Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas mata kuliah sejarah dan
filsafat olahraga.
Dalam penyusunan tugas atau bahan ini, tidak ada beberapa kendala yang dihadapi
oleh penulis. Dalam menulis makalah, penulis telah mencoba menyajikan yang terbaik.
Namun, mungkin masih ada kesalahan dalam penulisan. Penulis berharap mendapat kritik dan
masukan dari pembaca. Penulis juga berharap makalah ini dapat memberikan informasi dan
Penulis: kelompok 5
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... ii
BAB I ..................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................................................................ 1
BAB II.................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN .................................................................................................................................. 5
2.7. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Sebagai Sarana dan Moral ............... 19
PENUTUP ........................................................................................................................................... 22
3.1. Kesimpulan................................................................................................................ 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan jasmani dan olahraga adalah bagian yang integral dari sistem pendidikan yang
bersifat menyeluruh. Pendidikan jasmani dalam pelaksanaanya hendaknya diarahkan pada pencapaian
tujuan pendidikan itu sendiri. Perlu ditandaskan bahwa tujuan pendidikan jasmani bukanlah aktivitas
jasmani itu sendiri melainkan untuk mengembangkan potensi anak didik melalui aktivitas fisik atau
jasmani. Pendidikan jasmani merupakan suatu proses pendidikan yang memanfaatkan aktifitas jasmani
dengan tujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, kognitif, perceptual dan
emosi dalam wadah sistem pendidikan nasional. Pendidikan jasmani dirancang dan dilaksanakan
dengan strategi dan proses pembelajaran yang baik serta benar, akan mampu berperan dan memberikan
Seorang pendidik yang ingin mengajar dan mendidik dengan berhasil harus mampu membawa
pembelajaran dengan menghadirkan jiwanya, bukan sekedar mentransfer ilmu yang bersifat kognitif,
melainkan seorang pendidik juga dituntut untuk dapat menyertakan semangat, gairah, perhatian hingga
kesabarannya selama proses pembelajaran, sehingga dapat menumbuhkan suasana pembelajaran yang
kondusif. Kepandaian pendidik dalam memahami perasaan dan keinginan peserta didik menjadikan
suasana kelas menjadi lebih hidup dan dinamis. Kesempatan lebih besar yang diberikan pendidik untuk
terlibat dalam proses pembelajaran menyebabkan peserta didik merasa dihargai dan merasa ikut
memiliki. Suasana seperti inilah yagn akan efektif untuk menumbuhkan semangat dan memacu gairah
belajar peserta didik, proses yang demikian akan mendukung terbentuknya karakter yang positif. Disisi
lain perasaan pesimis dan prasangka buruk harus dihindarkan oleh peserta didik, karena akan
Disinilah pendidik penjas harus tanggap dan memberi solusi dengan memilih metode mengajar
yang kreatif dan inovatif. Pada sistem mengajar agar dihindari kata-kata “Harus Begini”, karena sistem
pengajaran di Sekolah dilakukan secara klasikal dan bukan sistem privat, sehingga untuk menghindari
1
embrio-embiro arogansi, oleh pengajar/pendidik. Arogansi merupakan hal yang buruk dalam
pengajaran penjas yang akan menghasilkan karakter yang buruk pula. Sistem keyakinan dapat dibangun
melalui peningkatan kompetensi, karena dengan kompetensi yang memadai akan mendekatkan pada
apa yang akan dicapai. Aktivitas dan tujuan pendidikan jasmani jauh lebih luas dari pada aktivitas dan
Aktivitas dalam pendidikan olahraga lebih terbatas hanya pada aktivitas yang berbentuk
olahraga. Sementara itu, aktivitas-aktivitas dari pendidikan jasmani lebih luas lagi yaitu dapat berupa
olahraga atau aktivitas jasmani lainnya seperti rekreasi, petualangan, aktivitas social, dan berbagai
gerak dasar.Apabila dilihat dari tujuannya pendidikan olahraga dan pendidikan jasmani sama-sama
ditunjukkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun selain itu, pendidikan olahraga sekaligus
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan olahraga, sementara itu pendidikan jasmani sekaligus
bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga. Oleh karena itu olahraga dengan pendidikan
olahraga merupakan bagian dari pendidikan jasmani, semua itu sebagai dasar konsep untuk mencapai
olahraga prestasi. Karakter yang terbentuk pada diri individu dapat dijadikan pertimbangan dalam
penentuan cabang olahraga, meskipun masih ditinjau dari faktor-faktor yang lain. Pendidikan jasmani
merupakan bagian dari ilmu mendidik dan keduanya merupakan bagian dari pendidikan (Richard C.
