Anda di halaman 1dari 6

TUGAS DASAR-DASAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

“RESUME PROFIL KESEHATAN INDONESIA TAHUN 2020”

OLEH : KELOMPOK 1
 A. DIAN MUSTIKA ANUGRAH (K011221001)
 NURHALIZA SUCI RAMADHANI (K011221003)
 DESKA LEANNY KATI (K011221004)
 NURUL KHALIZAH (K011221006)
 INDAH NUR RAMADANI (K011221007)
 ALFINA WIDYA AZIZAH SAIFUL (K011221008)
 MUH. FAUZAN IDHA (K011221009)
 JULYA ZHALSABILA MURSID (K011221010)
 AL-MUNAWWAR SYAMSUDDIN (K011221011)
 NUR AININA YULIA ACHSAN (K011221012)
BAB II
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas


pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun
rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat

A. PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT


Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas menyebutkan
bahwa Puskesmas adalah fasilitas pelayanan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya.
1. Akreditasi Puskesmas
Distribusi tingkat kelulusan akreditasi Puskesmas adalah sebanyak 5.068
(55,4%) Puskesmas terakreditasi dengan status kelulusan madya, sebanyak 2.177
(23,8%) Puskesmas terakreditasi dengan status kelulusan dasar, 1.669 (18,2%)
Puskesmas terakreditasi status kelulusan utama, dan 239 (2,6%) Puskesmas
terakreditasi dengan status kelulusan paripurna.
2. Perkembangan Rawat Inap dan Non Rawat Inap
Puskesmas berdasarkan kemampuan pelayanan dibagi atas dua kategori yaitu
Puskesmas rawat inap dan Puskesmas non rawat inap. Jumlah Puskesmas rawat inap
selama 5 tahun terakhir terus meningkat, yaitu sebanyak 3.411 unit pada tahun
2016, 4.119 unit pada tahun 2020 sedangkan Puskesmas non rawat inap sebanyak
6.356 unit pada tahun 2016 dan 6.086 unit pada tahun 2020.
3. Puskesmas dengan Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan yang bertugas di puskesmas tidak hanya medis dan
paramedis. Namun, juga terdapat tenaga promotif dan preventif untuk mendukung
tugas puskesmas dalam melaksanakan upaya kesehatan masyarakat. Tenaga
kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian,
tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan analis kesehatan.
4. Pelaksanaan Kesehatan Kerja, Pengukuran dan Pemeriksaan Kebugaran
Jasmani
Puskesmas menyelenggarakan kesehatan kerja dan/atau memberikan
pelayanan kesehatan bagi pekerja di wilayah kerjanya guna meningkatkan
kepedulian dan mewujudkan upaya memperbaiki kesehatan pekerja/buruh
perempuan sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan
kualitas generasi penerus dalam implementasinya.
5. Pelayanan Kesehatan Tradisional
Pelayanan kesehatan tradisional berperan dalam siklus kehidupan atau
continuum of care sejak dalam masa kandungan sampai usia lanjut, diberikan baik
dengan metode keterampilan maupun ramuan. Jenis pelayanan kesehatan tradisional
dibagi menjadi pelayanan kesehatan tradisional empiris, komplementer, dan
integrasi. Pelayanan kesehatan tradisional yang dimaksud harus dapat
dipertanggungjawabkan keamanan dan manfaatnya serta tidak bertentangan dengan
norma agama dan kebudayaan masyarakat.
B. KLINIK, PRAKTIK PERSEORANGAN, UNIT TRANSFUSI DARAH, DAN
LABORATORIUM

1. Klinik
Pada tahun 2020, terdapat 11.347 klinik di Indonesia baik dimiliki oleh
pemerintah maupun masyarakat, terdiri atas 10.238 klinik pratama dan 1.109 klinik
utama. Provinsi dengan jumlah klinik paling banyak adalah Provinsi Sumatera
Utara, yaitu 1.565 klinik yang terdiri atas 1.491 klinik pratama dan 74 klinik
utama. Sedangkan provinsi dengan jumlah klinik paling sedikit adalah Provinsi
Sulawesi Barat, yaitu 2 klinik pratama dan tidak memiliki klinik utama.
2. Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan
Pada tahun 2020, terdapat 4.704 praktik mandiri dokter umum dan 1.158
praktik mandiri dokter gigi yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Provinsi
yang memiliki jumlah Dokter Praktik Mandiri dan Dokter Gigi Praktik Mandiri
yang bekerjasama dengan BPJS paling banyak adalah Provinsi Jawa Tengah, yaitu
1.059 orang praktik mandiri dokter dan 303 praktik mandiri dokter gigi. Dan yang
paling sedikit adalah Kepulauan Riau, yaitu 8 orang praktir mandiri dokter dan 1
praktik mandiri dokter gigi.
3. Unit Transfusi Darah
Pada tahun 2020, terdapat 460 UTD di Indonesia. Pada tahun 2020, provinsi
dengan total jumlah UTD paling banyak yaitu Provinsi Jawa Timur (39 UTD)
sedangkan provinsi dengan total jumlah UTD paling sedikit yaitu Provinsi
Kalimantan Utara (4 UTD). Provinsi yang paling banyak memiliki UTD yang
diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah adalah Provinsi Sumatera
Utara (21 UTD), sedangkan provinsi yang paling banyak memiliki UTD yang
diselenggarakan oleh PMI adalah Provinsi Jawa Timur (37 UTD). Terdapat 2
provinsi yang tidak memiliki UTD yang diselenggarakan oleh
pemerintah/pemerintah daerah, yaitu Provinsi Bali dan Banten.

C. LABORATORIUM KESEHATAN
Laboratorium kesehatan merupakan salah satu sarana penunjang dalam
pelaksanaan upaya pelayanan kesahatan. Laboratorium kesehatan diperlukan untuk
memeriksa, menganalisa, menguraikan, dan mengidentifikasi bahan dalam penentuan
jenis penyakit, penyebab penyakit, dan kondisi kesehatan tertentu. Jumlah
laboratorium kesehatan terbanyak dimiliki oleh swasta, yaitu sebanyak 1.275
laboratorium yang sudah terakreditasi 174. Terbanyak ke dua yaitu laboratorium
pemerintah kabupaten/kota, yakni sebanyak 228 laboratorium, sudah terakreditasi
sebanyak 137. Terbanyak ke tiga yaitu laboratorium milik pemerintah provinsi, yakni
sebanyak 28 laboratorium. Laboratorium Kesehatan yang tersebar di Indonesia
berdasarkan pembagian wilayah yaitu 4 laboratorium berupa Balai Besar Laboratorium
Kesehatan. Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah laboratorium kesehatan terbanyak,
yaitu sebanyak 312 laboratorium. Terbanyak ke dua yaitu Provinsi DKI Jakarta dengan
jumlah laboratorium sebanyak 228, dan terbanyak ke tiga yaitu Provinsi Jawa Timur
(215 laboratorium). Provinsi memiliki laboratorium paling sedikit, yaitu Provinsi
Papua Barat (2 laboratorium), Sulawesi Tengah (3 laboratorium), dan Sulawesi Barat
(4 laboratorium).
D. RUMAH SAKIT
1. Jenis Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2020 tentang
klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit, pengelompokan rumah sakit berdasarkan
penyelenggaraan, yaitu rumah sakit pemerintah pusat, rumah sakit pemerintah daerah,
dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah pusat dan rumah sakit pemerintah
daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang
kesehatan dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan rumah
sakit swasta harus berbentuk badan hukum yang bersifat nirlaba dengan tujuan profit
yang berbentuk persero yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang
perumahsakitan. Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit
dikategorikan rumah sakit umum dan rumah sakit khusus. RS Umum terdiri dari 6
jenis RS berdasarkan penyelenggaranya diantaranya, yaitu 3 jenis oleh pemerintah
pusat (Kemenkes, TNI/POLRI/, K/L, dan BUMN), 2 jenis oleh pemerintah daerah
(Provinsi, Kabupaten/Kota) dan RS Umum milik swasta.
2. Tipe Rumah Sakit
Rumah sakit dikelompokkan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan,
menjadi kelas A, kelas B, kelas C, dan kelas D. Jumlah RS di Indonesia menurut kelas
terbanyak yaitu tipe C (1.550 RS) sebesar 51,9%, kelas D dan D Pratama (877 RS)
sebesar 29,4%, kelas B (436 RS) sebesar 14,6%, dan kelas A (60 RS) sebesar 2,0%,
sedangkan selebihnya sebesar 2,1% merupakan RS yang belum ditetapkan kelas (62
RS).
3. Rasio Tempat Tidur Rumah Sakit
Berdasarkan standar WHO, standar terpenuhi atau tidaknya kebutuhan rumah
sakit terhadap pelayanan kesehatan rujukan dan perorangan di suatu wilayah dapat
dilihat dari rasio tempat tidur , yakni 1 tempat tidur untuk 1.000 penduduk. Rasio
tempat tidur rumah sakit di Indonesia secara nasional pada tahun 2020 telah mencapai
standar minimal dari WHO. Meskipun demikian, masih terdapat 3 provinsi yang rasio
tempat tidurnya belum memenuhi standar WHO, yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat
(0,9) dan Nusa Tenggara Barat (0,9).
4. Akreditasi Rumah Sakit
Dalam RPJMN 2020-2024, indikator sasaran strategis yang ingin dicapai
adalah 100% RS terakreditasi pada tahun 2024. Pada tahun 2020, tercatat sebanyak
2.484 RS (83,2%) telah terakreditasi dengan distribusi 908 RS pemerintah (36,6%)
dan 1.576 RS swasta (63,4%). Berdasarkan tingkat akreditasi, perdana 26%, dasar
8,4%, madya 15,5%, utama 13,4%, paripurna 36,5%, dan akreditasi internasional JCI
sebanyak 0,2%. Persentase RS terakreditasi tertinggi di Indonesia menurut Provinsi
tahun 2020 adalah Provinsi Aceh sebesar 92,86% dan terendah di Provinsi Papua
sebesar 68,09%.

E. KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN


1. Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Obat Esensial
Melalui Kementerian Kesehatan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya
dalam meningkatkan ketersediaan obat publik dan perbekalan kesehatan. Upaya
tersebut dilakukan melalui penyediaan obat, vaksin, dan perbekalan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau di pelayanan kesehatan pemerintah. Definisi
operasional dari indikator tersebut adalah persentase Puskesmas yang memiliki
ketersediaan minimal 80% dari 40 item obat indikator. Obat-obat yang dipilih sebagai
obat indikator merupakan obat pendukung program tuberkulosis, malaria, kesehatan
keluarga, gizi, dan imunisasi serta obat pelayanan kesehatan dasar esensial.
Hasil tersebut diperoleh dari periode pelaporan bulan November 2020 dimana
jumlah Puskesmas yang melapor sebanyak 9.514 Puskesmas dari 10.139 Puskesmas
di Indonesia (93,8%), dengan jumlah Puskesmas yang memiliki 80% obat essensial
sebanyak 8.764 Puskesmas. pada tahun 2020 sebesar 100% dan dicapai oleh lima
provinsi. Provinsi yang belum mencapai target indikator tahun 2020 sebesar 85%
yaitu Lampung, Banten, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Selatan.
2. Persentase Kabupaten/Kota dengan Ketersediaan Obat Esensial
Program Pelayanan Kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah
salah satu program di Kementerian Kesehatan yang berperan dalam mendukung
kebijakan nasional pembangunan kesehatan dalam hal menjamin akses, kemandirian
dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Indikator ini bertujuan untuk memantau
ketersediaan obat esensial di tingkat kabupaten/kota.
Pada tahun 2020, realisasi indikator persentase kabupaten/kota dengan
ketersediaan obat esensial sebesar 83,75%, melebihi target yang telah ditetapkan
dalam Renstra Kemenkes Tahun 2020-2024 yaitu sebesar 77% dengan capaian
sebesar 108,77%. Capaian tertinggi persentase kabupaten/kota dengan ketersediaan
obat esensial pada tahun 2020 yakni sebesar 100% dan dicapai oleh 10 (sepuluh)
provinsi. Namun, Terdapat 9 (sembilan) provinsi dengan capaian persentase
kabupaten/kota dengan ketersediaan obat esensial dibawah target nasional.
3. Persentase Puskesmas dengan Ketersediaan Vaksin IDL (Imunisasi Dasar
Lengkap)
Puskesmas merupakan salah satu strategi yang dilakukan dalam rangka
mewujudkan upaya meningkatnya akses, kemandirian dan mutu sediaan farmasi dan
alat kesehatan. Upaya tersebut diindikasikan dengan indikator kinerja dengan
ketersediaan vaksin IDL (Imunisasi Dasar Lengkap) vaksin IDL terdiri dari Vaksin
Hepatitis B, Vaksin BCG (Bacillus Calmette-Guérin), Vaksin DPT-HB-HIB (Difteri,
Pertusis, Tetanus - Hepatitis B -Haemophilus Influenza tipe B), Vaksin Polio, Vaksin
Campak/Campak Rubella.
Pada tahun 2020, realisasi indikator persentase Puskesmas dengan
ketersediaan vaksin IDL (Imunisasi Dasar Lengkap) melebihi target yang telah
ditetapkan dalam Renstra Kemenkes Tahun 2020-2024. Hasil tersebut diperoleh dari
periode pelaporan bulan November 2020 dimana jumlah. Puskesmas yang memiliki
vaksin IDL sebanyak 9.224 Puskesmas dari 9.511 Puskesmas yang melapor. Hal
tersebut menunjukkan tingkat pelaporan Puskesmas sebesar 90,9% dari 10.139
Puskesmas yang tersedia vaksin IDL. Capaian tertinggi persentase Puskesmas dengan
ketersediaan vaksin IDL pada tahun 2020 yakni sebesar 100% dan dicapai oleh 21
(dua puluh satu) provinsi. Namun, Terdapat 4 (empat) provinsi dengan capaian
persentase Puskesmas dengan ketersediaan vaksin IDL dibawah target nasional.

F. SARANA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN


Sarana produksi dan distribusi di Indonesia masih menunjukkan adanya
ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi maupun
distribusi berlokasi di Pulau Sumatera dan Jawa sebesar 94,5% sarana produksi dan
76% sarana distribusi. Ketersediaan ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki dan
kebutuhan pada wilayah setempat. Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu
acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah sarana produksi dan distribusi
kefarmasian dan alat kesehatan di wilayah Indonesia lainnya, sehingga terjadi
pemerataan jumlah sarana tersebut di seluruh Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan
untuk membuka akses keterjangkauan masyarakat terhadap sarana kesehatan di
bidang kefarmasian dan alat kesehatan.
Pada tahun 2020 terdapat 4.095 sarana produksi kefarmasian dan alat
kesehatan di Indonesia. Provinsi dengan jumlah sarana produksi terbanyak adalah
Jawa Barat, yaitu sebanyak 1.148 sarana. Hal ini dapat disebabkan karena Jawa Barat
memiliki populasi yang besar dan wilayah yang luas. Namun, terdapat 7 provinsi yang
tidak memiliki sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan.
Sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan yang dipantau jumlahnya
oleh Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan antara lain Pedagang Besar
Farmasi (PBF), Apotek, Toko Obat, dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK). Jumlah
sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan di Indonesia pada tahun 2020 sebesar
45.775 sarana. Provinsi dengan jumlah sarana distribusi terbanyak adalah Jawa Barat,
yaitu sebanyak 7.319 sarana.

G. UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT (UKBM)

Posyandu (Pos palayanan terpadu).


Secara kelembagaan Posyandu merupakan Lembaga Kemasyarakatan Desa.
Sesuai Permendagri 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan
Lembaga Adat Desa, Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang secara
kelembagaan merupakan Lembaga Kemasyarakatan Desa . Secara pembinaan teknis,
Posyandu dibina oleh Puskesmas dan lintas sektor terkait sesuai dengan kegiatan
pengembangan yang telah dilakukan, sedangkan pembinaan kelembagaan Posyandu
dilakukan oleh Pemerintah Desa.Posyandu aktif adalah posyandu yang mampu
melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu nifas,
bayi, balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan, dan penanggulangan diare) dengan
cakupan masing-masing minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan.

Selain Posyandu, terdapat beberapa jenis UKBM, yaitu Poskesdes (Pos


Kesehatan Desa), Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren), Posyandu Lanjut Usia
(Lansia), dan Posbindu PTM. (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular).
Pergeseran tipe penyakit penyebab kematian terbanyak di Indonesia dari penyakit
menular menjadi penyakit tidak menular menjadikan peran Posbindu PTM menjadi
sangat penting. Pada tahun 2020 di Indonesia terdapat 68.320 Posbindu PTM.
Provinsi dengan jumlah Posbindu PTM terbanyak yaitu Jawa Timur dengan 10.208
Posbindu dan provinsi dengan jumlah Posbindu PTM terendah yaitu Kalimantan
Utara (125 Posbindu).

Anda mungkin juga menyukai