Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERAN OLAHRAHRAGA DALAM PENGEMBANGAN MORAL


“SEJARAH DAN FILSAFAT OLAHRAGA”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah sejarah dan filsafat olahraga.
Diampu oleh:
Dra. Rosmaini Hasibuan M.pd

Disusun Oleh : Kelompok 5


IKOR 23-B
Christian Bio Parulian Damanik 6231210014
Jadi Pakpahan 6231210008
M. Rifqy Azmi 6231210013
Nabila Sabrina 6231210016
Nabila Triana 6231210024

JURUSAN S1 ILMU KEOLAHRAGAAN


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah dan

filsafat olahraga.

Dalam penyusunan tugas atau bahan ini, tidak ada beberapa kendala yang dihadapi

oleh penulis. Dalam menulis makalah, penulis telah mencoba menyajikan yang terbaik.

Namun, mungkin masih ada kesalahan dalam penulisan. Penulis berharap mendapat kritik dan

masukan dari pembaca. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan

memiliki manfaat bagi semua pihak.

Medan, 07 Oktober 2023

Penulis: kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii

BAB I ..................................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4

BAB II.................................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 5

2.1. Definisi Moral ............................................................................................................. 5

2.2. Pendidikan Moral ........................................................................................................ 5

2.3. Definisi Olahraga ........................................................................................................ 8

2.4. Pendidikan Jasmani dan Olahraga............................................................................. 10

Gambar 2.1 Domain Pendidikan Jasmani ......................................................................... 12

2.5. Nilai-nilai Moral dalam Olahraga ............................................................................. 14

2.6. Olahraga dan Karakter .............................................................................................. 16

2.7. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Sebagai Sarana dan Moral ............... 19

2.8. Pendekatan sosial psikologikal.................................................................................. 21

BAB III ................................................................................................................................................ 22

PENUTUP ........................................................................................................................................... 22

3.1. Kesimpulan................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan jasmani dan olahraga adalah bagian yang integral dari sistem pendidikan yang

bersifat menyeluruh. Pendidikan jasmani dalam pelaksanaanya hendaknya diarahkan pada pencapaian

tujuan pendidikan itu sendiri. Perlu ditandaskan bahwa tujuan pendidikan jasmani bukanlah aktivitas

jasmani itu sendiri melainkan untuk mengembangkan potensi anak didik melalui aktivitas fisik atau

jasmani. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani

dengan tujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, kognitif, perceptual dan

emosi dalam wadah sistem pendidikan nasional. Pendidikan jasmani dirancang dan dilaksanakan

dengan strategi dan proses pembelajaran yang baik serta benar, akan mampu berperan dan memberikan

kontribusi yang bermakna dalam pembentukan karakter dan kepribadian siswa.

Seorang pendidik yang ingin mengajar dan mendidik dengan berhasil harus mampu membawa

pembelajaran dengan menghadirkan jiwanya, bukan sekedar mentransfer ilmu yang bersifat kognitif,

melainkan seorang pendidik juga dituntut untuk dapat menyertakan semangat, gairah, perhatian hingga

kesabarannya selama proses pembelajaran, sehingga dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang

kondusif. Kepandaian pendidik dalam memahami perasaan dan keinginan peserta didik menjadikan

suasana kelas menjadi lebih hidup dan dinamis. Kesempatan lebih besar yang diberikan pendidik untuk

terlibat dalam proses pembelajaran menyebabkan peserta didik merasa dihargai dan merasa ikut

memiliki. Suasana seperti inilah yagn akan efektif untuk menumbuhkan semangat dan memacu gairah

belajar peserta didik, proses yang demikian akan mendukung terbentuknya karakter yang positif. Disisi

lain perasaan pesimis dan prasangka buruk harus dihindarkan oleh peserta didik, karena akan

menyumbat saluran-saluran kreativitas dan optimisme.

Disinilah pendidik penjas harus tanggap dan memberi solusi dengan memilih metode mengajar

yang kreatif dan inovatif. Pada sistem mengajar agar dihindari kata-kata “Harus Begini”, karena sistem

pengajaran di Sekolah dilakukan secara klasikal dan bukan sistem privat, sehingga untuk menghindari

1
embrio-embiro arogansi, oleh pengajar/pendidik. Arogansi merupakan hal yang buruk dalam

pengajaran penjas yang akan menghasilkan karakter yang buruk pula. Sistem keyakinan dapat dibangun

melalui peningkatan kompetensi, karena dengan kompetensi yang memadai akan mendekatkan pada

apa yang akan dicapai. Aktivitas dan tujuan pendidikan jasmani jauh lebih luas dari pada aktivitas dan

tujuan pendidikan olahraga.

