Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

KELAINAN PADA LUTUT

Penyusun:

Sandy Wilyas Prajura

21710195

Pembimbing:

dr. R. Muhammad David Jayanegara, Sp.OT (K)

KEPANITERAAN KLINIK SMF BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA
RSUD IBNU SINA KABUPATEN GRESIK

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat dan

rahmatnya lah penulis dapat menyelesaikan tugas referat “Kelainan Pada Lutut”

sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian di bidang SMF Bedah dalam

menyelesaikan Pendidikan dokter muda di Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya. Ucapan terima kasih tak lupa penulis ucapkan kepada

dr. R. Muhammad David Jayanegara, Sp.OT (K) selaku pembimbing dibagian SMF

Bedah RS Ibnu Sina Gresik dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam

pembuatan laporan referat ini.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak

kekurangan, maka dari itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun,

guna perbaikan dalam pembuatan referat selanjutnya. Semoga referat ini dapat

bermanfaat untuk kita semua, khususnya bagi para pembaca dan rekan-rekan sejawat.

Gresik, 7 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ...................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................... ii

Daftar Isi............................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan ............................................................................. 1

BAB II Tinjauan Pustaka

Anatomi Patella....................................................................... 2

Biomekanik Patella…………………………………………….. 3

Kelainan Pada Patella ............................................................. 4

Fraktur Pada Patella ................................................................ 4

Osteoatrhitis Patelofemoral ..................................................... 13

Dislokasi Akut Pada Patella .................................................... 16

Dislokasi Habitualis Patella….…………………… ............... 20

Osteocondritis Disecan….…………………… ...................... 23

Bursitis Pada Patella….…………………… .......................... 27

BAB III Kesimpulan…………………………………………………. 32

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………… 33

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Patella atau rotula adalah tulang pipih dan segitiga yang terletak di
bagian depan lutut. Patella berfungsi sebagai penyambung antara tendon
kuadrisep dengan tulang kering dan membantu melindungi lutut dari cedera
serta memperkuat gerakan kaki. Namun, patella juga rentan terkena
berbagai kelainan dan kondisi medis yang dapat menyebabkan nyeri dan
gangguan fungsi pada lutut.

Beberapa kelainan patella yang umum terjadi antara lain bursitis pada
patella, kondromalasia patella, tendinitis patella, dan osteochondritis
dissecans. Setiap kelainan patella memiliki penyebab, gejala, dan
penanganan yang berbeda-beda. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya kelainan patella meliputi cedera pada lutut, olahraga
berlebihan atau gerakan berulang pada lutut, postur tubuh yang buruk, dan
faktor genetik.

Pengobatan kelainan patella dapat meliputi terapi fisik, obat antiinflamasi,


injeksi kortikosteroid, dan dalam beberapa kasus, tindakan operasi. Selain
itu, langkah-langkah pencegahan seperti menjaga postur tubuh yang baik,
menghindari olahraga yang terlalu berat atau berulang, dan menggunakan
alat pelindung lutut dapat membantu mencegah terjadinya kelainan patella.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Patella


Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada
segmen inferior dari tendon m. quadriceps femoris pada permukaan
ateroinferior. Pinggir atas, lateral dan medial merupakan tempat perlekatan
berbagai bagian m.quadriceps femoris. Patella dicegah bergeser ke lateral
selama kontraksi m. quadriceps femoris oleh serabut-serabut horizontal
bawah m. vastul medialis dan oleh besarnya ukuran condylus lateralis
femoris. Ukuran kira-kira 5 cm, berbentuk segitiga, berada didalam tendo
(bertumbuh di dalam tendo) m.quadriceps femoris. Dalam keadaan otot
relaksasi, maka patella dapat digerakkan ke samping, sedikit ke cranial dan ke
caudal. Mempunyai facies anterior dari facies articularis; facies articularis
lateralis bentuknyalebih besar daripada facies articularis medialis. Margo
superior atau basis patellae berada di bagian proximal dan apex patellae
beradadi bagian distal. Margo medialis dan margo lateralis bertemu
membentuk apex patellae. 3

Gambar 1. Patella

2
Gambar 2. Anatomi Patella

2.1.2 Biomekanik Patella


Biomekanik patella (tulang lutut) mengacu pada pergerakan dan interaksi
antara patella, femur (tulang paha), dan tibia (tulang kering) dalam rangkaian
gerakan sendi lutut. Patella bertindak sebagai pengubah arah kekuatan otot
kuadrisep, yang menggerakkan sendi lutut dan memberikan stabilitas. Patella juga
membantu melindungi tulang rawan lutut dari tekanan berlebihan dan
memfasilitasi gerakan meluncur saat lutut ditekuk.

Dalam biomekanik patella, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi


gerakan dan interaksi antara patella, femur, dan tibia. Beberapa faktor ini meliputi
kekuatan otot kuadrisep, sudut kemiringan patella, dan orientasi sendi lutut.

Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi risiko terjadinya kondisi patologi


pada patella seperti osteoarthritis patellofemoral, tendonitis patella, dan patella
dislokasi. Pemahaman yang baik tentang biomekanik patella dapat membantu
dalam diagnosis dan pengobatan kondisi patologi pada patella, serta membantu
dalam perencanaan latihan dan rehabilitasi untuk memperbaiki atau memelihara
kesehatan patella dan sendi lutut secara keseluruhan.

3
2.2 Kelainan pada Patella
2.2.1 Fraktur pada Patella
Fraktur pada patella adalah kerusakan atau patahnya tulang patella atau
rótula yang disebabkan oleh trauma atau tekanan pada lutut. Fraktur patella
dapat terjadi pada satu sisi atau pada kedua sisi tulang patella dan dapat
diklasifikasikan berdasarkan lokasi, jenis, dan tingkat keparahan. Tanda dan
gejala fraktur patella meliputi nyeri, pembengkakan, dan kesulitan untuk
membungkuk atau meregangkan lutut.9

2.2.1.2 Etiologi Fraktur pada Patella

Fraktur pada patella, atau tulang rótula, dapat disebabkan oleh berbagai
faktor. Trauma fisik yang signifikan pada lutut merupakan penyebab utama
dari fraktur patella, termasuk jatuh dari ketinggian, kecelakaan mobil, atau
cedera olahraga. Selain itu, beberapa kondisi medis, seperti osteoporosis dan
kelebihan berat badan, juga dapat meningkatkan risiko terjadinya fraktur pada
patella.9 Fraktur patella biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua dengan
osteoporosis atau pada pasien yang mengalami trauma langsung pada lutut.
Di sisi lain, Fracture and Dislocation Classification Compendium (2018)
menyatakan bahwa fraktur patella sering terjadi pada orang yang aktif secara
fisik, termasuk atlet dan prajurit militer. Faktor risiko lain yang dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur pada patella antara lain jenis
kelamin perempuan, asupan vitamin D yang kurang, dan kekurangan estrogen
pada wanita pasca-menopause. Selain itu, gangguan neuromuskular, seperti
kelumpuhan otot kuadriseps, juga dapat meningkatkan risiko terjadinya
fraktur pada patella. Dalam kesimpulannya, fraktur pada patella dapat
disebabkan oleh trauma fisik yang signifikan pada lutut, osteoporosis,
kelebihan berat badan, atau gangguan neuromuskular. Faktor risiko yang
dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur pada patella termasuk
jenis kelamin perempuan, kekurangan vitamin D, dan kekurangan estrogen
pada wanita pasca-menopause. Penanganan yang tepat dan cepat sangat
penting dalam mengurangi risiko komplikasi dan memulihkan fungsi lutut
pada pasien dengan fraktur patella.10

4
2.2.1.3 Klasifikasi Fraktur pada Patella

Klasifikasi fraktur pada patella telah disusun oleh berbagai organisasi


medis dan peneliti. Salah satu klasifikasi yang paling sering digunakan adalah
klasifikasi Müller yang didasarkan pada letak fraktur pada patella.11
Menurut klasifikasi Müller, fraktur patella dapat dikelompokkan menjadi
empat tipe utama:

Tipe 1: Fraktur vertikal pada patella.


Tipe 2: Fraktur transversal pada patella.
Tipe 3: Fraktur perifer pada patella.
Tipe 4: Fraktur komunutif pada patella.

Klasifikasi Müller juga mencakup sub-tipe untuk masing-masing tipe utama,


tergantung pada jumlah fragmen tulang yang terlibat dalam fraktur.