Tujuan pendidikan adalah membentuk manusia seutuhnya sehat jasmani dan rohani, sehingga
jelas bahwa dalam pendidikan jasmani dan pendidikan olahraga dalam mendidik siswa dan
mempersiapkan atlet, faktor karakter perlu dibangun seiring dengan pembentukan prestasi altet. Ilmu
mendidik (pedagogi) sangat berperan dalam mewujudkan tercapainya tujuan-tujuan tersebut, karena
dalam mendidik dan melatih perlu sekali metode yang akurat dan efektif dalam penyampaian pesan.
Suatu metode membutuhkan konsekuensi logis adanya gaya mengajar yang harus digunakan yang
disebut Spectrum gaya mengajar ( Muska mosston,1994,P.2). Metode dan gaya mengajar juga bisa
dipilih dalam tujuan untuk pembentukan karakter, yang sebaiknya sudah dimulai dari usia dini. B.
2
perlakuan khusus dalam penanganannya. Krisis moral yang melanda Indonesia terjadi pada
semua lapisan masyarakat, tidak terkecuali pada generasi muda yang masih bersekolah.
Permasalahan moral yang terjadi pada anak-anak sekolah tersebut banyak menyita perhatian
masyarakat, khususnya para orang tua dan guru. Pemberitaan mengenai tawuran antar pelajar
masih sering kita dengar diberbagai media pemberitaan, bahkan tidak sedikit dari peristiwa
tawuran tersebut menimbulkan korban. Moral diyakini berkaitan dengan nilai-nilai yang
Hal ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya nilai moral adalah mengupayakan anak
untuk berperilaku dan memiliki kesadaran untuk patuh pada norma yang berlaku di
masyarakat. Pendidikan secara luas memberikan kontribusi yang cukup besar pada konsep
penanaman nilai- nilai, sikap, dan moral pada diri seseorang. Salah satu wadah pendidikan
yang dapat ditempuh guna menanamkan nilai, sikap, dan moral adalah pendidikan jasmani,
jasmani, olahraga dan kesehatan diyakini efektif dalam menanamkan nilai, sikap, dan moral
pada siswa karena proses pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan bertujuan untuk
kepribadian dan sarana pengembangan sikap, kepribadian, dan perilaku meletakan landasan
nilai moral yang kuat melalui nilai-nilai yang dikandungnya seperti sportivitas, kejujuran,
kedisiplinan, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan demokratis. Tujuan penjasorkes
2. Landasan kepribadian (cinta damai, sosial, toleransi dalam kemajemukan budaya etnis
3
dan agama,
3. Berpikir kritis,
4. Sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan
demokratis,
5. Keterampilan gerak, teknik, strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas
6. Keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat,
8. Konsep aktivitas jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat,
serta,
erat kaitannya dengan penanaman nilai moral. Diharapkan dengan pelaksanaan pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan yang baik dan benar dapat menjadi solusi dalam
menyelesaikan permasalah moral yang terjadi. Melalui tulisan ini akan dibahas mengenai
Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dengan ini yang menjadi ruusan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologis moral berasal dari bahasa latin yaitu mos yang memiliki arti
kebiasaan. Moral diyakini sebagai persepsi seseorang yang menuntun pada sesuatu yang
diterima dan tidak diterima[7]. Moral sebagai sesuatu nilai yang diterima dan tidak diterima
dalam suatu kumpulan orang atau masyarakat memberikan batasan pada seseorang mengenai
