Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANALISIS PENGEMBANGAN KURIKULUM


Tentang
Desain dan Prosedur Pengembangan Kurikulum PAI

Disusun Oleh:

Hayatun Najmi
Nim. 2220010003

Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. H. Syafruddin Nurdin, M.Pd, CIQaR
Dr. Marhamah, M.Pd

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI C)


PROGRAM PASCASARJANA (S2)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG
2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
mata kuliah Analisis Pengembangan Kurikulum, dengan judul: “Desain dan Prosedur
Pengembangan Kurikulum PAI”
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang penulis miliki.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan.

Padang, 7 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Desain Pengembangan Kurikulum ................................................................ 2
1. Defenisi Desain Kurikulum ..................................................................... 2
2. Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Desain Kurikulum ....................... 2
3. Dimensi Desain Kurikulum ..................................................................... 3
4. Pola/Kategori Desain Pengembangan Kurikulum ................................... 4
B. Prosedur Pengembangan Kurikum PAI ......................................................... 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................... 14
B. Saran .............................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dunia pendidikan tidak dapat terlepas dari kurikulum. Kurikulum adalah salah satu
komponen pendidikan yang sangat penting. Kurikulum dapat mencakup lingkup yang luas
dan lingkup yang sempit. Kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada
dalam masyarakat. Kurikulum juga harus mampu menyesuaikan komponen-komponen yang
ada di dalamnya. Dalam pelaksanaannya di sebuah lembaga pendidikan, kurikulum perlu
dikembangkan, dalam mengembangkan kurikulum tentu tidak dapat dilakukan secara begitu
saja tanpa acuan atau pedoman. Kurikulum yang dikembangkan salah satunya harus
memperhatikan desain dan prosedur pengembangan kurikulum. Desain dan prosedur
kurikulum merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan agar dalam pengembangan
kurikulum dapat memenuhi segala kebutuhan dan tuntutan peserta didik, pendidik, dan juga
masyarakat.
Dalam mendesain kurikulum harus memerhatikan berbagai prinsip yang dijadikan acuan.
Dengan memahami desain dan prosedur pengembangan kurikulum, sebuah lembaga akan
mampu mendesain kurikulum yang digunakannya dengan sedemikian baik agar dapat
membawa lembaga atau sekolahnya kepada pencapaian tujuan pendidikan yang ditentukan.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa desain dan prosedur pengembangan kurikulum
PAI, maka dalam makalah ini akan dipaparkan secara rinci.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis akan merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Desain Pengembangan Kurikulum?
2. Bagaimana prosedur pengembangan Kurikulum PAI?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari makalah ini adalah:
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Desain Pengembangan Kurikulum
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Prosedur Pengembangan Kurikulum PAI

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desain Pengembangan Kurikulum


1. Defenisi Desain Kurikulum
Kata desain (design) secara sederhana ialah rancangan, pola atau model. Kata desain
juga memiliki artian atau makna yang dapat digunakan sebagai kata kerja dan kata benda.
Dilihat dari bentuk kata kerja desain sendiri memiliki arti proses untuk menciptakan objek
baru. Sedangkan jika dilihat dari perspektif kata benda, desain sendiri digunakan untuk
menyebut sebuah hasil final dari suatu proses kreatif, baik wujudnya berupa rencana
ataupun sudah menjadi objek nyata. Hamalik berpendapat bahwa desain merupakan suatu
direction yang berfungsi untuk memberi dasar, arahan, tujuan dan teknik yang ditempuh
dalam memulai dan melaksanakan kegiatan.1 Mendesain kurikulum berarti menyusun
rancangan atau model kurikulum sesuai dengan misi dan visi sekolah. Fred Percival dan
Henry Ellington mengemukakan bahwa desain kurikulum adalah pengembangan proses
perencanaan, validasi, implementasi, dan evaluasi kurikulum.2
Jadi, yang dimaksud dengan desain pengembangan kurikulum adalah suatu proses
untuk menyusun atau merancang komponen-komponen kurikulum agar sesuai dengan visi
dan misi sekolah yang dalam pengembangannya melalui proses validasi, implementasi
dan evaluasi.