Aktivitas dalam pendidikan olahraga lebih terbatas hanya pada aktivitas yang berbentuk

olahraga. Sementara itu, aktivitas-aktivitas dari pendidikan jasmani lebih luas lagi yaitu dapat berupa

olahraga atau aktivitas jasmani lainnya seperti rekreasi, petualangan, aktivitas social, dan berbagai

gerak dasar.Apabila dilihat dari tujuannya pendidikan olahraga dan pendidikan jasmani sama-sama

ditunjukkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun selain itu, pendidikan olahraga sekaligus

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan olahraga, sementara itu pendidikan jasmani sekaligus

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga. Oleh karena itu olahraga dengan pendidikan

olahraga merupakan bagian dari pendidikan jasmani, semua itu sebagai dasar konsep untuk mencapai

olahraga prestasi. Karakter yang terbentuk pada diri individu dapat dijadikan pertimbangan dalam

penentuan cabang olahraga, meskipun masih ditinjau dari faktor-faktor yang lain. Pendidikan jasmani

merupakan bagian dari ilmu mendidik dan keduanya merupakan bagian dari pendidikan (Richard C.

Welson, Ph.D 1978. P 11).

Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya sehat jasmani dan rohani, sehingga

jelas bahwa dalam pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga dalam mendidik siswa dan

mempersiapkan atlet, faktor karakter perlu dibangun seiring dengan pembentukan prestasi altet. Ilmu

mendidik (pedagogi) sangat berperan dalam mewujudkan tercapainya tujuan-tujuan tersebut, karena

dalam mendidik dan melatih perlu sekali metode yang akurat dan efektif dalam penyampaian pesan.

Suatu metode membutuhkan konsekuensi logis adanya gaya mengajar yang harus digunakan yang

disebut Spectrum gaya mengajar ( Muska mosston,1994,P.2). Metode dan gaya mengajar juga bisa

dipilih dalam tujuan untuk pembentukan karakter, yang sebaiknya sudah dimulai dari usia dini. B.

Transfer Nilai dan Karakter Yang Dibangu

Permasalahan moral merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian dan

2
perlakuan khusus dalam penanganannya. Krisis moral yang melanda Indonesia terjadi pada

semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali pada generasi muda yang masih bersekolah.

Permasalahan moral yang terjadi pada anak-anak sekolah tersebut banyak menyita perhatian

masyarakat, khususnya para orang tua dan guru. Pemberitaan mengenai tawuran antar pelajar

masih sering kita dengar diberbagai media pemberitaan, bahkan tidak sedikit dari peristiwa

tawuran tersebut menimbulkan korban. Moral diyakini berkaitan dengan nilai-nilai yang

diterima atau tidak diterima di masyarakat.

Hal ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya nilai moral adalah mengupayakan anak

untuk berperilaku dan memiliki kesadaran untuk patuh pada norma yang berlaku di

masyarakat. Pendidikan secara luas memberikan kontribusi yang cukup besar pada konsep

penanaman nilai- nilai, sikap, dan moral pada diri seseorang. Salah satu wadah pendidikan

yang dapat ditempuh guna menanamkan nilai, sikap, dan moral adalah pendidikan jasmani,

olahraga dan kesehatan. Implementasi pendidikan moral dalam pelaksanaan pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan diyakini efektif dalam menanamkan nilai, sikap, dan moral

pada siswa karena proses pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan bertujuan untuk

meningkatkan kinerja dan mengembangkan kemampuan siswa melalui aktivitas jasmani

sehingga fokuspembelajarannya adalah tujuan pendidikan secara umum, yaitu pengembangan

sikap, kepribadian, perilaku, dan intelektual siswa melalui aktivitas jasmani.

Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai wadah penyempurnaan

kepribadian dan sarana pengembangan sikap, kepribadian, dan perilaku meletakan landasan

nilai moral yang kuat melalui nilai-nilai yang dikandungnya seperti sportivitas, kejujuran,

kedisiplinan, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis. Tujuan penjasorkes

menurut depdiknas yaitu meletakkan dan mengembangkan :

1. Landasan karakter melalui internalisasi nilai,

2. Landasan kepribadian (cinta damai, sosial, toleransi dalam kemajemukan budaya etnis

3
dan agama,

3. Berpikir kritis,

4. Sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan

demokratis,

5. Keterampilan gerak, teknik, strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas

ritmik, akuatik dan pendidikan luar kelas,

6. Keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat,

7. Keterampilan menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain,

8. Konsep aktivitas jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat,

serta,

9. Mengisi waktu luang yang bersifat rekreatif.

Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan

erat kaitannya dengan penanaman nilai moral. Diharapkan dengan pelaksanaan pendidikan

jasmani, olahraga, dan kesehatan yang baik dan benar dapat menjadi solusi dalam

menyelesaikan permasalah moral yang terjadi. Melalui tulisan ini akan dibahas mengenai

pendidikan jasmani, olahraga, dankesehatan sebagai sarana pendidikan moral.

1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dengan ini yang menjadi ruusan

masalah kami adalah :

1. Apa itu moral ?

2. Apa itu pendidikan jasmani dan olahraga ?

3. Apa saja nilai-nilai moral dalam olahraga ?

4. Bagaimana peran olahraga dalam mengembangkan moral ?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Moral

Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin yaitu mos yang memiliki arti

kebiasaan. Moral diyakini sebagai persepsi seseorang yang menuntun pada sesuatu yang

diterima dan tidak diterima[7]. Moral sebagai sesuatu nilai yang diterima dan tidak diterima

dalam suatu kumpulan orang atau masyarakat memberikan batasan pada seseorang mengenai

apa yangseharusnya dilakukan.

