Anda di halaman 1dari 48

PROPOSAL PENELITIAN

RANCANG BANGUN ALAT DISTALASI BERTINGKAT UNTUK


PEMURNIAN BIOETANOL SKALA LABORATORIUM

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Menyelesaikan Program S-1

Oleh
PAHRUL ROZI HUTABARAT
160120053

JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
BUKIT INDAH-LHOKSEUMAWE
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya penulis telah diberi kesehatan, sehingga dapat menyelesaikan laporan
proposal penelitian, serta tidak lupa pula penulis ucapkan salam kepada nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan hingga alam
yang berilmu pengetahuan dan teknologi seperti sekarang ini.
Puji syukur penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal ini berjudul
“Rancang bangun alat destilasi bertingkat untuk pemurnian bioetanol skala
laboratorium”.
Dalam penulisan Proposal Penelitian ini banyak menemui rintangan
hambatan dan kesulitan-kesulitan namun dengan adanya bantuan dan bimbingan
berbagai pihak terutama dosen pembimbing. Untuk itu penulis menyampaikan
terima kasih yang amat tulus kepada Bapak Asnawi, S.T.,M.Sc. selaku
pembimbing utama dan Bapak Muhammad Sayuthi, S.T.,M.T. selaku
pembimbing pendamping, akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian ini dengan baik walaupun masih terdapat kekurangan dan kekeliriun
didalamnya. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih
yang setinggi-tingginya kepada kedua orangtua atas dukungan serta doa yang
senantiasa diberikan. Dan penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Bapak Prof., Dr., Ir. Herman Fithra, S.T., MT., IPM. Selaku Rektor
Universitas Malikussaleh.
2. Bapak Dr Muhammad, S.T., M.Sc. Selaku Dekan Fakultas Teknik
Universitas Malikussaleh.
3. Bapak Asnawi, S.T., M.Sc. Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Universitas Malikussaleh, Sekaligus Pembimbing Pertama.
4. Bapak Abdul Rahman, S.T., M.Eng. Selaku Ketua Program Studi Teknik
Mesin Universitas Malikussaleh.
5.
6.

i
7. Kepada seluruh teman-teman yang telah ikut membantu dalam penelitian
proposal ini.
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penulisan Proposal
Penelitian ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak
yang sifat membangun demi perbaikan kedepannya. Akhirnya besar harapan
penulis semoga Proposal Penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak. Aamiin…

Bukit indah, Juni 2022


Penulis,

PAHRUL ROZI HUTABARAT


160120053

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR NOTASI
vii
DAFTAR LAMPIRAN
ix

BAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
3
1.3 Tujuan Penelitian
3
1.4 Manfaat Penelitian
3
1.5 Batasan Masalah
3

iii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1 Bioetanol
5
2.1.1 Proses Pembuatan Bioetanol
5
2.1.2 Tahap Pemurnian
6
2.2 Destilasi
7
2.2.1 Destilasi Bertingkat
8
2.2.2 Prinsip Kerja Destilasi Bertingkat
9
2.2.3 Proses atau Mekanisme Destilasi Bertingkat
9
2.2.4 Destilasi Skala Laboratorium
10
2.3 Rangkaian Alat
11
2.4 Fungsi Alat Destilasi
11
2.5 Diagram Titik Didih
12
2.6 Kondensor
12
2.7 Tabung Destilasi
13
2.8 Aliran Fluida dalam Pipa
14

iv
2.9 Perhitungan Perpindahan Panas Tabung Pemanas
16
2.10 Perhitungan Perpindahan Panas dalam Pipa Kondensor
16
2.11 Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger)
16
2.12 Tipe Heat Exchanger
17
2.12.1 Double Pipe Heat Exchanger
17
2.12.2 Shell and Tube Heat Exchanger
17
2.12.3 Plate and Frame Heat Exchanger
17
2.13 Shell and Tube Heat Exchanger
18
2.14 Prinsip Kerja Shell and Tube Heat Exchanger
18
2.15 Tipe Aliran Shell and Tube Heat Exchanger
18
2.16 Komponen Penyusun Shell and Tube Heat Exchanger
19
2.17 Laju Perpindahan Panas yang Terjadi pada APK
21
2.18 Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh
22
2.19 Perbedaan Temperatur Rata-rata Logaritma
22
2.20 Metode Efektivitas – NTU
24

v
2.21 Persamaan-Persamaan Hubungan Efektivitas dan NTU
24

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


26
3.1. Tempat dan Waktu
26
3.1.1 Tempat
26
3.1.2 Waktu
26
3.2. Alat dan Bahan
26
3.2.1 Alat
26
3.2.2 Bahan
27
3.3. Kerangka Penelitian
27
3.4. Metode Penelitian
27
3.5. Tahapan Studi Literatur dan Studi Lapangan
27
3.6. Pengaruh Perbandingan Volume Pelarut terhadap Persentase Hasil
28
3.7. Kriteria Perancangan
28
3.8. Komponen Destilasi
29
3.9. Variable Penelitian
29

vi
3.6.1 Variable Bebas
29
3.6.2 Variabel Terikat
29
3.10. Analisa dan Pengolahan Data
30
3.11. Diagram Alir Penelitian
31

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Persentase Hasil pada Variasi Perbandingan Jumlah Pelarut


28
Table 3.2 Bahan Komponen
29

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alat Destilasi Bertingkat


10
Gambar 2.2 Tabung Pemanas
13
Gambar 2.3 Tabung Kondensor
13
Gambar 2.4 Pipa Fluida
14
Gambar 2.5 APK Aliran Searah
23
Gambar 2.6 Analogi Temperatur APK Aliran Searah
23
Gambar 2.7 APK Berlawanan Arah
23
Gambar 2.8 Analogi Temperatur APK Berlawanan Arah
24
Gambar 3.1 Diagram Alir
31

vii
DAFTAR NOTASI

V = Volume Tabung (m3 )


A = Luas Penampang (m)
Re = Reynolds
V = Kecepatan Rata-rata Fluida yang mengalir (m/s)
D = Diameter dalam pipa (m)
ρ = massa jenis fluida (kg /m3)
μ = viskositas dinamik fluida ( kg/ms ) atau ( N . det /m2 )
Q = Debit aliran ( m3 )
V = Kecepatan aliran ( m/s )
t = Waktu ( s )
Q = Debit bioetanol ( m3 /s )
V = Volume bioetanol dalam tabung ( m3 )
Q = Panas jenis
hA = Tetapan konveksi, luas penampang
T 2−T 1 = Perubahan suhu
ε = laju perpindahan panas dalam saluran pipa
q max = panas maksimum pada pipa
Cp = kapasitas panas
Q = Laju Perpindahan Panas ( W atau Btu/h )
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh ( W/m2. ℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
LMTD = Perbedaan temperatur rata-rata logaritma (℃ atau ℉ )
m = Laju aliran massa (kg/s atau lbm/h)
h = Enthalpi fluida panas pada sisi aliran masuk (J/kg. ℃ atau
Btu/h.lb.℉ )
h;c = Menjelaskan sebagai fluida panas dan fluida dingin
I;o = Menjelaskan aliran masuk dan aliran keluar
cp = Panas spesifik fluida pada tekanan konstan