2. Prinsip-Prinsip Dasar Pengembangan Desain Kurikulum


Dalam mendesain kurikulum, terdapat beberapa prinsip. Sebagaimana dikemukakan
oleh Saylor dalam Oemar Hamalik yang mengajukan delapan prinsip ketika akan
mendesain kurikulum. Prinsip-prinsip tersebut antara lain sebagai berikut:3
a. Memudahkan dan mendorong pengembangan berbagai jenis pengalaman belajar yang
mendasar dan penting bagi pencapaian prestasi belajar peserta didik agar dapat sesuai
dengan hasil belajar yang diharapkan.

1
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 191
2
Anda Juanda, Landasan Kurikulum dan Pembelajaran Berorientasi Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013,
(Bandung: CV.CONFIDENT, 2014), h. 204
3
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum,…, h. 194

2
b. Sebaiknya memuat berbagai pengalaman belajar yang bermakna yang dapat
menunjang dalam mewujudkan tujuan-tujuan pembelajaran, terkhusus untuk para
peserta didik yang dalam proses pembelajaran masih dalam bimbingan pendidik.
c. Memberikan ruang gerak untuk guru dalam menggunakan prinsip-prinsip belajar
dalam membimbing peserta didik dan mengembangkan berbagai kegiatan di sekolah.
d. Memungkinkan pendidik untuk menyesuaikan pengalaman belajar peserta didik
dengan kebutuhan, kapasitas, dan tingkat kematangan peserta didik.
e. Desain kurikulum harus membuat pendidikan mampu mempertimbangan berbagai
pengalaman belajar yang akan diperoleh peserta didik diluar sekolah kemudian
berusaha membantu peserta didik menghubungkan dengan kegiatan belajar disekolah.
f. Desain harus menyediakan pengalaman belajar yang berkesinambungan, agar kegiatan
belajar siswa berkembang sejalan dengan pengalaman terdahulu dan harus berlanjut
pada pengalaman berikutnya.
g. Kurikulum harus didesain agar dapat membantu siswa mengembangkan watak,
kepribadian, penglaman, dan nilai- nilai demokrasi yang menjiwai kultur.
h. Desain kurikulum harus realistis, layak, dan dapat diterima.4

3. Dimensi Desain Kurikulum


Desain kurikulum eksis pada dua dimensi, yaitu horizontal dan vertical. 5 sebagaimana
penjelasannya:
a. Dimensi horizontal yang biasa dikenal sebagai scope atau horizontal integration
merupakan susunan sejajar komponen kurikulum, seperti mata pelajaran dan materi
ajar. Dimensi horizontal mencakup ruang lingkup (scope) dan integrasi (integration)
dari dua atau lebih mata pelajaran atau konten kurikulum. Sebagai contoh, seorang
pengembang kurikulum menggabungkan konten dan kegiatan belajar sejarah,
ekonomi, ilmu politik, dan sosiologi di sekolah menengah ke dalam satu lingkup mata
pelajaran ilmu sosial. Kemudian gabungan materi belajar akidah akhlak, qur’an hadits,

4
Anda Juanda, Landasan Kurikulum dan Pembelajaran,…, h. 205
5
Robert S. Zais, Curriculum Principles and Foundations, (New York: Thomas Y. Crowell Harper & Row
Publishers, 1976), h. 395

3
fiqh, dan ilmu lain berbasis keagamaan, menjadi satu lingkup mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam.
b. Dimensi vertikal yang dikenal pula sebagai seguence or vertical organization,
mencakup urutan (sequence) dan keberlanjutan (continuity), mengacu pada susunan
longitudinal beberapa komponen kurikulum seperti mata pelajaran dan materi ajarnya.
Sebagai contoh, menempatkan materi ajar tentang keluarga di kelas 1, masyarakat di
kelas 2, dan berbuat baik di kelas 3 sekolah dasar. Atau bisa jadi pula kurikulum
disusun dengan mengajarkan satu tema yang sama, tetapi dengan bahasan yang lebih
terperinci dan mendalam pada kelas-kelas berikutnya, pun dengan pola penyajiannya
dalam materi pembelajaran.
Kedua dimensi desain itu sesuai ide Dewey tentang spiral curriculum yang
memperdalam pemahaman dan pengalaman siswa ke tingkat yang lebih tinggi (melalui
organisasi vertikal) dan memperluas (melalui organisasi horizontal) tentang suatu disiplin
ilmu atau pengetahuan siswa.6 Selain itu, dimensi vertikal mensyaratkan terhadap
eksistensi pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi, dan dimensi horizontal terkait relasi
antar ilmu pengetahuan.

4. Pola/Kategori Desain Pengembangan Kurikulum


Desain kurikulum diklasifikasikan sebagai hasil modifikasi atau kombinasi tiga
kategori utama, yaitu (1) desain terpusat mata pelajaran (subject-centered design), (2)
desain terpusat siswa (learner-centered design), dan (3) desain terpusat masalah (problem-
centered design). Masing-masing kategori tersebut terdiri dari berapa prototipe. Seperti
desain mata pelajaran, desain disiplin ilmu, dan desain bidang luas (broad field designs)
termasuk desain terpusat mata pelajaran. Yang termasuk desain terpusat pada siswa adalah
desain kegiatan/pengalaman. Adapun desain terpusat pada masalah mencakup desain
kehidupan dan desain inti.7 Sebagaimana penjelasannya berikut:
a. Desain terpusat mata pelajaran (subject-centered designs)

6
Muhammad Ghozil Aulia, dkk, Desain Pengembangan Kurikulum dan Implementasinya untuk Program
Pendidikan Agama Islam. JET: Journal of Education and Teaching Vol. 3 No. 2 Tahun 2022, h. 229
7
Orstein, Allan and Hunkins, Francis P, Currikulum Foundation, Principles and Issues, (Englewood Clift:
Prentice Hall, 1988), h. 159-171

4
Desain yang berpusat pada mata pelajaran. Suatu desain kurikulum yang berpusat
pada bahan ajar yang terdri dari 3 desain, yaitu subject design, disciplines design, dan
broad fields design. Bentuk desain ini termasuk dalam kategori desain yang paling tua,
dan terpopuler serta paling banyak digunakan. Subject centered design berkembang
dari konsep pendidikan klasik yang menekankan pengetahuan, nilai-nilai dan warisan
kultur masa silam, dan berusaha untuk mewariskannya kepada generasi berikutnya.
Kurikulum ini disebut juga subject academic curriculum karena dalam kurikulum ini
menomorsatukan isi atau bahan ajar.8
Model desain ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, kelebihan dari desain ini
antara lain a) mudah disusun, dilaksanakan, dievaluasi dan disempurnakan, b)
pendidik cukup menguasai ilmu atau bahan ajar, karena sering dipandang mampu
menyampaikannya. Sedangkan kekurangan dalam desain kurikulum ini adalah a) tidak
sesuai dengan kenyataan, sebab dalam kenyataan pengetahuan itu merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisah, b) peserta didik berperan sangat pasif, c) pembelajaran
lebih ditekankan pada pengetahuan dan kehidupan masa lalu, sehingga pembelajaran
lebih bersifat verbalistis dan kurang praktis.9
Beberapa variasi dari subject-centered designs sebagai berikut:
1) Desain mata pelajaran (the subject designs)
Ciri variasi model ini yaitu materi pelajaran disajikan secara terpisah-pisah
dalam bentuk mata-mata pelajaran; Isi pelajaran diambil dari pengetahuan dan
nilai-nilai yang telah ditemukan oleh ahli-ahli sebelumnya; siswa dituntut
menguasai semua pengetahuan yang diberikan; dan tidak jarang siswa menguasai
bahan hanya pada tahap hafalan, bahan dikuasai secara verbalitas.10
Kelebihan dari desain ini adalah sebagai berikut: (1) penyusunan materinya
cukup mudah, (2) penerapannya mudah, (3) memudahkan peserta didik untuk
mengikuti pendidikan di Perpendidikan Tinggi, sebab di Pendidikan Tinggi
umumnya menggunakan desain ini, (4) dapat dilaksanakan secara efisien, karena
metode utamanya adalah metode ekspositori yang dikenal tingkat efisiennya

