Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH AKSIOLOGI PENDIDIKAN dan SISTEM PENDIDIKAN

DI INDONESIA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat Pendidikan


Dosen pengampu Bapak Abu Ubaidah,M.A

Kelompok 6 :

1. Loro Khaerul Habieb [2223.01.02.0015]


2. Tio Ade Riyan [2223.01.02.0008]
3. Yusuf [2223.01.02.0043]
4. Zidan Wibisono [2223.01.02.0046]

PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP AL AMIN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala


yang telah memberikan kekuatan serta kelancaran kepada kami untuk
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Tafsir Surat Yasin ayat 77-83 dan Surat
Al Waqiah ayat 57-74’’

“Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih


kepada berbagai pihak yang telah membantu, baik secara materil maupun moril.
Selain untuk menambah wawasan penulis dan pembaca, Semoga makalah ini
dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
dalam segi penyusunan, penulisan maupun materinya. Oleh karena itu, diharapkan
adanya kritik yang membangun dan saran demi perbaikan makalah ini.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
BAB I..........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
A. Latar belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................2
A. Aksiologi Pendidikan...................................................................................................2
B. Pendidikan Karakter.....................................................................................................3
C. Mengemas pendidikan yang menarik.........................................................................10
D. Homeschooling...........................................................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP.................................................................................................................................16
A. Kesimpulan.................................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................................16
Daftar Pustaka...........................................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan sebagai ilmu bersifat multidimensional baik dari segi filsafat maupun
secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktrek pendidikan sangat penting, karena
pendidikan menyangkut pembentukan generasi dan semestinya harus dapat
dipertanggungjawabkan.
Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik dan pendidik
dan memerlukan pendidikan dapt menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku
serta pribadi yang semestinya. Sebagai contoh, dalam wacana ke Indonesiaan pendidikan
semestinya barakar dari konteks budaya dan karakteristik masyarakat indonesia, dan
untuk kebutuhan masyarakat indonesia yang terus berubah, hal ini berarti bahwa
sebaiknya pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggu
jawab secara rasional, sosial dan moral
Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan berarti berkenaaan dengan tujuan filosofit
suatu praktik pendidikan adalah dengan mengunakan pendekatan filsafat ilmu yang
meliputi tiga bidang kajian yaitu ontologi, epistimologi, dan aksiologi. Aksiologi sendiri
mempunyai cakupan yaitu pendidikan karakter, pendidikan dinegara maju, mengemas
pendidikan yang menarik, persaingan antar lembaga pendidikan di Indonesia, dan home
schooling.
B. Rumusan masalah
1. Apa Yang Dimaksud Aksiologi ?
2. Apakah yang dimaksud dengan pendidikan karakter?
3. Bagaimana cara mengemas pendidikan yang menarik?
4. Bagaimana persaingan antar lembaga pendidikan di Indonesia?
5. Apakah yang dimaksud dengan home schooling?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Aksiologi
2. Untuk mengetahui pendidikan karakter
3. Untuk mengetahui cara mengemas pendidikan yang menarik
4. Untuk mengetahui persingan antar lembaga pendidikan di Indonesia
5. Untuk mengetahui home schooling

iv
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aksiologi Pendidikan
Aksiologi menyangkut nilai-nilai yang berupa pertanyaan apakah yang baik
atau yang bagus itu. Dalam definisi lain, aksiologi merupakan suatu pendidikan yang
menguji dan mengintegrasikan semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia.
Untuk selanjutnya, nilai-nilai tersebut ditanamkan dalam kepribadian anak
(Muhammad Noor Syam, 1986: 95).
Landasan aksiologis pendidikan akan membekali para pendidik berpikir
klarifikatif tentang hubungan antara tujuan-tujuan hidup dan pendidikan sehingga
akan mampu memberi bimbingan dalam mengembangkan suatu program pendidikan
yang berhubungan secara realitas dengan konteks dunia global. Manfaat mendalami
landasan aksiologis pendidikan adalah untuk secara konsisten merumuskan landasan
epistemologis pendidikan. Landasan epistemologis pendidikan akan membantu para
pendidik untuk dapat mengevaluasi secara lebih baik mengenai tawaran-tawaran
teori-teori yang merupakan solusi bagi persoalan persoalan utama pendidikan
(Suharto, 2011:43)