Moral berkaitan dengan alasan atau motif untuk melakukan suatu perbuatan[8],
sedangkan mengartikan moral dengan bagaimana seseorang harus berperilaku yang dianggap
baik oleh orang lain[5]. Pengertian tersebut merujuk pada baik buruknya seseorang sebagai
manusia. Dapat disimpulkan bahwa moral merupakan suatu ketentuan baik buruknya
Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukkan benar tidaknya
perilaku dan tindakan seseorang berdasarkan pada baik- buruknya seseorang sebagai
lingkungannya atau masyarakat maka dapat dianggap bermoral. Moral sebagai suatu nilai
dapat diajarkan dan dikembangkan. Pengembangan moral dapat dilakukan melalui suatu
moral mengajarkan etika, ideologi dan politik[11]. Hal ini berarti dalam pendidikan moral siswa
diajarkan mengenai nilai-nilai dan batasan dalam bersikap. Pendidikan moral sebagai suatu
5
proses transfer nilai memerlukan suatu proses sehingga dalam mencapai perkembangan moral
secara tetap, dengan kata lain seseorang tersebut telah memperlihatkan perilaku yang sesuai
dengan aturan-aturan yang ada di dalam masyarakatnya. Perkembangan moral sebagai hasil
belajar merupakan hasil rangkaian stimulus-respon yang dipelajari yang mana berkorelasi
Konsep perkembangan moral menurut Kohlberg didasarkan pada penalaran moral dan
berkembang secara bertahap. Tahapan perkembangan moral merupakan ukuran dari tinggi
Kohlberg bepandangan bahwa penalaran moral merupakan dasar dari perilak etis dengan enam
tahapan perkembangan yang dapat teridentifikasi. Terdapat 3 (tiga) tingkat dan 6 (enam)
1. Prekonvensional
Level pertama dari tahapan perkembangan moral yaitu prekonvensional yang secara
umum ditemukan pada anak-anak SD. Tahap pertama pada level ini yaitu kepatuhan dan
hukuman yaitu seseorang menentukan keputusannya berdasarkan pada apa yang terbaik.
Seseorang mematuhi peraturan apabila peraturan tersebut dibuat oleh orang yang memiliki
kekuasaan (seperti orang tua atau guru) dan orang tersebut melanggarnya apabila mereka
merasa pelanggaran tersebut tidak diketahui oleh orang lain. perilaku yang salah adalah
Tahap ke dua dari prekonvensional yaitu Individual, instrumental, dan saling member
dan menerima. Tahap ke dua ini berpusat pada ego masing-masing orang. Penalaran tahap
6
dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap apabila
kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu membantuku,
dan akan membantu kamu juga. Dalam tahap ini perhatian kepada oranglain tidak didasari
oleh loyalitas atau faktor yang berifat intrinsik. Tindakan yang benar pada tahap ini masih
2. Konveional
Level konvensional pada umumnya ditemukan pada anak remaja. Seseorang pada
tingkatan konvensional menalar moral dari suatu tindakan yang dibandingkan dengan
pandangan dan harapan masyarakat. Terdapat dua tahap pada level ini. Tahap mentalitas anak
baik menalar moral dari suatu tindakan dengan mengevaluasi konsekuensinya dalam bentuk
hubungan interpersonal yang menyertakan rasa hormat, rasa terimakasih, dan golden rule.
Tahap berikutnya adalah hukum dan tata tertib. Penalaran moral pada tahap ini lebih
dari sekedar kebutuhan dan kepentingan pribadi. Suatu tindakan dikatakan benar, apabila
sesuai dengan hukum dan tata tertib yang berlaku. Kewajiban mematuhi hukum dan tata
tertib yang berlaku adalah mutlak untuk menghormati otoritas dan memelihara ketertiban
sosial.
3. Postkonvensional
tingkatan ini seseorang berupaya memperoleh penalaran moral dan merumuskan prinsip-
prinsip yang sah. Tahapan ini jarang muncul sebelum masa kuliah. Terdapat dua tahapan dalam
tingkatan ini. Tahap kontrak sosial memahami peraturan yang ada sebagai representasi dari
persetujuan masyarakat mengenai suatu tindakan yang dianggap benar. Peraturan dipandang
sebagai mekanisme yang bermanfaat untuk memelihara keteraturan social dan melindungi
7
hak-hak individu, alih-alih sebgai perintah yang bersifat mutlak yang harus dipatuhi semata-
Berbeda dengan tingkat konvensional yang kaku, pada tahap ini seseorang memahami
fleksibilitas sebuah peraturan; peraturan yang tidak lagi mengakomodasi kebutuhan terpenting
masyarakat bisa dan harus dirubah. Tahap terakhir dari perkembangan moral yaitu prinsip etika
universal. Orientasi pemahaman moral berdasarkan pada prinsip etis yaitu keadilan,
kesetaraan, hak asasi, menghormati nilai manusia sebagai pribadi. Penentuan benar tidaknya
suatu tindakan berdasarkan pada keputusan hati nurani. Seseorang pada tahap ini sangat
mengikuti hati nurani, oleh karena itu bisa saja melawan peraturan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip etis mereka sendiri. Dari keseluruhan enam tahapan yang sudah dijelaskan
tersebut, Kohlberg meyakini bahwa perkembangan moral tidak akan meloncat dan akan
berkembang sesuai dengan tahapannya. Dalam mengajarkan moral sebaiknya dilakukan atau
dipraktekan secara langsung. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan mata
Apabila diartikan secara harfiah olahraga merupakan segala akrvitas yang berhubungan
dengan fisik. Sebagaimana (Santosa, Wei, & Chan, 2005) mengemukakan olahraga adalah
serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana yang dilakukan oleh seseorang untuk
meningkatkan kemampuan fungsionalnya. Hal ini senada seperti yang disampaikan oleh
(Giriwijoyo, 2005) bahwa olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana
yang dilakukan oleh seseorang atau lebih dengan maksud dan tujuan tertentu. Sedangkan
menurut (Sudarma, n.d.) ciri khas olahraga ialah segala aktivitas yang lebih ditekankan pada
aspek fisik atau jasmani yang berwujud keterampilan gerak, daya tahan, kekuatan, kecepatan.
Dari beberapa pengertian diatas dismpulkan bahwa olahraga merupakan semua jenis
8
kegiatan yang lebih dominan pada gerak jasmani atau fisik. Olahraga juga bisa dikatakan
sebagai realitas sesuatu hal yang dilakukan secara nyata. Oleh karena itu dalam berolahraga
selalu mewujudkan diri nampak kelihatan secara fisik dan menggunakan alat peraga yang
Olahraga sejak zaman dulu hingga sekarang terus mengalami peningkatan seiring
dengan kemjuan teknologi dan infromasi yang semakin cepat. Olahraga merupakan salah satu
jenis kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pergeseran dan inovasi dari
jenis-jenis olahraga pada zaman modern seperti sekarang sangat beragam dibandingkan pada
zaman dahulu. Indonesia sendiri sebenarnya olahraga sudah ada sejak zaman kerajaan hanya
saja mungkin ada sedikit perbedaan dari jenis dan inovasi-inovasi gerakan yang berbeda.
Namun pada dasarnya esensi dan fungsi dari olahraga itu sendiri adalah sama ialah memelihara
dan meningkatkan kesehatan dan kebugaran, prestasi, kualitas manusia, menanamkam nilai
moral dan akhlak mulia, sportivitas, disiplin, mempererat dan membina persatuan dan kesatuan
kehormatan bangsa.
Sesuai dengan UU No.3 Th. 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, macam
tingkatan atau tatanan masyarakat, dan menurut D.Mac.Arthur sebagai penjaga negara.