viii
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/ m2 .℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
h∞ = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2 .℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
A = luas penampang APK (m2 atau ft 2)
D = Diameter tube APK (m atau ft)
L = Panjang tube APK (m atau ft)
k = koefisien konduktivitas termal (W/m. ℃ atau Btu/h. ft 2 . ℉ )
i dan o = Menjelaskan sisi dalam dan sisi luar tube APK
R f ,i dan Rf ,o = Faktor pengotoran pada sisi dalam dan luar dinding tube APK
Qaktual = laju perpidahan kalor actual
Qmaks = laju perpindahan kalor maksimal yang mungkin

ix
DAFTAR LAMPIRAN

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara berkembang yang salah satu cirinya adalah
melaksanakan pembangunan di berbagai sektor, khususnya di bidang industri.
Perkembangan sektor industri dunia salah satunya sangat bergantung kepada
pasokan minyak bumi, termasuk di Indonesia. Kebutuhan akan minyak bumi di
Indonesia semakin besar, hal ini dikarenakan penggunaan kendaraan bermotor
yang semakin meningkat setiap tahunnya. Pengunaan kendaraan yang semakin
meningkat menyebabkan menurunnya secara alamiah cadangan minyak bumi
sebagai BBM akibat dari penurunan produksi minyak nasional. Untuk
meminimalisir hal tersebut, Bioetanol hadir sebagai bahan bakar alternatif.
Pemenuhan kebutuhan Bioetanol dalam negeri, pemerintah masih melakukan
impor kebutuhan Bioetanol.
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan
pemabuk dalam minuman beralkohol. Residu yang ditemukan pada peninggalan
keramik yang berumur 9000 tahun dari China bagian utara menunjukkan bahwa
minuman beralkohol telah digunakan oleh manusia prasejarah dari masa Neolitik.
Campuran dari Bioetanol yang mendekati kemurnian untuk pertama kali
ditemukan oleh Kimiawan Muslim yang mengembangkan proses distilasi pada
masa Kalifah Abbasid dengan peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn
Hayyan (Geber), Al-Kindi (Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Catatan yang disusun
oleh Jabir ibn Hayyan (721-815) menyebutkan bahwa uap dari wine yang
mendidih mudah terbakar. Al-Kindi (801-873) dengan tegas menjelaskan tentang
proses distilasi wine. Sedangkan Bioetanol absolut didapatkan pada tahun 1796
oleh Johann Tobias Lowitz, dengan menggunakan distilasi saringan arang
(Novitasari, 2015).
Kebutuhan energi alternatif untuk transportasi juga didorong oleh kenyataan
bahwa produksi dan impor BBM menunjukkan kenaikan. Sebagai contoh pada

1
tahun 2001, produksi bensin mencapai 14,60 miliar liter dan impor mencapai
12,18 miliar liter, yang berarti kenaikan produksi sebesar 13,72 miliar liter dan
impor 11,73 miliar liter dibandingkan tahun sebelumnya. Perkembangan energi
alternatif untuk sektor transportasi jangka panjang merupakan tugas paling
penting dari masyarakat di tahun-tahun mendatang. Salah satu energi alternatif
yang perlu dikembangkan adalah bahan bakar bioetanol yang diproses dari
sumber yang dapat diperbaharui. Bioetanol menarik untuk dikembangkan karena
sesuai untuk dicampur dengan bensin pada perbandingan berapapun dan dengan
modifikasi mesin. Karena bioetanol diproduksi dari sumber yang dapat
diperbaharui, maka proses yang berkelanjutan akan dapat dilakukan (Setiawan,
dkk, 2007).
Manfaat pemakaian biofuel di Indonesia yaitu memperbesar basis sumber
daya bahan bakar cair, mengurangi impor bahan bakar minyak, menguatkan
security of supply bahan bakar, meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi
mengurangi ketimpangan pendapatan individu dan antardaerah, meningkatkan
kemampuan nasional dalam teknologi pertanian dan industri, mengurangi
kecenderungan pemanasan global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah
lingkungan) serta berpotensi mendorong ekspor komoditi baru (Martono dan
Sasongko, 2007).
Fuel grade ethanol adalah alkohol murni yang bebas air (anhydrous
alcohol) dan berkadar lebih dari 99,5%. Penggunaan bioetanol sebagai bahan
bakar kendaraan bermotor bervariasi antara vlend hingga bioetanol murni.
Bioetanol mempunyai peranan yang sangat penting, karena merupakan bahan
bakar cair untuk 1027 kendaraan bermotor yang dapat diperbaharui (Demirbas,
2005).
Salah satu metode untuk membuat etanol adalah dengan menggunakan
teknik destilasi refluks. Alat destilasi refluks merupakan salah satu alat pembuat
etanol yang dapat menghasilkan bioetanol (Sangian, 2006). Bioetanol sangat
dibutuhkan sebagai pengganti Bahan bakar minyak. Hal ini yang mendorong
peneliti untuk membuat bioetanol dengan kemurnian 96%.

1
1.2 Rumusan Masalah
Maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana merancang heat exchanger untuk pemurnian bioetanol
sederhana ?
2. Bagaimana efektivitas heat exchanger pemurnian bioetanol dengan
menggunakan heat exchanger shell and tube ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengevaluasi efektivitas heat exchanger shell and tube bertingkat
sebagai alat untuk pemurnian bioetanol
2. Menghasilkan heat exchanger shell and tube skala laboratorium yang
dapat digunakan untuk pemurnian bioetanol

1.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui efektivitas heat
exchanger untuk pemurnian bioetanol dan menjadi acuan untuk
penelitian selanjutnya dalam pengembangan metode.
2. Heat exchanger dengan destilasi bertingkat untuk pemurnian bioetanol
dapat digunakan sebagai alat untuk pemurnian bioetanol yang dihasilkan
dari bahan-bahan alami atau limbah-limbah.
3. Mendapatkan nilai pemurnian bioetanol yang terjadi pada alat distilasi
bertingkat pada saat diberikan etanol.

1.5 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah dalam penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Mengetahui pemurnian bioetanol yang bekerja pada alat destilasi
bertingkat.
2. Etanol yang dibuat untuk pemurnian bioetanol dengan kapasitas 60%.

1
3. Mengetahui hasil pemurnian bioetanol dengan menggunakan metode
matlab.

1
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bioetanol
Bioetanol (C 2 H 5 OH ) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula
dari sumber karbohidrat mengunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol
merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai
minyak premium. Untuk pengganti premium, terdapat alternatif gasohol yang
merupakan campuran antara bensin dan bioetanol. Adapun manfaat pemakaian
gasohol di indonesia yaitu : memperbesar basis sumber daya bahan bakar cair,
mengurangi impor BBM, menguatakan security of supply bahan bakar
meningkatkan kesempatan kerja, berpotensi untuk mengurangi ketimpangan
pendapatan antara individu dan antar daerah, meningkatkan kemampuan nasional
dalam teknologi pertaniaan dan industri, mengurangi kecenderungan pemanasan
global dan pencemaran udara (bahan bakar ramah lingkungan) dan berpotensi
mendorong eksopror komoditi baru (Arif Batutah, 2017).