8
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), h. 114
9
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 115
10
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 115

5
cukup tinggi, dan (5) sangat tepat digunakan sebagai alat untuk melestarikan dan
mewariskan budaya. Kelemahan dari desain ini adalah (1) memberikan
pengetahuan yang terpisah-pisah, (2) diambil dari masa lalu, (3) kurang
memperhatikan minat, kebutuhan, dan pengalaman peserta didik, (4) sering
menimbulkan kesukaran dalam mempelajari dan menerapkannya, dan (5) kurang
memberi perhatian pada cara penyampaian.11
2) Desain Disiplin Ilmu (the disclipines design)
Desain ini termasuk pengembangan dari subject design, keduanya sama-sama
berfokus pada isi atau materi kurikulum. Keduanya memiliki perbedaan, pada
subject design belum ada kriteria yang tegas tentang apa yang disebut
subject/ilmu. Belum ada perbedaan antara matematika, psikologi dengan teknik
atau cara mengemudi, semuanya disebut subject. Sedang pada disciplines design
kriteria tersebut telah tegas, yang membedakan apakah suatu pengetahuan itu ilmu
atau subject dan bukan batang tubuh keilmuannya. Batang tubuh keilmuan
menentukan apakah suatu bahan ajar itu disiplin ilmu atau bukan. Isi kurikulum
yang diberikan di sekolah adalah disiplin-disiplin ilmu. Peserta didik didorong
untuk memahami logika atau struktur dasar suatu disiplin, memahami konsep-
konsep, ide-ide dan prinsip-prinsip penting, juga didorong utuk memahami cara
mencari dan menemukan. Proses belajar menggunakan pendekatan inkuiri dan
discovery.12
Kelebihan dari desain ini adalah (1) selain memiliki organisasi yang
terstruktur dan tepat guna, desain ini juga mampu menjaga integritas intelektua
pengetahuan (2) peserta didik mampu menguasai konsep, relevansi dan proses
intelektual yang berkembang pada peserta didik. Sedangkan kekurangan desain
ini, (1) pengetahuan yang terintegrasi belum sanggup diberikan, (2) belum mampu
menggabungkan antara sekolah dengan masyarakat atau kehidupan, (3) belum
bertolak dari minat dan kebutuhan atau pengalaman peserta didik, (4) susunan
kurikulum belum efisien baik untuk kegiatan belajar maupun untuk

11
Wahyu Aprilia, Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum, Islamika, Jurnal Keislaman dan Ilmu
Pendidikan Volume 2, Nomor 2, Juli 2020, h. 220
12
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 116

6
penggunaannya (5) meski sudah lebih luas dari subject design tapi secara
akademis dan intelektual masih sempit.13
3) Desain Bidang Luas (the broad fields design)
Dalam model ini terjadi penyatuan mata pelajaran yang masih memiliki
korelasi menjadi satu fokus mata pelajaran. beberapa ahli kurikulum pendidikan
telah menggabungkan beberapa disiplin ilmu ke dalam satu bidang studi yang
lebih luas. Misalnya, menyatukan matematika dan sains menjadi ilmu
pengetahuan alam (IPA), atau menggabungkan mata pelajaran sejarah, geografi,
ekonomi, sosiologi dan antropologi menjadi ilmu pengetahuan sosial (IPS). Hal
ini berarti terdapat saling kaitan antara berbagai bidang ilmu, sehingga terlihat
koherensi bermakna antar ilmu pengetahuan. Yang ingin dicapai dari
pengembangan broad fields design ini adalah membentuk peserta didik yang saat
ini sedang hidup dalam dunia informasi yang sifatnya khusus, dengan pemahaman
yang menyeluruh.14
Nilai tambah dari desain ini adalah (1) Memungkinkan penyusunan warisan-
warisan budaya secara terstruktur. (2) Memungkinkan peserta didik menemukan
hubungan antara bermacam hal. Sedangkan kelemahan dari desain ini adalah (1)
kemampuan pendidik, pada sekolah dasar pendidik mampu menguasai bidang
yang luas, tetapi di jenjang yang lebih tinggi apalagi di pendidikan tinggi sangat
sulit, (2) karena bidang yang dipelajari luas, maka tidak dapat diberikan secara
mendetail, yang diajarkan hanya permukaannya saja, (3) mengintegrasikan bahan
ajar yang terbatas sekali, tidak menggambarkan kenyataan, tidak memberikan
pengalaman yang sesungguhnya bagi peserta didik, sehingga belum maksimal
dalam membangkitkan minat belajar, dan model ini menekankan tujuan
penguasaan bahan dan informasi.15

13
Wahyu Aprilia, Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum, Islamika,…, h. 222
14
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 117
15
Sholikah, Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, KUTTAB, Volume 1, Nomor 2,
September 2017, h. 176

7
b. Desain Terpusat Siswa (learener-centered design)
Desain yang berpusat pada pembelajar. Suatu desain kurikulum yang
mengutamakan peran peserta didik. Guru hanya berperan menciptakan situasi
belajar-mengajar, mendorong dan memberikan bimbingan sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.16 Ciri utama desain model learner centered design ialah
mengembangkan kurikulum dengan bertolak dari peserta didik, bukan dari isi.
Learned centered design bersifat not-preplanned (kurikulum yang tidak
diorganisasikan sebelumnya) tetapi dikembangkan bersama antara pendidik dan
peserta didik. Organisasi kurikulum didasarkan pada masalah atau tema yang
menarik fokus pendidik dan dibutuhkan peserta didik serta sekuennya disesuaikan
dengan tingkat perkembangan mereka.17
Salah satu variasi model ini adalah the activity or experience design atau desain
terpusat kegiatan/pengalaman. Ciri dari variasi model ini ialah struktur kurikulumnya
ditentukan oleh kebutuhan dan minat peserta didik, implementasinya hendaknya guru
dapat menemukan minat dan kebutuhan peserta didik, membantu para siswa memilih
mana yang paling penting dan urgen. Kurikulum disusun bersama oleh guru dan para
siswa, demikian juga tujuan yang hendak dicapai, sumber-sumber belajar, kegiatan
bekar dan evaluasi dirumuskan bersama siswa. Desain kurikulum menekankan pada
pemecahan masalah dan lebih memperhatikan proses.18
Kelebihan dari desain ini adalah a) motivasi belajar bersifat intrinsik, b)
pembelajaran memperhatikan perbedaan individual, c) kegiatan-kegiatan pemecahan
masalah memberikan bekal kecakapan dan pengetahuan untuk menghadapi
kehidupan di luar sekolah. Sedangkan kritik tentang kelemahan dari desain ini adalah
a) penekanan pada minat dan kebutuhan peserta didik belum tentu cocok dan
memadai untuk menghadapi kenyataan dalam kehidupan, b) tidak memiliki pola dan
struktur, c) activity design sangat lemah dalam kontinuitas dan sekuens bahan.19

16
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembagan Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), h. 195
17
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 118
18
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 118
19
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 119