Olahraga disebut sebagai minaturnya kehidupan, karena seluruh komponen manusia yang
9
meliputi komponen kognitif, afektif, dan psikomotorik bekerja saat melakukan olahraga.
atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai
terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general
education). Sudah tentu proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi
sistematik antar pelakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan pada hakikatnya merupakan suatu proses pendidikan
melalui aktivitas fisik untuk menyempurnakan manusia seutuhnya. Hal ini sesuai dengan
tujuan akhir dari pendidikan jasmani dan olahraga yang terletak padaperannya sebagai wadah
unik penyempurnaan karakter dan sebagai wahana membentuk kepribadian yang kuat berhati
mulia.
Sependapat dengna hal tersebut menurut Sukintaka pendidikan jasmani dan olahraga
merupakan proses interaksiantara peserta didikdan lingkungan melalui aktivitas jasmani yang
disusun secara sistematik untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya. Secara terminologi
pendidikan jasmani dan olahraga bermakna pendidikan untuk jasmani danpendidikan melalui
aktivitas jasmani. Pendidikan untuk jasmani bertujuan untuk mengembangkan fisik dan
jasmani. Sesuai dengan tujuan pendidikan jasmani dan olahraga menurut Depdiknas yang
telah dibahas sebelumnya bahwa terdapat sembilan tujuan pendidikan jasmani dan olahraga,
10
yaitu: meletakkan dan mengembangkan.
3. Berpikir kritis,
4. Sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggung jawab, kerjasama, percaya diri, dan
demokratis,
5. Keterampilan gerak, teknik, strategi berbagai permainan dan olahraga, senam, aktivitas
6. Keterampilan pengelolaan diri, pemeliharaan kebugaran jasmani dan pola hidup sehat,
8. Konsep aktivitas jasmani untuk mencapai kesehatan, kebugaran dan pola hidup sehat,
serta,
sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan
memberikan pengaruh positif pada kesehatan jasmani dan rohani[4]. Sesuai dengan apa yang
kita lihat, banyak sumber yang menunjukkan bahwa pendidikan jasmanai memiliki pengaruh
positif pada pengembangan diri seseorang dan sosial. Pendidikan jasmani, olahraga, dan
kesehatan menyebabkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik secara fisik, mental,
maupun emosional. Pendidikan jasmani dan olahraga memiliki peran penting dalam
pembentukan sosial dan pembentukan masa depan. Domain pendidikan jasmani, olahraga, dan
kesehatan terdiri dari 4 domain yaitu: 1) fisik, 2) kognitif, 3) afektif, dan 4) sosial.
11
Gambar 2.1 Domain Pendidikan Jasmani
1. Domain Psikomotor
Melalui partisipasi aktif dalam penjasor di sekolah, diharapkan tingkat keberhasilan siswa
pada domain psikomotor perhatian utamanya adalah pada kemampuan siswa dalam melakukan
gerak tubuh dan kontrol tubuh. Adapun isinya antara lain berupa kemampuan siswa dalam:
Bergerak dan mengontrol tubuh atau bagian tubuh dalam jarak waktu yang singkat
untuk bergerak atau serangkaian gerak yang dapat diperkirakan atau yang tidak dapat
diperkirakan.
Melakukan pengontrolan serangkaian gerak secara tepat (tidak dibatasi oleh waktu)
2. Domain Kognitif
Tingkat keberhasilan siswa pada domain kognitif melalui partisipasi aktif daiam
penjasor di sekolah lebih ditekankan pada penambahan dan perolehan pengetahuan. Adapun
12
wujud perilaku kognitif siswa antara lain ditunjukkan dengan berbagai pengetahuan sesuai
dengan keterampilan yang diperlukan, aplikasi, dan evaluasi. Oleh karena itu, domain
3. Domain Afektif
kondisi emosi atau merasakan, yaitu mengenai perhatian, sikap dan nilai, perkembangan
watak, motivasi dan proses internalisasi siswa. Domain afektif antara lain ditunjukkan oleh
Selanjutnya kategori susunan mengenai domain afektif siswa yang lebih hierarkis
menurut Krathwohl, dkk. adalah (1) menerima, (2) menjawab atau merespons, (3) menilai,
4. Domain Sosial
Dalam domain sosial berkaitan dengan pribadi dan penyesuaian sosial siswa dimana
keduanya berhubungan dengan proses sosialisasi melalui penjasor. Domain sosial siswa
13
akibat mengikuti penjasor antara lain berupa:
Perilaku, yaitu sikap sportif, kejujuran, rasa hormat kepada yang berwenang dan
peraturan.