2.1.1 Proses Pembuatan Bioetanol


Proses pembuatan bioethanol melibatkan proses destilasi dengan
menggunakan destilator. Untuk mendapatkan hasil bioethanol dengan kualitas
yang baik, maka perlu dilakukan rancang bangun dan uji kinerja destilator dengan
pengembangan dari penelitian-penelitian yang sudah ada. Beberapa penelitian
terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya dan menjadi referensi penelitian ini
diantaranya adalah penelitian yang dilaksanakan oleh (Hargono&Suryono, 2017).
Proses pemurnian (destilasi) adalah proses pemisahan bioethanol dari
larutan hasil fermentasi untuk mendapatkan ethanol dengan konsentrasi yang
tinggi. Kadar etanol dari proses fermentasi berkisar 15– 20%, sehingga diperlukan
proses fermentasi untuk mendapatkan ethanol yang lebih tinggi (Sejati, 2016).
Kenapa hanya beer bioetanol saja yang dimasak pada drum pemasakan,
sedangkan endapannya dibuang, karena apabila pada drum masakan, endapan juga
ikut dimasak, maka akan membuat destilasi tidak sempurna dan menimbulkan

5
6

kerak serta kegosongan pada bagian bawah didalam drum masakan. Sehingga
setelah disaring, larutan tersebut sudah menjadi beer bioetanol dengan kadar 7-9
% dan siap untuk didestilasikan selama 4 jam dengan suhu 85-95 ℃ , yang pada
akhirnya akan menghasilkan bioetanol dengan kadar 40%. Produksi etanol dengan
bahan baku tanaman yang mengandung pati atau karbohidrat, dilakukan melalui
proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Meliputi tahap
pembersian bahan, penggilingan, serta geltiniasai. Tahap-tahap ini dilakukan pada
bahan berpati, sedangkan pada bahan yang mengandung glukosa dapat langsung
difermentasi. Selanjutnya fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa
menjadi etanol. Pada umumnya hasil fermentasi adalah bioetanol atau alcohol
yang mempunyai kemurnian 7-9 %. Agar dapat mencapai kemurnian diatas 95%,
maka alkohol hasil fermentasi ini harus melalui proses destilasi bertingkat atau
dengan beberapa kali pengulangan. Destilasi dilakukan untuk memisakan alkohol
dengan air dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua nahan tersebut
yang kemudian diembunkan kembali. Proses destilasi ini dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pemurnian bioetanol yang disebut dengan destilator (indartono
dan Setyo, 2005).

2.1.2 Tahap Pemurnian


Untuk mencapai spesifikasi produk bioetanol teknis sesuai kadar yang
diinginkan dilakukan pemurnian crude etanol menggunakan operasi distilasi.
Distilasi adalah metode pemisahan campuran cairan yang saling melarut
berdasarkan perbedaan tekanan uap murni atau perbedaan titik didih masing-
masing komponen yang terdapat dalam campuran (Hargono, 2013). Pada
umumnya hasil fermentasi berupa bioetanol atau alkohol yang mempunyai
kemurnian sekitar 30-40% belum dapat dikategorikan sebagai fuel based ethanol.
Untuk memurnikan bioetanol yang berkadar lebih dari 95% agar dapat
dipergunakan sebagai bahan bakar, harus melewati proses distilasi untuk
memisahkan alkohol dengan air dengan memeperhitungkan perbedaan titik didih
kedua bahan tersebut yang kemudian diembunkan kembali untuk memperoleh
bioetanol dengan kemurnian hingga 99,5-99,8%. Distilasi bertingkat sangat
7

efektif digunakan pada pemisahan fraksi minyak mentah menjadi berbagai


komponennya (Agustin, 2011). Tahap pemurnian bertujuan untuk mendapatkan
kadar fuel grade etanol sebesar 99,58%.

2.2 Destilasi
Distilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali kedalam bantuk cairan. Zat yang memliki titik
didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. Metode ini termasuk sebagai
unit operasi kimia jenis perpindahan panas. Penerapan proses ini didasarkan pada
teori bahwa pada suatu larutan, masing-masing komponen akan menguap pada
titik didihnya.
Distilasi atau penyulingan merupakan proses pemurnian suatu campuran
yang biasanya berupa cairan berdasarkan perbedaan titik didihnya. Distilasi
merupakan proses pemisahan fisik yang tidak memerlukan reaksi kimia. Secara
komersial, distilasi memiliki sejumlah aplikasi, misalnya untuk memisahkan
minyak mentah menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan yang digunakan sebagai
bahan bakar dalam transportasi, pembangkit listrik, maupun dalam proses
pemanasan sehari-hari. Pada distilasi sederhana, dasar pemisahannya adalah
perbedaan titik didih yang jauh atau dengan salah satu komponen bersifat volatil.
Jika campuran dipanaskan maka komponen yang titik didihnya lebih rendah akan
menguap lebih dulu. Selain perbedaan titik didih, juga perbedaan kevolatilan,
yaitu kecenderungan sebuah substansi untuk menjadi gas. Distilasi ini dilakukan
pada tekanan atmosfer. Aplikasi distilasi sederhana digunakan untuk memisahkan
campuran air dan alkohol (Mustiadi, Astuti, Purwokuncoro, 2020).
Distilasi adalah proses pemisahan komponen suatu campuran berdasarkan
perbedaan titik didih. Dalam proses distilasi terdapat dua tahap proses yaitu proses
penguapan dan proses pengembunan. Campuran bahan dalam tangki destilasi
dididihkan, bahan yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap terlebih
dahulu. Uap hasil distilasi kemudian didinginkan dalam kondensor sehingga uap
8

kembali menjadi cairan. Rangkaian alat distilasi bertingkat terdiri dari 2 bagian
yaitu tangki distilasi dan kondensor.

2.2.1 Destilasi Bertingkat


Distilasi adalah proses pemisahan komponen suatu campuran berdasarkan
perbedaan titik didih. Dalam proses distilasi terdapat dua tahap proses yaitu proses
penguapan dan proses pengembunan. Distilasi bertingkat merupakan metode
distilasi menggunakan kolom fraksinasi yng lebih efektif untuk memisahkan dua
atau lebih zat cair yang perbedaan titik didihnya lebih sedikit.
Destilasi fraksional atau destilasi bertingkat yaitu proses yang komponen-
komponennya secara bertingkat diuapkan dan diembunkan. Penyulingan terfraksi
berbeda dari distilasi biasa, karena ada kolom fraksinasi di mana ada proses
refluks. Refluk proses penyulingan dilakukan untuk pemisahan campuran
bioetanol dan air dapat terjadi dengan baik. Fungsi kolom fraksinasi agar kontak
antara cairan dengan uap terjadi sedikit lebih lama. Sehingga komponen yang
lebih ringan dengan titik didih yang lebih rendah akan terus menguap ke
kondensor. Distilasi jenis ini dapat digunakan untuk memisahkan zat yang
mempunyai rentang perbedaan titik didih hingga di bawah 300 ℃ . Destilasi ini
biasa digunakan dalam pengolahan minyak bumi karena sangat berguna untuk
memisahkan kandungan minyak bumi.
Rangkaian alat distilasi bertingkat terdiri dari dua bagian yaitu tangki
distilasi dan kondensor. Sistem pada distilasi bertingkat didasarkan pada
perbedaan titik didih pada setiap tangki distilat, yaitu dengan cara menurunkan
suhu distilasi pada setiap tabung agar yang menguap berupa etanol yang
mengandung alkohol saja. Semakin tinggi kadar alcohol dalam etanol maka titik
didih campuran akan semakin rendah.
Proses ini digunakan untuk komponen yang memiliki titik didih yang
berdekatan. Pada dasarnya sama dengan distilasi sederhana, hanya saja memiliki
kondensor yang lebih banyak sehingga mampu memisahkan dua komponen yang
memliki perbedaan titik didih yang berdekatan. Pada proses ini akan didapatkan
senyawa kimia yang lebih murni, kerena melewati kondensor yang banyak.
9