Moral berkaitan dengan alasan atau motif untuk melakukan suatu perbuatan[8],

sedangkan mengartikan moral dengan bagaimana seseorang harus berperilaku yang dianggap

baik oleh orang lain[5]. Pengertian tersebut merujuk pada baik buruknya seseorang sebagai

manusia. Dapat disimpulkan bahwa moral merupakan suatu ketentuan baik buruknya

seseorang dalamberperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di lingkungannya.

Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukkan benar tidaknya

perilaku dan tindakan seseorang berdasarkan pada baik- buruknya seseorang sebagai

manusia. Seseorang yang menerima dan mengikuti norma-norma yang berlaku di

lingkungannya atau masyarakat maka dapat dianggap bermoral. Moral sebagai suatu nilai

dapat diajarkan dan dikembangkan. Pengembangan moral dapat dilakukan melalui suatu

proses pendidikan moral.

2.2. Pendidikan Moral

Pendidikan moral erat kaitannya dengan kerangka pembelajaran psikologi. Pendidikan

moral mengajarkan etika, ideologi dan politik[11]. Hal ini berarti dalam pendidikan moral siswa

diajarkan mengenai nilai-nilai dan batasan dalam bersikap. Pendidikan moral sebagai suatu

5
proses transfer nilai memerlukan suatu proses sehingga dalam mencapai perkembangan moral

harus dilakukan secara simultan dan sistematis.

Perkembangan moral merupakan proses internalisasi norma-norma masyarakat.

Seseorang dikatakan mengalamai perkembangan moral apabila telah menginternalisasikan

aturan-aturan kehidupan di dalam masyarakat dan dapat mengaktualisasikan dalam perilaku

secara tetap, dengan kata lain seseorang tersebut telah memperlihatkan perilaku yang sesuai

dengan aturan-aturan yang ada di dalam masyarakatnya. Perkembangan moral sebagai hasil

belajar merupakan hasil rangkaian stimulus-respon yang dipelajari yang mana berkorelasi

dengan kemampuan seseorang dalam menyesuaikan diri.

Konsep perkembangan moral menurut Kohlberg didasarkan pada penalaran moral dan

berkembang secara bertahap. Tahapan perkembangan moral merupakan ukuran dari tinggi

rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran terhadap moral. Teori

Kohlberg bepandangan bahwa penalaran moral merupakan dasar dari perilak etis dengan enam

tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Terdapat 3 (tiga) tingkat dan 6 (enam)

tahapan dalam perkembangan moral.

1. Prekonvensional

Level pertama dari tahapan perkembangan moral yaitu prekonvensional yang secara

umum ditemukan pada anak-anak SD. Tahap pertama pada level ini yaitu kepatuhan dan

hukuman yaitu seseorang menentukan keputusannya berdasarkan pada apa yang terbaik.

Seseorang mematuhi peraturan apabila peraturan tersebut dibuat oleh orang yang memiliki

kekuasaan (seperti orang tua atau guru) dan orang tersebut melanggarnya apabila mereka

merasa pelanggaran tersebut tidak diketahui oleh orang lain. perilaku yang salah adalah

perilaku yang akan mendapatkan hukuman.

Tahap ke dua dari prekonvensional yaitu Individual, instrumental, dan saling member

dan menerima. Tahap ke dua ini berpusat pada ego masing-masing orang. Penalaran tahap

6
dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap apabila

kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu membantuku,

dan akan membantu kamu juga. Dalam tahap ini perhatian kepada oranglain tidak didasari

oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Tindakan yang benar pada tahap ini masih

didefinisikan berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka sendiri.

2. Konveional

Level konvensional pada umumnya ditemukan pada anak remaja. Seseorang pada

tingkatan konvensional menalar moral dari suatu tindakan yang dibandingkan dengan

pandangan dan harapan masyarakat. Terdapat dua tahap pada level ini. Tahap mentalitas anak

baik menalar moral dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk

hubungan interpersonal yang menyertakan rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule.

Seseorang membuat keputusan untuk melakukan tindakan tertentu semata-mata untuk

menyenangkan orang lain.

Tahap berikutnya adalah hukum dan tata tertib. Penalaran moral pada tahap ini lebih

dari sekedar kebutuhan dan kepentingan pribadi. Suatu tindakan dikatakan benar, apabila

sesuai dengan hukum dan tata tertib yang berlaku. Kewajiban mematuhi hukum dan tata

tertib yang berlaku adalah mutlak untuk menghormati otoritas dan memelihara ketertiban

sosial.

3. Postkonvensional

Tingkatan terakhir dalam perkembangan moral adalah pasca konvensional. Pada

tingkatan ini seseorang berupaya memperoleh penalaran moral dan merumuskan prinsip-

prinsip yang sah. Tahapan ini jarang muncul sebelum masa kuliah. Terdapat dua tahapan dalam

tingkatan ini. Tahap kontrak sosial memahami peraturan yang ada sebagai representasi dari

persetujuan masyarakat mengenai suatu tindakan yang dianggap benar. Peraturan dipandang

sebagai mekanisme yang bermanfaat untuk memelihara keteraturan social dan melindungi

7
hak-hak individu, alih-alih sebgai perintah yang bersifat mutlak yang harus dipatuhi semata-

mata karena merupakan “hukum”.