Klasifikasi fraktur pada patella juga dapat dilakukan dengan berbagai sistem,
termasuk Sistem Klasifikasi Fraktur Patella AO dan Sistem Klasifikasi Fraktur
Patella Insall-Salvati. Berikut adalah penjelasan singkat tentang kedua sistem
klasifikasi tersebut beserta sumber jurnal internasional yang terkait:
A. Sistem Klasifikasi Fraktur Patella AO :
Sistem ini dibuat oleh Asosiasi Osteosintesis (AO) dan terdiri dari tiga
jenis fraktur pada patella, yaitu A, B, dan C. Fraktur tipe A adalah fraktur
vertikal sederhana, tipe B adalah fraktur dengan beberapa fragmen, dan
tipe C adalah fraktur dengan komplikasi, seperti pergeseran atau kerusakan
sendi. Penjelasan lebih lanjut tentang sistem klasifikasi ini dapat
ditemukan dalam jurnal "Patella fractures: current concepts" oleh Stevens
et al. yang diterbitkan dalam Journal of the American Academy of
Orthopaedic Surgeons pada tahun 2019.

B. Sistem Klasifikasi Fraktur Patella Insall-Salvati

5
Sistem ini dibuat oleh Dr. John Insall dan Dr. Alfred Salvati pada tahun
1971 dan terdiri dari enam jenis fraktur pada patella, yaitu tipe I hingga
tipe VI. Fraktur tipe I adalah fraktur yang melibatkan tepi atas patella, tipe
II adalah fraktur pada bagian tengah patella, tipe III adalah fraktur pada
tepi bawah patella, tipe IV adalah fraktur pada bagian luar patella, tipe V
adalah fraktur pada bagian dalam patella, dan tipe VI adalah fraktur
komunuted atau terfragmentasi. Penjelasan lebih lanjut tentang sistem
klasifikasi ini dapat ditemukan dalam jurnal "Patellar fractures in adults"
oleh van der Bracht et al. yang diterbitkan dalam EFORT Open Reviews
pada tahun 2019.

2.2.1.4 Manifestasi Klinik Fraktur pada Patella

Fraktur patella dapat menyebabkan manifestasi klinis yang bervariasi pada


pasien. Gejala utama dari fraktur patella adalah nyeri pada daerah patella,
terutama saat melakukan gerakan seperti membungkuk atau meregangkan
lutut. Nyeri juga dapat meningkat ketika pasien berjalan atau berdiri untuk
waktu yang lama. Pada beberapa kasus, fraktur patella juga dapat
menyebabkan pembengkakan dan kemerahan di sekitar daerah patella. Pasien
mungkin juga merasakan suara "krek" pada saat fraktur terjadi.
Selain nyeri dan pembengkakan, fraktur patella dapat membatasi gerakan
lutut. Pasien mungkin mengalami kesulitan membungkuk atau meregangkan
lutut karena rasa sakit atau ketidaknyamanan. Terkadang, fraktur patella juga
dapat menyebabkan deformitas pada patella, seperti pergeseran atau retakan
pada tulang. Deformitas dapat dilihat secara visual atau dirasakan oleh pasien
ketika menempatkan tangan pada patella.
Kerusakan pada ligamen atau struktur lainnya di sekitar patella juga dapat
terjadi bersamaan dengan fraktur patella. Hal ini dapat menyebabkan
manifestasi klinis yang lebih parah seperti instabilitas lutut, kelemahan otot,
atau kesulitan untuk menopang berat badan pada kaki yang terkena. Pasien
mungkin juga mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti berjalan atau berolahraga. 11

6
2.2.1.5 Penegakan Diagnosa Fraktur pada Patella

Penegakan diagnosa fraktur pada patella merupakan langkah penting


dalam menentukan pengobatan yang tepat untuk pasien. Diagnosa dapat
dilakukan melalui evaluasi klinis dan radiologi. Pada evaluasi klinis, dokter
akan menanyakan riwayat medis pasien, gejala yang dialami, dan melakukan
pemeriksaan fisik pada daerah patella. Pemeriksaan fisik dapat meliputi
pemeriksaan kemerahan, pembengkakan, dan nyeri pada daerah patella, serta
pengukuran kemampuan pasien untuk membungkuk atau meregangkan lutut.
Selain evaluasi klinis, radiologi juga dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosa fraktur pada patella. Radiografi merupakan pemeriksaan awal yang
paling sering digunakan dalam menentukan adanya fraktur patella. Pada
radiografi, dokter akan mencari tanda-tanda fraktur seperti retakan atau
pergeseran pada tulang patella. Pada beberapa kasus, dokter juga dapat
menggunakan computed tomography (CT) scan untuk melihat gambaran
lebih detail dari tulang patella.
Selain radiografi dan CT scan, magnetic resonance imaging (MRI) juga
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa fraktur pada patella. MRI lebih
sensitif daripada radiografi dalam mendeteksi kerusakan pada jaringan lunak
seperti ligamen atau struktur lainnya di sekitar patella. Namun, MRI tidak
selalu diperlukan dalam menegakkan diagnosa fraktur patella, terutama jika
fraktur tidak melibatkan kerusakan pada jaringan lunak.11

2.2.1.6 Penatalaksanaan Fraktur pada Patella

Fraktur pada patella atau tulang lutut merupakan kondisi yang sering
terjadi pada orang dewasa, terutama pada mereka yang berusia di atas 50
tahun dan pada atlet atau olahragawan. Fraktur patella dapat mempengaruhi
kualitas hidup pasien karena dapat menyebabkan nyeri, pembengkakan,
kesulitan dalam bergerak, dan bahkan kecacatan permanen. Penatalaksanaan
fraktur pada patella sangat penting untuk mengurangi komplikasi dan
mempercepat pemulihan pasien.

7
Penatalaksanaan fraktur pada patella tergantung pada jenis dan beratnya
fraktur serta kondisi kesehatan pasien. Pada kasus fraktur patella yang tidak
terlalu parah, perawatan non-bedah mungkin cukup efektif. Namun, pada
kasus fraktur yang lebih serius, intervensi bedah dapat diperlukan untuk
memperbaiki fraktur dan mengembalikan fungsi lutut.
Perawatan non-bedah dapat mencakup pemberian obat pereda nyeri dan
antiinflamasi untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan pada daerah
patella. Pasien juga dapat diberi penyangga lutut atau brace untuk membantu
menjaga posisi patella yang stabil dan mengurangi tekanan pada daerah yang
terluka. Terapi fisik juga dapat membantu memperkuat otot-otot di sekitar
lutut dan meningkatkan fleksibilitas.
Pada kasus fraktur patella yang lebih parah, intervensi bedah mungkin
diperlukan untuk memperbaiki fraktur dan mengembalikan fungsi lutut. Salah
satu prosedur bedah yang dapat dilakukan adalah osteosintesis atau
pemasangan plat dan sekrup untuk mempertahankan posisi patella yang
benar. Pada kasus fraktur yang sangat parah, arthroplasty atau penggantian
patella dengan implan buatan mungkin diperlukan.
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk membandingkan hasil dari
perawatan bedah dan non-bedah pada fraktur patella. Salah satu studi yang
dilakukan oleh Zhang et al. dan diterbitkan dalam Journal of Orthopaedic
Surgery and Research pada tahun 2017 menemukan bahwa perawatan bedah
memberikan hasil yang lebih baik dalam hal waktu pemulihan, pemulihan
fungsi lutut, dan kepuasan pasien dibandingkan dengan perawatan non-bedah.
Sementara itu, studi lain yang dilakukan oleh Chevallier et al. dan diterbitkan
dalam Orthopaedics and Traumatology: Surgery and Research pada tahun
2019 menyimpulkan bahwa osteosintesis dengan pemasangan plat dan sekrup
dapat memberikan hasil yang baik pada fraktur patella yang stabil dan tidak
terlalu parah. Namun, pada fraktur yang lebih parah dan tidak stabil,
penggantian patella dengan implan buatan mungkin diperlukan.12

8
2.2.1.7 Proses Penyembuhan Fraktur pada Patella

Stadium penyembuhan fraktur pada patella dapat dibagi menjadi tiga tahap
yaitu tahap inflamasi, tahap reparasi, dan tahap remodeling. Setiap tahap
memiliki karakteristik masing-masing dan memerlukan perawatan yang
berbeda. Hal ini dikarenakan pada setiap tahap, terdapat proses biologis yang
berbeda dalam penyembuhan fraktur pada patella.
Tahap inflamasi adalah tahap pertama dalam proses penyembuhan fraktur
pada patella. Pada tahap ini, terjadi peradangan di sekitar daerah fraktur.
Peradangan ini menyebabkan munculnya nyeri dan pembengkakan pada area
patella. Pada tahap ini, tubuh memperbaiki kerusakan jaringan, memperbaiki
aliran darah ke daerah yang rusak, dan membawa sel darah putih untuk
memperbaiki jaringan yang rusak. Tahap ini berlangsung selama 2-3 minggu
setelah terjadinya fraktur.
Tahap reparasi adalah tahap kedua dalam proses penyembuhan fraktur
pada patella. Pada tahap ini, terjadi pembentukan jaringan baru yang disebut
kalus pada area fraktur. Kalus ini terdiri dari fibrin, sel-sel fibroblast, dan
matriks ekstraseluler. Selama tahap ini, kalus mengalami pemadatan dan
memperkuat daerah yang rusak. Tahap ini berlangsung selama 3-4 minggu
setelah terjadinya fraktur.
Tahap remodeling adalah tahap terakhir dalam proses penyembuhan
fraktur pada patella. Pada tahap ini, kalus mengalami remodelasi untuk
membentuk tulang yang kuat dan sehat. Tulang baru ini diperkuat dengan
osteoblas dan osteoklas. Selama tahap ini, tulang baru akan mengalami
perubahan bentuk dan struktur hingga menjadi lebih mirip dengan tulang asli.
Tahap ini dapat berlangsung selama beberapa bulan hingga beberapa tahun
setelah terjadinya fraktur.12

9
Gambar 3. Penyembuhan Fraktur

2.2.1.8 Kelainan Penyembuhan pada Fraktur

Kelainan penyembuhan fraktur dapat terjadi pada sebagian kecil pasien


meskipun penanganan awal telah dilakukan secara adekuat. Kelainan ini
dapat menghambat proses penyembuhan fraktur, meningkatkan resiko
komplikasi, dan memperpanjang waktu pemulihan. Beberapa kelainan
penyembuhan fraktur yang sering terjadi antara lain pseudarthrosis, delayed
union, dan malunion.
Pseudarthrosis merupakan kondisi ketika fragmen tulang tidak
menyembuh secara alami dan terbentuk sendi palsu yang tidak stabil. Delayed
union terjadi ketika tulang membutuhkan waktu lebih lama dari yang
seharusnya untuk menyembuhkan, sementara malunion terjadi ketika fragmen
tulang menyembuh dalam posisi yang tidak ideal. Menurut sebuah studi yang
diterbitkan di jurnal Clinical Orthopaedics and Related Research pada tahun
2020, kelainan penyembuhan fraktur paling sering terjadi pada fraktur tibia,
humerus, dan femur. Namun, kelainan ini juga dapat terjadi pada fraktur pada

10
patella. Studi ini menemukan bahwa faktor risiko untuk terjadinya kelainan
penyembuhan fraktur antara lain usia yang lebih tua, merokok, obesitas, dan
diabetes. Penanganan kelainan penyembuhan fraktur dapat bervariasi
tergantung pada jenis dan tingkat keparahannya. Pada kasus pseudarthrosis,
tindakan operasi biasanya diperlukan untuk mengatasi kondisi ini. Berbagai
teknik operasi dapat dilakukan untuk menciptakan kondisi yang
memungkinkan tulang menyembuh dengan baik. Pada kasus delayed union,
pemberian stimulasi elektrik atau terapi ultrasonik dapat membantu
meningkatkan kecepatan penyembuhan.
Sementara pada kasus malunion, operasi dapat dilakukan untuk
memperbaiki posisi fragmen tulang dan memastikan agar tulang menyembuh
dengan benar. Selain tindakan medis, langkah pencegahan juga dapat
dilakukan untuk mengurangi risiko kelainan penyembuhan fraktur. Pasien
dapat dianjurkan untuk menjaga asupan nutrisi yang seimbang dan
melakukan olahraga ringan untuk membantu memperkuat tulang. Pasien juga
harus menghindari perilaku yang dapat mengganggu proses penyembuhan,
seperti merokok atau mengonsumsi alkohol dalam jumlah yang berlebihan.
Dalam kasus kelainan penyembuhan fraktur, penting untuk segera
berkonsultasi dengan dokter spesialis ortopedi untuk mendapatkan
penanganan yang tepat dan menghindari komplikasi yang lebih serius.
Melalui penanganan yang tepat, sebagian besar kasus kelainan penyembuhan
fraktur dapat diatasi dengan baik.12

2.2.1.9 Komplikasi Fraktur pada Patella

Komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur patella tergantung pada


keparahan dan jenis fraktur yang terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada fraktur patella antara lain non-union, malunion, perdarahan,
infeksi, dan lain-lain. Dalam artikel ini, akan dibahas mengenai komplikasi
yang sering terjadi pada fraktur patella beserta jurnal internasional yang
relevan.
Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada fraktur patella adalah non-
union atau tidak menyatu dengan baik. Non-union dapat terjadi pada fraktur

11
patella yang terbuka atau tertutup. Terdapat faktor-faktor risiko yang dapat
mempengaruhi terjadinya non-union pada fraktur patella. Faktor-faktor
tersebut antara lain kelebihan berat badan, jenis fraktur patella, dan metode
operasi yang digunakan. Selain itu, metode operasi yang digunakan juga
berpengaruh terhadap terjadinya non-union. Metode operasi open reduction
internal fixation (ORIF) memiliki risiko lebih rendah untuk mengalami non-
union dibandingkan dengan metode operasi lainnya.
Selain non-union, malunion atau penyembuhan tulang yang tidak sesuai
dengan posisi awal juga dapat terjadi pada fraktur patella. Malunion dapat
terjadi akibat kegagalan dalam penatalaksanaan fraktur patella atau karena
cedera tambahan pada saat penyembuhan fraktur. Penanganan yang tidak
tepat seperti keterlambatan dalam pemasangan stabilisasi atau
ketidaksesuaian posisi tulang dapat menyebabkan terjadinya malunion.
Perdarahan dan hematoma juga dapat terjadi pada fraktur patella.
Hematoma dapat menyebabkan peningkatan tekanan pada area sekitar fraktur
dan menyebabkan nyeri serta pembengkakan. Pada kasus yang parah,
hematoma dapat menyebabkan penurunan aliran darah dan kematian jaringan.
Infeksi juga merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur patella,
meskipun jarang terjadi. Infeksi dapat terjadi akibat terkontaminasinya luka
operasi atau cedera terbuka pada fraktur patella. Penggunaan antibiotik
profilaksis pada saat operasi dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi pada
pasien dengan fraktur patella.12

2.3 Osteoatrhtitis Patellofemoral


2.3.1 Definsi
Osteoarthritis patellofemoral adalah kondisi degeneratif pada sendi lutut
yang melibatkan patella (tulang lutut) dan femur (tulang paha), yang ditandai
dengan kerusakan pada tulang rawan pada permukaan artikular patella dan
kondilus femur. Kondisi ini dapat menyebabkan rasa sakit, kaku, dan sulit
untuk bergerak pada lutut. Osteoarthritis patellofemoral dapat terjadi karena
beberapa faktor, termasuk ketidakseimbangan otot, trauma atau cedera pada
lutut, aktivitas yang berlebihan pada lutut, serta faktor genetik. Pengobatan

12
dapat mencakup pengobatan konservatif seperti terapi fisik dan obat pereda
nyeri, serta intervensi bedah pada kasus yang lebih parah..13

2.3.1.2 Patofisiologi Osteoatrhitis Patellofemoral


Patofisiologi osteoarthritis patellofemoral melibatkan berbagai faktor
yang menyebabkan kerusakan pada permukaan tulang rawan di antara patella
(tulang lutut) dan femur (tulang paha). Osteoarthritis patellofemoral
disebabkan oleh proses degeneratif yang terjadi pada tulang rawan lutut.

Faktor risiko utama osteoarthritis patellofemoral adalah


ketidakseimbangan otot-otot yang menggerakkan patella, yaitu otot quadriceps
femoris, vastus medialis obliquus (VMO), vastus lateralis, dan vastus
intermedius. Ketidakseimbangan otot-otot ini dapat menyebabkan tekanan
yang tidak merata pada permukaan tulang rawan di antara patella dan femur,
yang dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan tersebut.

Selain itu, cedera pada patella atau tulang paha juga dapat
menyebabkan kerusakan pada tulang rawan. Peningkatan usia dan obesitas juga
merupakan faktor risiko untuk osteoarthritis patellofemoral, karena usia dan
kelebihan berat badan dapat mempercepat proses degeneratif pada tulang
rawan.

Proses patofisiologi osteoarthritis patellofemoral dimulai dengan


kerusakan pada permukaan tulang rawan di antara patella dan femur. Tulang
rawan yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik untuk menyerap tekanan
dan mengurangi gesekan antara patella dan femur. Hal ini menyebabkan
gesekan yang berlebihan dan tekanan pada tulang di bawah tulang rawan, yang
dapat menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan peradangan.

Kerusakan pada tulang rawan dapat menyebabkan pertumbuhan tulang


baru atau osteofit, yang dapat mengganggu gerakan normal patella di dalam
sendi lutut. Hal ini menyebabkan ketidakstabilan patella dan menyebabkan
nyeri dan kekakuan pada sendi lutut. Kondisi ini dapat memburuk seiring
waktu dan menyebabkan kecacatan permanen pada sendi lutut.13

2.3.1.3 Tanda dan Gejala Osteoarthritis Patellofemoral


Osteoarthritis patellofemoral dapat menimbulkan berbagai gejala klinis
pada penderitanya. Gejala ini dapat bervariasi tergantung pada tingkat
keparahan kondisi dan faktor-faktor lain yang memengaruhi. Beberapa gejala
klinis yang umum terjadi pada osteoarthritis patellofemoral antara lain:

13
1. Nyeri lutut Nyeri pada lutut adalah gejala klinis yang paling umum
terjadi pada osteoarthritis patellofemoral. Nyeri ini terutama terjadi
saat melakukan aktivitas yang membutuhkan gerakan lutut, seperti
berjalan, berlari, atau menaiki tangga. Nyeri lutut pada osteoarthritis
patellofemoral umumnya terlokalisasi pada bagian depan lutut dan
dapat terasa semakin parah saat lutut ditekuk.

