OLEH :
NIM 21072110003
2022
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu,
Puji syukur Penulis haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas Asung Kertha Waranugraha-Nya makalah yang berjudul Pura Batu
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Upakara pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Hindu, Jurusan Dharma Duta, Fakultas Dharma
Duta, Brahma Widya dan Dharma Sastra, Institut Agama Hindu Gde Pudja
Mataram. Makalah ini merupakan hasil kajian penulis mengenai salah satu Pura
Makalah ini berisi tentang sejarah, tata letak, dan informasi penting lainnya yang
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, Penulis membuka sangat lebar pintu untuk menerima kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
Penulis
II
DAFTAR ISI
MAKALAH..............................................................................................................I
KATA PENGANTAR.............................................................................................II
DAFTAR ISI..........................................................................................................III
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................IV
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
D. Manfaat......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Simpulan..................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
III
DAFTAR GAMBAR
IV
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pura Merupakan tempat ibadah bagi umat Hindu di Indonesia, khususnya
yang berasal dari etnis Bali. Pura berasal dari kata “Pur” dalam bahasa Sansekerta
yang berarti “Benteng” atau dalam beberapa konteks juga bisa berarti “kota”. Pura
menjadi istilah nasional untuk menyebutkan tempat ibadah bagi umat Hindu. Di
Indonesia sendiri ada berbagai macam sebutan untuk rumah ibadah Agama Hindu.
Salah satu contohnya adalah Bale Basarah yang merupakan sebutan untuk tempat
ibadah bagi umat Hindu Kaharingan di tanah Borneo. Selain itu masih banyak lagi
umat Hindu dibagi menjadi 3 area yang memiliki fungsi dan keunikannya masing-
masing. Tri Mandala berasal dari bahasa sansekerta, yaitu kata Tri yang berarti
“tiga” dan Mandala yang berarti “wilayah” atau “area”. Jadi secara harfiah, Tri
Mandala berarti tiga wilayah atau area yang ada pada tempat suci Agama Hindu.
Walaupun tekstual konsep ini ada, tapi nyatanya tidak semua Pura menganut
konsep ini karena berbagai faktor dan alasan seperti ekonomi, sosial, sejarah dan
lain-lain.
Untuk itu melalui makalah ini, peneliti mengkaji serta mengidentifikasi salah
satu tempat ibadah Umat Hindu yang ada di Banjar Suka Wardaya, Lingkungan
1
Babakan, Kelurahan Gerung Utara, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok
Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang bernama Pura Batu Dendeng.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang apa itu Pura Batu Dendeng.
Dendeng
D. Manfaat
1. Bagi Keilmuan, makalah ini dapat dijadikan sebagai referensi pada
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pura ini merupakan satu dari lima Pura yang ada di Lingkungan Babakan serta
menjadi Pura dengan usia tertua. Pura ini baru menyandang status “Pura”
semenjak tahun 2019, karena sebelum itu menurut para tetua di Lingkungan
Babakan, Pura ini belum bisa dikatakan sebagai Pura karena belum memiliki
dibangun tahun 2019 sedangkan tempat ibadah ini dirumorkan sudah ada sejak
1901 atau sebelum Indonesia merdeka. Artinya Pura ini sudah berusia lebih dari
100 tahun dan sudah seharusnya menjadi cagar budaya yang dilindungi negara.
Namun, karena terjadi banyak sekali renovasi sehingga fisik asli dari bangunan
yang ada di Pura ini tidak lagi eksis, maka Pura ini pun tidak bisa menjadi sebuah
cagar budaya.
Katiga atau sekitar bulan Agustus setiap tahunnya. Kegiatan pujawali biasanya
berlangsung dua sampai tiga hari tergantung dari situasi dan kondisi pada saat itu.
Purnama Katiga digunakan sebagai waktu Pujawali tidak lepas dari sejarah
berdirinya Pura ini. Pura ini pada awalnya disebut dengan Padewak sebelum
dibangunnya Padmasana pada tahun 2019. Pura ini merupakan salah satu Pura
3
umum yang bisa digunakan oleh seluruh masyarakat walaupun bukan merupakan
Babakan. Salah seorang tetua Desa yang bernama Jro Mangku Parthajaya adalah
generasi ke-3 dari orang pertama yang memulai sejarah Batu Dendeng. Bisa
dikatakan bahwa Kakek dari Jro Mangku Parthajaya lah yang menjadi cikal bakal
berasal dari sebuah situs pemujaan kuno di daerah Bukit Pujut di Kabupaten
bermukim umat Hindu Sasak dan Bali, sehingga tidak aneh jika disana terdapat
situs pemujaan terhadap Bhatara yang disebut Bhatara Batu Dendeng. Dalam
bahasa masyarakat Sasak, tempat pemujaan semacam ini biasa disebut dengan
istilah Padewak. Padewak Sendiri adalah sebutan untuk tempat - tempat atau
objek yang dianggap sakral dan merupakan tempat pemujaan bagi masyarakat
sekitarnya. Istilah Padewak sendiri digunakan karena pada masa itu, Hindu yang
masyarakat Sasak. Istilah Padewak ini terus digunakan hingga ekspansi dari
Singkat cerita pada akhir abad 19, Agama Islam mulai masuk ke daerah
Pujut yang dibawa oleh seorang ulama bernama Tuan Guru Batu Dendeng. Umat
4
Hindu yang pada saat itu tidak memiliki pertahanan, mulai terdesak dan akhirnya
yaitu Cakranegara. Hal ini tidak terlepas dari gencarnya islamisasi yang dibantu
oleh kekuatan Kedatuan Islam disekitar Pujut. Hal ini secara otomatis membuat
Padewak Batu Dendeng menjadi sepi dan tidak ada yang merawat.
mengalami tekanan dari mayoritas Islam disekitarnya, seperti Desa Giri Menang
Babakan. Diwaktu yang sama Bhatara Batu Dendeng datang ke mimpi kakek dari
dibuatkan sebuah daksina linggih sebagai tempat beliau tedun dan berstana.