Berbeda dengan tingkat konvensional yang kaku, pada tahap ini seseorang memahami

fleksibilitas sebuah peraturan; peraturan yang tidak lagi mengakomodasi kebutuhan terpenting

masyarakat bisa dan harus dirubah. Tahap terakhir dari perkembangan moral yaitu prinsip etika

universal. Orientasi pemahaman moral berdasarkan pada prinsip etis yaitu keadilan,

kesetaraan, hak asasi, menghormati nilai manusia sebagai pribadi. Penentuan benar tidaknya

suatu tindakan berdasarkan pada keputusan hati nurani. Seseorang pada tahap ini sangat

mengikuti hati nurani, oleh karena itu bisa saja melawan peraturan yang bertentangan dengan

prinsip-prinsip etis mereka sendiri. Dari keseluruhan enam tahapan yang sudah dijelaskan

tersebut, Kohlberg meyakini bahwa perkembangan moral tidak akan meloncat dan akan

berkembang sesuai dengan tahapannya. Dalam mengajarkan moral sebaiknya dilakukan atau

dipraktekan secara langsung. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan mata

pelajaran yang menginmplementasikan pendidikan moral dengan praktik langsung.

2.3. Definisi Olahraga

Apabila diartikan secara harfiah olahraga merupakan segala akrvitas yang berhubungan

dengan fisik. Sebagaimana (Santosa, Wei, & Chan, 2005) mengemukakan olahraga adalah

serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan oleh seseorang untuk

meningkatkan kemampuan fungsionalnya. Hal ini senada seperti yang disampaikan oleh

(Giriwijoyo, 2005) bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana

yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan maksud dan tujuan tertentu. Sedangkan

menurut (Sudarma, n.d.) ciri khas olahraga ialah segala aktivitas yang lebih ditekankan pada

aspek fisik atau jasmani yang berwujud keterampilan gerak, daya tahan, kekuatan, kecepatan.

Dari beberapa pengertian diatas dismpulkan bahwa olahraga merupakan semua jenis

8
kegiatan yang lebih dominan pada gerak jasmani atau fisik. Olahraga juga bisa dikatakan

sebagai realitas sesuatu hal yang dilakukan secara nyata. Oleh karena itu dalam berolahraga

selalu mewujudkan diri nampak kelihatan secara fisik dan menggunakan alat peraga yang

konkrit seperti bola, raket dan alat olahraga lainnya.

Olahraga sejak zaman dulu hingga sekarang terus mengalami peningkatan seiring

dengan kemjuan teknologi dan infromasi yang semakin cepat. Olahraga merupakan salah satu

jenis kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pergeseran dan inovasi dari

jenis-jenis olahraga pada zaman modern seperti sekarang sangat beragam dibandingkan pada

zaman dahulu. Indonesia sendiri sebenarnya olahraga sudah ada sejak zaman kerajaan hanya

saja mungkin ada sedikit perbedaan dari jenis dan inovasi-inovasi gerakan yang berbeda.

Namun pada dasarnya esensi dan fungsi dari olahraga itu sendiri adalah sama ialah memelihara

dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkam nilai

moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan

bangsa, memperkokoh ketahanan nasional, serta mengangkat harkat, martabat, dan

kehormatan bangsa.

Sesuai dengan UU No.3 Th. 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, macam

olahraga terbagi menjadi 3 (tiga) pilar olahraga, yaitu:

1. Olahraga Pendidikan (Education Sport)

2. Olahraga Prestasi (Competitive Sport)

3. Olahraga Rekreasi (Sport for All)

Olahraga dalam kehidupan memiliki eksistensi yang signifikan. Bahkan Mutohir

(2004) mengartikan olahraga dapat dikatakan sebagai miniaturnya kehidupan, menembus

tingkatan atau tatanan masyarakat, dan menurut D.Mac.Arthur sebagai penjaga negara.

Olahraga disebut sebagai minaturnya kehidupan, karena seluruh komponen manusia yang

9
meliputi komponen kognitif, afektif, dan psikomotorik bekerja saat melakukan olahraga.

2.4. Pendidikan Jasmani dan Olahraga

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai perorangan

atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai

kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan jasmani, kemampuan

dan ketrampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadianyang harmonis

dalam rangka pembentukan manusia.

Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara

terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general

education). Sudah tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi

sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan

jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu proses pendidikan

melalui aktivitas fisik untuk menyempurnakan manusia seutuhnya. Hal ini sesuai dengan

tujuan akhir dari pendidikan jasmani dan olahraga yang terletak padaperannya sebagai wadah

unik penyempurnaan karakter dan sebagai wahana membentuk kepribadian yang kuat berhati

mulia.

