Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KETOASIDOSIS DIABETIK

KONSEP DASAR PENYAKIT


A. DEFINISI
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan ketidakseimbangan antara tuntunan
dan suplai insulin. Sindrom ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Abnormalitas metabolik ini mengarah pada
perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.
(Smeltzer, 2002:1220)

Gambar 1. Compare Healthy person & Person with Diabetes


Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes melitus yang serius, suatu
keadaan darurat yang harus segera diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan
tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi. Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan lemak.
Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan merupakan gangguan metabolisme
yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang disebabkan oleh
defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM
(atau DM tipe II).
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah salah satu komplikasi akut DM akibat defisiensi
(absolute atau relatif) hormone insulin yang tidak dikenal dan bila tidak mendapat pengobatan
segera akan menyebabkan kematian (Mansjoer,1999:604).
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya
jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme
karbohidrat, protein, dan lemak. Keadaan ini terkadang disebut “akselerasi puasa” dan
merupakan gangguan metabolisme yang paling serius pada diabetes ketergantungan insulin.
(Smeltzer.2002:1258)

B. EPIDEMIOLOGI
Insiden kondisi ini bisa terjadi dan terus meningkat, dan tingkat mortalitasnya 1-2 % telah
dibuktikan sejak tahun 1970-an. Ketoasidosis diabetik paling sering terjadi pada penderita
diabetes tipe 1 (yang mulanya disebut insulin dependent diabetes mellitus), akan tetapi
keterjadiannya pada pasien penderita diabetes tipe 2 (yang pada mulanya disebut non-insulin
dependent diabetes mellitus), terutama pasien yang gemuk adalah tidak sejarang yang diduga.
Data komunitas di Amerika serikat, Rochester menunjukkan bahwa insidens KAD sebesar 8
per 1000 pasien, sedangkan untuk kelompok usia di bawah 30 tahun sebesar 13,4 per 1000
pasien DM per tahun. Walaupun data komunitas di Indonesia tidak sebanyak di negara barat,
mengingat prevalensi DM tipe I yang rendah. Laporan insidens KAD di Indonesia umumnya
berasal dari data rumah sakit, terutama pada pasien DM tipe II.
Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu pertahun yang menderita
DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun nantinya. Insiden
DM tipe 1 pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak
di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat bervariasi,
terutama tergantung pada lingkungan tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari
khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka kejadian
IDDM di Indonesia, namun angkanya cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara
eropa.

C. ETIOLOGI
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes melitus tergantung insulin
disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non
insulin dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung insulin
disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensu insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin
ini sepenuhnya. Artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin, berarti sel B pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa. (Sylvia.2006:1261)
Ketoasidosis diabetik dapat di sebabkan akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering
dicetuskan oleh faktor-faktor :
1. Infeksi
Factor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi kebutuhan tubuh akan insulin
tiba-tiba meningkat, (maka pasien tidak perlu menurunkan dosis insulin untuk
mengimbangi asupan makanan yang berkurang ketika sakit dan bahkan mungkin harus
meningkatkan dosisi insulinnya). Infeksi yang biasa dijumpai adalah infeksi saluran kemih
dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu dipikirkan kemungkinan
kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau perforasi usus. Keadaan infeksi
akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stress fisik (atau emosional),
terjadi peningkatan kadar-kadar hormone “stress” yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin,
kortisol, dan hormone pertumbuhan. Hormon-hormon ini akan meningkatkan produksi
glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam jaringan otot serta lemak
dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak meningkat dalam keadaan
infeksi, maka hiperglikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik..
2. Infark miokard akut
Pada infark miokard akut terjadi peningkatan kadar hormone epinefrin yang cukup untuk
menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis, dan glikogenesis.
3. Penghentian insulin  Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang
dikurangi.
Proses kejadian KAD pada pasien dengan pompa insulin lebih cepat dibandingkan dengan
pasien yang menghentikan satu dosis insulin depo konvensional. Penurunan kadar insulin
dapat terjadi akibat dosis insulin yang diresepkan tidak adekuat atau pasien tidak
menyuntikkan insulin dengan dosis yang cukup. Kesalahan yang menyebabkan dosis
insulin yang harus diberikan berkurang, terjadi pada pasien-pasien yang sakit dan
menganggap jika mereka kurang makan atau menderita muntah-muntah, maka dosis
insulinnya juga harus dikurangi. Penyebab potensial lainnya yang menurunkan kadar
insulin mencakup kesalahan pasien yang dalam mengaspirasi atau menyuntikkan insulin
(khususnya pada pasien dengan gangguan penglihatan, sengaja melewatkan pemberian
insulin, masalah perawatan (penyumbatan pompa selang insulin).
(Smeltzer.2002:1260).
4. Hipokalemia
Akibat hipokalemia ialah penghambatan sekresi insulin dan turunnya kepekaan insulin. Ini
dapat terjadi pada penggunaan diuretic.
5. Obat
Banyak obat yang diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi insulin.
Obat-obatan ini sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya pada pasien
diabetes :hidroklorotiasid, penghambat beta, pengahambat kalsium, dilantin, kortisol.
Alcohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat menyebabkan pancreatitis
subklinis dan mempengaruhi sel beta.
(Supartonado:1996:626)