2. Kekakuan lutut Kekakuan pada lutut dapat terjadi pada osteoarthritis


patellofemoral, terutama setelah melakukan aktivitas yang
membutuhkan gerakan lutut. Kekakuan ini dapat membuat sulit untuk
melakukan gerakan lutut dengan bebas dan dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.

3. Pembengkakan lutut Pada beberapa kasus, osteoarthritis


patellofemoral dapat menyebabkan pembengkakan pada lutut.
Pembengkakan ini umumnya terjadi akibat peradangan pada jaringan
di sekitar lutut, dan dapat membuat lutut terasa kaku dan sulit
digerakkan.

4. Bunyi klik pada lutut Beberapa penderita osteoarthritis patellofemoral


dapat mengalami bunyi klik pada lutut saat melakukan gerakan
tertentu. Bunyi ini terjadi akibat gesekan antara permukaan tulang
yang rusak pada lutut.

5. Ketidakstabilan lutut Osteoarthritis patellofemoral dapat


menyebabkan ketidakstabilan pada lutut, terutama saat melakukan
aktivitas yang membutuhkan gerakan lutut. Ketidakstabilan ini dapat
membuat sulit untuk melakukan gerakan lutut dengan tepat dan dapat
meningkatkan risiko cedera pada lutut.

2.2.1.4 Tatalaksana Osteoatrhitis Patellofemoral


Tatalaksana osteoarthritis patellofemoral dapat dilakukan dengan
berbagai cara tergantung pada tingkat keparahan kondisi dan faktor-faktor
lain yang memengaruhi. Beberapa cara tatalaksana yang umum dilakukan
pada osteoarthritis patellofemoral antara lain:

1. Pengobatan non-farmakologi

Pengobatan non-farmakologi dapat membantu mengurangi gejala


osteoarthritis patellofemoral. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara
lain:

14
• Terapi fisik: Latihan fisik dan terapi fisik dapat membantu
mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot-otot sekitar lutut.

• Menurunkan berat badan: Menurunkan berat badan dapat membantu


mengurangi tekanan pada lutut dan mengurangi gejala osteoarthritis
patellofemoral.

• Menghindari aktivitas yang memperparah gejala: Menghindari


aktivitas yang memperparah gejala dapat membantu mengurangi rasa
nyeri dan meningkatkan kualitas hidup.

2. Pengobatan farmakologi

Pengobatan farmakologi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan


peradangan pada osteoarthritis patellofemoral. Beberapa obat yang dapat
digunakan antara lain:

• Analgesik: Obat penghilang nyeri seperti parasetamol dapat


digunakan untuk mengurangi nyeri pada lutut.

• Anti-inflamasi nonsteroid (AINS): Obat AINS seperti ibuprofen dapat


digunakan untuk mengurangi nyeri dan peradangan pada lutut.

• Suplemen glukosamin dan kondroitin: Suplemen ini dapat membantu


meningkatkan kekuatan tulang rawan pada lutut.

3. Tindakan bedah

Tindakan bedah dapat dilakukan pada osteoarthritis patellofemoral yang


parah dan tidak merespons terhadap pengobatan non-farmakologi dan
farmakologi. Beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan antara lain:

• Artroskopi: Tindakan bedah ini dilakukan dengan membuat


sayatan kecil pada lutut dan memperbaiki kerusakan pada tulang
rawan pada lutut.

• Osteotomi: Tindakan bedah ini dilakukan dengan memotong tulang


pada lutut untuk mengurangi tekanan pada tulang rawan.

• Penggantian sendi: Tindakan bedah ini dilakukan dengan


mengganti lutut yang rusak dengan sendi buatan.

Pilihan tatalaksana yang tepat akan tergantung pada tingkat keparahan


kondisi dan faktor-faktor lain yang memengaruhi. Konsultasi dengan dokter
dan spesialis ortopedi dapat membantu menentukan tatalaksana yang tepat.

15
2.3 Dislokasi Akut Patella
2.3.1 Definisi Dislokasi Akut Patella
Dislokasi akut patella adalah kondisi di mana patella atau tulang
lutut bergeser keluar dari posisi normalnya di dalam goa patella atau celah
di antara dua kondilus pada tulang paha. Kondisi ini dapat terjadi akibat
trauma langsung pada lutut atau melalui gerakan berulang yang terlalu keras
dan berlebihan pada lutut. Dislokasi akut patella dapat terjadi pada segala
usia, tetapi paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda yang
aktif secara fisik.

Gejala utama dislokasi akut patella adalah rasa sakit yang tiba-tiba
dan parah pada lutut, terutama saat melakukan gerakan seperti membungkuk
atau merentangkan kaki. Pasien juga dapat mengalami pembengkakan pada
lutut dan kesulitan untuk menekuk atau merentangkan kaki. Beberapa
pasien juga melaporkan bahwa mereka mendengar suara klik atau pop saat
terjadi dislokasi. Jika tidak diobati, dislokasi akut patella dapat
menyebabkan kerusakan pada tulang rawan dan ligamen serta peningkatan
risiko terjadinya dislokasi pada masa depan.15

2.3.1.2 Patofisiologi Dislokasi Akut Patella


Dislokasi akut patella terjadi ketika patella keluar dari tempatnya di
ujung tulang paha. Patella biasanya terletak di atas ujung tulang paha dan
terjaga di tempatnya oleh jaringan ikat dan otot di sekitarnya. Kondisi ini
terjadi ketika terjadi trauma pada lutut, seperti jatuh atau terjatuh atau
karena gerakan berulang yang terlalu keras pada lutut.

Ketika terjadi dislokasi akut patella, patella bergeser keluar dari


tempatnya di ujung tulang paha dan melewati jaringan ikat dan otot di
sekitarnya. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan,
ligamen, dan jaringan lunak di sekitar lutut. Patofisiologi dislokasi akut
patella meliputi:

1. Cedera ligamen: Ligamen di sekitar lutut dapat robek atau melar


selama dislokasi akut patella terjadi. Hal ini dapat menyebabkan
rasa sakit dan instabilitas pada lutut.

2. Cedera tulang: Dislokasi akut patella dapat menyebabkan


kerusakan pada tulang di sekitar lutut, seperti fraktur pada tulang
paha atau patella.

3. Kerusakan pada jaringan lunak: Dislokasi akut patella dapat


menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak di sekitar lutut,

16
seperti bursa atau tendon. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit
dan pembengkakan pada lutut.

4. Pembengkakan: Dislokasi akut patella dapat menyebabkan


pembengkakan pada lutut, yang dapat membuat gerakan menjadi
terbatas dan sulit untuk dilakukan.

5. Instabilitas: Jika dislokasi akut patella terjadi berulang kali atau


tidak diobati, dapat menyebabkan instabilitas pada lutut, yang
dapat meningkatkan risiko cedera pada masa depan.

Pada akhirnya, patofisiologi dislokasi akut patella sangat tergantung


pada tingkat keparahan dislokasi dan kerusakan pada jaringan di sekitar
lutut. Oleh karena itu, penting untuk segera mencari perawatan medis jika
mengalami gejala dislokasi akut patella.15

2.3.1.3 Faktor Resiko terjadinya Dislokasi Akut Patella


Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya dislokasi
akut patella adalah:

1. Trauma langsung pada lutut: Cedera pada lutut akibat benturan,


jatuh atau tabrakan dapat menyebabkan dislokasi akut patella.

2. Kekuatan otot paha yang lemah: Kekuatan otot paha yang tidak
seimbang atau lemah dapat mengurangi stabilitas lutut dan
meningkatkan risiko dislokasi patella.

3. Kelainan pada bentuk atau struktur tulang: Kelainan pada bentuk


atau struktur tulang di sekitar lutut, seperti patella yang terlalu
datar atau terlalu tinggi, dapat meningkatkan risiko dislokasi akut
patella.

4. Aktivitas fisik yang berisiko: Olahraga yang melibatkan gerakan


melompat, berputar atau berbelok tajam dapat meningkatkan risiko
dislokasi akut patella.

5. Riwayat dislokasi patella sebelumnya: Seseorang yang pernah


mengalami dislokasi patella sebelumnya memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami dislokasi patella lagi.

6. Kelainan pada ligamen dan jaringan lunak di sekitar lutut:


Kelainan pada ligamen atau jaringan lunak di sekitar lutut dapat
menyebabkan kelemahan atau ketidakstabilan pada sendi lutut,
yang dapat meningkatkan risiko dislokasi patella.

17
7. Usia: Dislokasi akut patella lebih umum terjadi pada remaja dan
dewasa muda karena pertumbuhan tulang belum selesai dan
kekuatan otot belum sepenuhnya terbentuk.16

2.3.1.4 Gejala Klinis Dislokasi Akut Patella


Gejala klinis dislokasi akut patella dapat meliputi:

1. Nyeri hebat di lutut: Nyeri yang tiba-tiba muncul di daerah lutut


ketika terjadi dislokasi akut patella. Nyeri akan semakin memburuk
saat melakukan gerakan atau menekan pada bagian lutut yang
terkena.

2. Pembengkakan: Pembengkakan pada bagian lutut dapat terjadi


akibat cedera pada jaringan lunak di sekitar sendi lutut.

3. Kekakuan lutut: Setelah terjadi dislokasi akut patella, lutut akan


terasa kaku dan sulit digerakkan.

4. Deformitas lutut: Terjadi pergeseran patella dari posisi normalnya,


sehingga dapat terlihat perbedaan bentuk pada lutut yang terkena.

5. Kesulitan berjalan: Karena lutut terasa sakit dan kaku, maka dapat
menyebabkan kesulitan dalam berjalan dan bergerak.

6. Sensasi "terkunci": Beberapa pasien dengan dislokasi akut patella


dapat merasakan sensasi "terkunci" pada lutut, di mana lutut terasa
tidak dapat digerakkan.15

2.3.1.5 Pemeriksaan penunjang Dislokasi Akut Patella


Untuk mendiagnosis Dislokasi akt patella, dokter mungkin akan melakukan
beberapa pemeriksaan penunjang. Berikut adalah beberapa pemeriksaan
penunjang yang mungkin dilakukan:
1. Pemeriksaan Radiologi: Pemeriksaan radiologi menggunakan
sinar-X dilakukan untuk mengetahui posisi patella dan apakah ada
kerusakan tulang pada bagian lutut. Selain itu, pemeriksaan ini
juga dapat membantu dokter memantau kemajuan pemulihan
pasien setelah pengobatan.

2. Pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging): Pemeriksaan ini


dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kerusakan
ligamen, tendon, dan jaringan lunak di sekitar sendi lutut.

18
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan jika ada keraguan diagnosis
atau jika pasien mengalami komplikasi setelah terjadi dislokasi
patella.

3. Pemeriksaan Ultrasonografi: Pemeriksaan ini dapat membantu


memeriksa adanya kerusakan pada jaringan lunak, seperti ligamen
dan tendon, pada daerah lutut. Pemeriksaan ini juga dapat
membantu dalam mengidentifikasi kondisi yang mendasari, seperti
patologi tendon atau bursitis pra-patellaris.

4. Pemeriksaan Arthroscopy: Pemeriksaan ini dilakukan dengan


menggunakan alat khusus berupa kamera dan alat bedah yang
dimasukkan ke dalam sendi lutut melalui sayatan kecil pada kulit.
Dengan pemeriksaan ini, dokter dapat melihat secara langsung
kondisi di dalam sendi lutut dan mengetahui seberapa parah
kerusakan yang terjadi.

5. Pemeriksaan Fisioterapi: Pemeriksaan ini dilakukan oleh dokter


spesialis fisioterapi yang akan melakukan pemeriksaan fisik,
seperti menilai kelenturan lutut dan kekuatan otot di sekitar sendi
lutut. Hasil pemeriksaan ini dapat membantu dalam menentukan
program latihan yang tepat dan aman untuk pemulihan pasien
setelah terjadi dislokasi akut patella.15

2.3.1.6 Penatalaksanaan pada Dislokasi Akut Patella


Penatalaksanaan dislokasi akut patella tergantung pada tingkat
keparahan dislokasi. Berikut ini beberapa tindakan yang dapat dilakukan:

1. Penanganan Pertama (First Aid): Pada kasus dislokasi patella yang


baru terjadi, pertolongan pertama yang dapat dilakukan adalah
dengan mengistirahatkan lutut, memberikan kompres dingin pada
area lutut, serta memberikan obat pereda nyeri.

2. Penanganan Non-Bedah: Dislokasi patella ringan dapat ditangani


secara konservatif dengan terapi fisik dan latihan kekuatan otot.
Tujuannya adalah untuk mengembalikan kekuatan otot dan
mencegah terjadinya dislokasi berulang. Terapi fisik dan latihan
kekuatan otot harus dilakukan secara bertahap dan terus menerus
untuk mendapatkan hasil yang optimal.

3. Pembedahan: Pada kasus dislokasi patella yang lebih parah,


mungkin diperlukan tindakan operasi. Pembedahan ini dilakukan
untuk memperbaiki kerusakan ligamen, tendon, atau tulang yang

19
mungkin terjadi akibat dislokasi patella. Pembedahan dapat
dilakukan dengan menggunakan metode arthroscopy atau metode
terbuka.

4. Rehabilitasi: Setelah pembedahan, pasien akan memerlukan


rehabilitasi untuk mempercepat pemulihan. Latihan fisik akan
membantu memperkuat otot di sekitar lutut dan membantu
pemulihan pasien secara keseluruhan. Selain itu, dokter juga dapat
merekomendasikan terapi fisik atau terapi olahraga untuk
membantu meningkatkan kelenturan dan kekuatan otot di sekitar
lutut.

5. Pencegahan: Untuk mencegah terjadinya dislokasi patella


berulang, dokter dapat merekomendasikan penggunaan alat bantu
seperti penyangga lutut atau ortopedi khusus untuk membantu
menstabilkan patella. Selain itu, dokter juga dapat
merekomendasikan program latihan untuk meningkatkan kekuatan
otot dan kelenturan sendi lutut.

2.4 Dislokasi Habitualis Patella


2.4.1 Definisi
Dislokasi habitualis patella adalah kondisi di mana patella atau
tulang lutut bagian depan sering keluar dari posisinya yang seharusnya.
Kondisi ini juga dikenal dengan sebutan "patellar instability" atau "recurrent
patellar dislocation". Dislokasi habitualis patella umumnya terjadi pada
remaja atau orang muda yang aktif dalam olahraga atau aktivitas fisik
lainnya. Dislokasi habitualis patella dapat mempengaruhi aktivitas sehari-
hari, seperti berjalan, berlari, dan melompat. Penanganan dislokasi
habitualis patella dapat dilakukan dengan pembedahan dan rehabilitasi, serta
program latihan untuk meningkatkan kekuatan dan kelenturan otot di sekitar
lutut.

2.4.1.2 Patofisiologi Dislokasi Habitualis Patella


Dislokasi habitualis patella terjadi ketika patella bergeser keluar dari
posisinya yang normal dalam artikulasi femoral dan tidak dapat kembali ke
posisi semula. Hal ini dapat terjadi karena faktor anatomi dan biomekanik,
seperti kelemahan otot quadriceps atau abnormalitas struktural pada patella
dan/atau femur. Dislokasi habitualis patella dapat terjadi akibat perubahan
struktural pada patella dan femur akibat cedera berulang pada sendi lutut
atau kondisi seperti osteoarthritis.

Ketika patella bergeser keluar dari posisi normalnya, terjadi pergeseran


kondrosit, sel-sel yang bertanggung jawab untuk memproduksi dan

20
memperbaiki tulang rawan, dan terjadi deformasi tulang rawan pada
permukaan artikulasi. Hal ini menghasilkan peningkatan stres pada tulang
dan rawan, yang dapat mempercepat kerusakan pada sendi dan
memperburuk gejala osteoarthritis. Proses ini memicu respon inflamasi,
yang dapat menyebabkan rasa sakit dan pembengkakan pada sendi lutut.

Pada kasus dislokasi habitualis patella, patella dapat bergeser keluar dari
posisinya secara spontan atau setelah trauma minimal, seperti berjalan atau
naik tangga. Patella juga dapat bergeser keluar dari posisi normalnya ketika
lutut ditekuk secara tiba-tiba atau saat melakukan gerakan olahraga yang
melibatkan beban pada sendi lutut. Hal ini dapat menyebabkan rasa sakit,
pembengkakan, dan ketidakstabilan pada sendi lutut.

2.4.1.3 Faktor Resiko Terjadinya Dislokasi Habitualis Patella


Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya dislokasi habitualis patella meliputi:

1. Kelainan struktural pada patella dan femur: Struktur yang tidak


normal pada patella dan femur dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya dislokasi habitualis patella. Contohnya, patella yang
lebih besar dari ukuran normal atau femur yang lebih kecil dari
ukuran normal.

2. Kelainan biomekanik pada lutut: Kelainan biomekanik pada lutut,


seperti penekanan yang terlalu kuat pada salah satu sisi patella,
dapat menyebabkan patella bergeser dari posisi normalnya.