Sependapat dengna hal tersebut menurut Sukintaka pendidikan jasmani dan olahraga

merupakan proses interaksiantara peserta didikdan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang

disusun secara sistematik untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya. Secara terminologi

pendidikan jasmani dan olahraga bermakna pendidikan untuk jasmani danpendidikan melalui

aktivitas jasmani. Pendidikan untuk jasmani bertujuan untuk mengembangkan fisik dan

keterampilan siswa dengan menggunakan olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan

jasmani. Sesuai dengan tujuan pendidikan jasmani dan olahraga menurut Depdiknas yang

telah dibahas sebelumnya bahwa terdapat sembilan tujuan pendidikan jasmani dan olahraga,

10
yaitu: meletakkan dan mengembangkan.

1. Landasan karakter melalui internalisasi nilai,

2. Landasan kepribadian (cinta damai, sosial, toleransi dalam kemajemukan budaya

etnis dan agama,

3. Berpikir kritis,

4. Sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan

demokratis,

5. Keterampilan gerak, teknik, strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas

ritmik, akuatik dan pendidikan luar kelas,

6. Keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat,

7. Keterampilan menjaga keselamatan diri sendiri dan orang lain,

8. Konsep aktivitas jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat,

serta,

9. Mengisi waktu luang yang bersifat rekreatif

sedangkan pendidikan melalui aktivitas jasmani bermakna aktivitas jasmani menjadi

sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan

memberikan pengaruh positif pada kesehatan jasmani dan rohani[4]. Sesuai dengan apa yang

kita lihat, banyak sumber yang menunjukkan bahwa pendidikan jasmanai memiliki pengaruh

positif pada pengembangan diri seseorang dan sosial. Pendidikan jasmani, olahraga, dan

kesehatan menyebabkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik secara fisik, mental,

maupun emosional. Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam

pembentukan sosial dan pembentukan masa depan. Domain pendidikan jasmani, olahraga, dan

kesehatan terdiri dari 4 domain yaitu: 1) fisik, 2) kognitif, 3) afektif, dan 4) sosial.

11
Gambar 2.1 Domain Pendidikan Jasmani

1. Domain Psikomotor

Melalui partisipasi aktif dalam penjasor di sekolah, diharapkan tingkat keberhasilan siswa

pada domain psikomotor perhatian utamanya adalah pada kemampuan siswa dalam melakukan

gerak tubuh dan kontrol tubuh. Adapun isinya antara lain berupa kemampuan siswa dalam:

 Menghubungkan,memanipulasi,dan memindahkan satu objek.

 Mengontrol tubuh atau objek menjadi seimbang.

 Bergerak dan mengontrol tubuh atau bagian tubuh dalam jarak waktu yang singkat

untuk bergerak atau serangkaian gerak yang dapat diperkirakan atau yang tidak dapat

diperkirakan.

 Melakukan pengontrolan serangkaian gerak secara tepat (tidak dibatasi oleh waktu)

daiam keadaan yang terkontrol maupun tidak terkontrol.

2. Domain Kognitif

Tingkat keberhasilan siswa pada domain kognitif melalui partisipasi aktif daiam

penjasor di sekolah lebih ditekankan pada penambahan dan perolehan pengetahuan. Adapun

12
wujud perilaku kognitif siswa antara lain ditunjukkan dengan berbagai pengetahuan sesuai

dengan keterampilan yang diperlukan, aplikasi, dan evaluasi. Oleh karena itu, domain

kognitif meliputi kemampuan siswa dalam:

 Mengingat, yaitu mengenai fakta, ide, atau prosedur.

 Memahami, yaitu mengartikan, menterjemahkan, dan memperhitungkan.

 Menganalisis, yaitu mengatur pola-pola dan hubungan.

 Memecahkan, yaitu menerapkan gagasan dan menilai.

 Membuat keputusan, yaitu memilih dan mengelompokkan.

3. Domain Afektif

Keberhasilan domain afektif siswa melalui aktivitas penjasor penekanannya pada

kondisi emosi atau merasakan, yaitu mengenai perhatian, sikap dan nilai, perkembangan

watak, motivasi dan proses internalisasi siswa. Domain afektif antara lain ditunjukkan oleh

kemampuan siswa dalam:

 Menilai, yaitu pemilihan, tanggung jawab, penerimaan, pilihan.

 Menghargai, yaitu mengevaluasi dan memilih.

 Motivasi, yaitu perhatian dan ketekunan.

Selanjutnya kategori susunan mengenai domain afektif siswa yang lebih hierarkis

menurut Krathwohl, dkk. adalah (1) menerima, (2) menjawab atau merespons, (3) menilai,

(4) mengatur, dan (5)menggolongkan.

4. Domain Sosial

Dalam domain sosial berkaitan dengan pribadi dan penyesuaian sosial siswa dimana

keduanya berhubungan dengan proses sosialisasi melalui penjasor. Domain sosial siswa

13
akibat mengikuti penjasor antara lain berupa:

 Perilaku, yaitu sikap sportif, kejujuran, rasa hormat kepada yang berwenang dan

peraturan.

 Stabilitas emosi dalam situasi pertandingan, yaitu kontrol emosi dan kematangan

bertanding

 Hubungan antar pribadi, yaitu kerjasama dan persaingan yang sehat, dan

 Pemenuhan diri, yaitu kepercayaan, aktualisasi diri, dan kesan diri.