2.2.2 Prinsip Kerja Destilasi Bertingkat


Secara prinsip destilasi bertingkat sama dengan destilasi sederhana,
perbedaan ada pada perbedaan titik didih antar komponen, dimana untuk destilasi
sederhana perbedaan titik didih lebih besar dari 30 derajat Celsius, sedangkan
destilasi bertingkat perbedaan titik didih.
Pemisahan campuran cairan menjadi komponen dicapai dengan distilasi
bertingkat. Kolom distilasi yang panjang dari alat distilasi digunakan di
laboratorium memberikan luas permukaan yang besar agar uap yang berjalan naik
dan cairan yang turun dapat bersentuhan. Di puncak kolom, termometer
digunakan untuk mengukur suhu fraksi pertama yang kaya dengan komponen
yang lebih mudah menguap A. Dengan berjalannya distilasi, skala termometer
meningkat menunjukkan bahwa komponen B yang kurang mudah menguap juga
ikut terbawa. Wadah penerima harus diubah pada selang waktu tertentu. Bila
perbedaan titik didih A dan B kecil, distilasi bertingkat harus diulangulang untuk
mendapatkan pemisahan yang lebih baik.

2.2.3 Proses atau Mekanisme Destilasi Bertingkat


Susun/set alat destilasi bertingkat. Masukan zat sampel dan batu didih ke
dalam labu dasar bulat. Setelah siap panaskan labu dengan melalui penangas
sampai campuran mendidih. Atur pemanasan sehingga destilat yang keluar
mendekati 2 mL (60 tetes) per menit. Pasang pada labu dasar bulat 250 mL kolom
fraksinasi Vigreux atau kolom lain yang sesuai. Tutup ujung atas kolom dengan
termometer sedemikian rupa sehingga ujung termometer berada 5-10 mm di
bawah pipa pengalir pada kolom fraksinasi. Hubungkan pipa pengalir pada kolom
dengan pendingin (panjangnya 60- 70 cm) dan pasang seperti untuk melakukan
destilasi sederhana. Siapkan 5 labu erlenmeyer yang bersih dan kering untuk
menampung destilat.

2.2.4 Destilasi Skala Laboratorium


10

Alat destilasi bioethanol skala lab pada umumnya dioperasikan secara


manual dengan cara membesar dan mengecilkan suhu pada kompor listrik.
Pengaturan suhu pada proses destilasi dan kondensasi sangat menentukan kadar
etanol yang akan dihasilkan. Jika dilakukan secara manual maka akan terjadi
ketidak-stabilan suhu yang akan menyebabkan kadar produk yang rendah.
Pengendalian suhu yang baik diharapkan akan menghasilkan 3 produk yang baik.
Masalah utama dalam pengolahan bioetanol secara konvensional adalah
kestabilan suhu destilator. Faktor suhu akan mempengaruhi kadar etanol yang
dihasilkan (Rapiyanta et al., 2012).
Pada skala laboratorium, destilasi dilakukan sekali jalan. Dalam artian pada
destilasi skala laboratorium, komposisi campuran dipisahkan menjadi komponen
fraksi yang di urutkan berdasarkan volatilitas, dimana zat yang paling volatile
akan dipisahkan terlebih dahulu. Dengan demikian, zat yang paling tidak volatile
akan tersisa pada bagian paling bawah. Proses ini dapat diulangi ketika campuran
ditambahkan dan memulai proses destilasi dari awal.

2.3 Rangkaian Alat


Alat destilasi bertingkat dirangkai untuk mengetahui hasil dari pemurnian
bioetanol yang diuji.

Gambar 2.1. Alat destilasi bertingkat


11

2.4 Fungsi Alat Destilasi


Destilasi dilakukan untuk memisahkan ethanol dari bear atau sebagian besar
(sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 ℃ ,
sedangkan air adalah 100℃ (kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada
suhu 78-100℃ akan mengakibatkan sebagian etanol menguap, dan melalui unit
kondensor akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95% volume (Arif
Batutah, 2017). Ada beberapa alat destilasi bertingkat beserta fungsinya antara
lain :
1. Labu distilasi/flask berfungsi sebagai wadah atau tempat sampel yang akan
didestilasi.
2. Steel Head berfungsi sebagai penyalur uap atau gas yang akan masuk ke alat
pendingin (kondensor), dan biasanya labu destilasinya sudah dilengkapi
dengan leher yang berfungsi sebagai steel head.
3. Termometer berfungsi untuk mengamati suhu dalam proses destilasi
sehingga suhu dapat dikontrol sesuai dengan suhu yang diinginkan.
4. Kondensor atau pendingi berfungsi untuk mendinginkan uap destilat yang
melewati kondensor sehingga menjadi cair.
5. Kolom distilasi bertingkat bertujuan untuk memisahkan uap campuran
senyawa cair yang titik didihnya sama/tidak begitu berbeda.
6. Adaptor/pipa penghubung berfungsi untuk menghubungkan antara
kondensor dan wadah penampung destilat.
7. Pemanas berfungsi untuk memanaskan sampel yang terdapat pada labu alas
bulat atau labu destilat.
8. Batu didih berfungsi untuk mempercepat proses pendidihan sampel dengan
menahan tekanan atau menekan gelembung panas pada sampel serta
menyebarkan panas yang ada ke seluruh bagian sampel.
9. Statif dan klem berfungsi untuk menyangga bagian-bagian dari peralatan
destilasi sehingga tidak jatuh atau goyang.

2.5 Diagram Titik Didih


12

Diagram titik didih adalah diagram yang menggambarkan titik didih dan
titik embun yang membentuk kurva pada fraksimol tertentu. Kurva titik didih
adalah kurva yang menggambarkan hubungan temperatur pada suatu campuran
cairan jenuh yang setimbang dengan campuran uap jenuh diatasnya.
Cairan jenuh adalah cairan yang sedang mendidih pada tekanan tertentu.
Sedangkan uap jenuh adalah uap yang menjelang atau sedang mengembun.