D. TANDA DAN GEJALA


Ada tiga gambaran klinis yang penting pada Ketoasidosis diabetic yaitu :
Dehidrasi  apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Di samping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua factor ini akan menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotic yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuria) ini akan
menyebabkan dehidrasi, dan kehilangan elektrolit.
Kehilangan elektrolit  penderita ketoasidosis diabetic yang berat dapat kehilangan
kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEq natrium, kalium, serta klorida
selama periode waktu 24 jam.
Asidosis  akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetic menjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila tertumpuk
dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis metabolic.
(Smeltzer.2002:1258)

Gejala dan tanda-tanda lain yang dapat ditemukan pada pasien KAD adalah :
1. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
2. Terdapat keton di urin
3. Nafas berbau aseton  bau manis seperti buah sebagai akibat dari meningkatnya
kadar badan keton.
4. Hipotensi yang nyata disertai denyut nadi lemah dan cepat  pasien dengan
penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan menderita hipotensi
ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada
saat berdiri).
5. Kesadaran menurun sampai koma  tergantung osmolaritas plasma (konsentrasi
partikel aktif-osmosis).
6. KU lemah, sakit kepala, mengalami penglihatan kabur.
7. Polidipsi, poliuria  Disebabkan karena hiperglikemia.
8. Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut  mengalami ketosis dan asidosis.
9. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis osmotik.
10. Kulit kering
11. Keringat <<<
12. Kussmaul ( cepat, dalam ) karena mengalami hiperventilasi yang menggambarkan
upaya tubuh untuk mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan
badan keton. (Smeltzer.2002:1259).
Gambar 2. Tanda dan gejala Ketoasidosis

E. PATOFISIOLOGI
Pada diabetik ketoasidosis, terjadi suatu kelainan dimana, insulin secara relative atau
absolut mengalami kekurangan/ tidak ada. Hormon insulin mungkin masih ada, tetapi tidak
mencukupi untuk metabolisme karbohidrat yang meningkat, sebagai akibat adanya stressor
(infeksi, trauma dll). Bilamana hormon insulin tidak ada, tubuh tidak dapat menggunakan
karbohidrat sebagai sumber energi, tubuh akan menggunakan lemak dan protein sebagai
sumber energi. Dampak pemakaian lemak inilah yang mengakibatkan ketosis dan asidosis
metabolik. Diabetes mellitus didefinisikan sebagai gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat (Price, 2005 : 1260). Pada pasien dengan diabetes mellitus terjadi penurunan
transfer glukosa ke dalam sel yang mengakibatkan menumpuknya glukosa dalam darah/yang
sering disebut dengan hiperglikemia. Manifestasi klinis hiperglikemia yang terjadi setelah
bertahun - tahun akan memicu terjadinya lesi / komplikasi vaskuler. Lesi vaskuler tersebut
melibatkan pembuluh - pembuluh darah berukuran sedang dan besar (makroangiopati) dan
pembuluh - pembuluh darah berukuran kecil (mikroangiopati) (Price, 2005 : 1268 - 1269)
Makroangiopati memicu terjadinya kerusakan endotel makrovaskuler yang
mengaktivasi peningkatan migrasi dan perlekatan monosit, lipid, dan kolesterol pada sel
endotel yang rusak. Kombinasi peningkatan kolesterol dan lipid dalam sel - sel endotel yang
rusak meningkatkan pembentukan radikal bebas. Radikal ini menonaktifkan oksida nitrat,
yaitu faktor endothelial relaxing utama (Price, 2005 : 586). Hal ini menyebabkan terjadinya
oksidasi LDL-C yang berperan dalam membentuk sel busa makrofag bersama-sama dengan
monosit yang masuk ke lapisan intima. Akumulasi makrofag dan peningkatan pertumbuhan
intima memicu pembentukan plak ateromatosa yang akhirnya mengalami kalsifikasi oleh
garam dan kalsium sehingga plak semakin membesar dan disertai dengan peningkatan
kekakuan pembuluh darah. Hal ini mengakibatkan terjadinya penyumbatan pada pembuluh
darah besar dan sedang. Jika daerah yang terkena adalah arteri koronaria, maka dapat
menyebabkan infark miokardium (Price, 2005 : 1269)
Segera setelah terjadinya sumbatan pada arteri koronaria, aliran darah dari arteri
koronaria ke bagian jantung di luar sumbatan menjadi terhenti. Daerah otot jantung yang
sama sekali tidak mendapat aliran / alirannya sangat sedikit akhirnya tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung dan mengalami infark miokardium (Guyton, 2007 :
266). Penurunan aliran darah akan menurunkan tekanan perfusi jaringan yang berdampak
pada penurunan suplai O2 ke jaringan dan sel - sel tubuh. Keadaan ini menimbulkan masalah
keperawatan, yaitu Perfusi Jaringan Tidak Efektif (Nanda, 2005 : 233).
Penurunan suplai O2 sebagai salah satu bahan metabolisme tubuh akan mengakibatkan
produksi ATP menurun (Guyton, 2007 : 877). Produksi energi yang menurun akan
menimbulkan kelemahan. Keadaan ini akan memunculkan masalah keperawatan, yaitu
Intoleransi Aktivitas (Nanda, 2005).
Proses pemecahan lemak dapat menimbulkan empat kejadian patologis, yaitu
metabolisme lemak tidak sempurna, dehidrasi, asidosis metabolik dan gangguan elektrolit.
1. Metabolisme lemak inkomplit
Ada 3 keton tubuh( beta hidroxybutirat, acetoacetat dan aceton ) yang dihasilkan dari
metabolisme lemak. Pada keadaan normal, benda keton digunakan sebagai sumber
energi, diaksidasi dan akhirnya dikeluarkan sebagai karbondioksida dan air. Namun
bila hormon insulin tidak ada, metabolisme lemak terjadi secara cepat dan produksi
keton dengan cepat melebihi kapasitas/kemampuan tubuh untuk mengoksidasi benda
keton tersebut. Benda keton juga akan dikeluarkan melalui ginjal, namun karena
kemampuan ginjal juga terbatas, maka benda keton tersebut terakumulasi dalam
darah yang disebut ketosis.
Untuk mengatasi ketosis tubuh menggunakan 3 cara, yaitu :
a. The first line of defence
Ion hidrogen hasil dari sintesis acetoacetat bereaksi dengan ion bikarbonat,
dimana dibantu carbonic anhidrase menjadi karbon dioksida dikeluarkan oleh
paru, dan ginjal aceton.
b. The second line of defence
Dalam beberapa menit, sistem pernafasan menjadi aktif dan beberapa benda keton
dikeluarkan melalui pernafasan, sebagai akibatnya nafas menjadi berbau aceton
dan cepat & dalam( Kussmaul ).
c. The third line of defence
Ginjal dapat mengeluarkan antara 30 – 100 gr keton tubuh/ hari. Tetapi
memerlukan waktu 24 jam untuk dapat berfungsi secara penuh.
Pada diabetik ketoasidosis yang tidak terkontrol, akan mengalami coma diabetikum
sebagai akibat dari averload asam.
2. Dehidrasi
Dehidrasi terjadi karena kehilangan cairan tubuh sebagai efek dari pengeluaran
glukose dan benda ketone melalui urine, menyebabkan diuresis berlebihan( poliuria).
Dapat juga karena efek mual dan muntah serta melalui pernafasan. Klien diabetik
ketoasidosis dapat kehilangan air 15 % dari berat badan, bilamana lebih berat dapat
menjadi syok hipovolemik.
3. Asidosis laktat
Ketika terjadi kekurangan cairan, volume darah menurun, maka terjadilah
hemokonsentrasi yang dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi darah. Pada akhirnya
terjadi anoxia, metabolisme an aerob, yang salah satu produk akhirnya asam laktat.
4. Ketidakseimbangan elektrolit
Pada keadaan asidosis, ion hidrogen yang terakumulasi bergerak menuju intrasel dan
kalium intrasel menuju ekstrasel, yang dapat menurunkan kalium intrasel. Namun
sulit mengukur kadar potasium intrasel, karena nilai serum potasium seringkali
normal atau meningkat. Dampak diuresis osmotik secara terus menerus, banyak
potasium dikeluarkan melalui urine. Bila terjadi dehidrasi yang berat,
hemokonsentrasi dan oliguri dapat menyebabkan kadar potasium serum sangat tinggi.

F. PEMERIKSAAN FISIK
Pernapasan
 Pernafasan cepat dan dalam ( Kussmaul”s ).
 Napas bau aceton.
 Sesak napas, tachypnae.
Kardiovaskular
 Hipotensi postural.
 Denyut nadi lemah, cepat.
 Tekanan darah rendah atau normal.
 Hipertermia.
 Capilary refill > 3 detik.
Neurologi
 Stupor, coma.
 Disorientasi, bingung.
 Kejang
 Reflek tendon menurun
Integumen
 Kulit dan membran mukosa kering
 Hangat, kemerahan pada wajah
 Turgor kulit tidak elastis
 Mata cekung, bola mata lembek.
 Luka ( ulkus ), infeksi.
Gastrointestinal
 Distensi abdomen
 Bising usus menurun
 Nyeri abdomen
Urinaria
 awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuria.
 Mungkin ada gangguan ginjal bila tipe IDDM kronik.
Muskuloskeletal
 replek tendon menurun
(Doenges.2000;726-728:Smeltzer.2002;1258)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan Diagnostik meliputi :
Glukosa darah : dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl (16,6 hingga 44,4 mmol/L).
sebagian
Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat
Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
Pemeriksaan Osmolalitas = 2[Na+K] + [GDR/18] + [UREUM/6]
Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun
Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya akan menurun.
Fosfor : lebih sering menurun
Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi
Ureum/kreatinin: Mungkn meningkaatt atau normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab DKA
Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat
Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada
luka
(Smeltzer.2002;1259:Doenges.2000;728-729)
H. KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik KAD adalah :
Kadar glukosa > 250 mg%
pH < 7,35
HCO3 rendah (< 15 mEq/L)
Anion gap yang tinggi
Keton serum positif
(Mansjoer.1999:606)

I. TERAPI
Terapi ketoasidosis diabetik di ICU diarahkan lebih pada perbaikan tiga permasalahn utama :
mengatasi dehidrasi, hiperglikemia, dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi
penyakit penyerta yang ada.
FASE I/GAWAT :
DEHIDRASI : Rehidrasi adalah salah satu tindakan yang penting untuk mempertahankan
perfusi jaringan. Disamping itu penggantian cairan akan menggalakkan ekskresi glukosa yang
berlebihan melalui ginjal. Untuk mengatasi dehidrasi digunkaan larutan garam fisiologis.
Berdasarkan perkiraan hilangnya cairan pada KAD mencapai 100 ml per kg berat badan,
maka pada jam pertama diberikan 1 sampai 2 liter, jam kedua diberikan 1 liter. Ada dua
keuntungan rehidrasi pada KAD : memperbaiki perfusi jaringan dan menurunkan hormon
kontraregulator insulin. Pedoman untuk menilai hidrasi adalah turgor jaringan, tekanan darah,
keluaran urine, dan pemantauan keseimbangan cairan.
a) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam pertama, lalu 80
tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-6L/24jam).
b) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
c) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
d) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24 – 48 jam).
e) Bila Gula darah < 200, ganti infus dengan D5%
f) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
g) Monitor keseimbangan cairan
INSULIN
a) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
b) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
c) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam sekali
d) Kecepatan gula darah 100mg%/jam
e) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 250mg%, Perbaikan hidrasi,
Kadar HCO3 15 mEq/L
Tabel 1. Panduan terapi insulin melalui IV pada KAD dan SHH dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2. Panduan cara pemberian insulin pada pasien KAD dan SHH dewasa

Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun, untuk
mencapai kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama. Cara itu dikaitkan
dengan penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih lambat serta timbulnya efek
hipoglikemia lambat (late hypoglycemia) yang lebih sering dibandingkan dengan terapi
menggunakan insulin intramuskular. Insulin subkutan
Terapi insulin subkutan juga dapat digunakan pada pasien KAD. Namun, untuk mencapai
kadar insulin puncak dibutuhkan waktu yang lebih lama. Cara itu dikaitkan dengan
penurunan kadar glukosa darah awal yang lebih lambat serta timbulnya efek
hipoglikemia lambat (late hypoglycemia) yang lebih sering dibandingkan dengan terapi
menggunakan insulin intramuskular.

Tabel 3. Cara Pemberian Terapi Insulin Subkutan

KEHILANGAN ELEKTROLIT
Masalah elektrolit utama selama terapi diabetes ketoasidosis adalah kalium. Walaupun
konsentrasi kalium plasma pada awalnya rendah, normal, atau tinggi, namun simpanan kalium
tubh dapat berkurang secara signifikan. Selanjutnya kalium akan turun selama proses
penanganan diabetes ketoasidosis sehingga perlu dilakukan pemantauan kalium yang sering.
Pada awalnya KAD biasanya kadar ion K serum meningkat yang fatal sangat jarang dan bila
terjdi harus segera diataasi dengan pemberian bikarbonat. Bila pada elektrokardiogram
ditemukan gelombang T yang tinggi, pemberian cairan dan insulin dapat segera mengatasi
keadaan hiperkalemi tersebut.
Yang perlu menjadi perhatian adalah hipokalemiayang dapat fatal selaama pengobatan
KAD. Ion kalium terutama terdapat di intraselular. Pada keadaan KAD, ion K bergerak ke
luar sel dan selanjutnya dikeluarkan melalui urine. Total defisit K yang terjadi selama KAD
diperkirakan mencapai 3-5 mEq/kg BB. Selama terapi KAD, ion K kembali mempertahankan
kadar K serum dalam batas normal., perlu pemberian kalium.

Infus K (tidak boleh bolus)

Bila K+ < 3mEq/L, beri 75mEq/L


Bila K+ 3-3.5mEq/L, beri 50 mEq/L
Bila K+ 3.5 -4mEq/L, beri 25mEq/L
Masukkan dalam NaCl 500cc/24 jam

GLUKOSA
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah akan turun. Selanjutnya
dengan pemberian insulin diharapkan terjadi penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/jam.
Bila kadar glukosa mencapai < 200 mg% maka dapat dimulai infus mengandung glukosa.
Perlu dditekankan di sini bahwa tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa
tetapi untuk menekan ketogenesis.

Gambar 3. Alat Ukur Glukosa Darah

BIKARBONAT
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama beberapa tahun.
Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:
A. Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.
B. Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
C. Hipertonis dan kelebihan natrium.
D. Meningkatkan insidens hipokalemia
E. Gangguan fungsi serebral
F. Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.
Saat ini bikarbonat hanya diberikan bila pH kurang dari 7,1 walaupun demikian
komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang mengancam tetap merupakan indikasi
pemberian bikarbonat.

FASE II/MAINTENANCE :
1. Cairan maintenance
Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2. Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
3. Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan, boleh
makan bubur atau minuman berkalori lain.
4. Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.

PENATALAKSANAAN KAD (ENA,2000:266-267)


Berikan suplai oksigen, pertahankan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi.
Bantu dengan intubasi endotrakheal jika PaO2 kurang dari 70-80 mmHg
Pertahankan kateter intravena untuk rehidrasi
a. Dewasa : normal salin antara 500 sampai 1000 ml/jam sampai tekanan darah stabil
b. Anak-anak : normal salin (20 ml/kg bolus jika terjadi hipotensi ) untuk mencegah
edema serebral karena terlalu cepatnya koreksi hiperosmolalitas
Persiapkan untuk insersi CPV atau swan-ganz kateter
Elevasikan/tinggikan kepala dari tempat tidur sampai 300 bila memungkinkan
Observasi adanya sianosis perifer
Monitor tanda-tanda vital setiap 15 sampai 60 menit sampai keadaan pasien stabil
Berikan insulin secara insuler sesuai inikasi
1. Bolus IV sampai 10 menit : jika pasien sadar dapat diberikan sebaian lewat IV dan
sebagian lagi lewat SC (0,1-0,3 unit/kg)
2. Atur IV dengan infus pump 6-10 unit/jam
3. Anak – anak : 01 unit/kg/jam drip IV
Berikan penggantian potasium, sesuai indikasi
Berikan heparin dosis rendah sesuai kebutuhan
Tambahkan dekstrose jika kadar glukosa darah kurang dari 300 ml/dl
Dapat dilakukan restrain pada pasien dalam keaadaan bingung
Pertimbangkan kembali status neurologi secara berkelanjutan dan monitor adanya tanda-
tanda edema serebral san seizures.
Monitor intake dan output pasang kateter urine
Monitor tanda-tanda adanya kelebihan cairan atau dehidrasi; kaji suara nafas untuk
mengetahui indikasi adanya edema paru

PENCEGAHAN
a) Jangan menghentikan suntikan insulin atau obat diabetes walaupun sedang sakit dan
tidak nafsu makan.
b) Periksa kadar gula darah sekali sehari dan catat hasil pemeriksaan tersebut.
c) Periksa keton urin bila gula darah > 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
d) Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu makan,
boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
e) Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
(Mansjoer.1999;606-608:Smeltzer.2002;1260:Hall,Jasse B.2007)

J. KOMPLIKASI
Dalam pengobatan KAD dapat timbul keadaan hipoksemia dan sindrom gawat nafas
dewasa (ARDS). Pathogenesis terjadinya hal ini memang belum jelas. Kemungkinan akibat
rehidrasi berlebih, gagal jantung kiri, atau perubahan permeabilitas kapiler paru.
Hipertrigliseridema dapat menyebabkan pancreatitis akut. Pada evaluasi lebih lanjut keadaan
ini membaik, menunjukkan hal ini disebabkan perubahan metabolik akut selama KAD. Infark
miokard akut dapat merupakan factor pencetus KAD, tetapi dapat juga terjadi pada saat
pengobatan KAD. Hal ini sering terjadi pada pasien usia lanjut dan merupakan penyebab
kematian yang penting. Selain itu, masih ada komplikasi iatrogenik, seperti hipoglikemia,
hipokalemia, hiperkloremia, edema otak, dan hipokalsemia yang dapat dihindari dengan
pemantauan yang ketat dengan menggunakan lembar evaluasi penatalaksanaan ketoasidosis
yang baku.(Mansjoer.1999:608)

K. INDIKASI MASUK ICU PADA PASIEN KETOASIDOSIS DIABETIK


Indikasi masuk ICU adalah
1. Pasien prioritas I  pasien yang sakit kritis, tidak stabil, memerlukan terapi intensif,
seperti : tunjangan ventilasi, infus obat-obatan vasoaktif, dan kontinyu.
2. Pasien prioritas II  pasien yang memerlukan pelayanan intensif, beresiko dan
memerlukan terapi intensif segera.
3. Pasien prioritas III  sakit kritis dan tidak stabil, demam, penyakit yang mendasarinya,
mengurangi kemungkinan kesembuhan atau mendapat manfaat dari terapi ICU, misalnya :
keganasan metastatik, penyakit jantung atau paru, terminal. Tidak sampai melakukan
intubasi atau resusitasi kardiopulmonum.
Dari keriteria itu pada pasien dengan ketoasidosis diabetik akan masuk ke ICU jika
kondisinya kritis, tidak stabil (prioritas I) yaiu :
1. Penurunan kesadaran  syok-koma
2. Mengalami gagal nafas sehingga memerlukan ventilator mekanik
3. Mengalami asidosis (mulut berbau keton)
4. Kadar glukosa > 250 mg%
5. pH < 7,35
6. HCO3 rendah (< 15 mEq/L)
7. Keton serum positif
Dimana dengan kondisi ini pasien harus mendapatkan terapi intensif dan pemantauan intensif
dengan mendapatkan perawatan di ICU

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


I. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Awal
Data
Pengkajian Masalah
Objektif Subjektif
Airway - - -
Breathing Pernafasan Kussmaul : -  Pola Nafas Tidak Efektif.
dalam, bernapas cepat
Circulation  Hpotensi, takikardi, -  Kurang volume cairan
 Demam,  Perfusi Jaringan tidak
 Kulit dan membrane efektif
mukosa kering : dehidrasi,
mulut kering,
 Cardiac arrhythmia,
 Pingsan, koma, sakit
kepala.

b. Pengkajian Dasar Per Sisitem


Data
Pengkajian Masalah
Objektif Subjektif

Breathing  Pernafasan Kussmaul : dalam, -  Pola nafas tidak


bernapas cepat, napas bau keton. efektif
 Hipotensi, takikardi, -  PK Hiperglikemia
 Demam,  Kurang volume
 Kulit dan membrane mukosa cairan
kering, mulut kering,  PK Hiperkalemia
Blood  Cardiac arrhythmia,
 Kadar gula darah tinggi (> 240
mg/dl),
 Peningkatan kadar kalium serum.
 Aseton plasma (keton) : positif
Brain  KU lemah, bisa penurunan -  Intoleransi
kesadaran aktivitas
 Pusing/pening, sakit kepala,  Risiko cidera
 Parestesia,  Perfusi jaringan
 Gangguan penglihatan tidak efektif
 Disorientasi, mengantuk, alergi,
stupor/koma (tahap lanjut).
 Gangguan memori (baru, masa
lalu), kacau mental,
 Refleks tendon dalam menurun
(koma).
 Aktifitas kejang (tahap lanjut dari
DKA)
Bladder  Banyak buang air kecil sehingga -  Kurang volume
dapat dehidrasi, cairan
 Terdapat keton di urin,
 Polidipsi, poliuria (penggunaan
diuretik (Thiazid))
Bowel  Hilang nafsu makan -  Ketidak-
 Tidak mematuhi diet, peningkattan seimbangan
masukan glukosa/karbohidrat
nutrisi : kurang
 Penurunan berat badan lebih dari
beberapa hari/minggu dari kebutuhan
 Bisa terjadi ileus sekunder akibat
tubuh
hilangnya K+ karena diuresis
osmotic,
 Anoreksia, mual, muntah, nyeri
perut,
 Bising usus lemah dan menurun,
hiperaktif (diare)
Bone  Badan lemas, letih, sulit -  Risiko infeksi
bergerak/berjalan, Kram otot,
tonus otot menurun, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan badan keton ditandai dengan
respirasi cepat dan dalam (pernafasan kussmaul), dipsnea.
2. Perfusi jaringan tidak efektif (cerebral, perifer) berhubungan dengan penurunan
tekanan perfusi akibat penurunan aliran darah sekunder ditandai dengan pernafasan
kussmaul, penurunan kesadaran sampai koma, kulit teraba hangat atau menunjukkan
tanda dehidrasi dengan melihat penurunan turgor, takikardia, hipotermia
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif ;
diuresis osmotik meningkat ditandai denga kulit kering, haus, takikardia, perubahan
status mental dan kelemahan
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme ditandai
dengan adanya penurunan BB, badan lemas, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri
abdomen, perubahan kesadaran
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen ditandai dengan takikardia, rasa lemah, dispnea, hipotensi.
6. PK Hiperkalemia
7. PK Hiperglikemia
8. PK Ketoasidosis diabetic
9. Risiko cedera berhubungan dengan akumulasi zat hasil metabolisme akibat mekanisme
pengaturan melemah (penurunan fungsi penglihatan).
10. Risiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa, perubahan pada
sirkulasi.

III. RENCANA KEPERAWATAN


1. Diagnosa : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan badan keton ditandai
dengan respirasi cepat dan dalam (pernafasan kussmaul), dipsnea.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan pola nafas pasien
adekuat
Kriteria Hasil :
Tidak ada dispnea
RR dalam batas normal : 12 - 20 x/mnt
Tidak ada pernafasan Kussmaul atau pernafasan keton
Tidak ada nafas cuping hidung
Ekspansi dada simetris, tidak terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, tidak
ada retraksi dada
Tidak ada bunyi nafas adventisius (krekels, mengi, gesekan pleural)
Tidak ada sumbatan jalan nafas
No Intervensi Rasional

Mandiri

1 Kaji pola nafas tiap hari Pola dan kecepatan pernafasan dipengaruhi
oleh status asam basa, status hidrasi, status
cardiopulmonal dan sistem persyarafan.
Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi
untuk menentukan faktor mana yang
berpengaruh/paling berpengaruh.

2 Kaji frekuensi kedalam Kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan


pernafasan dan ekspansi dada. terjadi peningkatan kerja nafas.kedalaman
Catat upaya pernafasan pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal
termasuk penggunaan otot nafas. Ekspansi dada terbatas yang
bantu/pelebaran nasal. berhubungan dengan atelektasis dan/atau
nyeri dada pleuritik

3 Kaji kemungkinan adanya secret Penurunan kesadaran mampu merangsang


yang mungkin timbul pengeluaran sputum berlebih akibat kerja
reflek parasimpatik dan atau penurunan
kemampuan menelan

4 Kaji pernafasan kussmaul atau Paru-paru mengeluarkan asam karbonat


pernafasan keton melalui pernafasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratorik terhadap
keadaan ketoasidosis. Pernafasan yang berbau
keton berhubungan dengan pemecahan asam
ketoasetat dan harus berkurang bila ketosis
harus terkoreksi

5 Pastikan jalan nafas tidak Pengaturan posisi ekstensi kepala


tersumbat memfasilitasi terbukanya jalan nafas,
menghindari jatuhnya lidah dan
meminimalkan penutupan jalan nafas oleh
sekret yang munkin terjadi.

Kolaborasi

6 Berikan bantuan oksigen Pernafasan kussmaull sebagai kompensasi


keasaman memberikan respon penurunan CO2
dan O2, Pemberian oksigen sungkup dalam
jumlah yang minimal diharapkan dapat
mempertahankan level CO2

7 Kaji Kadar AGD setiap hari Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2
merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap
keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.
2. Diagnosa : Perfusi jaringan tidak efektif (cerebral, perifer) berhubungan dengan penurunan
tekanan perfusi akibat penurunan aliran darah sekunder ditandai dengan pernafasan
kussmaul, penurunan kesadaran sampai koma, kulit teraba hangat atau menunjukkan tanda
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan diharapkan pasien
menunjukkan peningkatan perfusi sesuai secara individual
Kriteria Hasil :
Status mental biasa/normal
Tidak ada sianosis sentral/perifer
Pandangan tidak kabur
TTV normal (TD 110-140/70-90 mmHg, Nadi 80-100x/menit
Kapiler refil 2 detik
Tidak ada clubbing finger
Irama jantung/ frekuensi dan nadi perifer dalam batas normal.
AGD dalam batas normal
- PaO2 dalam batas normal
(80 - 100 mmHg)
- PaCO2 dalam batas normal
(35 - 45 mmHg)
- HCO3 dalam batas normal
(22-26 mEq/L)
- Ph dalam batas normal (7,35-7,45)
GCS : 8-13
No Intervensi Rasional

Mandiri

1 Auskultasi frekuensi dan irama Takikardia sebagai akibat hipoksemia dan


jantung. Catat terjadinya bunyi kompensasi upaya peningkatan aliran darah
jantung ekstra. dan perfusi jaringan. Gangguan irama
berhubungan dengan hipoksemia,
ketidakseimbangan elektrolit, dan/atau
peningkatan regangan jantung kanan.