Berdasarkan pada uraian yang telah disampaikan dapat diketahui bahwa pendidikan

jasmani, olahraga, dan kesehatan tidak hanya saja memiliki pengaruh positif pada

kemampuan fisik seseorang melainkan juga dapat berpengaruh positif pada pengembangan

psikomotorik/ pengembangan sosial seseorang anak didik. Hal ini menunjukkan bahwa

pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan

moral peserta didik.

2.5. Nilai-nilai Moral dalam Olahraga

Perkembangan zaman yang begitu cepat dapat merubah kepribadian bangsa yang

sudah sangat lama tertanam dalam diri seseorang bertahun-tahun lamanya. Perubahan yang

terjadi baik postif maupun negatif atas dampak dari pengaruh globalisasi yang tak lagi di

terbantahkan. Tentunya sangat dibutuhkan individu-individu yang menjunjung tinggi nilai-

nilai moral dan kemanusiaan sebagai salah satu wujud pembangunan karakter bangsa.

Penanaman nilai-nilai moral dan karakter ini menjadi sangat penting untuk diajarkan. Salah

satunya adalah pembangunan karakter dan nilai-nilai moral bagi para generasi muda dalam

hal ini khususnya pembangunan karakter mahasiswa melalui bidang olahraga.

Dalam konteksnya olahraga merupakan salah satu bagian penting sabagai sarana dan

isntrumen penanaman nilai-nilai dan pembentukan karakter bangsa yang bernilai dan
14
bermoral. Hal tersebut dapat diperoleh antara lain dengan pendidikan baik pendidikan formal

maupun non formal di masyarakat. Karena pendidikan merupakan salah satu actor penting

dalam kehidupan seseorang dimana dalam pendidikan seseorang akan dapat bertanggung

jawab atas dirinya dan juga memperoleh pendidikan mental dalam pembangunan karakter

bangsa.

Pada hakikatnya olahraga adalah gambaran kecil dari sebuah kehidupan. Maksud dari

pernyataan ini adalah bahwa esensi dasar dari kehidupan yang dijalani setiap hari sebagian

akan dijumpai dalam kegiatan olahraga. Karena dalam olahraga sendiri diajarkan sebuah

kedisiplinan, jiwa yang tidak mudah putus asa dan menyerah, memiliki jiwa sportif yang kuat,

memiliki jiwa kompetitif yang tinggi, mempunyai semangat kerjasama yang tinggi, dan

memahami akan aturan dan berani mengambil keputusan ketika berhadapan dengsan orang

lain.

Dalam olahraga dapat membangun karakter bangsa karena bangsa yang sehat adalah

bangsa yang kuat dan produktif. (Sukarmin, 2011) tentang konsep diri mengatakan bahwa

remaja yang lebih aktif dalam berolahraga menunjukkan tingkat kepercayaan diri (self

confidence) yang tinggi dibanding denga remaja yang kurang aktif dalam kegiatan olahraga.

United Nations dalam (Maksum, 2016) menyatakan juga bahwa olahraga merupakan

instrumen yang efektif untuk mendidik kaum muda, terutama dalam nilai-nilai. Sejumlah

nilai yang ada dandapat dipelajari melalui aktivitas olahraga meliputi: cooperation,

communication, respect for the rules, problem-solving, understanding, connection with

others, leadership, respect for others, value of effort, how to win, how to lose, how to manage

competition, fair play, sharing, self-esteem, trust, honesty, self-respect, tolerance, resilience,

team-work, discipline, dan confidence.

Namun pada akhirnya betapapun baik dan luhurnya nilai-nilai luhur yang terkandung

dalam olahraga yang sejatinya juga adalah nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan sehari-

15
hari tidak akan bernilai makna suatu apapun apabila semua itu tidak diimplementasikan

dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu yang paling penting adalah bagaimana orang tersebut

mau memulai untuk berubah dan mengamalkan nilai-nilai moral yang baik itu diterapkan.

2.6. Olahraga dan Karakter

Melihat dengan sungguh-sungguh melalui definisi olahraga yang sudah dijelaskan

dalam undang-undang bahwa peran serta olahraga dalam mewujudnkan pembangunan

karakter manusia sepenuhnya memilki kesehatan baik secara jasmani dan rohani juga jiwa

sosial yang baik sangatlah penting. Karena dalam olahraga sesungguhnya banyak sekali nilai-

nilai yang terkandung didalamnya, dimana bukan hanya pengembangan fisik yang

ditanamkan melainkan nilai-nilai sosial dan jiwa rohaninya.

Dalam dunia olaharaga juga diperlukan pengembangan budaya yang sinergis dari

berbagai unsur yang berkarakter seperti sinergis dari lembaga pendidikan (perguruan tinggi),

stake holder. lembaga pemerintahan dan unsur-unsur lainya. Tiga pilar olahraga yang sudah

di sebutkan diatas menjadi acuan atau penyangga dalam rangka pencapaian prestasi,

kebugaran dan pendidikan anak bangsa yang berkarakter yang terdiri atas

 Pengambangan olahraga prestasi,

 Pengambangan olahraga rekreasi dan

 Olahraga pendidikan.

Sebagai perwujudanya dapat di gambarkan melalui filosofis padi. Padi akan semkin

merunduk dan tetap menunjukkan kerendahannya ketika semakin terisi dan tidak pernah

menunjukkan sikapnya yang takabur dan sombong dan juga tetap santun terhadap sesama

manusia.