2.6 Kondensor
Kondensor adalah alat untuk mengurangi gas atau uap ke cair. Kondensor
yang digunakan dalam pembangkit listrik untuk menyingkat uap gas buang dari
turbin dan alat pendingin untuk menyingkat uap refrigerant, seperti amonia dan
Freon.
Kondensor adalah salah satu jenis mesin penukar kalor (heat exchanger)
yang berfungsi untuk mengkondensasikan fluida kerja. Pada sistem tenaga uap,
fungsi utama kondensor adalah untuk mengembalikan exchaust steam dari turbin
ke fase cairnya agar dapat dipompakan kembali ke boiler dan digunkan kembali.
Kondensor juga berfungsi untuk menciptakan back pressure yang rendah
(vaccum) pada exchaust turbin. Dengan back pressure yang rendah, maka
efisiensi siklus dan kerja turbin akan meningkat.
Kondensor adalah alat untuk membuat kondensasi bahan pendingin gas dari
kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Untuk penempatannya sendiri,
kondensor ditempatkan diluar ruangan yang sedang didinginkan, agar dapat
membuang panasnya keluar. Kondensor merupakan jaringan pipa yang berfungsi
sebagai pengembunan. Dari sini refrigerant yang sudah mengembun dan menjadi
cair akan mengalir ke pipa evaporator.

2.7 Tabung Destilasi


Tabung distilasi merupakan tempat penampungan bahan untuk bioetanol.
Tabung destilasi berfungsi untuk memisahkan antara dua zat atau lebih dengan
menfokuskan pada perbedaan titik didih.
13

Tabung destilator berfungsi untuk menampung cairan bahan hasil


fermentasi untuk dipanaskan, tabung pemanas dirancang dengan dimensi seperti
gambar berikut ini.

Gambar 2.2. Tabung Pemanas


Keterangan gambar 2.2 merupakan alat untuk memanaskan sampel yang
terdapat pada labu destilasi.

Gambar 2.3. Tabung Kondensor


Keterangan gambar 2.3 merupakan peralatan gelas laboratorium yang
digunakan untuk proses repruk (pemanasan dengan pendingin balik) dalam proses
distilasi.

Perhitungan pada tabung pemanas menentukan volume tabung pemanas dan


tabung kondensor.
V=A×h (2.1)
14

A=( π r 2 ) × h (2.2)
Keterangan :
V = volume tabung
A = luas penampang ( m )

2.8 Aliran Fluida Dalam Pipa


Aliran fluida merupakan perpindahan fluida yang membentuk garis aliran
dengan kecepatan tertentu. Penandaan terhadap garis aliran adalah pada garis
singgung antara tiap titik perpindahan fluida dengan pengamatan vector
kecepatan. Menentukan jenis aliran fluida dalam pipa ditentukan oleh bilangan
Reynolds.
ρVD
Re = (2.3)
μ
Keterangan :
V = kecepatan rata-rata fluida yang mengalir ( m/s )
D = diameter dalam pipa ( m )
ρ = massa jenis fluida ( kg /m3)
μ = viskositas dinamik fluida ( kg/ms ) atau ( N . det /m2 )

Gambar 2.4. Pipa Fluida


Keterangan gambar 2.4 pipa fluida merupakan saluran tertutup yang
biasanya berpenampang lingkaran dan digunakan untuk mengalirkan fluida
dengan tampang aliran penuh.
15

1. Menentukan debit aliran fluida pada pipa


V ×t
Q= (2.4)
A
Keterangan :
Q = Debit aliran ( m3 )
V = Kecepatan aliran ( m/s )
A = Luas penampang ( m )
t = Waktu ( s )

2. Menetukan laju debit bioetanol dari tabung destilasi ke tabung kondensasi.


Debit bioetanol merupakan kecepatan aliran zat persatuan waktu :
V
Q= (2.5)
t
Keterangan :
Q = Debit bioetanol ( m3 /s )
V = Volume bioetanol dalam tabung ( m3 )
t = Waktu ( s )

2.9 Perhitungan Perpindahan Panas Tabung Pemanas


Laju perpindahan panas pada tabung terjadi akibat adanya pemanasan dari
kompor ke medium berbentuk cairan (bioetanol) maka perpindahan panas yang
terjadi adalah perpindahan panas konveksi, persamaan yang digunakan untuk
perpindahan kalornya adalah sebagai berikut:
Q
laju panas= =hA (T 2−T 1) (2.6)
t
Keterangan :
Q = Panas jenis
t = Waktu
hA = Tetapan konveksi, luas penampang
T 2−T 1 = Perubahan suhu
16

2.10 Perhitungan perpindahan panas dalam pipa kondensor


Untuk memudahkan dalam perhitungan panas dalam pipa sedangkan
temperatur keluar belum diketahui maka persamaannya adalah sebagai berikut :
q
ε= (2.7)
qmax
q max =C p .(∆T ) (2.8)
Keterangan :
ε = laju perpindahan panas dalam saluran pipa
q max = panas maksimum pada pipa
Cp = kapasitas panas
∆T = perubahan suhu

2.11 Alat Penukar Kalor (Heat Exchanger)


Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah peralatan utama untuk
perpindahan panas menggunakan fluida panas dan fluida dingin. Penukar panas
dirancang supaya dapat melakukan perpindahan panas antar fluida yang
berlangsung secara efisien (Syaichurrozi et al.,2014).

2.12 Standar TEMA


Dalam standar mekanika TEMA (Tubular Exchanger Manufacture
Assosiation), terdapat dua jenis kelas Heat Exchanger, yaitu :
1. Kelas R, ,yaitu peralatan yang bekerja dengan kondisi yang berat,
misalnya untuk industri minyak dan industri kimia berat.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk “general purpose” dengan didasarkan
pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses
umum diindustri.
17

Gambar 2.5. Standar TEMA berdasarkan alat penukar kalor

2.13 Tipe Heat Exchanger


Alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari system ke system lain
tanpa perpindahan massa dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai
pendingin. Biasanya, medium pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan
sebagai fluida panas dan air biasa sebagi air pendingin (cooling water).

2.13.1 Double Pipe Heat Exchanger


Alat penukar panas pipa rangkap terdiri dari dua pipa logam standar yang
dikedua ujungnya dilas menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak penyekat.
Fluida yang satu mengalir di dalam pipa, sedangkan fluida kedua mengalir di
dalam ruang anulus antara pipa luar dan pipa dalam. Alat penukar panas jenis ini
dapat digunakan pada laju alir fluida yang kecil dan tekanan operasi yang tinggi.
18

2.13.2 Shell and Tube Heat Exchanger


Pada tipe ini satu jenis fluida mengalir didalam pipa-pipa sedangkan fluida
yang lain mengalir dibagian luar pipa atau didalam shell pada arah yang sama,
berlawanan atau bersilangan. Shell and Tube Heat Exchanger terdiri atas satu pipa
yang dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah shell. Untuk
meningkatkan efisiensi pertukaran pana, biasanya pada alat penukar shell and tube
heat exchanger dipasang sekat (baffle) supaya turbulensi aliran fluida dapat
menambah waktu tinggalnya.

2.13.3 Plate and Frame Heat Exchanger


Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat-pelat tegak
lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah anatara pelat tegak lurus dipasang
penyekat lunak ( biasanya terbuat dari karet ). Pelat-pelat dan sekat disatukan oleh
suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat (kebanyak segi empat)
terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida dialirkan
masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang mengalir melalui
lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat.

2.14 Shell and Tube Heat Exchanger


Pipa – pipa tube didesain berada didalam sebuah ruang berbentuk silinder
yang disebut dengan shell. Pinggiran shell dipasang baffle untuk menaikan
kecepatan dan efisiensi aliran lebih besar pada bagian luar tube. Bagian tube lebih
baik untuk fluida yang tekanan dan temperatur yang lebih tinggi atau fluida yang
lebih korosif.