Stabilitas emosi dalam situasi pertandingan, yaitu kontrol emosi dan kematangan
bertanding
Hubungan antar pribadi, yaitu kerjasama dan persaingan yang sehat, dan
Berdasarkan pada uraian yang telah disampaikan dapat diketahui bahwa pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan tidak hanya saja memiliki pengaruh positif pada
kemampuan fisik seseorang melainkan juga dapat berpengaruh positif pada pengembangan
psikomotorik/ pengembangan sosial seseorang anak didik. Hal ini menunjukkan bahwa
pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan
Perkembangan zaman yang begitu cepat dapat merubah kepribadian bangsa yang
sudah sangat lama tertanam dalam diri seseorang bertahun-tahun lamanya. Perubahan yang
terjadi baik postif maupun negatif atas dampak dari pengaruh globalisasi yang tak lagi di
nilai moral dan kemanusiaan sebagai salah satu wujud pembangunan karakter bangsa.
Penanaman nilai-nilai moral dan karakter ini menjadi sangat penting untuk diajarkan. Salah
satunya adalah pembangunan karakter dan nilai-nilai moral bagi para generasi muda dalam
Dalam konteksnya olahraga merupakan salah satu bagian penting sabagai sarana dan
isntrumen penanaman nilai-nilai dan pembentukan karakter bangsa yang bernilai dan
14
bermoral. Hal tersebut dapat diperoleh antara lain dengan pendidikan baik pendidikan formal
maupun non formal di masyarakat. Karena pendidikan merupakan salah satu actor penting
dalam kehidupan seseorang dimana dalam pendidikan seseorang akan dapat bertanggung
jawab atas dirinya dan juga memperoleh pendidikan mental dalam pembangunan karakter
bangsa.
Pada hakikatnya olahraga adalah gambaran kecil dari sebuah kehidupan. Maksud dari
pernyataan ini adalah bahwa esensi dasar dari kehidupan yang dijalani setiap hari sebagian
akan dijumpai dalam kegiatan olahraga. Karena dalam olahraga sendiri diajarkan sebuah
kedisiplinan, jiwa yang tidak mudah putus asa dan menyerah, memiliki jiwa sportif yang kuat,
memiliki jiwa kompetitif yang tinggi, mempunyai semangat kerjasama yang tinggi, dan
memahami akan aturan dan berani mengambil keputusan ketika berhadapan dengsan orang
lain.
Dalam olahraga dapat membangun karakter bangsa karena bangsa yang sehat adalah
bangsa yang kuat dan produktif. (Sukarmin, 2011) tentang konsep diri mengatakan bahwa
remaja yang lebih aktif dalam berolahraga menunjukkan tingkat kepercayaan diri (self
confidence) yang tinggi dibanding denga remaja yang kurang aktif dalam kegiatan olahraga.
United Nations dalam (Maksum, 2016) menyatakan juga bahwa olahraga merupakan
instrumen yang efektif untuk mendidik kaum muda, terutama dalam nilai-nilai. Sejumlah
nilai yang ada dandapat dipelajari melalui aktivitas olahraga meliputi: cooperation,
others, leadership, respect for others, value of effort, how to win, how to lose, how to manage
competition, fair play, sharing, self-esteem, trust, honesty, self-respect, tolerance, resilience,
Namun pada akhirnya betapapun baik dan luhurnya nilai-nilai luhur yang terkandung
dalam olahraga yang sejatinya juga adalah nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan sehari-
15
hari tidak akan bernilai makna suatu apapun apabila semua itu tidak diimplementasikan
dalam kehidupan nyata. Oleh sebab itu yang paling penting adalah bagaimana orang tersebut
mau memulai untuk berubah dan mengamalkan nilai-nilai moral yang baik itu diterapkan.