Singkat cerita pada keesokan malamnya, Kakek dari Jro Mangku Parthajaya
terbuka sesuai dengan titah dari Bhatara Batu Dendeng. Pada malam itu
terdengar suara kereta perang yang seketika membuat masyarakat kampung Islam
5
terkejut. Mengira bahwa suara kereta tersebut berasal dari pasukan Kerajaan
mundur dan tidak menyerang Babakan lagi. Menurut penuturan Jro Mangku
berasal dari Bhatara Batu Dendeng yang tedun atau hadir secara gaib ke
Batu Dendeng telah mengalami lebih dari dua kali renovasi sejak pertama kali
didirikan. Renovasi yang paling berpengaruh terjadi pada tahun 2019, dimana
bangunan pelinggih yang ada di Pura tersebut dirombak total dan ditambahkan
satu lagi bangunan pelinggih yaitu Padmasana yang menyebabkan Pura ini secara
sosial berstatus sebagai ‘Pura’, karena sebelumnya menurut para tetua tempat
ibadah ini lebih layak disebut Padewak dibandingkan Pura karena ketiadaan
bangunan Padmasana. Semenjak renovasi ini, arsitektur Pura Batu Dendeng yang
sebelumnya sangat kental dengan nuansa Lombok, Sasak dan Wetu Telu berubah
drastis menjadi arsitektur Bali. Hal ini sempat menimbulkan perselisihan diantara
para tetua dan pengurus Pura hingga akhirnya diputuskan bahwa kedepannya pura
ini akan dikembalikan ke konsep awal yaitu dengan tetap membiarkan bangunan
6
Adapun alasan mengapa waktu Pujawali di Pura ini jatuh pada Purnama
Katiga adalah karena menurut Mangku Parthajaya bahwa kehadiran Sang Bhatara
Batu Dendeng seperti kisah di atas adalah pada saat Purnama Katiga tahun 1901.
Keterangan :
1. Padmasana
2. Pelinggih Lingsar
8. Pelinggih Pasung
7
Pura Batu Dendeng merupakan salah satu Pura yang lengkap secara
konsep Tri Mandala. Pura ini terbagi menjadi tiga bagian yang meliputi area
seluas kurang lebih 8 Are atau lebih tepatnya 756 m² menjadikannya sebagai salah
satu Pura terluas di Banjar Suka Wardaya. Sesuai dengan konsep Tri Mandala,
1. Area pertama yaitu Jaba Sisi yang digunakan sebagai tempat parkir, WC
serta terdapat sebuah Kori Agung dan sebuah gerbang kecil sebagai tempat
8
2. Di Jaba tengah cenderung kosong dan tidak terdapat banyak bangunan,
hanya ada Bale Kulkul dan sebuah Pelinggih Kroya. Pelinggih Kroya ini
Madya dari Pura Batu Dendeng. Di bagian ini juga biasanya para penabuh
ditempatkan ketika diadakan upacara besar di Pura ini. Di bagian ini juga
pada saat-saat tertentu, sering dijadikan sebagai bagian dapur terutama saat
9
Gambar 4 : Pelinggih Kroya
10
Gambar 5 : Bale Kulkul
pemujaan terhadap Bhatara atau Dewa dan Dewi lokal yang merupakan
kearifan asli masyarakat Hindu Sasak dan Wetu Telu. Adapun satu
pelinggih unik yaitu Pelinggih Manik Angkeran atau yang juga sering
11
menguasai Lombok tak terkecuali Babakan. Hal ini mengakibatkan budaya
Babakan.
12
Gambar 7 : Area Jaba Utama Pura Batu Dendeng
13
Gambar 9 : Dari kanan ke kiri berurutan Gunung Rinjani, Pasung, Gunung Agung,
14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pura Batu Dendeng merupakan salah satu Pura yang berada di Banjar
Barat. Pura ini merupakan pura tertua di Babakan serta menjadi salah satu
2. Pura Batu Dendeng memiliki kisah dan sejarah yang sangat panjang.
3. Pura Batu Dendeng merupakan salah satu Pura yang lengkap secara
konsep Tri Mandala. Pura ini terbagi menjadi tiga bagian yang meliputi
area seluas kurang lebih 8 Are atau lebih tepatnya 756 m² menjadikannya
lebih baik lagi guna menentukan nasib Pura Batu Dendeng kedepannya. Dengan
salah satu cagar budaya yang dilindungi pemerintah sehingga mampu menjadi
15
DAFTAR PUSTAKA
Parthajaya, M. (2022, November 1). Sejarah Pura Batu Dendeng. (I. G. Tanaya,
Interviewer)
ESBE Buku.
PARAMITA.
16