2.15 Prinsip Kerja Shell and Tube Heat Exchanger


Prinsip kerja shell and tube heat excanger yaitu dengan memindahkan panas
dari fluida pada temperatur berbeda dimana transfer panas dapat dilakukan secara
langsung dan tidak langsung (Ikhsan, 2012).
1. Kontak secara langsung
19

Panas yang dipindahkan antara fluida panas dan dingin melalui permukaan
kontak langsung berarti tidak ada dinding antara kedua fluida. Transfer panas
yang terjadi yaitu melalui interfase/penghubung antara kedua fluida.
2. Kontak secara tidak langsung
Perpindahan panas terjadi antara fluida panas dan dingin melalui dinsing
pemisah, lalu fluida akan mengalir dengan sendiri.

2.16 Tipe Aliran dalam Shell and Tube Heat Exchanger


Menurut ZA, Tendra (2011) dalam heat exchanger terdapat empat tipe
aliran yaitu :
1. Counter current flow (berlawanan arah)
Penukar panas jenis ini, kedua fluida (panas dan dingin) masuk penukar
panas dengan arah berlawanan, mengalir dengan arah berlawanan dan keluar pada
sisi yang berlawanan. Temperatur fluida dingin yang keluar penukar panas lebih
tinggi dibandingkan temperatur fluida panas yang keluar penukar panas. Pada tipe
ini panas yang diberikan lebih baik dibandingkan dengan aliran yang searah atau
parallel. Sedangkan, banyaknya pass (lintasan) berpengaruh terhadap efektifitas
dari alat penukar panas yang digunakan.
2. Parallel Flow/co-current (searah)
Pertukaran panas jenis ini, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi
heat exchanger yang sama, mengalir dengan arah yang sama. Karakter heat
exchanger jenis ini, temperatur fluida dingin yang keluar dari heat exchanger
tidak dapat melebihi temperatur fluida panas yang keluar, sehingga diperlukan
media pendingin atau media pemanas yang banyak.
3. Cross flow
Dimana satu fluida mengalir tegak lurus dengan fluida yang lain. Biasa
dipakai untuk aplikasi yang melibatkan dua fasa. Misalnya sistem kondensor uap
(tube and shell heat exchanger), dimana uap memasuki shell, air pendingin
mengalir di dalam tube dan menyerap panas dari uap sehingga uap menjadi cair.

2.17 Komponen Penyusun Shell and Tube Heat Exchanger


20

Tipe heat exchanger yang paling umum digunakan dalam industri adalah
tipe shell and tube. Heat exchanger tipe shell and tube terdiri dari kumpulan tube
didalan suatu shell. Komponen penyusun heat exchanger jenis shell and tube
adalah :
1. Shell
Shell merupakan badan dari heat exchanger, dimana terdapat tube bundle.
Pada exchanger jenis shell and tube terdapat fluida yang menerima atau
melepaskan panas, yang dimaksud dengan lintasan yang dilakukan oleh fluida
yang mengalir ke dalam melalui saluran masuk (input nozzle) melewati bagian
dalam shell dan mengelilingi tube kemudian keluar melalui saliran keluar (outlet
nozzle). Untuk temperatur yang sangat tinggi terkadang shell dibagi menjadi dua
dan disambungkan dengan sambungan ekspansi. Biasanya shell berbentuk
memanjang (silinder) yang berisi tube bundle sekaligus sebagai wadah untuk
mengalirkan zat atau fluida. Ketebalan shell pada bahan yang mudah korosif
sering diberi kelebihan 1/8 in.
2. Tube
Tube adalah bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang mengalir
didalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Diameter dalam
tube merupakan diameter dalam aktual pada ukuran inci dengan toleransi yang
cepat. Tube dapat diubah dari berbagai jenis logam, seperti besi, tembaga,
perunggu, alumunium dan stainless steel. Ukuran ketebalan pipa berbeda-beda
dan dinyatakan dalam bilangan Birmingham Wire Gage (BWG) dan yang biasa
digunakan mengikuti ukuran-ukuran yang terlalu baku. Semakin besar bilangan
BWG maka akan semakin tipis tubenya (Za, Tendra., 2011).
3. Tube Sheet
Komponen ini berupa alat plat yang dipasang di dalam tube untuk membagi
aliran fluida tube bila diinginkan jumlah tube pass lebih dari satu. Konstruksi tube
sheet biasanya dibuat tebal, dan tube terpasang tanpa bocor pada tube sheet
(Savasadiya, 2015).
4. Baffle
21

Baffle didalam shell menyebabkan arah aliran fluida dalam shell akan
memotong kumpulan tube secara tegak lurus, sehingga memungkinkan
pengaturan arah aliran dalam shell makan dapat meningkatkan kecepatan
linearnya dan meningkatkan harga koefesien perpindahan panas lapisan fluida di
sisi shell.
Baffle juga berfungsi untuk menahan tube bundle untuk menahan getaran
pada tube dan menjaga jarak antara masing-masing tube, serta menahan turbulensi
yang yang ditimbulkan oleh tekanan fluida (Setiawan, 2011).
5. Tie rod
Tie rod digunakan untuk pengikat sistem baffles menjadi satu dan tetap pada
posisinya (Setiawan, 2011). Secara umum, tie rod dapat mempertahankan jarak
antara tube sheet dan baffles serta sambungan tube.

2.18 Laju Perpindahan Panas yang Terjadi Pada APK


Menjelaskan terjadinya perpindahan energi dari suatu benda ke benda lain
dan meramalkan lajunya, maka laju perpindahan panas dapat ditentukan :
Q=U × A × LMTD (2.9)
Keterangan :
Q = Laju Perpindahan Panas ( W atau Btu/h )
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh ( W/m2. ℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
A = Luas penampang (APK) (m2 atau ft 2 )
LMTD = Perbedaan temperatur rata-rata logaritma (℃ atau ℉ )

Berdasarkan kekekalan energi, maka laju perpindahan panas dapat


ditentukan :
Q¿ =Qout
Qh=Q c (2.10)
mh ( hh ,i −hh , o )=mc (h c, i−hc , o)
Keterangan :
22

Q = Laju perpindahan panas


m = Laju aliran massa (kg/s atau lbm/h)
h = Enthalpi fluida panas pada sisi aliran masuk (J/kg. ℃ atau
Btu/h.lb.℉ )
h;c = Menjelaskan sebagai fluida panas dan fluida dingin
I;o = Menjelaskan aliran masuk dan aliran keluar

Jika proses perpindahan panas dalam APK tidak mengalami perubahan


bentuk (fasa) dan diasumsikan panas spesifik adalah konstan, maka persamaan
3.0 menjadi :
Qh=Q c
mh c p ,h ( T h, i−T h ,o ) =mc c p , c ( T c ,i −T c , o) (2.11)
Keterangan :
T = Temperatur
c p = Panas spesifik fluida pada tekanan konstan

2.19 Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh (U 1)


Untuk alat penukar kalor adalah berpenampang silinder, maka persamaan
umum koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) :
1
U= (2.12)
∑ R total
atau
1
U=
D0
ln ⁡( ) (2.13)
1 Di 1 Ai
+ +
h∞ Ai 2 πkL h ∞ 0 A 0
Keterangan :
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2 .℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
23