Sebagaimana fenomena sosial dan kultural, olahraga tidak akan terlepas dari

kompleksitas moral. Dengan eksistensi dan kemampuannya seseorang akan dapat dengan
16
mudah menyesuaikan dirinya denga lingkungannya, sebaliknya lingkungan akan dengan

sendirinya mencari ekstensifikasinya.

Proses penanaman dan pengembangan nilai-nilai moral serta pembentukan karakter

melalui olahraga ialah dengan menjadikan kegiatan olahraga sebagai icon and character

building. Hal tersebut tentunya di sesuaikan dengan perkembangan zaman.

Menurut (Fachri, 2017) karakter diartikan sebagai nilai-nilai atau sikap seseorang

yang berhubungan langsung dengan Tuhannya seperti hubungan dirinya dengan Tuhannya,

sesama orang lain, dengan lingkungan, dan juga kebangsaan yang terwujudkan dalam sikap,

perkataan dan perbuatan, perasaan seseorang yang dilandasi dengan norma-norma,

tatakrama, adat istiadat, dan budaya setempat. Lain hal pendapat dari (Dhamayanti,

Retnoningsih, & Anwariningsih, n.d.) tentang karakter dapat diartikan sebagai nilai dasar

seseorang yang melekat dalam dirinya sebagai wujud pembangunan pribadinya yang

diaktualisasikan dengan sikap kesehariannya. Senada dengan pendapat (Bonder et al., 2017)

bahwa karakter adalah cara berfikir dan berprilaku dalam menajalankan kegiatan sehari-

harinya sebgai ciri khas pribadinya untuk hidup dan bekerjasama dengan sesama, baik di

lingkungan keluarganya maupun di lingkungan masyarakat.

Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa karaketer adalah sesuatu

yang melekat dalam diri seseorang yang kemudian menjadi kepribadian yang khas yang

membedakan dirinya dengan yang lain yaitu berupa sikap, pikiran dan tindakan yang

digunakannya dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun di

lingkungan masyarakat.

Terdapat dua jenis nilai karakter seseorang yang ada dalam olahraga, nilai tersebut

ialah nilai sosial dan moral. Nilai-nilai karakter dan budaya yang ada didalam olahraga

sebenarnya adalah berasal dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai sosial

budaya, nilai-nilai agama yang diajarakan, nilai Pancasila UUD 1945, dan di dalam UU

17
No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dan semua pengalaman-pengalaman nyata seseorang

dalam kehidupan sehari-hari. (Pazur & Kleppe, 1964) menjelaskan ada banyak nilai-nilai

karakter yang terkandung dalam kegiatan berolahraga:

1. Bekerjasama dengan rekan team

2. Menunjukkan keberanian

3. Bermain secara adil

4. Menghormati peraturan

5. Mengembangkan disiplin diri dan mempraktikkan pengendalian diri

6. Menumbuhkan kedamaian

7. Menunjukkan sprotivitas

8. Menjaga integritas

9. Jujur dan sopan

10. Melatih jiwa kepemimpinan

11. Menghormati lingkungan

12. Bersikap empati dan menghargai

Gambar 2.2 Konsep Hubungan Olahraga, Nilai, Karakter

18
Dari penjelasan di atas menegaskan bahwa olahraga merupakan bagian penting

dalam proses pembentukan karakter seseorang. Sehingga menurut (Mutohir, n.d.)pada

konteks inilah olahraga mempunyai peran penting sebagai salah satu instrument dalam

pembentukan karakter mahasiswa.

2.7. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Sebagai Sarana dan Moral

Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan sebagai suatu pendidikan yang berbasis

pada teori dan praktik memberikan kesempatan kepadasiswa untuk merasakan secara langsung

nilai- nilai yang diajarkan dalam pelajaran tersebut. Pendidikan moral sebagai pembelajaran

abstrak memerlukan pengalaman secara langsung agar peserta didik dapat menerima transfer

nilai secara utuh. Lima fokus nilai yang harus diberikan pada proses pembelajaran pendidikan

jasmani, olahraga dan kesehatan, yaitu :

1. keadlian dan persamaan : Setiap peserta didik harus mendapatkan perlakuan yang adil

dan sama dalam proses pembelajaran. Peserta didik dengan kemampuan yang

beragam harus mendapatkan kesemapatan belajar yang sama.

2. Peduli terhadap diri sendiri : Peserta didik harus memperhatikan kebutuhan diri sendiri.

Untuk dapat mencapai kesuksesan, peserta didik harus memenuhi kebutuhan akan

nilai-nilai yang dibutuhkan.

3. Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain : Setiap peserta didik wajib memiliki

rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain, baik pada guru, teman, maupun

petugas sekolah. Hal ini sebagai upaya agar peserta didik memahami mengenai

pentingnya mengehormati dan peduli kepada orang disekitarnya.

4. Menghormati peraturan dan kewenangan : Untuk dapat tercapainya tujuan

pendidikan diperlukan kedisiplinan peserta didik dengan cara menghormati dan

mentaati peraturan dan kewenangan yang ada.

19
5. Rasa terhadap nilai relatif : Peserta didik harus benar-benar mengetahui dan

memahami nilai-nilai yang terkandung dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan

kesehatan agar dapat tercapai tujuan pembelajaran.

Selain nilai-nilai yang harus diimplementasikan dalam proses pembelajaran

pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan, Terdapat tiga pendekatan mengembangkan

moral dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan[, yaitu :

1. Pendekatan pembelajaran sosial : Melalui pendekatan belajar sosial pemahaman moral

peserta didik didapatkan dari mempelajari permodelan atau observasional, penguatan

dan pembandingan sosial. Seorang peserta didik yang jujur dan sportif dalam mengikuti

pembelajaran mendapatkan penilaian positif dari gurunya. Perilaku ini dilihat oleh

teman-temannya dan dijadikan sebagi rule model dalam upaya mendapatkan penilaian

posistif dari gurunya. Lingkungan belajar sedemikian rupa akan dapat mendidik moral

peserta didik.

2. Pendekatan perkembangan struktural : Pendekatan stuktural memfokuskan pada

bagaimana perubahan secara psikologikal dan perkembangan ketika peserta didik

berinteraksi dengan pengalaman-pengalaman lingkungan untuk membentuk alasan

moral.

Dalam perencanaan pengajaran pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan, guru

mengharapkan siswanya mendapatkan pengalaman berupa perubahan perkembangan kognitif

sehingga siswa mampu menentukan tindakan yang benar dan yang salah. Pemikiran moral

dapat dikembangkan antara lain dengan dilema moral, yang menuntut kemampuan peserta

didik untuk mengambil keputusan dalam kondisi yang sangat dilematis. Dengan cara ini,

pemikiran moral dapat berkembang dari tingkat yang paling rendah yang berorientasi pada

kepatuhan pada otoritas karena takut akan hukuman fisik, ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi,

20
yaitu berorientasi pada pemenuhan keinginan pribadi, loyalitas pada kelompok, pelaksanaan

tugas dalam masyarakat sesuai dengan peraturan atau hukum, sampai yang paling tinggi, yaitu

mendukung kebenaran atau nilai-nilai hakiki, khususnya mengenai kejujuran, keadilan,

penghargaan atas hak asasi manusia, dan kepedulian sosial.

3. Pendekatan sosial psikologikal

Pendidikan moral dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan dapat

dilaksanakan melalui pendekatan sosial psikologikal yang maknanya melihat moralitas dan

karakter yang melekat pada diri seseorang dalam pendekatan perkembangan-struktural

(tingkatan perkembangan moral seseorang) ditambah rentang keluasan faktor-faktor sosial

(tipe orang, tingkatan olahraga kompetetif, tekanan dari guru atau pelatih) yang sejalan dengan

pemodelan, penguatan, dan pembandingan sosial dalam pendekatan belajar sosial. Hal penting

yang perlu diperhatikan adalah bahwa agen-agen sosial (orang tua dan guru) memberikan

pelabelan atau pendefinisian peserta didik yang baik. Dengan demikian diharapkan peserta

didik dapat mempelajari perilaku-perilaku moral dalam pelaksanaan pendidikan jasmani,

olahraga dan kesehatan.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Partisipasi seseorang dalam mengikuti olahraga tidak akan membentuk karakter

positif secara otomatis, hal ini tergantung dengan bagaimana penerapan dan aktualisasinya

dalam kehidupan nyata yang diterapkan baik di lingkungan formal maupun nonformal.Seperti

yang sudah dijelaskan pengalaman yang diperoleh dari olahraga akan membentuk karakter

mahasiswa sesuai dengan yang diharapkan. Namun semua itu tidak akan terjadi tanpa adanya

kondisi-kondisi yang menyokong ke arah positif atau dukungan yang diciptakan di lingkungan

olahraga dipenuhi. Seperti dukungan dan sikap positif dari dosen atau pelatih dalam olahraga

itu ditunjukkan.

Dengan berolahraga banyak karakter positif yang terbentuk dalam didalamnya. Dari

olahraga juga seseorang akan menemukan sikap tanggung jawab, rasa saling menghormati

antar sesama, memiliki ketekunan dan jiwa kerjasama yang tinggi, jujur dalam bersikap dan

masih banyak lainnya. Nilai-nilai tersebut tidak lain adalah perwujudan dari proses

pembentukan karakter seseorang melalui olahraga.

22
DAFTAR PUSTAKA

Giriwijoyo, S. (2005). Manusia dan olahraga. Bandung: ITB.

Husdarta, J. S., & Riduwan. (2010). Sejarah dan Filsafat Olahraga. Alfabeta

Sudarma, M. (n.d.). Bergesernya Nilai Olahraga: Olahraga Publik Menuju Olahraga

Inklusif.

Sukarmin, Y. (2011). Aktualisasi Nilai-nilai Olahraga sebagai Upaya Membangun

Karakter Bangsa. Yogyakarta State University.

Endrianto, E. (2019). Peran Olahraga dalam Pembentukan Karakter Mahasiswa di Akamigas


Balongan Indramayu. SYNTAX IDEA, 50-59.

23

Anda mungkin juga menyukai