Depan

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang

sangat cepat dapat memberikan perubahan yang drastis pada masyarakat

dan industri. Terjadinya transformasi digital dapat menciptakan nilai-nilai

baru dan akan menjadi pilar kebijakan industri di berbagai negara.

Fukuyama (dalam Slameto, 2019) menyebutkan bahwa masyarakat 5.0

merupakan bagian inti dari “strategi investasi untuk masa depan 2017:

reformasi untuk mencapai masyarakat 5.0”. Kemudian, Slameto (2019)


mengemukakan bahwa masyarakat 5.0 sendiri merupakan di mana

masyarakat yang memiliki berbagai kebutuhan yang dibedakan dan

dipenuhi dengan menyedia barang dan layanan yang diperlukan dalam

jumlah yang memadai kepada individu yang membutuhkan dan sehingga

semua individu akan mendapatkan layanan yang berkualitas tinggi dan

menciptakan kehidupan yang nyaman.

Menurut Kantor Kabinet Jepang (dalam Handayani, 2020)

mendefinisikan society 5.0 sebagai masyarakat yang berpusat pada manusia

yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan dapat menyelesaikan

tantangan sosial melalui sistem yang mengintegrasikan ruang maya dan

ruang fisik 4.0. Dengan ini, diharapkan dapat menciptakan kecerdasan

buatan (IA) yang akan mentransformasi big data yang telah dikumpulkan

melalui internet dari segala bidang kehidupan yang menjadi suatu kearifan

yang baru, sehingga dapat meningkatkan kemampuan manusia dalam

membuka peluang-peluang bagi manusia. Selain itu, masyarakat 5.0 disebut

sebagai masyarakat super pintar (super smart society).

Dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat

masa depan dapat disebut sebagai masyarakat 5.0 yang juga dijuluki sebagai

masyarakat super pintar (super smart society) di mana masyarakat yang

dapat menyeimbangkan kemajuan ekonomi dan menyelesaikan tantangan

sosial dengan menyediakan barang dan layanan diperlukan, sehingga dapat

menciptakan kehidupan yang nyaman dan sejahtera.


D. Kebutuhan Informasi

Kebutuhan informasi merupakan salah satu kebutuhan penting

selain kebutuhan pokok. Teori kebutuhan Maslow menyatakan bahwa

kebutuhan informasi menjadi salah satu kebutuhan aktualisasi diri yang

tercermin pada perilaku manusia yang ditentukan oleh dorongan untuk

memenuhi kebutuhan tersebut. Kemudian Wilson (dalam Nurfadillah,

2021) menyatakan bahwa kebutuhan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu:

a. Kebutuhan fisiologi (Physiological needs)

Kebutuhan fisiologi merupakan kebutuhan yang paling dasar dan

paling penting, serta harus terpenuhi untuk bertahan hidup, seperti

makanan, tempat tinggal, air, dan lain sebagainya.

b. Kebutuhan afektif (Affective needs)

Kebutuhan afektif merupakan kebutuhan yang berkaitan dengan

estetika, hal yang menyenangkan dan pengalaman yang emosional.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan afektif, dapat menggunakan

media komunikasi seperti televisi, radio, komputer, handphone dan

lain sebagainya.

c. Kebutuhan kognitif (Cognitive needs)

Kebutuhan kognitif merupakan kebutuhan yang didasarkan pada

keinginan dari sendiri untuk mempelajari sesuatu ataupun

mengembangkan diri. Untuk memenuhi kebutuhan ini, individu

dapat melalui media massa ataupun dengan mengobrol.


Kulthau (dalam Nurfadillah, 2021) mendefinisikan kebutuhan

informasi dalam ilmu informasi sebagai sesuatu yang akan muncul dari

kesadaran diri mengenai sesuatu yang hilang atau kurang, yang kemudian

menjadi suatu keinginan untuk mengetahui keberadaan suatu informasi

yang akan memberikan pemahaman sebuah makna tersebut. Individu akan

merasa akan kebutuhan informasi dan mencarinya ketika menyadari akan

hilang atau kurangnya pengetahuan pada suatu hal. Kesadaran diri menjadi

sebuah motivasi seperti dorongan seseorang untuk melakukan suatu

tindakan terhadap suatu hal. Seperti halnya tindakan untuk melakukan

pencarian informasi ketika seseorang menyadari akan kebutuhan informasi.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bawah kebutuhan

informasi adalah kebutuhan yang sangat penting, selain kebutuhan pokok,

guna memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dan meningkatkan pengetahuan

dan wawasan diri.

E. Keterbukaan Akses (Open Access)

Kemunculan open access ini terjadi atas adanya inisiasi disaat

konferensi di Open Society Institute pada Desember 2001 yaitu Budapest

Open Access Inititaive (BOAI). Kemudian pada tanggal 14 Februari 2002,

pernyataan resmi mengenai inisiasi BOAI di rilis. Dalam perilisan tersebut,

open access dapat mendistribusikan peer reviewed journal secara gratis dan

tanpa ada batasan akses bagi semua pengguna baik pelajar, pengajar,

ilmuwan dan semua yang membutuhkan. Kehadiran open access ini juga
dapat digunakan oleh akademisi untuk menerbitkan hasil penelitian pada

jurnal ilmiah secara gratis, dan dapat diakses secara bebas untuk yang

membutuhkan. Secara tidak langsung, open access dapat mempercepat

penyebaran informasi.

Budapest Open Access Initiative (BOAI) dalam Pendit (2008)

mengartikan open access sebagai ketersediaan artikel-artikel secara cuma-

cuma di internet supaya semua orang dapat membaca, mengambil,

menyalin, menyebarkan, mencetak, menelusur, membuat kaitan dengan

artikel-artikel tersebut secara sepenuhnya, menjelajah untuk membuat

indeks, menyalurkannya sebagai data masukan ke perangkat lunak, atau

menggunakannya untuk berbagai keperluan yang tidak melanggar hukum,

tanpa harus menghadapi hambatan finansial, legal, atau teknis selain

hambatan-hambatan yang tidak dapat dilepaskan dari kemampuan

mengakses internet itu sendiri. Satu-satunya pembatasan dalam hal

reproduksi dan distribusi serta satu-satunya peranan hak cipta dalam bidang

ini seharusnya hanya dalam bentuk pemberian hak kepada penulis untuk

menentukan integritas artikel yang ditulisnya dan pemberian penghargaam

kepadanya dalam bentuk pengutipan.

Menurut Pendit (2009) Open Access merupakan sebuah gerakan

yang berkaitan dengan dua hal, yakni keberadaan teknologi digital dan akses

ke artikel jurnal ilmiah dalam bentuk digital. Adanya teknologi digital yang

dapat menyebarluaskan artikel secara digital dengan mudah. Kemudian

Pendit juga menjelaskan bahwa open access merujuk pada adanya literatur
digital yang tersedia online, dapat diakses secara gratis, dan terbebas dari

ikatan atau hak cipta. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan

bahwa open access merupakan suatu sistem digital yang memberikan

layanan untuk mengakses artikel dalam bentuk digital secara fulltext

dimanapun dan kapanpun tanpa adanya batasan.

F. Repositori Institusi (Institutional Repository)

Menurut Lynch (dalam Ernaningsih, 2017) repositori yakni sebuah

layanan digital yang diberikan oleh perguruan tinggi kepada pemustaka

dalam mengelola dan menyebarluaskan koleksi digital. Kemudian Mark

Ware (dalam Ernaningsih, 2017) menjelaskan bahwa respositori institusi

sebagai kumpulan data yang berbasis web yang terdiri dari materi ilmiah

yang pengembangan, pengumpulan, penyimpanan dan penyebaran

dilakukan oleh lembaga, serta koleksi yang akan terus-menerus bertambah.

Johnson (dalam Safira, 2021) mengemukakan Repositori Institusi atau

Institutional Repository merupakan sebuah repositori yang digunakan oleh

seluruh institusi untuk menyimpan beragam karya digital seperti artikel,

kumpulan skripsi, tesis dan disertasi elektronik, jurnal, dan lain sebagainya,

yang disediakan untuk dipergunakan oleh pemustaka. Sebagaian besar

Repositori perguruan tinggi dikelola oleh Perpustakaan Perguruan Tinggi.

Barton (dalam, Ernaningsih, 2017) mengemukakan beberapa

manfaat dari repositori institusi, diantaranya yaitu: 1) Untuk meningkatkan

visibilitas dan dampak sitasi karya ilmiah. Dengan ini, perguruan tinggi
dapat mengembangkan dan memudahkan untuk mengukur seberapa sering

karya ilmiah, artikel ilmiah dan hasil penelitian diakses, digunakan, dibaca

maupun di-download; 2) Untuk memberikan pusat akses terhadap karya

ilmiah. Dengan menyimpan karya ilmiah pada pusat akses (satu lokus),

maka dapat memudahkan pemustaka dalam penemuan kembali; 3) Untuk

memberikan akses terbuka. Dengan memberikan layanan akses terbuka

secara gratis terhadap karya ilmiah maupun publikasi ilmiah, sehingga dapat

mempublikasi penelitian ilmiah dengan cepat tanpa intermediasi penerbit

dan lebih efektif; dan 4) Untuk menyimpan dan melestarikan aset secara

permanen, sehingga koleksi dapat diakses oleh generasi selanjutnya dan

berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa repositori

institusi merupakan suatu layanan digital yang diberikan oleh sebuah

institusi atau lembaga dalam mengelola dan menyebarkan koleksi digital

berupa karya ilmiah, artikel ilmiah dan hasil penelitian ilmiah.

Pengembangan Repositori Institusi

Gibbons (dalam Safira, 2021) menyatakan bahwa terdapat tujuh

langkah dalam pengembangan repositori institusi, yaitu: merumuskan

alasan pengembangan; menetapkan tujuan dari repositori; menetapkan

layanan repositori; memilih perangkat lunak yang tepat untuk repositori;

mengembangkan kebijakan tertulis; membangun komunitas; dan

mempromosikan repositori. Sedangkan Prayesti (dalam Safira, 2021)

menjelaskan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi


pengembangan repositori institusi yakni motivasi dan tujuan

pengembangan, kesinambungan infrastruktur; manajemen penyimpanna

dan pengembangan konten; kebijakan pengembangan dan pendanaan.

Seperti halnya yang dikemukakan oleh Johnson dan Lynch, repositori

institusi memiliki beberapa karakteristik, diantaranya yakni:

1) Dikembangkan oleh suatu lembaga (institutionally defined)

Repositori institusi adalah representasi dari suatu lembaga yang

berentitas histori dan kenyataan. Konten yang dimuat pada repositori

bersifat spesifik yang terdiri dari hasil penelitian dari anggota lembaga

dan bahan kajian yang dikembangkan oleh lembaga itu sendiri.

2) Konten ilmiah (scholarly content).

Konten pada repositori disesuaikan dengan tujuan dari repositori yang

telah ditentutakan oleh institusi. Repositori berfungsi sebagai

pengumpulan, preservasi, penyimpanan dan penyebarluasan karya

ilmiah yang sesuai dengan kebijakan dan mekanisme yang tepat dan

jelas.

3) Kumulatif dan berkelanjutan (cumulative and perpetual).

Karya ilmiah yang telah dimasukkan ke dalam repositori akan disimpan

secara permanen. Sehingga karya tersebut tidak dapat ditarik kembali,

kecuali apabila terdapat masalah seperti plagiarism atau hak cipta, maka

karya ilmiah tersebut akan dihapus setelah ditindak lanjuti.

Penyimpanan secara permanen dilakukan bertujuan untuk dapat


digunakan oleh generasi selanjutnya untuk pengembangan ilmu

pengetahuan serta kepentingan pendidikan.

4) Terbuka dan diakses oleh masyarakat luas (open and interoperable)

Adanya akses secara terbuka dan interoperabilitas dapat menjadikan

repositori institusi sebagai modal intelektual secara terbuka untuk

kepentingan institusi dan masyarakat luas. Sehingga masyarakat dapat

mengakses dengan mudah.

5) Mengumpulkan dan mempreservasi seluruh kegiatan secara digital.

Dengan ini, seluruh kegiatan yang terjadi di institusi seperti workshop,

seminar, pelatihan dan lain sebagainya akan dikelola dan dipreservasi

dalam repositori institusi secara digital, sehingga seluruh sivitas

akademik maupun masyarakat luas dapat mengaksesnya.

DAFTAR PUSTAKA:

Ernaningsih, D. N. (2017). Kebijakan Akses Intritutional Repository: Studi Kasus


di Perpustakaan Universitas Negeri Malang. Jurnal Perpustakaan dan
Rekod. Vo. 3 (1) pp: 25-37. Di akses pada tanggal 22 Desember 2022 pada
08.22 WIB pada https://e-
journal.unair.ac.id/RLJ/article/download/7288/4423
Handayani N. N. L. & Muliastrini N. K. E. (2020). Pembelajaran Era Disruptif
Menuju Era Society 5.0 (Telaah Perspektif Pendidikan Dasar). Di akses
pada tanggal 26 Februari 2023 pada 21.15 WIB dari
https://prosiding.iahntp.ac.id/index.php/seminar-nasional/article/view/32
Muadi, Sholih (2016). Konsep dan Kajian Teori Perumusan Kebijakan Publik.
Jurnal Review Politik. Vol. 06 (02) pp: 195-224. Di akses pada 31 Januari
2023 pada 21.53 WIB pada
http://jurnalfuf.uinsby.ac.id/index.php/JRP/article/view/1078
Mustari, Nuryanti (2015). Pemahaman Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi
dan Evaluasi Kebijakan Publik. Yogyakarta: LeutikaPrio.
Nurfadillah, M. & Ardiansah (2021). Perilaku Pencarian Informasi Mahasiswa
Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi Sebelum dan Saat Pandemi Covid-
19. Jurnal Ilmu Perpustakaan dan Informasi. Vo. 16 (1) pp: 21-39. Di akses
pada 1 Februari 2023 pada 20.55 WIB pada https://ejournal.uin-
suka.ac.id/adab/FIHRIS/article/view/1833
Rumani, Sri (2016). Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Hak Cipta dalam Open Access
Informasi. Jurnal Ilmiah Kepustakawanan. Vol. 5 (2) pp: 111-123. Di akses
pada 25 Februari 2022 pada 23.16 WIB pada http://fppti-
jateng.or.id/libraria/index.php/lib/article/download/28/17
Safira, Fidan (2021). Kebijakan Open Access Repositori Instutusi di Perpustakaan
Perguruan Tinggi: Kajian Best Practice Studi Literature. Jurnal Kajian
Informasi dan Perpustakaan. Vo. 13 (1) pp:116-136. Di akses pada tanggal
22 Desember 2022 pada 08.25 WIB pada
https://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/pustakaloka/article/view/2457
Saufa, Arina F. (2018). Open Access dan Perpustakaan Digital: Tantangan
Perpustakaan Dalam Mengelola Repository di Perguruan Tinggi. Vol. 10
(1) pp: 113-123. Di akses pada tanggal 26 Februari 2023 pada 1419 WIB
pada
http://jurnal.iainponorogo.ac.id/index.php/pustakaloka/article/view/1410
Slameto. (2019). Reformasi Pendidikan Era Masyarakat 5.0. Jurnal Ilmiah
Pendidikan. Vol. 03 (15) pp: 412-419. Di akses pada tanggal 26 Februari
2023 pada 21. 20 WIB dari
https://smpn1salatiga.sch.id/trisala/index.php/trisala/article/view/130

Anda mungkin juga menyukai