Dari persamaan 3.3 dapat dikembangkan untuk mengetahui nilai koefisien


perpindahan kalor menyeluruh pada sisi dalam dan sisi luar permukaan silinder,
- Untuk sisi dalam silinder
1
U i=
D0
A i ln ⁡( ) (2.14)
1 Di 1 Ai
+ +
h∞ A i 2 πkL h∞ 0 A 0

- Untuk sisi luar silinder


1
U0=
D0
A0 ln ⁡( ) (2.15)
A0 1 Di 1
+ +
Ai h∞ ,i 2 πkL h∞ 0
Keterangan :
U = koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2 .℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
h∞ = koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2 .℃ atau Btu/h.
2
ft . ℉ )
A = Luas penampang APK (m2 atau ft 2)
D = Diameter tube APK (m atau ft)
L = Panjang tube APK (m atau ft)
k = Koefisien konduktivitas termal (W/m. ℃ atau Btu/h. ft 2 . ℉ )
i dan o = Menjelaskan sisi dalam dan sisi luar tube APK

Apabila pada APK telah terjadi pengotoran, maka persamaan koefisien


perpindahan kalor menyeluruh (U) menjadi :
1
U=
1 Rf ,i (2.16)
+ +ln ⁡¿ ¿ ¿
h∞ Ai A i
Keterangan :
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2 .℃ atau
Btu/h. ft 2 . ℉ )
24

h∞ = Koefisien perpindahan kalor konveksi (W/m2 .℃ atau Btu/h.


2
ft . ℉ )
R f ,i dan Rf ,o = Faktor pengotoran pada sisi dalam dan luar dinding tube
APK

2.20 Perbedaan Temperatur Rata-rata Logaritma (LMTD)


Perbedaan temperatur rata-rata logaritma (LMTD) adalah menentukan nilai
perbedaan temperatur yang terjadi dalam alat penukar kalor. Penentuan LMTD
tergantung pada jenis aliran yang diaplikasikan atas APK tersebut.
- LMTD untuk APK Aliran Searah
Metode ini dipakai dengan arah fluida dingin pada arah yang sama
artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik
ditinjau dari fluida panas ataupun dari fluida dingin.

Gambar 2.6. APK Aliran Searah

Gambar 2.7. Analogi temperatur APK Aliran Searah


Maka persamaan :
∆T 1−∆ T 2
LMTD= =¿ ¿
∆T1 (2.17)
ln ⁡( )
∆T2

- LMTD untuk APK Aliran Berlawanan Arah


25

Variasi dari temperatur fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan
arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida
dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran
fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti
ini jarang dijumpai.

Gambar 2.8. APK berlawanan arah

Gambar 2.9. Analogi temperatur APK berlawanan arah

Maka persamaan :
∆T 1−∆ T 2
LMTD= =¿ ¿
∆T1 (2.18)
ln ⁡( )
∆T2

2.21 Metode Efektivitas – NTU ( Metode ε - NTU )


Jika temperatur sisi keluar APK baik itu sisi fluida panas maupun fluida
dingin tidak diketahui, maka metode ε – NTU dapat digunakan untuk
mengeliminasi penggunaan solusi metode iterasi. Metode ini adalah dikenalkan
oleh W. Kays dan A.M. London, metode tersebut adalah sebagai berikut:
- Nilai efektivitas (ε)
Q aktual
ε= (2.19)
Qmaks
Keterangan :
Qaktual = laju perpidahan kalor actual
26

Qmaks = laju perpindahan kalor maksimal yang mungkin


- Jumlah satuan perpindahan panas (NTU)
UA UA UA
NTU = = = (2.20)
Cmin (m× c) min C min
Keteangan :
NTU = Jumlah satuan perpindahan panas
U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2 .℃ atau
Btu/h. ft 2 . ℉ )
A = Luas penampang APK (m2 atau ft 2)

2.22 Persamaan-Persamaan Hubungan Efektivitas dan NTU


Efektivitas didefinisikan dalam metoda Number of Transfer Units (NTU)
yaitu sebagai rasio laju perpindahan kalor yang sebenarnya dari fluida panas ke
fluida dingin terhadap laju perpindahan kalor maksimum yang mungkin.
Maka persamaan-persamaan Efektivitas untuk Alat Penukar Kalor
1. Pipa Ganda aliran searah
1−exp [ −NTU (1+C) ]
ε= (2.21)
1+C
2. Pipa Ganda aliran berlawanan arah
1−exp [ −NTU (1−C) ]
ε= (2.22)
1−C exp [ −NTU (1−C ) ]
3. Satu lintasan shell 2,4,6 lintasan tube

{ }
−1
1+ exp [−NTU √ 1+ C
] 2
ε =2 1 +C + √ 1+ C
2
(2.23)
1−exp [−NTU √ 1+C ]
2

4. Kedua fluida tak campur

{ }
0 , 22
NTU
ε =1−exp
C
[ exp (−C NTU 0 ,78 ) −1 ] (2.24)

5. C max campur dan C min tak campur


1
ε= ¿ (2.25)
C
27

6. C min campur dan C max tak campur

ε =1−exp {−1C [ 1−exp ⁡(−C NTU )]} (2.26)

7. Semua Alat Penukar Kalor Dengan c = 0


ε =1−exp ⁡(−NTU ) (2.27)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara atau langkah yang dilakukan dalam
proses penelitian sehingga hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah. Dalam melakukan penelitian hendaknya mempersiapkan waktu,
tempat,spesimen, dan alat-alat untuk dapat menyelesaikan penelitian dan
mendapatkan hasil yang sempurna.

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


3.1.1 Tempat
Adapun tempat penelitian direncanakan pada Laboratorium Rekayasa
Material dan Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Universitas Malikussaleh.
3.1.2 Waktu
Waktu penelitian ini dilakukan mulai dari November 2022 sampai dengan
selesai. Adapun jadwal penelitian sebagai berikut :
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
Waktu Pelaksanaan
Keterangan Minggu Minggu Minggu Ketiga Minggu
Pertama Kedua Keempat
Pencarian Data
Merancang Desain
Perhitungan
Pemilihan Bahan
Proses Pembuatan
Merakit Komponen
Uji Kinerja
Penyusunan Laporan
Presentasi
3.2. Alat dan Bahan

27
28

3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian untuk merancang heat exchanger
meliputi pipa tembaga, tabung destilasi, tabung kondensor, pipa penghubung dan
lain-lain. Adapun fungsinya antara lain :
1. Pipa tembaga sebagai media penyaluran air pada instalasi saluran pemisah
antara air pendingin dan etanol. Pipa ini digunakan sebagai media
penghantar panas.
2. Tabung destilasi digunakan sebagai wadah atau tempat sampel yang akan
didestilasi.
3. Tabung kondensor digunakan untuk mendinginkan uap destilasi yang
melewati kondensor sehingga menjadi cair.
4. Pipa penghubung digunakan sebagai pembuangan uap hasil senyawa cairan
kimia.
5. Pemanas (heater) digunakan untuk memanaskan sempel.
6. Gelas ukur digunakan sebagai tempat sampel etanol yang akan diukur pada
shell and tube heat exchanger untuk pemurnian bioetanol.
7. Termometer digunakan untuk mengetahui suhu sampel etanol yang akan
diukur viskositasnya pada saat pengujian.