2 Observasi perubahan status Gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau


mental dan vital sign dan perubahan sensori/ motor dapat menunjukkan
termasuk pemeriksaan GCS gangguan aliran darah, hipoksia

3 Observasi warna dan suhu Kulit pucat atau sianosis, kuku, atau dingin
kulit/membran mukosa. menunjukkan vasokonstriksi perifer (syok)
dan/atau gangguan aliran darah sistemik,
terlihat clubbing finger.

Kolaborasi

4 Berikan cairan (IV/per oral) Peningkatan cairan diperlukan untuk


sesuai indikasi menurunkan hiperviskositas darah (potensial
pembentukan trombus) atau mendukung
volume sirkulasi/perfusi jaringan.

5 Kolaborasi Pemeriksaan AGD Evaluasi rutin konsentrasi HCO3, CO2 dan O2


dan saturasi O2 merupakan bentuk evaluasi objektif terhadap
keberhasilan terapi dan pemenuhan oksigen.

3. Diagnosa : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif ;
diuresis osmotik meningkat ditandai denga kulit kering, haus, takikardia, perubahan status
mental dan kelemahan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 30 menit diharapkan Hidrasi dapat
adekuat/terjadi keseimbangan elektrolit (cairan)
Kriteria Hasil :
Intensitas urine dalam batas normal
Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tekanan darah 100-140/60-90 mmHg
- Nadi 60-100 x/menit
- Respirasi rate 12-20 x/menit
- Suhu 36,5-37,20 C
Turgor kulit normal tanpa idema, mukosa lembab
Pasien dapat menunjukkan perubahan berat badan yang lambat
Pemasukan dan pengeluaran cairan seimbang
Tidak ada mual, nyeri abdomen, diare, muntah, distensi lambung
BUN = 10-20 g/dl
Kreatinin = 0,7-1,4 mg/dl
Albumin 3,0 – 5,5 gr/dL
Natrium 135 – 145 mEq/L
Bikarbonat 22-28 mEq/L
Kalium 3,5 – 5,2 mEq/L
No Intervensi Rasional

Mandiri

1 Kaji riwayat pengeluaran Memperkirakan volume cairan yang hilang.


berlebih : poliuri, muntah, diare Adanya proses infeksi mengakibatkan demam
yang meningkatkan kehilangan cairan IWL

2 Pantau tanda - tanda vital Hipovolemia dapat dimanivestasikan dengan


hipotensi dan takikardi. Perkiraan berat
ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika
tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari
10 mmHg dari posisi berbaring ke posisi
duduk/berdiri.

3 Kaji nadi perifer, pengisian Indikator tingkat hidrasi atau volume cairan
kapiler, turgor kulit dan yang adekuat
membrana mukosa

4 Ukur BB tiap hari Memberikan hasil pengkajian yang terbaik


dari status cairan yang sedang berlangsung
dan selanjtunya dalam pemberian cairan
pengganti.

5 Pantau masukan dan Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan


pengeluaran, catat BJ Urine pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
terapi yang diberikan.

6 Berikan cairan paling sedikit Mempertahankan hidrasi dan volume sirkulasi


2500 cc/hr

7 Catat hal-hal seperti mual, nyeri Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah
abdomen , muntah, distensi motilitas lambung, yang seringkali akan
lambung menimbulkan muntah dan secara potensial
akan menimbulkan kekurangan cairan atau
elektrolit

Kolaborasi

8 Berikan NaCl, ½ NaCl, dengan Tipe dan jumlah cairan tergantung pada
atau tanpa dekstrose derajad kekurangan cairan dan respon pasien
individual

9 Berikan Plasma, albumin Plasma ekspander kadang dibutuhkan jika


kekuranggan tersebut mengancam kehidupan
atau tekanan darah sudah tidak dapat kembali
normal dengan usaha rehidrasi yang telah
dilakukan

10 Pantau pemeriksaan laboraorium Na menurun mencerminkan perpindahan


: Ht, BUN/Creatinin, Na, K cairan dari intrasel (diuresis osmotik). Na
tinggi mencerminkan dehidrasi berat atau
reabsorbsi Na akibat sekresi aldosteron.
Hiperkalemia sebagai repon asidosis dan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, Jakarta: EGC
Dolan, 1998, Critical Care Nursing : Clinical management Throught the Nursing Proccess, FA
Davis Company, Philadelphia
ENA(Emergency Nurses Association).2000.Emergency Nursing Core Curriculum Edition Fifth .
USA: Saunders Company
Mansjoer, Arif. 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 3. Jakarta : FKUI
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan. Philadephia : NANDA International
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC
Hall, Jasse B., Schmitt, Gregors A.( 2007). Critical Care : Just The Facts. USA: Mc Graw-Hill
Companies inc
Price, A. Sylvia. 1995. Patofisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi
2. EGC : Jakarta
Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta :
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Anda mungkin juga menyukai