3. Kelainan pada otot dan jaringan lunak di sekitar lutut: Otot dan
jaringan lunak yang melemah atau tidak seimbang dapat
menyebabkan patella tidak berada pada posisi yang benar dan
rentan terhadap dislokasi.

4. Riwayat cedera pada lutut: Cedera pada lutut seperti patah tulang
atau cedera ligamen dapat meningkatkan risiko dislokasi habitualis
patella.

5. Aktivitas fisik yang berlebihan: Olahraga atau aktivitas fisik yang


berlebihan dapat meningkatkan risiko dislokasi habitualis patella.

6. Jenis kelamin: Dislokasi habitualis patella lebih umum terjadi pada


wanita dibandingkan pria.

7. Usia: Dislokasi habitualis patella lebih sering terjadi pada remaja


dan dewasa muda.

21
Faktor-faktor ini dapat berkontribusi pada terjadinya dislokasi habitualis
patella dan mempengaruhi pengobatan dan pencegahannya.17

2.4.1.4 Gejala Klinis Dislokasi Habitualis Patella


Gejala klinis dislokasi habitualis patella seringkali berupa rasa
sakit atau nyeri pada lutut, terutama saat bergerak atau beraktivitas fisik.
Beberapa gejala klinis lain yang mungkin muncul antara lain:

1. Lutut terasa lemah dan tidak stabil

2. Lutut terasa seperti terkunci atau tidak bisa digerakkan

3. Bunyi klik atau popping pada lutut saat bergerak

4. Pembengkakan pada lutut atau di sekitar patella

Pada kasus yang lebih parah, patella dapat keluar dari posisinya dan tidak
bisa kembali ke posisi semula tanpa bantuan medis.

Pasien juga mungkin mengalami gejala-gejala yang berkaitan dengan


kondisi yang mendasari dislokasi habitualis patella, seperti cedera ligamen
atau kondisi seperti osteoarthritis.

2.4.1.5 Pemeriksaan Penunjang Dislokasi Habitualis Patella


Penatalaksanaan dislokasi habitualis patella tergantung pada
tingkat keparahan dislokasi, kondisi pasien, dan faktor-faktor lain seperti
usia, aktivitas fisik, dan riwayat medis.

1. Pengobatan non-bedah: Pada dislokasi habitualis patella yang


ringan hingga sedang, dapat dilakukan pengobatan non-bedah
seperti fisioterapi, latihan kekuatan dan fleksibilitas, penggunaan
bantalan lutut, serta terapi dingin dan panas.

2. Pembedahan: Pembedahan dapat dilakukan pada kasus-kasus


dislokasi habitualis patella yang parah atau tidak dapat diatasi
dengan pengobatan non-bedah. Pembedahan dapat meliputi
prosedur koreksi struktural, seperti osteotomi atau pembedahan
tendon, atau prosedur untuk mempertahankan posisi patella, seperti
rekonsiliasi patella atau stabilisasi patella dengan menggunakan
peralatan atau implant.

3. Pencegahan: Pencegahan dislokasi habitualis patella dapat


dilakukan dengan melakukan latihan dan pemulihan yang tepat
setelah cedera, menghindari aktivitas fisik yang berlebihan atau

22
kelebihan berat badan, mengenakan pelindung lutut saat
berolahraga, dan menjaga fleksibilitas dan kekuatan otot di sekitar
lutut.

Pengobatan dislokasi habitualis patella harus ditentukan secara individual


oleh dokter spesialis ortopedi atau ahli bedah tulang. Pasien juga harus
mengikuti program pemulihan dan rehabilitasi setelah pengobatan untuk
mencegah kekambuhan dan mempercepat pemulihan.

2.5 Osteochondritis Dissecans


2.5.1 Definisi
Osteochondritis dissecans (OCD) adalah gangguan sendi yang
mempengaruhi tulang rawan sendi dan tulang yang ada di bawahnya. OCD
paling umum terjadi pada sendi lutut, tetapi juga dapat terjadi pada sendi lain
seperti sendi siku, pergelangan tangan, dan pergelangan kaki. Pada OCD,
terjadi kerusakan pada tulang rawan sendi, yang dapat menyebabkan pecahnya
sebagian tulang rawan dan bagian tulang di bawahnya. Kondisi ini dapat
menyebabkan rasa sakit, pembengkakan, dan keterbatasan gerakan pada sendi
yang terkena. Pengobatan OCD melibatkan pengurangan beban pada sendi,
pemberian obat pereda nyeri, fisioterapi, dan dalam kasus yang parah,
pembedahan.21

2.5.1.2 Patofisiologi Osteochondritis Dissecans


Patofisiologi osteochondritis dissecans (OCD) melibatkan kerusakan pada
tulang rawan sendi dan tulang yang berada di bawahnya. Pada awalnya,
terjadi cedera mikro pada tulang rawan sendi yang dapat disebabkan oleh
trauma atau kelebihan beban pada sendi. Cedera tersebut mengganggu
pasokan darah ke tulang rawan, yang dapat menyebabkan kerusakan pada
tulang rawan sendi dan bagian tulang di bawahnya. Hal ini dapat memicu
proses inflamasi dan menimbulkan rasa sakit, pembengkakan, dan
keterbatasan gerakan pada sendi yang terkena.

Jika kondisi ini dibiarkan tanpa pengobatan, pecahnya tulang rawan dan
tulang di bawahnya dapat semakin parah, dan bagian yang pecah dapat
terlepas dari sendi dan bergerak bebas dalam ruang sendi. Kondisi ini
disebut sebagai osteochondritis dissecans yang terpisah (discrete), di mana
fragmen tulang yang terpisah dapat masuk ke dalam sendi dan
menyebabkan gejala lebih parah seperti kaku dan terkunci pada sendi.

23
Perbaikan tulang rawan sendi yang rusak pada OCD dapat terjadi secara
alami melalui proses penyembuhan tubuh, atau membutuhkan intervensi
medis seperti pengurangan beban pada sendi, fisioterapi, atau pembedahan.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi rasa sakit dan memperbaiki
fungsi sendi.21

2.5.1.3 Faktor Resiko Osteochondritis Dissecans


Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan
seseorang untuk mengalami osteochondritis dissecans (OCD), di antaranya:

1. Cedera atau trauma pada sendi: Cedera atau trauma pada sendi
dapat menyebabkan kerusakan pada tulang rawan dan tulang yang
berada di bawahnya, sehingga meningkatkan risiko terjadinya
OCD.

2. Aktivitas fisik yang berlebihan: Aktivitas fisik yang berlebihan dan


terus-menerus pada sendi, seperti olahraga atau pekerjaan yang
memerlukan gerakan berulang, dapat memperburuk kondisi OCD.

3. Genetika: Faktor genetika dapat memainkan peran dalam risiko


OCD, karena ada kelainan genetik yang terkait dengan kondisi ini.

4. Usia: OCD lebih umum terjadi pada remaja dan dewasa muda,
karena pada usia ini tulang dan tulang rawan masih sedang
berkembang dan tumbuh.

5. Kelainan struktural pada sendi: Beberapa kelainan struktural pada


sendi, seperti displasia sendi atau malformasi tulang, dapat
meningkatkan risiko terjadinya OCD.

6. Obesitas: Obesitas dapat meningkatkan beban pada sendi dan


memperburuk kondisi OCD.

7. Kekurangan nutrisi: Kekurangan nutrisi tertentu, seperti vitamin D


atau kalsium, dapat mempengaruhi kesehatan tulang dan
meningkatkan risiko terjadinya OCD.

Penting untuk mengidentifikasi faktor risiko ini dan mengambil tindakan


pencegahan yang sesuai, seperti melindungi sendi dari cedera atau
menghindari aktivitas fisik yang berlebihan, untuk mencegah terjadinya
OCD.

24
2.5.1.4 Gejala Klinis Osteochondritis Dissecans
Gejala klinis osteochondritis dissecans (OCD) bervariasi tergantung pada
tingkat keparahan kondisi tersebut. Beberapa gejala yang umum terjadi pada
OCD meliputi:

1. Rasa sakit: Rasa sakit pada sendi yang terkena OCD dapat timbul
saat bergerak atau saat beristirahat, tergantung pada tingkat
keparahan kondisi tersebut.

2. Pembengkakan: Sendi yang terkena OCD dapat membengkak dan


terasa kaku, terutama setelah beraktivitas atau berolahraga.

3. Keterbatasan gerakan: Kondisi OCD dapat membatasi gerakan


pada sendi yang terkena, sehingga membuat aktivitas sehari-hari
menjadi sulit.

4. Bunyi sendi: Beberapa orang dengan OCD mungkin merasakan


bunyi "krak" atau "krek" saat bergerak atau menggerakkan sendi
yang terkena.

