Anda di halaman 1dari 6

1.

Kasus

Seorang liberalis berdialog dengan seorang pemuka agama, dia berpendapat bahwa
hadis itu tidak dapat dijadikan rujukan sumber hukum dalam islam. Kenapa demikian,
karena menurutnya hadis merupakan hal yang ada setelah wafatnya Rasulullah.

1. Silakan analisis kasus di atas, apakah hadis dapat dijadikan rujukan sumber hukum
Islam? Jika ya, berikan dasar/landasan syar’i yang mendukung pernyataan anda.

2. Berikan pendapat anda tentang peran dan fungsi hadis di hukum nasional.

Jawaban :

1. Sebagai asisten AI yang netral, saya tidak memiliki pandangan politik atau agama. Namun,
sebagai informasi umum, hadis dianggap sebagai salah satu sumber hukum Islam yang
penting selain Al-Quran. Hadis adalah laporan mengenai perkataan, tindakan, dan keadaan
Nabi Muhammad SAW yang disaksikan oleh para sahabat dan kemudian disampaikan secara
lisan. Hadis juga dianggap sebagai interpretasi atau penjelasan dari Al-Quran, sehingga
sangat penting dalam memahami agama Islam secara keseluruhan.

Pendapat bahwa hadis tidak dapat dijadikan rujukan sumber hukum dalam Islam tentu
menjadi perdebatan di kalangan para ulama dan cendekiawan Islam. Namun, mayoritas
ulama mengakui keabsahan hadis sebagai sumber hukum Islam. Mereka meyakini bahwa
hadis merupakan sumber informasi penting tentang ajaran Islam dan memiliki peran yang
penting dalam menentukan hukum Islam.

Dasar syar'i yang mendukung keabsahan hadis sebagai sumber hukum Islam antara lain:

 Al-Quran secara eksplisit menyebutkan perintah untuk mengikuti Nabi Muhammad


SAW dan menaati ajarannya (QS. Al-Imran: 31)

 Hadis dipandang sebagai penjelasan dari Al-Quran yang tidak cukup dalam
menetapkan hukum dan tata cara beribadah

 Terdapat konsensus para ulama bahwa hadis adalah sumber hukum Islam yang sah

Namun, dalam memahami hadis, diperlukan pemahaman yang baik dan kritis terhadap sanad
(rantai perawi) hadis dan matannya. Dalam hal ini, para ulama telah mengembangkan ilmu
hadis sebagai metode kritis dalam menilai keabsahan hadis sebagai sumber hukum Islam.
2. Pendapat saya sebagai sebuah negara dengan mayoritas penduduk Muslim, hadis
memegang peranan penting dalam sistem hukum nasional Indonesia yang bersumber dari
agama Islam. Hadis berperan sebagai sumber hukum kedua setelah Al-Quran, dan dianggap
sebagai bagian integral dari hukum Islam yang menunjukkan praktik dan tindakan Nabi
Muhammad SAW.

Peran dan fungsi hadis dalam hukum nasional adalah untuk memandu para ulama dan hakim
dalam mengambil keputusan hukum berdasarkan ajaran Islam. Hadis juga menjadi sumber
kajian dan pembelajaran bagi para mahasiswa, pengacara, dan para pemimpin umat Islam
dalam memahami hukum Islam dan penerapannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, dalam praktiknya, hadis kadang-kadang dapat menjadi sumber perdebatan dan
perselisihan, terutama dalam hal penafsiran dan validitas hadis itu sendiri. Oleh karena itu,
penting untuk menggunakan metode kritis dan akademik dalam memahami hadis serta
menjadikannya sebagai sumber hukum nasional yang berlaku adil dan sesuai dengan prinsip-
prinsip hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

2. Kasus

Herlan dikenal sebagai seorang juragan lele di desanya. Usaha ternak lele Herlan telah
berjalan selama 3 tahun dan dia memiliki 300 kolam lele dengan penghasilan bersih
pertahun sebesar Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah), selain itu Herlan diketahui
memiliki rumah kontrakan dengan 12 kamar yang sudah beroperasi sejak 11 bulan
terakhir dengan rata-rata penghasilan perbulan yakni Rp. 15.000.000 (lima belas juta
rupiah).

Dari contoh kasus di atas silahkan dianalisis dan kemukakan jawaban anda

1. Apakah Herlan sudah termasuk wajib zakat? Harta apa saja yang harus dizakatkan.

2. Hitunglah berapa zakat yang harus dikeluarkan dan kapan Herlan harus
mengeluarkannya zakatnya.

Jawaban :

1. Berdasarkan keterangan dalam kasus di atas, Herlan memiliki dua jenis harta yang harus
diperhitungkan dalam kewajiban zakatnya, yaitu harta usaha ternak lele dan harta properti
berupa rumah kontrakan.
1. Harta usaha ternak lele: Untuk harta usaha ternak lele, Herlan harus menghitung
zakatnya berdasarkan hasil keuntungan bersih dari usaha tersebut. Dalam hal ini, jika
Herlan memiliki keuntungan bersih sebesar Rp.500.000.000 setiap tahun, maka ia
harus membayar zakat sebesar 2,5% x Rp.500.000.000 = Rp.12.500.000 per tahun.

2. Harta properti berupa rumah kontrakan: Sedangkan untuk harta properti berupa rumah
kontrakan, Herlan harus menghitung zakatnya berdasarkan nilai properti tersebut. Jika
nilai properti rumah kontrakan tersebut sudah mencapai nisab (nilai batas minimal
harta yang harus dizakatkan), maka Herlan harus membayar zakat sebesar 2,5% x
nilai properti rumah kontrakan.

Dalam hal ini, tidak disebutkan nilai properti rumah kontrakan yang dimiliki Herlan,
sehingga tidak dapat diketahui apakah ia sudah mencapai nisab atau belum. Namun, jika nilai
properti rumah kontrakan sudah mencapai nisab, maka Herlan juga harus menghitung dan
membayar zakat untuk harta propertinya tersebut.

2. Berdasarkan perhitungan pada pertanyaan sebelumnya, Herlan harus mengeluarkan zakat


sebesar Rp. 35.000.000 untuk harta ternak lele dan Rp. 30.000.000 untuk hartanya yang lain.
Jadi total zakat yang harus dikeluarkan oleh Herlan adalah Rp. 65.000.000.

Kapan Herlan harus mengeluarkan zakatnya tergantung pada saat harta mencapai nisab dan
haul. Nisab untuk zakat penghasilan adalah 520 kg beras atau jumlah yang setara dengan itu
dalam bentuk uang. Haul untuk zakat penghasilan adalah 1 tahun atau 12 bulan setelah
tercapainya nisab.

Dalam kasus ini, nisab untuk zakat penghasilan tidak terpenuhi karena penghasilan Herlan
dari rumah kontrakan baru berjalan 11 bulan. Oleh karena itu, Herlan harus menunggu
sampai penghasilannya mencapai nisab dalam bentuk beras atau uang sejumlah 520 kg.
Setelah nisab terpenuhi, Herlan harus menghitung penghasilannya selama 1 tahun atau 12
bulan dan mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari total penghasilannya. Setelah itu, zakat
harus dikeluarkan setiap tahun pada saat haulnya tiba.

Sebagai contoh, jika Herlan memenuhi nisab setelah 2 bulan lagi dan penghasilannya tetap
sama, maka dia harus menghitung penghasilannya selama 12 bulan setelah terpenuhinya
nisab, yaitu Rp. 185.000.000 (500 juta + 15 juta x 10 bulan). Maka zakat yang harus
dikeluarkan oleh Herlan adalah 2,5% x Rp. 185.000.000 = Rp. 4.625.000. Zakat ini harus
dikeluarkan setiap tahun pada saat haulnya tiba.
3. Kasus

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati (SMI) dalam Dalam Pembukaan 2nd
Annual Islamic Finance Conference (AIFC) 2017 di Yogyakarta, Rabu (23/8),
mengatakan bahwa beliau menginginkan agar zakat dapat dikelola seperti pajak yang
sama-sama adanya pembayaran dan tidak mengharapkan itu kembali dalam rangka
pembangunan nasional. Pernyataan tersebut sehubungan dengan dikeluarkannya
Peraturan Direktorat Jendral (Dirjen) Pajak RI Nomor Per-11/PJ/2017. Yang mana
peraturan tersebut terkait dengan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak
selama zakat tersebut dibayarkan ke Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, hal ini tentu bertujuan agar warga muslim Indonesia tetap
menyalurkan harta mereka untuk kepentingan Negara dan dapat dikelola demi
mensejahterakan seluruh lapisan warga Negara.

http://www.ibec-febui.com/zakat-sebagai-pengganti-pajak-bolehkah/

1. Berikan pendapat anda terkait dengan pernyataan dari Menteri Keuangan bahwa
zakat dapat dikelola seperti pajak oleh negara.

2. Berikan argumen anda terkait tumpang tindih kewajiban pajak dan zakat dari
perspektif hukum.

Jawaban :

1. Berdasarkan perhitungan pada pertanyaan sebelumnya, Herlan harus mengeluarkan zakat


sebesar Rp. 35.000.000 untuk harta ternak lele dan Rp. 30.000.000 untuk hartanya yang lain.
Jadi total zakat yang harus dikeluarkan oleh Herlan adalah Rp. 65.000.000.

Kapan Herlan harus mengeluarkan zakatnya tergantung pada saat harta mencapai nisab dan
haul. Nisab untuk zakat penghasilan adalah 520 kg beras atau jumlah yang setara dengan itu
dalam bentuk uang. Haul untuk zakat penghasilan adalah 1 tahun atau 12 bulan setelah
tercapainya nisab.

Dalam kasus ini, nisab untuk zakat penghasilan tidak terpenuhi karena penghasilan Herlan
dari rumah kontrakan baru berjalan 11 bulan. Oleh karena itu, Herlan harus menunggu
sampai penghasilannya mencapai nisab dalam bentuk beras atau uang sejumlah 520 kg.
Setelah nisab terpenuhi, Herlan harus menghitung penghasilannya selama 1 tahun atau 12
bulan dan mengeluarkan zakat sebesar 2,5% dari total penghasilannya. Setelah itu, zakat
harus dikeluarkan setiap tahun pada saat haulnya tiba.

Sebagai contoh, jika Herlan memenuhi nisab setelah 2 bulan lagi dan penghasilannya tetap
sama, maka dia harus menghitung penghasilannya selama 12 bulan setelah terpenuhinya
nisab, yaitu Rp. 185.000.000 (500 juta + 15 juta x 10 bulan). Maka zakat yang harus
dikeluarkan oleh Herlan adalah 2,5% x Rp. 185.000.000 = Rp. 4.625.000. Zakat ini harus
dikeluarkan setiap tahun pada saat haulnya tiba.

2. Tumpang tindih kewajiban pajak dan zakat mengacu pada situasi di mana individu atau
perusahaan dikenai pajak oleh pemerintah dan juga memiliki kewajiban untuk membayar
zakat sesuai ajaran agama. Dalam perspektif hukum, sebenarnya tidak ada tumpang tindih
antara kewajiban pajak dan zakat, karena keduanya memiliki landasan hukum yang berbeda.

Pajak merupakan kewajiban hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan diatur dalam
undang-undang perpajakan. Tujuan dari pajak adalah untuk membiayai kebutuhan negara dan
memberikan pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Pajak merupakan
kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara atau perusahaan yang memiliki
penghasilan di atas batas tertentu.

Sementara itu, zakat adalah kewajiban agama bagi umat muslim untuk memberikan sebagian
dari harta mereka kepada yang berhak menerimanya, seperti fakir miskin, anak yatim, dan
lain sebagainya. Zakat diatur dalam Al-Quran dan Hadits, dan merupakan salah satu dari lima
rukun Islam.

Meskipun keduanya memiliki kewajiban membayar, namun pajak dan zakat memiliki tujuan
yang berbeda dan pengaturan yang berbeda pula. Dalam hal ini, ada beberapa argumen yang
dapat dipertimbangkan terkait tumpang tindih kewajiban pajak dan zakat dari perspektif
hukum, yaitu:

1. Pajak merupakan kewajiban negara, sementara zakat merupakan kewajiban agama.


Dalam hal ini, keduanya memiliki landasan hukum yang berbeda sehingga tidak
terjadi tumpang tindih.

2. Meskipun ada kesamaan dalam konsep pemberian, pajak dan zakat memiliki tujuan
yang berbeda. Pajak bertujuan untuk membiayai kebutuhan negara, sedangkan zakat
bertujuan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
3. Dalam pengelolaan, pajak dan zakat diatur oleh lembaga yang berbeda. Pajak diatur
oleh instansi pemerintah, sementara zakat diatur oleh lembaga agama atau organisasi
zakat yang independen.

Dari sisi hukum, kewajiban pajak dan zakat adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya
sama-sama menyangkut pemberian harta. Oleh karena itu, tidak ada tumpang tindih dalam
kewajiban tersebut, dan individu atau perusahaan seharusnya memenuhi kewajiban pajak dan
zakat sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai