Anda di halaman 1dari 50

ASPEK HUKUM

AKAD SYARIAH

Oleh:
Dulhadi, S.H., M.H.

1
Latar Belakang
Fatwa
DSN-MUI

PBI Knowledge
SE BI Worker

Latar
Das Sein
Belakang Tools of Sharia
Das Sollen Analysis

Standarization Equal
Need Perception

2
Dasar Hukum
 UU No.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
 Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional – Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
 PBI No.13/2/PBI/2011 tentang Pelaksanaan Fungsi Kepatuhan Bank Umum.
 PBI No.9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan
Penghimpunan Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
 PBI No.9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syariah.
 SE BI No.9/24/DPbS, Tanggal 30 Oktober 2007 Tentang Sistem Penilaian
Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
 Kumpulan Opini Dewan Pengawas Syariah.

3
Fikih Muamalah
Fiqh Muamalah merupakan hukum yang mengatur hubungan
antar sesama manusia, dan manusia dengan alam semesta
Fikih muamalah mempunyai karakteristik yang kontras
dibandingkan fikih ibadah, yaitu:
 Elastis, dinamis, dan berubah sesuai kebutuhan & kondisi
 Porsi halal dalam lapangan muamalah lebih luas
 Pintu ijtihad terbuka dan menerima pembaruan yang
membangun dan positif dengan tetap mengacu pada dalil

4
‫أن المعامالت هي من لب مقاصد الدينية الصالح الحياة البشرية‬
‫ولذالك دعا اليها الرسل من قديم‬
‫باعتيارها دينا ملزما الخيار ألحد فيه‬

“Muamalat” adalah inti terdalam dari tujuan agama Islam


(maqashid syariah)
untuk mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia.
Karena itu para Rasul terdahulu mengajak umat (berdakwah)
untuk mengamalkan muamalah, karena memandangnya
sebagai ajaran agama yang mesti dilaksanakan,
Tidak ada pilihan bagi seseorang
untuk tidak mengamalkannya
(Kitab Al-Muamalah Fil Islam, Abdul Sattar Fathullah Sa’id, Hlm.14)

5
Pilar Dasar Fikih Muamalah
Kebebasan
(al-
hurriyah)

Legalitas Kesetaraan
Hukum (al-
(hukmiyah) musawah)

Fikih
Muamalah

Keadilan
Kejujuran
(al-
(as-shidqu)
’adalah)

Tidak ada
paksaan
(al-ridha)

6
• Pedoman Umum Akad dalam Transaksi Syariah
1. Menyediak dan perbankan bagi
Sebuah Akad dikatakan sah jika telah memenuhi seluruh
rukun dan syaratnya.
berdasarka prinsip syariah

2. Anti spekulatif Terbebas dari unsur MAGHRIB


di pasar valas dan di pasar modal,built-

Check List
produk-produk bank syariah)
Terpenuhi Underlying Asset dan Transaction-nya
(kesesuaian antara akad dengan alur transaksi).
Pemenuhan
3. Menciptakan
sektor produktif riilmelalui penyediaan
Sebuah transaksi yang tidak dirubah karakteristik khas
yang melekat (dari kontrak yang uncertainty menjadi
Mengurangi certainty).

4. Transaksi yang tidak menggabungkan antara akad qardh


dengan akad tijarah secara simultan

Transaksi mengacu pada fatwa DSN-MUI serta opini DPS

7
Pedoman Umum Akad dalam Transaksi
Syariah
Perubahan
akad sesudah Tijarah Boleh
kesepakatan
kontrak

Tabarru’
X
Tidak
boleh

Akad Tabarru’ tidak boleh dirubah menjadi akad Tijarah


setelah adanya kesepakatan kontrak

Akad Tijarah boleh dirubah menjadi akad Tabarru’

8
Check List Dan Standarisasi Akad
Wording akad atau transaksi yang akan dijalankan harus
memenuhi beberapa item standar sbb.:
 Para Pihak Yang berakad (premis).
 Aspek Komparisi.
 Aspek TARIF dalam prinsip Good Corporate Governance (GCG).
 Obyek transaksi atau jenis usaha.
 Informasi atas fee, nisbah, atau marjin.
 Pemenuhan aspek jaminan.
 Pemaparan aspek Hak & Kewajiban.
 Penyelesaian Aspek Sengketa.
 Pemenuhan Bahasa Standar (legal draft) yang digunakan
 Mekanisme pembayaran
 Pemenuhan prinsip Waifer Clause
Standarisai dalam design kontrak disesuaikan dengan kebutuhan atau transaksi yang akan dijalankan,
dimana ada aspek yang tidak harus dituangkan pada sebuah transaksi namun wajib pada transaksi lainnya 9
Sektor Usaha Yang Halal di Biayai
Semua Sektor Usaha Yang Mendukung Kulliyat al-Sab’ (Tujuan Syariah Yang
Enam):
- Hifdzu al-din (Menjaga Eksistensi Agama)
- Hifdzu al-Nafs (Menjaga Akal)
- Hifdzu al-Nasl (Menjaga Generasi)
- Hifdzu al-Mal (Menjaga Harta)
- Hifdzu al-Aql (Menjaga Akal)
- Hifdzu al-Bi’ah (Menjaga Lingkungan)
- Hifdhu al-’ardh (Menjaga kehormatan)

Contoh:
• Pembiayaan usaha rokok ditolak karena menganding unsur madharat bagi
umat(kesehatan).
• Pembiayaan Rumah Sakit dapat diterima karena maslahat bagi umat, dan
menyelamatkan jiwa (hifdzu al-nafs).

10
Akad-akad Pembiayaan
Murabahah
Jual-Beli
Ishtisna’

Ijarah

Line Facility
Pembiayaan Sewa-Beli
IMBT

Mudharabah

Investasi Musyarakah

MMQ
11
Murabahah
Merupakan transaksi jual-beli, dengan harga perolehan dan marjin
keuntungan diketahui dan disepakati oleh penjual & pembeli.

RUKUN
Penjual & Pembeli Barang/Obyek Harga Ijab Qabul
SYARAT
1. Berakal sehat 1. Halal 1. Satu harga 1. Saling ridha satu
(aqil) 2. Suci untuk satu sama lain
2. Mature (rusyd) 3. Dapat barang 2. Satu majlis
3. Mampu diserahkan 2. Fix, tidak
membedakan 4. Diketahui berlaku upping,
halal & haram, dengan jelas dan berlaku
haq & bathil 5. Dimiliki dan diskon
(mumayyiz) mermanfaat 3. Jelas nominal
4. Merdeka (mutaqawwam) dan valuta
5. Baligh
12
Ketentuan Umum Akad Murabahah dalam Produk Pembiayaan

1. Transaksi yang dijalankan harus memenuhi seluruh rukun dan syarat,


2. Secara prinsip bank harus memiliki obyek pembiayaan murabahah (qabdh
hukmy) yang dapat ditempuh dengan PKS maupun bukti Purchasing Order
(PO) kepada dealer/supplier,
3. Bank selaku penjual boleh memberikan diskon atas harga yang disepakati,
4. Diskon tidak boleh diperjanjikan dalam akad,
5. Bank boleh merestrukur, mereschedule, dan mereconditioning akad
murabahah yang telah disepakati,
6. Bank tidak boleh menaikkan harga murabahah yang telah disepakati
dalam akad,
7. Bank boleh mengonversi akad murabahah menjadi; musyarakah (MMQ),
mudharabah, dan atau Ijarah Muntahiyah Bittamli (IMBT) ketika terjadi
permasalahan,
8. Bank boleh menerapkan pembayaran secara step up installment,

13
Ketentuan Khusus Akad Murabahah dalam
Produk Pembiayaan
11. Bank boleh memberlakukan masa grass periode untuk murabahah investasi,
12. Pembayaran angsuran selama masa grass periode harus disertai dengan
pembayaran komponen pokok walaupun hanya sebesar Rp1,
13. Potongan (diskon) atas harga obyek pembiayaan dari dealer/supplier
sepenuhnya menjadi hak nasabah,
14. Bank harus mengadministrasikan secara tertib bukti pembelian barang, baik
berupa faktur atau kuitansi, dan hal sejenis,
15. Bank boleh mengenakan biaya penjadwalan kembali (reschedule) atas tagihan
murabahah dengan perpanjangan tenor yang disepakati sesuai keperluan,
16. Pendapatan dari pengenaan biaya reschedule diakui sebagai FBI,
17. Bank boleh melakukan transaksi murabahah atas beberapa obyek dalam satu
akad,
18. Agunan atas pembiayaan murabahah boleh diambil dari selain obyek yang
dibiayai.

14
Aplikasi Akad Murabahah Dalam
Segmen Produk Pembiayaan
1. Konsumer, berbasis barang/asset,
2. Modal kerja yang berbasis barang, antara lain; raw material,
Inventori, dan faktor produksi lain,
3. Investasi, berbais barang/asset.

BACK

Fatwa No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah 15


Ishtisna’
Merupakan bentuk transaksi jual beli secara pesanan untuk barang tertentu
(manufaktur/konstruksi), dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati
antara pemesan/pembeli (mustashni’) dan penjual/pembuat (shani’).

RUKUN
 Nasabah: pemesan Harga Obyek/barang Jangka waktu Ijab Qabul
/pembeli
 Bank: penjual 2
 Supplier: penjual 1

SYARAT
Sama dengan syarat memiliki kualitas, Jelas tenggat Sama dengan
murabahah kuantitas, dan waktu syarat
spesifikasi penyerahannya murabahah
barang yang jelas
dan disepakati

16
Ketentuan Khusus Akad Istishna
dalam Produk Pembiayaan
1. Akad Istishna yang dijalankan di bank Syariah adalah Istishna parallel
(istishna muwaziyah),
2. Nasabah memohon pembiayaan kepada bank untuk
pembelian/pemesanan barang tertentu (mashnu’), bank menyetujui
dan memesan barang pesanan kepada supplier/developer (shani’),
3. Bank mencairkan fasilitas pembiayaan istishna’ secara bertahap sesuai
dengan rencana termin proyek (mashnu’) dan atau dalam beberapa
tahapan sesuai dengan kesepakatan,
4. Akad Istishna mengharuskan adanya harga perolehan dan marjin
keuntungan. Marjin keuntungan terdiri dari; marjin atas akad istishna,
dan marjin atas jual-beli obyek setelah akad istishna berakhir. Kedua
komponen marjin disatukan dalam klausula jual-beli obyek setelah
akad istishna berakhir,

17
Ketentuan Khusus Akad Istishna
dalam Produk Pembiayaan
5. Bank wajib memenuhi barang pesanan (mashnu’) nasabah
(mustashni’) sesuai dengan kualitas, kuantitas, dan time of delivery,
6. Bank tidak boleh mengakui pendapatan sebelum mashnu’ diserahkan
kepada nasabah (Margin During Construction),
7. Bank boleh menyerahkan mashnu’ kepada nasabah secara parsial
(termin of project) secara berkala (1 bulan), dan dibuktikan dengan
Berita Acara Serah Terima (BAST) atas progres mashnu’ (kurva S),
8. Jika barang yang dipesan tidak sesuai dengan spesifikasi, cacat atau
pun rusak, nasabah selaku mustashni’ memiliki hak khiyar (opsi)
untuk meneruskan atau membatalkan akad,

18
Aplikasi Akad Istishna dalam Segmen
Produk Pembiayaan
1. Konsumer, antara lain PPR yang obyeknya harus dibangun
dari awal,
2. Investasi, antara lain pembangunan gudang, pekerjaan
konstruksi, dll,

BACK

Fatwa No.06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istishna’ 19


Ijarah
Akad ijarah merupakan transaksi jual-beli atas manfaat tertentu,
yang diikuti dengan pembayaran upah (ujrah) untuk jangka
waktu tertentu.
RUKUN
 Pemberi sewa Obyek Sewa Upah Sewa Ijab Qabul
manfaat
 Penyewa
SYARAT
Sama dengan syarat murabahah bersifat adjustable & Sama dengan
dan ishtisna’ reviewable sesuai syarat murabahah
kesepakatan dan ishtisna’

20
Ketentuan Khusus Akad Ijarah dalam
Produk Pembiayaan
1. Pembiayaan dengan akad ijarah berlaku untuk manfaat
real asset maupun jasa tertentu,
2. Pada prinsipnya bank tidak dapat mengikat obyek
pembiayaan sebagai agunan, hal ini karena dalam akad
ijarah asset/aktiva menjadi milik bank sampai dengan
jatuh tempo,
3. Bank dapat melakukan pembiayaan dengan akad ijarah
untuk real aset tanpa harus memiliki asetnya, namun
demikian harus memiliki manfaat atas asetnya,
4. Obyek sewa dapat berupa manfaat atas aset maupun jasa
tertentu,
5. Bank dapat mereview ujrah di setiap periode sesuai
dengan kebijakan,

21
Ketentuan Khusus Akad Ijarah dalam
Produk Pembiayaan
6. Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas,
termasuk jangka waktunya. Obyek sewa dapat juga
dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7. Bank selaku pemberi sewa bertanggungjawab atas
pemeliharaan aset, kecuali jika disepakati lain antara
penyewa dengan bank,
8. Bank berkewajiban untuk menyusutkan aktiva ijarah
sesuai dengan jangka waktu untuk pembiayaan ijarah
yang berbasis aset,
9. Aktiva ijarah menjadi milik bank selama pembiayaan
masih berlangsung (sebelum jatuh tempo),
10. Bank wajib mencadangkan PPAP atas aktiva ijarah untuk
coll 2-5 yang diperhitungkan atas saldo tunggakan pokok.

22
Aplikasi Akad Ijarah Dalam Segmen
Produk Pembiayaan
1. Konsumer, antara lain; Pembiayaan Umrah, pendidikan,
pakat pernikahan, rawat inap rumah sakit, sewa manfaat
atas aset dll.
2. Modal Kerja, antara lain; Pembiayaan untuk sewa Gudang,
Ruko dll

BACK

Fatwa No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah 23


IMBT
Merupakan pembiayaan atas sewa manfaat dari suatu aset tertentu, dengan
pembayaran ujrah untuk jangka waktu tertentu yang diikuti dengan
kepindahan kepemilikan (opsi beli) pada saat jatuh tempo.

RUKUN
 Pemberi sewa Obyek Sewa Upah Sewa Ijab Qabul
manfaat
 Penyewa
SYARAT
Sama dengan syarat ijarah bersifat adjustable & Sama dengan
reviewable sesuai kesepakatan syarat ijarah

24
Ketentuan Khusus Akad IMBT dalam
Produk Pembiayaan
1. Syarat dan ketentuan umum dalam akad ijarah sepenuhnya berlaku
dalam akad IMBT,
2. Bank dan nasabah harus melakukan akad ijarah biasa terlebih dahulu,
3. Opsi pemindahan kepemilikan aktiva ijarah dari bank kepada nasabah
bersifat janji (wa’d),
4. Klausula wa’d dapat dituangan di dalam salah satu pasal dalam akad
ijarah,
5. Obyek pembiayaan dalam IMBT harus berupa fixed asset atau barang
modal yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah,

25
Ketentuan Khusus Akad IMBT dalam
Produk Pembiayaan
6. Nasabah diharuskan untuk menghadirkan agunan selain dari obyek
yang dibiayai,
7. Bank boleh mengikat obyek pembiayaan dengan akad IMBT namun
demikian diperlakukan sebagai agunan “pura-pura” (rahn shury),
8. Pengalihan kepemilikan obyek ijarah dari bank kepada nasabah dapat
menggunakan akad hibah atau pun jual-beli (separated sheet),
9. Ujrah (fee) bersifat reviewable sesuai kesepakatan,
10. Bank wajib mencadangkan PPAP atas aktiva ijarah untuk coll 2-5 yang
diperhitungkan atas saldo pokok yang menunggak.

26
Aplikasi Akad IMBT dalam Segmen
Produk Pembiayaan
1. Konsumer, antara lain; PPR, PKB, refinancing, take over dari
sesama bank Syariah, dll
2. Investasi, antara lain; Pembiayaan gudang, mesin, gedung,
ruko, dll

BACK

Fatwa No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik 27


Mudharabah
Merupakan pembiayaan modal kerja dimana sumber dananya sepenuhnya dibiayai oleh bank.
Pendapatan/keuntungan dibagi sesuai kesepakatan porsi nisbah, dan jika terjadi kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh bank selaku investor (shahib al maal), kecuali jika kerugian yang
timbul akibat kelalaian nasabah sebagai pengelola usaha/bisnis (mudharib).

RUKUN
 Bank: penyedia dana Modal Proyek usaha Porsi bagi hasil Ijab Qabul
(shahib al maal) (ra’su al maal) (amal) (Nisbah) (shighat)
 Nasabah: pelaksana
usaha (mudharib)

SYARAT
1. Sama dengan syarat 1. equity, 1. halal, 1. disepakati 1. ‘an
murabahah 2. bukan berasal 2. non 2. jelas, taradhin
2. Syarat memiliki skil dari hutang, MAGHRIB, 3. non zero 2. satu
dalam usaha/bisnis 3. berupa mata 3. bermanfaat, rate of majlis
merupakan syarat uang tertentu, 4. tidak nisbah
tambahan & khusus 4. jelas nominal bertentanga
bagi mudharib dan valutanya n dgprinsip
syariah

28
Ketentuan Khusus Akad Mudharabah
dalam Produk Pembiayaan
1. Jenis usaha/proyek yang boleh dibiayai oleh bank adalah yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah (non MAGHRIB),
2. Bank tidak boleh menerapakan sistem zero nisbah,
3. Bank dapat menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad mudharabah secara
unrestricted (muthlaqah) atau pun restricted (muqayyadah),
4. Bank dapat menyalurkan pembiayaan dengan akad mudharabah secara on
atau pun off balance sheet sesuai dengan kebijakan bank,
5. Pendapatan/keuntungan dibagi sesuai porsi nisbah yang disepakati,
6. Risiko yang timbul dalam pembiayaan berakad mudharabah ditanggung oleh
bank, kecuali risiko yang timbul akibat kelalian nasabah selaku mudharib,
7. Bank dapat melakukan review proyeksi pendapatan maksimal dua kali selama
masa pembiayaan,
8. Nisbah pembiayaan bersifat reviewable sesuai kesepatan untuk periode
tertentu,

29
Ketentuan Khusus Akad Mudharabah
dalam Produk Pembiayaan
9. Bank harus menurunkan hak porsi bagi hasilnya (nisbah) ketika nasabah
mengembalikan pokok pembiayaan,
10. Komponen pokok dapat dikembalikan secara bertahap maupun pada saat
jatuh tempo (maks. 12 bulan),
11. Bank dan nasabah dapat menjalankan nisbah secara berbeda di setiap
periode (segregation of nisbah) sesuai dengan kesepakatan,
12. Bank dapat memberikan sebagian hak bagi hasilnya (isqatu al haq) kepada
mitra usaha (nasabah) setelah distribusi bagi hasil dilakukan,
13. Nasabah sebagai mitra dilarang menjamin atas pembayaran bagi hasil,
14. Bank hanya berhak atas bagi hasil dari usaha/bisnis nasabah yang dibiayai
oleh bank,
15. Bank berhak atas bagi hasil secara proporsional jika nasabah mengembalikan
dana pembiayaan sebelum jatuh tempo.

30
Aplikasi Akad Mudharabah dalam
Segmen Produk Pembiayaan
1. Pembiayaan Modal Kerja (PMK); Project financing,
transaksional & operasional Bisnis,
2. Take over piutang
3. Take over hutang non asset based

BACK

Fatwa No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) 31


Musyarakah
Merupakan kerjasama dalam pengadaan dana untuk sebuah usaha/proyek (joint
financing) antara bank dengan nasabah, pendapatan/keuntungan dibagi sesuai
dengan porsi nisbah yang disepakati, dan jika ada kerugian dibagi sesuai dengan porsi
modal.

RUKUN
 Bank: (syarik) Modal Obyek usaha Porsi bagi hasil Ijab Qabul
 Nasabah: (syarik) (ra’su al maal) (amal) (Nisbah) (shighat)

SYARAT
Sama dengan Syarat pada akad Mudharabah

32
Ketentuan Khusus Akad Musyarakah
dalam Produk Pembiayaan
1. Jenis usaha/proyek yang boleh dibiayai oleh bank adalah yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah,
2. Bank dapat memberikan porsi modal dalam pembiayaan kepada usaha nasabah
sesuai kesepakatan dan pertimbangan risiko,
3. Bank tidak boleh menerapakan sistem zero nisbah,
4. Pendapatan/keuntungan dibagi sesuai posrsi nisbah yang disepakati,
5. Risiko yang timbul dalam pembiayaan berakad musyarakah ditanggung bersama
sesuai porsi modal penyertaan,
6. Bank dapat memberikan porsi pembiayaan secara fifty-fifty (mufawadhah),
7. Bank dapat melakukan review proyeksi pendapatan maksimal dua kali selama
masa pembiayaan,
8. Bank dan nasabah harus berbagi hasil secara fifty-fifty ketika jenis musyarakah
mufawadhah yang dijalankan,
9. Nisbah pembiayaan bersifat reviewable sesuai kesepatan untuk periode tertentu,

33
Ketentuan Khusus Akad Musyarakah
dalam Produk Pembiayaan
10. Bank harus menurunkan hak porsi bagi hasilnya (nisbah) ketika nasabah
mengembalikan pokok pembiayaan,
11. Komponen pokok dapat dikembalikan secara bertahap maupun pada saat jatuh
tempo (maks. 12 bulan),
12. Bank dan nasabah dapat menjalankan nisbah secara berbeda di setiap periode
(segregation of nisbah) sesuai dengan kesepakatan,
13. Bank dapat memberikan sebagian hak bagi hasilnya (isqatu al haq) kepada mitra
usaha (nasabah) setelah distribusi bagi hasil dilakukan,
14. Nasabah sebagai mitra dilarang menjamin atas pembayaran bagi hasil,
15. Bank hanya berhak atas bagi hasil dari usaha/bisnis nasabah yang dibiayai oleh
bank,
16. Bank berhak atas bagi hasil secara proporsional jika nasabah mengembalikan dana
pembiayaan sebelum jatuh tempo.

34
Aplikasi Akad Musyarakah dalam
Segmen Produk Pembiayaan
1. Pembiayaan Modal Kerja (PMK); Project Financing,
Transaksional & operasional Bisnis,
2. Take over hutang non asset based
3. Take over piutang

BACK

Fatwa No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah 35


MMQ
Merupakan penyertaan modal bersama antara bank dengan nasabah untuk sebuah
aset atau barang modal yang akan diproduktifkan, dimana bank akan menjual bagian
(hishah) yang menjadi miliknya kepada nasabah secara bertahap, dan nasabah
menebus hishah bank dengan cara sewa atau pun bagi hasil atas produktifitas aset.