8
c. Desain Terpusat Masalah (the problem-centered designs)
Desain yang pusatnya adalah problem. Desain kurikulum yang berpusat pada
masalah yang dihadapi dalam kehidupan masyarakat.20 Isi kurikulum berupa
berbagai masalah sosial yang dihadapi peserta didik masa kini dan masa yang akan
datang. Penyusunan sekuens didasarkan pada kebutuhan, kepentingan, dan
kemampuan peserta didik. Problem centered design ini menekankan pada isi maupun
perkembangan peserta didik. Variasi model ini antara lain:
1) Desain Situasi Kehidupan (the areas of living design)
Model ini menekankan prosedur belajar melalui pemecahan masalah dan ciri
lain model ini adalah menggunakan pengalaman dan situasi-situasi nyata dari
peserta didik sebagai pembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang
kehidupan. Desain ini menarik minat peserta didik dan mendekatkannya pada
pemenuhan kebutuhan hidupnya dalam bermasyarakat.21
Kelebihan dari design ini antara lain: (1) Model ini merupakan the subject
matter desain tetapi dalam bentuk yang terintegrasi; (2) Model ini mendorong
penggunaan prosedur belajar pemecahan masalah; (3) Menyajikan bahan ajar
dalam bentuk yang relevan dan fungsional; (4) Motivasi belajar datang dari dalam
peserta didik. Beberapa kelemahan dari desain ini adalah (1) Penentuan lingkup
dan sekuens dari bidang-bidang kehidupan yang sangat esensial sangat sukar; (2)
Lemahnya atau kekurangannya integritas dan kontinuitas organisasi kurikulum;
(3) Mengabaikan warisan budaya; (4) Kecenderungan untuk mengindoktrinisasi
peserta didik dengan kondisi yang ada; (5) Guru maupun buku dan media lain
tidak banyak yang disiapkan dengan model tersebut.
2) Desain Inti (the core design)
Istilah the core curriculum merujuk pada suatu rencana yang
mengorganisasikan dan mengatur bagian terpenting dari program pendidikan
umum di sekolah. Faunce dan Bossing mengistilahkan core curriculum dengan
merujuk pada pengalaman belajar berasal dari kebutuhan atau dorongan secara

20
Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembagan Kurikulum,…,h. 195.
21
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 120

9
individual maupun secara umum dan kebutuhan secara sosial dan sebagai warga
Negara masyarakat demokratis.
Pada awalnya, core dimaksudkan sebagai bahan penting yang harus diketahui
oleh setiap peserta didik pada semua tingkatan sekolah. Jadi, core memberikan
pendidikan umum yang mana materinya perlu diketahui atau dipelajari setiap anak
didik.22
Terdapat banyak vasiasi pandangan tentang the core design. Mayoritas
memandang the core curriculum sebagai suatu model pendidikan atau program
pendidikan yang memberikan pendidikan umum. The core curriculum diberikan
guru-guru yang memiliki penguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis.
Variasi the core curriculum menurut Alberty ada enam, yaitu: The separate
subject core, The correlated core, The fused core, dan The activity core.23
Dengan pola desain dan kerangka yang sedemikian rupa, maka yang perlu
diperhatikan dengan seksama adalam implementasi dari kurikulum tersebut dalam proses
pengajaran. Artinya, ketika desain dan gagasan-gagasan pengembangan kurikulum
terlambangkan dalam dokumen kurikulum, maka yang nantinya menjadi eksekutor
terdepan adalah guru. Maka dari itu guru harus jauh mengetahui bagaimana bentuk dasar
dari desain kurikulum dalam proses pembelajaran, sebab jika ini tidak diperhatikan maka
desain kurikulum tidak akan terealisasikan dalam proses belajar-mengajar.
Ketiga pola desain kurikulum tersebut tentu menawarkan beragam cara agar proses
pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien, namun setiap pola desain tersebut
tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Oleh karena itu pemilihan
pola desain harus dilakukan secara seksama sebab tidak semua pola desain kurikulum
dapat dijadikan pedoman dalam melakukan proses pembelajaran.

B. Prosedur Pengembangan Kurikulum PAI


Pengembangan kurikulum PAI diibaratkan sebuah siklus, suatu proses berulang yang
tidak pernah berakhir. Dan proses tersebut terdiri atas empat unsur, yakni tujuan, metode dan

22
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), h. 150
23
Sholikah, Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam,..h. 178