karakter manusia sepenuhnya memilki kesehatan baik secara jasmani dan rohani juga jiwa
sosial yang baik sangatlah penting. Karena dalam olahraga sesungguhnya banyak sekali nilai-
nilai yang terkandung didalamnya, dimana bukan hanya pengembangan fisik yang
Dalam dunia olaharaga juga diperlukan pengembangan budaya yang sinergis dari
berbagai unsur yang berkarakter seperti sinergis dari lembaga pendidikan (perguruan tinggi),
stake holder. lembaga pemerintahan dan unsur-unsur lainya. Tiga pilar olahraga yang sudah
di sebutkan diatas menjadi acuan atau penyangga dalam rangka pencapaian prestasi,
kebugaran dan pendidikan anak bangsa yang berkarakter yang terdiri atas
Olahraga pendidikan.
Sebagai perwujudanya dapat di gambarkan melalui filosofis padi. Padi akan semkin
merunduk dan tetap menunjukkan kerendahannya ketika semakin terisi dan tidak pernah
menunjukkan sikapnya yang takabur dan sombong dan juga tetap santun terhadap sesama
manusia.
Sebagaimana fenomena sosial dan kultural, olahraga tidak akan terlepas dari
kompleksitas moral. Dengan eksistensi dan kemampuannya seseorang akan dapat dengan
16
mudah menyesuaikan dirinya denga lingkungannya, sebaliknya lingkungan akan dengan
melalui olahraga ialah dengan menjadikan kegiatan olahraga sebagai icon and character
Menurut (Fachri, 2017) karakter diartikan sebagai nilai-nilai atau sikap seseorang
yang berhubungan langsung dengan Tuhannya seperti hubungan dirinya dengan Tuhannya,
sesama orang lain, dengan lingkungan, dan juga kebangsaan yang terwujudkan dalam sikap,
tatakrama, adat istiadat, dan budaya setempat. Lain hal pendapat dari (Dhamayanti,
Retnoningsih, & Anwariningsih, n.d.) tentang karakter dapat diartikan sebagai nilai dasar
seseorang yang melekat dalam dirinya sebagai wujud pembangunan pribadinya yang
diaktualisasikan dengan sikap kesehariannya. Senada dengan pendapat (Bonder et al., 2017)
bahwa karakter adalah cara berfikir dan berprilaku dalam menajalankan kegiatan sehari-
harinya sebgai ciri khas pribadinya untuk hidup dan bekerjasama dengan sesama, baik di
Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa karaketer adalah sesuatu
yang melekat dalam diri seseorang yang kemudian menjadi kepribadian yang khas yang
membedakan dirinya dengan yang lain yaitu berupa sikap, pikiran dan tindakan yang
lingkungan masyarakat.
Terdapat dua jenis nilai karakter seseorang yang ada dalam olahraga, nilai tersebut
ialah nilai sosial dan moral. Nilai-nilai karakter dan budaya yang ada didalam olahraga
sebenarnya adalah berasal dari teori-teori pendidikan, psikologi pendidikan, nilai sosial
budaya, nilai-nilai agama yang diajarakan, nilai Pancasila UUD 1945, dan di dalam UU
17
No.20 Tahun 2003 tentang sisdiknas dan semua pengalaman-pengalaman nyata seseorang
dalam kehidupan sehari-hari. (Pazur & Kleppe, 1964) menjelaskan ada banyak nilai-nilai
2. Menunjukkan keberanian
4. Menghormati peraturan
6. Menumbuhkan kedamaian
7. Menunjukkan sprotivitas
8. Menjaga integritas
18
Dari penjelasan di atas menegaskan bahwa olahraga merupakan bagian penting
konteks inilah olahraga mempunyai peran penting sebagai salah satu instrument dalam
2.7. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Sebagai Sarana dan Moral
Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan sebagai suatu pendidikan yang berbasis
pada teori dan praktik memberikan kesempatan kepadasiswa untuk merasakan secara langsung
nilai- nilai yang diajarkan dalam pelajaran tersebut. Pendidikan moral sebagai pembelajaran
abstrak memerlukan pengalaman secara langsung agar peserta didik dapat menerima transfer
nilai secara utuh. Lima fokus nilai yang harus diberikan pada proses pembelajaran pendidikan
1. keadlian dan persamaan : Setiap peserta didik harus mendapatkan perlakuan yang adil
dan sama dalam proses pembelajaran. Peserta didik dengan kemampuan yang
2. Peduli terhadap diri sendiri : Peserta didik harus memperhatikan kebutuhan diri sendiri.
Untuk dapat mencapai kesuksesan, peserta didik harus memenuhi kebutuhan akan
3. Rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain : Setiap peserta didik wajib memiliki
rasa hormat dan kepedulian terhadap orang lain, baik pada guru, teman, maupun
petugas sekolah. Hal ini sebagai upaya agar peserta didik memahami mengenai
19
5. Rasa terhadap nilai relatif : Peserta didik harus benar-benar mengetahui dan
dan pembandingan sosial. Seorang peserta didik yang jujur dan sportif dalam mengikuti
pembelajaran mendapatkan penilaian positif dari gurunya. Perilaku ini dilihat oleh
teman-temannya dan dijadikan sebagi rule model dalam upaya mendapatkan penilaian
posistif dari gurunya. Lingkungan belajar sedemikian rupa akan dapat mendidik moral
peserta didik.
moral.
sehingga siswa mampu menentukan tindakan yang benar dan yang salah. Pemikiran moral
dapat dikembangkan antara lain dengan dilema moral, yang menuntut kemampuan peserta
didik untuk mengambil keputusan dalam kondisi yang sangat dilematis. Dengan cara ini,
pemikiran moral dapat berkembang dari tingkat yang paling rendah yang berorientasi pada
kepatuhan pada otoritas karena takut akan hukuman fisik, ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi,
20
yaitu berorientasi pada pemenuhan keinginan pribadi, loyalitas pada kelompok, pelaksanaan
tugas dalam masyarakat sesuai dengan peraturan atau hukum, sampai yang paling tinggi, yaitu
dilaksanakan melalui pendekatan sosial psikologikal yang maknanya melihat moralitas dan
(tipe orang, tingkatan olahraga kompetetif, tekanan dari guru atau pelatih) yang sejalan dengan
pemodelan, penguatan, dan pembandingan sosial dalam pendekatan belajar sosial. Hal penting
yang perlu diperhatikan adalah bahwa agen-agen sosial (orang tua dan guru) memberikan
pelabelan atau pendefinisian peserta didik yang baik. Dengan demikian diharapkan peserta
21
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
positif secara otomatis, hal ini tergantung dengan bagaimana penerapan dan aktualisasinya
dalam kehidupan nyata yang diterapkan baik di lingkungan formal maupun nonformal.Seperti
yang sudah dijelaskan pengalaman yang diperoleh dari olahraga akan membentuk karakter
mahasiswa sesuai dengan yang diharapkan. Namun semua itu tidak akan terjadi tanpa adanya
kondisi-kondisi yang menyokong ke arah positif atau dukungan yang diciptakan di lingkungan
olahraga dipenuhi. Seperti dukungan dan sikap positif dari dosen atau pelatih dalam olahraga
itu ditunjukkan.
Dengan berolahraga banyak karakter positif yang terbentuk dalam didalamnya. Dari
olahraga juga seseorang akan menemukan sikap tanggung jawab, rasa saling menghormati
antar sesama, memiliki ketekunan dan jiwa kerjasama yang tinggi, jujur dalam bersikap dan
masih banyak lainnya. Nilai-nilai tersebut tidak lain adalah perwujudan dari proses
22
DAFTAR PUSTAKA
Husdarta, J. S., & Riduwan. (2010). Sejarah dan Filsafat Olahraga. Alfabeta
Inklusif.
23