RUKUN
 Bank: (syarik) Modal Obyek usaha Porsi bagi hasil Ijab Qabul
 Nasabah: (syarik) (ra’su al maal) (amal) (Nisbah) (shighat)

SYARAT
Sama dengan Syarat pada akad Mudharabah dan Musyarakah

36
Ketentuan Khusus Akad MMQ dalam
Produk Pembiayaan
1. Jenis usaha/barang modal yang dibiayai oleh bank tidak bertentangan
dengan prinsip syariah,
2. Bank dapat menyewakan aset MMQ kepada nasabah atau pihak lain,
3. Apabila aset Musyarakah menjadi obyek Ijarah, maka syarik (nasabah)
dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang disepakati,
4. Nisbah bank menurun di setiap bulan sesuai dengan termin tebusan
atau pembelian hishah bank oleh nasabah,
5. Akad Musyarakah Mutanaqisah terdiri dari akad musyarakah/syirkah
dan Bai’ (jual-beli) atas hishah,

37
Ketentuan Khusus Akad MMQ dalam
Produk Pembiayaan
9. Bank wajib berjanji untuk menjual seluruh hishshah-nya secara
bertahap dan nasabah wajib membelinya,
10. Pendapatan/keuntungan dibagikan sesuai porsi nisbah yang
disepakati di awal akad,
11. Keuntungan yang diperoleh dari ujrah sewa atas asset MMQ dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan
kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah keuntungan
dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan sesuai kesepakatan
para syarik,
12. Setelah selesai pelunasan penjualan atas hishah, seluruh hishshah
bank beralih kepada nasabah,
13. Kerugian yang timbul dibagi antara bank dengan nasabah secara
proporsional.

38
Aplikasi Akad MMQ Dalam Segmen
Produk Pembiayaan
1. Konsumer; PPR, PKB, dll,
2. Investasi; Pembiayaan Gudang, mesin, ruko, dll,
3. Modal Kerja berbasis barang modal.
4. Refinancing
5. Take over dari sesama bank Syariah yang asalnya
menggunakan akad murabahah

BACK

Fatwa No.73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah 39


Line Facility (Wa’d)
Wa’d merupakan kesepakatan atau janji dari satu pihak (bank) kepada pihak lain
(nasabah) untuk melaksanakan sesuatu yang dituangkan ke dalam suatu dokumen
Memorandum of Understanding.
Line Facility adalah suatu bentuk fasilitas plafon pembiayaan bergulir dalam jangka
waktu tertentu yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah.

RUKUN
Janji (wa'd) Pihak yang berjanji Pihak yang diberi janji Perkara yang
(Wa'id) (Mau'ud) dijanjikan
(Mau'ud bih)
SYARAT
1. dinyatakan Sama dengan syarat akad Murabahah tidak
secara tertulis bertentangan
dan berdasarkan dengan prinsip
syarat, syariah
2. mengikat,
40
Ketentuan Khusus Line Facility/Wa’d
dalam Produk Pembiayaan
1. Bank dapat memberikan pembiayaan dengan konsep wa’d/line facility,
2. Wa’d pada bank yang dikaitkan dengan syarat tertentu bersifat wajib dan
harus ditunaikan (mulzim),
3. Wa’d tidak boleh bertentangan dengan prinsip Syariah,
4. Wa’d merupakan dokumen terpisah dari line facility,
5. Wa’d mengikat sepihak bagi bank,
6. Dokumen wa’d tidak boleh menuangkan pricing (marjin, nisbah atau fee),
7. Line facility boleh dilakukan berdasarkan wa’d dan dapat digunakan
untuk pembiayaan-pembiayaan tertentu sesuai prinsip syariah,
8. Akad yang digunakan dalam pembiayaan berdasarkan line facility dapat
berbentuk akad Murabahah, Istishna’, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah,
dan IMBT,