3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini untuk merancang heat
exchanger meliputi etanol dan air. Adapun fungsinya antara lain :
1. Etanol (C 2 H 5 OH ) digunakan sebagai sampel pada heat exchanger untuk
pemurnian bioetanol. Etanol yang digunakan dengan kapasitas 60%.
2. Air ( H 2 O) digunakan sebagai sampel shell and tube heat exchanger sebagai
media pendingin (cooling water) untuk pemurnian bioetanol.
29

Gambar 3.1. skema destilasi bertingkat

Tabel 3.3. Bahan Komponen


No Nama Komponen Bahan
1 Heater
2 Thermometer
3 kondensor
5 Ember
6 Absorber

Keterangan :
1. Heater
Heater atau pemanas berfungsi untuk memanaskan sampel yang terdapat
pada alas bulat atau labu destilat.
2. Thermometer
Thermometer berfungsi untuk mengamati suhu dalam proses destilasi
sehingga suhu dapat dikontrol sesuai suhu yang diinginkan.
3. Kondensor
Kondensor berfungsi untuk mendinginkan uap destilat yang melewati
kondensor sehingga menjadi cair.
4. Ember
30

Ember berfungsi sebagai wadah uap yang didinginkan di kondensor menjadi


cair megalir kedalam ember.
5. Absorber
Absorber berfungsi sebagai penyaring air dengan proses penyerapan bahan-
bahan tertentu sehingga air menjadi jernih karena zat-zat didalamnya dengan
media penyaring seperti zeolit,arang aktif, dan silikagel.

3.3. Variabel Penelitian


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hasil tersebut.
3.3.1 Variabel Bebas
Variabel bebas pada destilasi bertingkat menentukan pengaruh suhu 85-95
℃ selama 4 jam dengan kadar etanol 60% yang menghasilkan bioetanol dengan
kadar ≥ 90 % .
3.3.2 Variabel Terikat
Adapun variabel terikat yang terjadi yaitu menentukan kadar kemurnian
bioetanol yang dihasilkan pada destilasi bertingkat.

3.4. Kerangka Penelitian


Kerangka penelitian yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan sketsa rancang bangun system destilasi bertingkat
2. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan system
destilasi
3. Membuat kerangka kontruksi dalam system destilasi
4. Pengambilan sampel
5. Membuat laporan penelitian

3.5. Metode Penelitian


31

Data yang diperoleh dari pengujian berupa temperature yang nantinya


akan dimasukkan ke dalam table untuk kemudian dilakukan analisa menggunakan
persamaan-persamaan pada sub bab sebelumnya.
Rumus yang digunakan terdapat pada persamaan 2.5 untuk menentukan laju
debit bioetanol.
Data hasil analisa selanjutnya akan ditampilkan dalam bentuk grafik yang
kemudian akan dideskripsikan menjadi kalimat yang mudah dibaca, dipahami, dan
ditarik kesimpulannya. Sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh suhu
terhadap konsentrasi etanol dari alat destilasi bertingkat.

3.6. Tahapan Studi Literatur


Dalam penulisan proposal penelitian ini diperlukan beberapa referensi untuk
menunjang analisis pemurnian bioetanol. Oleh karena itu dilakukan studi
literature untuk menambah pengetahuan-pengetahuan dan dasar-dasar mengenai
permasalahan yang akan dibahas pada proposal penelitian ini.
Referensi untuk studi literature didapat dari buku, jurnal-jurnal ilmiah dan
penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah yang akan
dibahas.

3.7. Langkah-Langkah Pengujian


Langkah-langkah dalam perancangan harus memenuhi beberapa hal sebagai
berikut:
1. Masukkan etanol ke dalam heater
2. Masukan zeolit atau arang aktif kedalam absorber
3. Nyalakan heater sampe pada suhu yang ditentukan
4. Sirkulasikan air dingin pada kondensor
5. Hidupkan heater kedua pada suhu yang ditentuka
6. Sirkulasikan kondensor pada heater kedua
7. Ulangi langkah-langkah pengujian yang sama
8. Pengujian selesai
32

3.8. Analisa dan Pengolahan Data


Alat destilasi bertingkat dapat digunakan untuk menentukan kadar etanol
dengan pengaruh suhu 70-80℃ selama 4 jam dengan kadar 60% yang akan
menghasilkan bioetanol dengan kadar ≥90%.
Penelitian ini menggunakan perangkat lunak (software) Autodesk Inventor
untuk membuat gambar dan perangkat computer MATLAB untuk mengetahui
hasil dari penelitian yang dilakukan.

3.9. Diagram Alir Penelitian


Diagram alir penelitian dapat diurutkan seperti gambar 3.1
Mulai

Studi literature
33

Desain Alat Destilasi Etanol menggunakan


MATLAB

Pembuatan Alat Uji Destilasi Bertingkat

Pengujian Etanol Alat Destilasi Bertingkat


Tidak
Skala Laboratorium

Data Hasil Pengujian (etanol 99%)

Profil dataYabenar ?
Ya
Analisaa data dan pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 3.2. Diagram Alir


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2019). Buku Panduan Kerja Praktek dan Tugas Akhir. Teknik Mesin,
Universitas Malikussaleh.

Cengel, Yunus A. Heat Transfer A Practical Approach, Second Edition. Mc


Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore. 2003

Hargono dan Suryanto (2017). Rancang Bangun Alat Distilasi Satu Tahap Untuk
Memproduksi Bioetanolgrade Teknis. Jurnal Rekayasa Mesin Vol 10 No 1
(2015). Hal 9 – 14. https://jurnal.polines.ac.id/index.php/reka
yasa/article/view/208

Ikhsan. (2012). Project of Jilin 60,000t/year Ethanolamine.


www.English.Jl.Gov.Cn.

Mustiadi, L., Astuti, S., & Purwokuncoro, A.E. (2020). Buku Ajar Distilasi Uap
Dan Bahan Bakar Pelet Arang Sampah Organik. C.V IRDH, Jl. Sokajaya
No. 59, Purwokerto New Villa Bukit Sengkaling C9 No. 1 Malang.
http://eprints.itn.ac.id/id/eprint/5209

Rapiyanta, P.T., Sutopo, B., & Soesanti, I. (2012). Pengaturan Suhu Destilator
pada Proses Destilasi Bio-Etanol Berbasis Kendali Proporsional
Menggunakan Plc Omron CPM2A. Paradigma, Jurnal Komupter dan
Informatika. Vol 14. No 1, https://ejournal.bsi.ac.id/ejurnal/index.php
/paradigma/article/view/3374

Setiawan, I. (2011). Mempertahankan Kinerja Alat Penukar Kalor dengan


Memodifikasi Sistem Kerja Feeded Pump. Teknik Mesin. Universitas
Indonesia : Jakarta

Syaichurrozi, I., et al. (2014). Study of Plate and Frame Heat Exchanger
Performance : The Effects of Mass Flow Rate, InletTemperature and Type
of Flow Againts The Overall Heat Transfer Coefficient. Eksergi, Vol XI, No.
02. 2014

ZA, Tendra, et al., (2011). Pengantar Operasi stage Seimbang. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai