Anda di halaman 1dari 4

TUGAS Hukum Organisasi Internasional

Kelas D

Dosen Pengampu :
Ibu Anna Anindita Nur Pustika, S.H., M.H.

Dibuat Oleh :
Rayner Tanmadibrata - 6052101093
Corfu Channel

Kasus Corfu Channel / Kasus Selat Corfu dilatarbelakangi oleh sebuah insiden dimana kapal
perang inggris Saumerez dan volage menghantam ranjau yang tersebar. Empat puluh lima
perwira dan pelaut Inggris kehilangan hidupnya dan 42 lainnya terluka. Setelah kejadian ini
Inggris menuntut ganti rugi atas kerusakan kapal-kapalnya dan korban-korban yang meninggal

Dalam kasus inggris menuduh bahwa ladang ranjau itu telah diadakan oleh Albania atau
diadakan pihak ke 3 dengan persetujuan dan sepengetahuan Albania. Menurut Inggris Albania
telah melanggar Konvensi Den Haag ke 8 tahun 1907 dan Albania dianggap telah gagal
memperingatkan negara-negara lain tentang adanya ladang ranjau. Inggris menuntut ganti rugi
825.000 poundsterling untuk perbaikan kerusakan kapal perang dan menuntut 50.000
poundsterling untuk pensiun dan pengeluaran lain-lain bagi awak kapal yang meninggal dan
luka-luka. Di lain pihak Albania mengatakan bahwa tidak ada bukti yang menunjuk Albania
sebagai pihak yang melakukan pengadaan ranjau. Albania juga mengatakan bahwa pengadaan
ranjau tersebut bisa saja dilakukan pihak ke 3 yang mengatasnamakan Albania. Menurut Albania
pembersihan ranjau oleh kapal perang inggris pada tanggal 12-13 November 1946 tanpa seizin
pemerintah Albania telah melanggar hukum internasional. Dengan demikian pemerintah Albania
menuntut kerugian atas pelanggaran teritorial yang Inggris lakukan.

Kasus ini diajukan ke ICJ atas dasar special Agreement. Pada umumnya kasus persengketaan
yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa kapada Mahkamah Internasional untuk
diselesaikan secara hukum biasanya menyangkut masalah penafsiran atau penerapan perjanjian-
perjanjian intrenasional salah satunya adalah Corfu Channel Case.

ICJ memutus dan menyatakan bahwa ternyata tidak ada upaya yang diambil oleh pemerintah
Albania untuk mencegah malapetaka. Kelalaian yang menimbulkan musibah ini merupakan
tanggungjawab menurut hukum internasional atas ledakan-ledakan yang terjadi pada tanggal 22
Oktober 1946 di perairan Albania serta atas kerusakan dan korban-korban dan Albania
berkewajiban membayar ganti rugi kepada Inggris. Untuk pernyataan kedua mengenai
pelanggaran kedaulatan yang dilakukan Inggris, ICJ memutus bahwa kerajaan Inggris tidak
melanggar kedaulatan Albania dengan alasan kegiatan-kegiatan dari Angkatan Laut Inggris di
perairan Albania tanggal 22 Oktober 1946.

Churcil Mining

Kasus ini bermula saat Para Penggugat menuduh Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Bupati
Kutai Timur telah melanggar perjanjian bilateral investasi antara Indonesia dengan Australia,
mencabut pencabutan lzin Usaha Pertambangan (1UP) pada Proyek Batubara Kutai Timur. Para
Penggugat menuntut kerugian sebesar USD 1.3 Milyar dikarenakan menurut merekapelanggaran
tersebut telah menimbulkan kerugian terhadap investasinya di Indonesia.

ICSID merupakan lembaga penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan sengketa pelaku usaha
yang merupakan investor dari negara terhadap pemerintah dari negara lain sebagai penerima
investasi. Kasus ini digugat ke ICSID karena berkaitan dengan investasi dari perusahaan
multinasional. Hal ini sesuai dengan Konvensi ICSID yang dibuat untuk melengkapi perjanjian
bilateral untuk melindungi investor..

Dalam jalannya persidangan yang kemudian ditegaskan dalam putusannya, Tribunal ICSID
menerima argumen dan bukti-bukti, termasuk keterangan ahli forensik yang diajukan oleh
Pemerintah Indonesia dapat membuktikan adanya pemalsuan, yang kemungkinan terbesar
menggunakan mesin autopen.

Terdapat 34 dokumen palsu yang diajukan oleh Para Penggugat dalam persidangan yang seolah-
olah merupakan dokumen resmi/asli yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan di Indonesia,
baik pusat maupun daerah salah satunya seperti izin pertambangan.

Tribunal ICSID sepakat dengan argumentasi Pemerintah Indonesia bahwa “investasi yang
bertentangan dengan hukum tidak pantas mendapatkan perlindungan dalam hukum
internasional.” Tribunal ICSID juga menemukan bahwa “Para Penggugat tidak melakukan
kewajibannya untuk memeriksa mitra kerja lokalnya serta mengawasi dengan baik proses
perizinannya (lack of diligence).” dengan demikian Tribunal ICSID menolak klaim dari Para
Penggugat.

Pada tanggal 18 Maret 2019 Komite ICSID menegaskan kemenangan Indonesia melalui sebuah
putusan yang final dan berkekuatan hukum tetap (Decision on Annulment)

Daftar Pustaka :
https://fh.unpatti.ac.id/penemuan-hukum-dalam-mahkamah-internasional-kasus-corfu-channel/
http://repository.unas.ac.id/3583/
https://fh.unpatti.ac.id/penemuan-hukum-dalam-mahkamah-internasional-kasus-corfu-channel/
https://law.ui.ac.id/anak-polah-bapak-kepradah-di-kasus-churchill-mining-2/

Anda mungkin juga menyukai