41
Ketentuan Khusus Line Facility/Wa’d
dalam Produk Pembiayaan
9. Line facility merupakan akad induk (PKS) yang mengikat antara bank
dengan nasabah yang diikat secara nota riil,
10. Akad line facility mengatur tentang; besaran plafon, tenor pembiayaan,
agunan yang diikat, deskripsi tujuan pembiayaan, dan jenis akad turunan
yang akan dijalankan,
11. Realisasi akad pembiayaan disesuaikan dengan keperluan nasabah,
12. Tenor dalam akad line facility dapat diperpanjang sesuai keperluan,
13. Realisasi pembiayaan (pencairan) dengan konsep line facility dicairkan
secara bertahap sesuai keperluan nasabah,
14. Agunan dalam pembiayaan berdasarkan akad line facility diikat secara
paripasu untuk seluruh akad pembiayaan yang akan dijalankan,
15. Bank hanya boleh mengambil margin, bagi hasil dan/atau fee atas akad-
akad yang direalisasikan dari Line Facility.

42
Aplikasi Line Facility/Wa’d dalam
Segmen Produk Pembiayaan
1. Investasi,
2. Modal Kerja,
3. Project Financing

Fatwa No.45/DSN-MUI/II/2005 tentang Line Facility (At-tashilat As-saqfiyah) 43


Ketentuan Umum Akad dalam
Pembiayaan
1. Bank boleh meminta agunan/jaminan kepada nasabah atas akad yang
dijalankan,
2. Bank boleh mengenakan denda keterlambatan (ta’zir) kepada nasabah,
3. Dana denda keterlambatan dibuku sebagai pendapatan non halal bank,
dan diperuntukkan bagi kepentingan sosial non konsumsi dan
peribadatan,
4. Bank boleh mengenakan ganti rugi (ta’widh) kepada nasabah jika
terbukti menyimpang dari ketentuan akad dan merugikan bank,
5. Perolehan dana dari ta’widh dibuku sebagai bagian dari pendapatan
bank,
6. Agunan atas pembiayaan boleh diambil dari selain obyek yang dibiayai.

44
Permasalah dalam Murabahah
Penagihan Intensif

Rescheduling

Reconditioning
• NPF
• Refinancing
Penyelamatan Restructuring
• Constraints in
Bussines/Cash Flow
Konversi Akad

Pemberian Diskon

Take Over Hutang

45
Restructuring
Aspek Legal Syariah Yang Harus Diperhatikan
 Tidak boleh menambah marjin
 Pembebanan biaya dalam proses penjadwalan kembali adalah
biaya riil
 Perpanjangan harus berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak

BACK

Fatwa No.48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah 46


Konversi Akad
Aspek Legal Syariah Yang Harus Diperhatikan
Konversi akad dapat dilakukan dengan menyepakati salah satu dari beberapa alternatif
akad sbb.:

Membuat Akad-akad baru seperti:


 Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT)
 Mudharabah
 Musyarakah Mutanaqisah

BACK

Fatwa No.49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad Murabahah 47


Pemberian Diskon
Aspek Legal Syariah Yang Harus Diperhatikan
 Diberikan kepada nasabah berprestasi
 Diberikan kepada nasabah yang mengalami penurunan
kemampuan pembayaran
 Diskon tidak boleh diperjanjikan/disyaratkan

BACK

Fatwa No.46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah 48


Take Over Hutang
Aspek Legal Syariah Yang Harus Diperhatikan

Skema Qardh & Mudharabah Qardh & Ijarah Qardh & IMBT Syirkatul Milk

Bank memberikan qardh Nasabah dapat


Bank memberikan qardh Bank membeli aset nasabah dgn
kepada nasabah (akad melakukan akad Ijarah
kepada nasabah izin LKK
bawah tangan) dengan LKS

Nasabah Menjual Barang Bila Perlu Bank Nasabah Menjual


kpd Bank Memberikan Talangan Barang kpd Bank aset yang telah menjadi milik
Proses
Bank senilai dengan utang (sisa
cicilan) nasabah kepada LKK

Akad ijarah harus Bank menyewakannya


Bank menjual kembali
terpisah dari qardh dan kembali dengan skim
dengan skim murabahah
tidak boleh disyaratkan IMBT LKS menjual secara murabahah
kpd Nasabah

Fatwa DSN No.31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Hutang. 49


50

Anda mungkin juga menyukai