5. Lemah pada sendi: Kondisi OCD dapat membuat sendi terasa


lemah atau tidak stabil, terutama saat berolahraga atau melakukan
aktivitas yang memerlukan gerakan sendi.

6. Terkunci pada sendi: Pada kasus yang lebih parah, fragmen tulang
yang terpisah dapat masuk ke dalam sendi dan menyebabkan sendi
terkunci atau sulit untuk digerakkan.22

2.5.1.5 Penegakaan Diagnosa Osteochondritis Dissecans


Untuk mendiagnosis osteochondritis dissecans (OCD), dokter biasanya
akan melakukan evaluasi fisik dan mengambil riwayat kesehatan pasien.
Beberapa tes dan prosedur yang dapat digunakan untuk memperjelas
diagnosis OCD, antara lain:

1. Pemeriksaan radiologi: Pemeriksaan radiologi seperti sinar-X, CT


scan, atau MRI dapat membantu dokter melihat kerusakan pada
tulang dan tulang rawan yang mungkin terjadi pada sendi.

2. Arthroscopy: Prosedur arthroscopy melibatkan penggunaan alat


endoskopik kecil untuk melihat dan memeriksa kondisi sendi
secara langsung. Prosedur ini dapat membantu dokter memeriksa
kerusakan pada tulang dan tulang rawan dengan lebih akurat.

25
3. Tes darah: Tes darah dapat membantu dokter mengeliminasi
kemungkinan penyebab lain dari gejala-gejala yang dialami pasien,
seperti infeksi atau kelainan imun.

4. Pemeriksaan fisik: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada


sendi yang terkena OCD untuk mengevaluasi tingkat nyeri,
pembengkakan, keterbatasan gerakan, dan kemungkinan adanya
fragmen tulang yang terpisah.21

2.5.1.6 Penatalaksanaan Osteochondritis Dissecans


Penatalaksanaan osteochondritis dissecans (OCD) tergantung pada tingkat
keparahan kondisi tersebut dan dapat meliputi pengobatan konservatif atau
pembedahan. Beberapa opsi pengobatan yang umum digunakan untuk OCD
meliputi:

1. Istirahat: Istirahat dan membatasi aktivitas yang membebani sendi


yang terkena OCD dapat membantu mengurangi gejala dan
memberi waktu bagi sendi untuk sembuh.

2. Terapi fisik: Terapi fisik seperti latihan penguatan otot dan


peregangan dapat membantu memperkuat otot dan ligamen di
sekitar sendi yang terkena OCD, sehingga membantu menstabilkan
sendi dan mengurangi rasa sakit.

3. Pemakaian alat bantu: Pemakaian alat bantu seperti kruk atau


penyangga lutut dapat membantu mengurangi beban pada sendi
yang terkena OCD dan mempercepat proses penyembuhan.

4. Obat-obatan: Obat-obatan antiinflamasi nonsteroid (OAINS)


seperti aspirin atau ibuprofen dapat membantu mengurangi
peradangan dan rasa sakit pada sendi yang terkena OCD.

5. Injeksi kortikosteroid: Injeksi kortikosteroid dapat membantu


mengurangi peradangan pada sendi yang terkena OCD dan
mengurangi rasa sakit.

6. Operasi: Pembedahan dapat diperlukan pada kasus OCD yang


lebih parah, terutama jika fragmen tulang yang terpisah
mempengaruhi stabilitas sendi atau menyebabkan rasa sakit yang
parah. Prosedur pembedahan dapat meliputi perekaman tulang atau
penggantian tulang rawan yang rusak dengan jaringan dari bagian
tubuh lain.22

26
2.6 Bursitis Pada Patella
2.6.1 Definisi
Bursitis pada patella, atau yang juga dikenal dengan istilah "housemaid's
knee" atau "preacher's knee", adalah kondisi yang terjadi ketika bursa
prepatellar, yang berada di antara kulit dan patella (tulang lutut), menjadi
meradang dan bengkak. Bursa adalah kantong kecil berisi cairan yang
berfungsi untuk melindungi dan melumasi sendi.

Bursitis pada patella biasanya disebabkan oleh cedera atau tekanan


berulang pada bursa, seperti sering berlutut, bertumpu pada lutut, atau jatuh
pada lutut. Kondisi ini juga dapat disebabkan oleh infeksi pada bursa
prepatellar.21

2.6.1.2 Patofisiologi Buritis Pada Patella


Bursitis pada patella terjadi ketika bursa prepatellar, yang berada di depan
patella (tulang lutut), menjadi meradang dan bengkak. Bursa berfungsi
sebagai kantong kecil berisi cairan yang melindungi dan melumasi sendi
dan jaringan lunak di sekitarnya.

Bursitis patella dapat disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk tekanan


berulang pada bursa, cedera pada lutut, atau infeksi pada bursa prepatellar.
Tekanan berulang pada bursa dapat terjadi pada orang yang sering berlutut
atau bertumpu pada lutut, seperti pada pekerja yang sering bekerja di atas
lutut atau atlet yang bermain olahraga yang melibatkan gerakan lutut yang
intens.

Kerusakan pada bursa prepatellar dapat menyebabkan cairan merembes


keluar dan menimbulkan rasa sakit, pembengkakan, dan kemerahan pada
kulit di sekitar lutut. Jika terjadi infeksi pada bursa prepatellar, gejala yang
lebih parah seperti demam, nyeri lutut yang berat, dan peningkatan
kemerahan pada kulit di sekitar lutut juga dapat terjadi.

Peradangan pada bursa dapat mengakibatkan peningkatan produksi cairan


sinovial, cairan yang melumasi sendi. Hal ini menyebabkan bursa
membengkak dan menyebabkan nyeri dan kesulitan bergerak pada lutut.
Bursitis patella juga dapat menyebabkan peningkatan produksi cairan dan
inflamasi pada selaput lendir di sekitar patella.

Faktor risiko lain yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya


bursitis patella meliputi usia (terutama usia di atas 40 tahun), kelebihan
berat badan, dan penyakit radang sendi, seperti osteoartritis atau artritis
reumatoid.

27
Mengenali faktor risiko dan gejala awal bursitis patella dapat membantu
untuk mencegah kondisi ini dan mengobatinya sejak dini. Jika Anda
mengalami gejala bursitis patella, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter
untuk diagnosis dan pengobatan yang tepat.24

Ada beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan


terjadinya bursitis pada patella, di antaranya:

1. Tekanan Berulang pada Bursa: Tekanan berulang pada bursa


prepatellar dapat terjadi pada orang yang sering berlutut atau
bertumpu pada lutut, seperti pada pekerja yang sering bekerja di
atas lutut atau atlet yang bermain olahraga yang melibatkan
gerakan lutut yang intens.

2. Cedera pada Lutut: Cedera pada lutut, seperti memar, patah tulang,
atau robekan ligamen, dapat meningkatkan risiko terjadinya
bursitis pada patella.

3. Infeksi: Infeksi pada bursa prepatellar dapat terjadi melalui luka


pada kulit di sekitar lutut atau karena infeksi sistemik yang
menyebar ke bursa.

4. Usia: Risiko terjadinya bursitis pada patella meningkat seiring


bertambahnya usia.

5. Kelebihan Berat Badan: Kelebihan berat badan dapat


meningkatkan tekanan pada lutut dan memperburuk gejala bursitis
pada patella.

6. Pekerjaan atau Olahraga: Beberapa pekerjaan atau olahraga yang


melibatkan gerakan atau posisi yang sama secara berulang dapat
meningkatkan risiko terjadinya bursitis pada patella.

7. Penyakit Radang Sendi: Penyakit radang sendi, seperti osteoartritis


atau artritis reumatoid, dapat meningkatkan risiko terjadinya
bursitis pada patella.

2.6.1.3 Gejala Klinis Buritis Pada Patella


Beberapa gejala klinis yang dapat dialami oleh seseorang yang mengalami
bursitis pada patella antara lain:

1. Nyeri: Nyeri pada daerah lutut, terutama pada bagian depan lutut
atau di atas patella.

28
2. Kemerahan dan Bengkak: Bengkak dan kemerahan pada daerah
prepatellar, yaitu daerah di atas patella.

3. Kesulitan Berjalan: Kesulitan berjalan atau bergerak karena rasa


sakit dan bengkak pada lutut.

4. Kesulitan Berlutut: Kesulitan untuk berlutut karena rasa sakit dan


bengkak pada prepatellar.

5. Teraba Benjolan: Teraba benjolan atau pembengkakan pada daerah


prepatellar.24

2.6.1.4 Penegakaan Diagnosa Bursitis Pada Patella


Diagnosis bursitis pada patella dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik
dan beberapa tes diagnostik. Beberapa cara untuk menegakkan diagnosis
bursitis pada patella antara lain:

1. Pemeriksaan Fisik: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik


untuk mengevaluasi kondisi lutut, termasuk memeriksa adanya
bengkak dan kemerahan pada daerah prepatellar, serta
mengevaluasi tingkat kepekaan terhadap sentuhan pada daerah
tersebut.