10
material, penilaian, serta umpan balik. Adapun langkah-langkah Penyusunan dan
pengembangan kurikulum PAI sebagai berikut:
1. Perumusan tujuan
Perumusan Kurikulum didasarkan pada analisis terhadap berbagai kebutuhan, tuntutan
dan harapan. Oleh karena itu tujuan dirumuskan dengan mempertimbangkan faktor-faktor
masyarakat, siswa itu sendiri serta ilmu pengetahuan.
2. Penentuan isi
Adapun Isi kurikulum merupakan pengalaman belajar yang di rencanakan akan di
peroleh siswa selama mengikuti pendidikan. Pengalaman belajar ini dapat berupa
mempelajari mata pelajaran-mata pelajaran, atau jenis-jenis pengalaman belajar lain
sesuai dengan bentuk kurikulum itu sendiri.
3. Pemilihan kegiatan
Perumusan organisasi dapat sesuai dengan tujuan dan pengalaman-pengalaman belajar
yang menjadi isi kurikulum, dengan mempertimbangkan bentuk kurikulum yang
digunakan.
4. Perumusan evaluasi
Tujuan kurikulum menjadi acuan dalam Evaluasi kurikulum, sebagaimana dijelaskan
di muka. Evaluasi perlu di lakukan untuk memperoleh balikan sebagai dasar dalam
melakukan perbaikan, oleh karena itu evaluasi dapat di lakukan secara terus menerus atau
Continue.24
Menurut Olivia Terdapat 10 langkah dalam pengembangan kurikulum, yaitu:
1. Perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan, yang kesemuanya
bersumber dari analisis kebutuhan siswa, dan kebutuhan masyarakat.
2. Analisis kebutuhan masyarakat di mana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi
dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah.
3. Tujuan umum dan khusus bagaimana mengorganisasikan rancangan dan
mengimplementasikan kurikulum.25

24
Hasan Baharun, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Pustaka Nurja, 2017), h. 264
25
Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Roesdakarya, 2011),
h. 47

11
4. Bagaimana menjabarkan atau perbedaan antara tujuan umum dan tujuan khusus
pembelajaran.
5. Menetapkan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan.
6. Pengembangan kurikulum.
7. Mengimplementasikan strategi pembelajaran.
8. Pengembangan kurikulum kembali.
9. Menyempurnakan alat atau teknik penilaian.
10. Evaluasi terhadap pembelajaran dan evalusi kurikulum.26
Sedangkan menurut Tyler, langkah-langkah pengembangan kurikulum, adalah:27
1. Menentukan tujuan
Menentukan tujuan pembelajaran merupakan langkah dasar yang paling awal yang
harus dilakukan dalam menyusun kurikulum. Tujuan pendidikan ibarat sasaran yang akan
kita capai. Oleh karena itu, dengan memiliki tujuan yang jelas maka kita dapat mengetahui
kemana arah tujuan kurikulum tersebut.
2. Menentukan proses pembelajaran
Langkah kedua yang harus dilakukan setelah menentukan tujuan pembelajaran adalah
menentukan proses pembelajaran yakni memilih atau menentukan proses pembelajaran
yang seperti apa yang sekiranya pas untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Dalam
penentuannya kita harus memperhatikan persepsi dan latar belakang kemampuan peserta
didik. Hal ini dilakukan untuk dapat mengetahui reaksi mental maupun emosional yang
dipresentasukan oleh peserta didik melalui tingkah laku.
3. Menentukan organisasi pengalaman belajar
Setelah menentukan bagaimana proses belajar yang akan digunakan, selanjutnya perlu
menentukan organisasi pengalaman belajar yang akan digunakan, dalam artian organisasi
pengembangan kurikulumnya. Menentukan organisasi pengalaman belajar menjadi hal
penting karena menyangkut susunan mata pelajaran yang tentu akan berpengaruh dengan
proses pembelajaran. Pengalaman belajar yang didalamnya mencakup tahapan-tahapan
belajar dan isi materi. Bahan yang harus dipelajari peserta didik dan pengalaman belajar
apa yang harus dilakukan oleh peserta didik. Semua diorganisasikan sedemikian rupa

26
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek,…, h. 164
27
Hasan Baharun, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik,…, h. 266-267