2. Tes Darah: Tes darah dapat dilakukan untuk mengidentifikasi


adanya tanda-tanda infeksi atau peradangan pada tubuh.

3. Pemeriksaan Cairan Sinovial: Dokter dapat melakukan aspirasi


cairan sinovial dari lutut untuk mengidentifikasi adanya infeksi
atau kondisi inflamasi lainnya.

4. Pemeriksaan Radiologi: Pemeriksaan radiologi, seperti X-ray atau


MRI, dapat dilakukan untuk mengevaluasi kondisi lutut dan
mengidentifikasi adanya cedera atau kerusakan pada tulang atau
jaringan lunak.

5. Tes Pemeriksaan Fungsi Lutut: Tes pemeriksaan fungsi lutut dapat


dilakukan untuk mengevaluasi sejauh mana kemampuan seseorang
untuk bergerak dan berfungsi secara normal.

Pada beberapa kasus, bursitis pada patella dapat bercampur dengan kondisi
medis lainnya yang memiliki gejala serupa, seperti radang sendi, tendonitis,
atau cedera ligamen. 24

29
2.6.1.5 Penatalaksanaan Bursitis Pada Patella
Penatalaksanaan bursitis pada patella tergantung pada tingkat keparahan
kondisi tersebut dan penyebab yang mendasarinya. Beberapa cara untuk
mengatasi bursitis pada patella antara lain:

1. Istirahat dan Kompres Dingin: Istirahatkan lutut dan gunakan


kompres dingin pada daerah prepatellar untuk membantu
mengurangi bengkak dan rasa sakit.

2. Konsumsi Obat Antiinflamasi: Obat antiinflamasi nonsteroid


(NSAID), seperti ibuprofen atau naproxen, dapat membantu
mengurangi peradangan dan nyeri.

3. Terapi Fisik: Terapi fisik, seperti latihan kekuatan dan peregangan,


dapat membantu memperkuat otot-otot di sekitar lutut dan
meningkatkan fleksibilitas untuk mencegah terjadinya cedera pada
masa depan.

4. Injeksi Steroid: Dokter dapat memberikan suntikan kortikosteroid


pada daerah prepatellar untuk mengurangi peradangan dan nyeri.

5. Tindakan Operasi: Pada kasus yang parah dan tidak merespon


terhadap pengobatan konservatif, tindakan operasi mungkin
diperlukan untuk menghilangkan bursa yang terinfeksi atau
teriritasi.

Selain itu, langkah-langkah pencegahan juga dapat membantu mencegah


terjadinya bursitis pada patella, seperti menghindari aktivitas fisik yang
terlalu berat atau berulang, melakukan pemanasan sebelum melakukan
aktivitas fisik, menggunakan alat pelindung lutut, dan menjaga berat badan
yang sehat untuk mengurangi tekanan pada lutut.25

30
BAB III
KESIMPULAN

Kelainan pada patella atau tulang lutut merupakan suatu masalah yang
sering terjadi pada sistem muskuloskeletal manusia. Patella adalah tulang
kecil yang terletak di depan sendi lutut dan berfungsi melindungi sendi serta
membantu penggerakan lutut. Beberapa kelainan yang dapat terjadi pada
patella antara lain dislokasi patella, kondromalasia patella, dan sindrom
patellofemoral. Perawatan untuk kelainan pada patella tergantung pada jenis
dan tingkat keparahan kelainan. Terapi fisik dan latihan penguatan otot sering
direkomendasikan untuk meningkatkan stabilitas lutut dan mencegah
kekambuhan. Penggunaan perban dan penyangga juga dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan meningkatkan dukungan pada lutut. Dalam kasus
yang lebih parah, operasi mungkin diperlukan untuk memperbaiki kerusakan
atau keausan pada tulang rawan atau untuk mengembalikan patella ke
tempatnya jika terjadi dislokasi.

31
DAFTAR PUSTAKA

3 Price., et al. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed 6.


Jakarta: EGC (2016).
4 Muttaqin, Arif. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC (2018).
5 Miller, John. 2014. Patella. http://physioworks.com.au/injuriesconditions-
1/patella diunduh tanggal 5 januari 2015
6 Remeika,Leah. 2014. Kneecap pain.
http://www.chiropractichelp.com/Patello Femoral-Pain-Syndrome.html
diunduh tanggal 5 januari 2015
7 Ariana, Sinta. 2011. Anatomi sistem muskuloskeletal
http://sintadotners.wordpress.com/2011/10/17/anatomi-
sistemmoskuleskeletal/ diunduh pada tanggal 29 Desember 2014
8 Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Ed.8, Vol. 1, 2, Alih bahasa oleh
Agung Waluyo(dkk). Jakarta: EGC
9 Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media. Jakarta:
Aesculapius FKUI
10 Yuan. 2013. fractures and dislocations. FK UGM. Yogyakarta
11 Marmor, M., & Liddle, K. D. (2020). Pediatric fractures. Current Opinion
in Pediatrics, 32(1), 113-120.
12 Stevens, J. W., Peindl, R. D., Kline, A. J., & Kissenberth, M. J. (2019).
Patella fractures: current concepts. Journal of the American Academy of
Orthopaedic Surgeons, 27(16), e742-e751.
13 Lohmander LS, Conaghan PG. Patellofemoral osteoarthritis. Nat Rev Dis
Primers. 2019;5(1):1-18. doi: 10.1038/s41572-019-0075-6.
14 Sanchis-Alfonso V, Martí-Bonmatí L. Patellofemoral osteoarthritis: an
update on diagnostic and therapeutic options. Knee Surg Sports Traumatol
Arthrosc. 2015;23(8):2286-2294. doi: 10.1007/s00167-014-2987-2
15 Chen S, Chen J, Zeng Z, et al. The effect of exercise on the prevention of
patellofemoral pain syndrome and patellofemoral osteoarthritis: a

32
systematic review and meta-analysis. Sports Med Open. 2020;6(1):1-14.
doi: 10.1186/s40798-020-00274-x.
16 Hinman RS, Bardin L, Simic M, et al. OARSI recommendations for the
management of hip and knee osteoarthritis: part 1: critical appraisal of
existing treatment guidelines and systematic review of current research
evidence. Osteoarthr Cartil. 2019;27(1):1-17. doi:
10.1016/j.joca.2018.06.006
17 isnes, H., Hoksrud, A., Cook, J., & Bahr, R. (2013). No effect of eccentric
training on jumper’s knee in volleyball players during the competitive
season: a randomized clinical trial. Clinical Journal of Sport Medicine,
23(2), 130-137.
18 Wintzell G, Hagströmer M. The impact of patellar dislocation on quality of
life: a systematic review. Knee Surg Sports Traumatol Arthrosc.
2019;27(2):339-349. doi: 10.1007/s00167-018-5253-3.
19 Kang HJ, Cao JH, Kim JH, Choi SH, Kim KI. Anatomic medial
patellofemoral ligament reconstruction for recurrent patellar dislocation: a
systematic review and meta-analysis. Arthroscopy. 2019;35(7):2185-2197.
doi: 10.1016/j.arthro.2019.01.031
20 Deie M, Ochi M, Adachi N, et al. Medial patellofemoral ligament
reconstruction fixed with a cylindrical bone plug and a grafted
semitendinosus tendon at the original femoral site for recurrent patellar
dislocation: minimum 3-year follow-up. Am J Sports Med.
2018;46(8):1800-1808. doi: 10.1177/0363546518773073
21 Lippacher S, Dejour D, Elsharkawi M, et al. Observer agreement on the
Dejour trochlear dysplasia classification: a comparison of true lateral
radiographs and axial magnetic resonance images. Am J Sports Med.
2012;40(4):837-843. doi: 10.1177/0363546511435620
22 Bittersohl B, Hosalkar HS, Hughes O, et al. Response to conservative
management in patients with juvenile osteochondritis dissecans. J Pediatr
Orthop. 2019;39(4):199-203. doi: 10.1097/BPO.0000000000000918
23 Fabricant PD, Ladenhauf HN, Salvatore JE, Green DW. Medial
patellofemoral ligament (MPFL) reconstruction for patients with

33
patellofemoral instability: a systematic review and meta-analysis. Knee
Surg Sports Traumatol Arthrosc. 2018;26(11):3199-3210. doi:
10.1007/s00167-017-4735-6
24 Ebert JR, Smith A, Edwards PK, et al. Factors predicting outcome after
surgery for patellar tendinopathy: a systematic review. Br J Sports Med.
2018;52(9):605-614. doi: 10.1136/bjsports-2017-098921
25 Lee YS, Jeong HJ, Lee YS, et al. Risk factors for recurrent prepatellar and
olecranon bursitis: a retrospective case-control study. PLoS One.
2020;15(1):e0227911. doi: 10.1371/journal.pone.0227911

34

Anda mungkin juga menyukai