12
sehingga dapat memudahkan dalam pencapai tujuan pembelajaran. Semua komponen ini
yakni kejelas tujuan, materi pembelajaran, dan proses pembelajaran serta urutan-urutan
lainnya nantinya akan menjadi gambaran bagaimana evaluasi pembelajaran yang akan
digunakan pada langkah terakhir.
4. Penentuan evaluasi pembelajaran
Menentukan evaluasi apa yang cocok digunakan dalam langkah terakhir dalam
pengembangan kurikulum model tyler. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa
keseluruhan langkah-langkah pengembangan kurikulum yang telah dijabarkan diatas
yakni penentuan tujuan, materi pembelajaran, dan proses belajar sangat berpengaruh pada
penentuan evaluasi pembelajaran, karena evaluasi pembelajaran harus dipilih berdasarkan
ketiga poin tersebut. Selain itu, pengembang kurikulum juga harus memperhatikan
prinsip-prinsip evaluasi yang ada. Untuk mengetahui hasil belajar peserta didik apakah
telah sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan maka penilaian sangatlah
perlu dilakukan serta berguna juga untuk mengetahui kelemahan-kelemahan kurikulum.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Desain pengembangan kurikulum adalah suatu proses untuk menyusun atau merancang
komponen-komponen kurikulum agar sesuai dengan visi dan misi sekolah yang dalam
pengembangannya melalui proses validasi, implementasi dan evaluasi. Ada delapan prinsip
dalam mendesain pengembangan kurikulum yang harus diperhatikan agar sesuai dengan
tujuan yang diharapkan. Desain Pengembangan terdiri dari 2 dimensi yaitu dimensi Desain
vertical dan dimensi desain horizontal.
Ada beberapa pola dapat digunakan mendesain pengembangan kurikulum diantaranya
subject centered design, learner centered design, problem centered design. Langkah-langkah
dalam desain pengembangan kurikulum meliputi pengidentifikasian misi Lembaga dan
kebutuhan para pengguna pendikan. Melakukan penilaian kebutuhan pembelajaran,
menetapkan tujuan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, implementasi kurikulum
yang baru. Evaluasi dan umpan balik guna memperbaiki kurikulum.

B. Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas wawasan keilmuan
kita sebagai pembaca yang haus akan ilmu pengetahuan. Marilah kita menjadikan diri yang
kaya akan pengetahuan agar menjadi insan-insan yang terdidik, berbudi pekerti yang baik
serta bermoral yang berpegang teguh pada agama masing-masing. Makalah ini juga tidak
luput dari kesalahan, oleh karena itu perlunya kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan makalah selanjutnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia, Wahyu. (2020). Organisasi dan Desain Pengembangan Kurikulum, Islamika, Jurnal
Keislaman dan Ilmu Pendidikan Volume 2. Nomor 2. h. 220
Arifin, Zainal. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT. Remaja
Roesdakarya
Aulia, Muhammad Ghozil, dkk. (2022). Desain Pengembangan Kurikulum dan Implementasinya
untuk Program Pendidikan Agama Islam. JET: Journal of Education and Teaching Vol. 3
No. 2. h. 229
Baharun, Hasan. (2017). Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Pustaka
Nurja
Hamalik, Oemar. (2009). Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya
Hamalik, Oemar. (2017). Dasar-Dasar Pengembagan Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya
Idi, Abdullah. (2007). Pengembangan Kurikulum; Teori dan Praktik. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
Juanda, Anda. (2014). Landasan Kurikulum dan Pembelajaran Berorientasi Kurikulum 2006 dan
Kurikulum 2013. Bandung: CV.CONFIDENT
Orstein, Allan and Hunkins, Francis P. (1988). Currikulum Foundation, Principles and Issues.
Englewood Clift: Prentice Hall. h. 159-171
Sholikah. (2017). Desain Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, KUTTAB, Volume
1. Nomor 2. h. 176
Sukmadinata, Nana Syaodih. (2015). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Zais, Robert S. (1976). Curriculum Principles and Foundations. New York: Thomas Y. Crowell
Harper & Row Publishers

Anda mungkin juga menyukai