a. Aksiologi sebagai Cabang Filsafat


Nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius adalah nilai-nilai
keluhuran hidup manusia. Nilai-nilai keluhuran hidup manusia dibahas oleh cabang
filsafat yang disebut aksiologi. Aksiologi membahas tentang nilai secara teoretis
yang mendasar dan filsafati, yaitu membahas nilai sampai pada hakikatnya. Karena
aksiologi membahas tentang nilai secara filsafati, maka juga disebut philosophy of
value (filsafat nilai). Aksiologi adalah cabang Filsafat yang menganalisis tentang
hakikat nilai yang meliputi nilai-nilai kebenaran, keindahan, kebaikan, dan religius
(Kattsoff, 1996:327). Hakikat nilai adalah kualitas yang melekat dan menjadi ciri
segala sesuatu yang ada di alam semesta dihubungkan dengan kehidupan manusia.
Nilai bukanlah murni pandangan pribadi terbatas pada lingkungan manusia. Nilai
merupakan bagian dari keseluruhan situasi metafisis di alam semesta seluruhnya.
Pengertian nilai apabila dibahas secara filsafati adalah persoalan tentang hubungan
antara manusia sebagai subjek dengan kemampuan akalnya untuk
menangkap pengetahuan tentang kualitas objekobjek di sekitarnya. Kemampuan
manusia menangkap nilai didasari adanya penghargaan yang dihubungkan dengan
kehidupan manusia. Fakta yang meliputi keseluruhan alam semesta bersama manusia
v
menciptakan situasi yang bernilai. Pernyataan tentang nilai tidak dapat dikatakan
hanya berasal dari dalam diri manusia sendiri, tetapi kesadaran manusia menangkap
sesuatu yang berharga di alam semesta (Brennan, 1996:215).
Keberhasilan pendidikan karakter mempunyai 3 kunci pokok, yaitu adanya
pengetahuan, niat, dan pelaksanaan dari nilai-nilai karakter yang ditanamkan. Oleh
karena itu, pendidikan karakter tidak hanya sebatas memberitahu saja, tetapi harus
sampai pada pelaksanaan. Semua komponen terkait di bidang pendidikan (termasuk
guru) seharusnya tidak hanya sibuk mengkampanyekan pendidikan karakter melalui
penyusunan/penyiapan administrasi (perangkat) pembelajaran yang berkarakter saja,
tetapi harus sampai pada contoh pelaksanaan nilai-nilai karakter tersebut. Dalam
proses pembelajaran di kelas, guru harus mampu memberikan contoh/tauladan
tentang karakter-karakter positif yang akan ditanamkan. Pendidikan karakter adalah
kegiatan PEMBIASAAN melakukukan nilai-nilai karakter itu sendiri. Pendidikan
karakter tidak hanya menjadi tanggungjawab guru di sekolah saja, tetapi juga orang
tua, masyarakat, dan lingkungan sekitarnya.

B. Pendidikan Karakter

Pengertian karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah “bawaan, hati,


jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,
watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,
dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh (UNY, 2008), karakter mengacu
kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations),
dan keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark”
atau menandai dan memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam
bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan
perilaku jelek lainnya dikatakan orang berkarakter jelek. Sebaliknya, orang yang
perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia.

Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya,


yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis,
analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,
sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati
janji, adil, rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja
keras, tekun, ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif,

vi
inisiatif, visioner, bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai
waktu, pengabdian/dedikatif, pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan
(estetis), sportif, tabah, terbuka, tertib. Individu juga memiliki kesadaran untuk
berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi
dan kesadarannya tersebut. Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif
sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku).

Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha
melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan,
bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan
potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).

Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada


warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat
dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal
character development”.  Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan
itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau
pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas atau kegiatan
ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh
warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai
suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan  harus
berkarakter.

Menurut David Elkind & Freddy Sweet Ph.D. (2004), pendidikan karakter
dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values. When we think about the
kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able to
judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to
be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang
dilakukan guru, yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku

vii
guru, cara guru berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi,
dan berbagai hal terkait lainnya.

Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari
nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut
sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti,
apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog,
beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya
(alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang,
peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah,
keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta
persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari:
dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab;
kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya
integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah harus berpijak kepada
nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang
lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai
dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.

Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan
pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan
pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja
dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekadensi moral
lainnya. Bahkan  di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah  sampai pada taraf
yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah
resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam
pembentukan kepribadian  peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas
pendidikan karakter.

Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upaya


peningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada
perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka  tentang pendekatan dan modus
pendidikannya. Berhubungan dengan  pendekatan, sebagian pakar menyarankan
penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di
negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan
analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian  yang lain menyarankan
viii
penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial
tertentu dalam diri peserta didik.

a. Faktor Pendidikan Karakter

Faktor lingkungan dalam konteks pendidikan karakter memiliki peran yang


sangat peting karena perubahan perilaku peserta didik sebagai hasil dari proses
pendidikan karakter sangat ditentunkan oleh faktor lingkungan ini. Dengan kata lain
pembentukan dan rekayasa lingkungan yang mencakup diantaranya lingkungan fisik
dan budaya sekolah, manajemen sekolah, kurikulum, pendidik, dan metode
mengajar. Pembentukan karakter melalui rekasyasa faktor lingkungan dapat
dilakukan melalui strategi :

1. Keteladanan
2. Intervensi
3. Pembiasaan yang dilakukan secara Konsisten
4. Penguatan.

Dengan kata lain perkembangan dan pembentukan karakter memerlukan


pengembangan keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses pembelajaran,
pelatihan, pembiasaan terus-menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara
konsisten dan penguatan serta harus dibarengi dengan nilai-nilai luhur

b. Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter & Nilai-nilai Pembentuk


Karakter

1) Tujuan, Fungsi dan Media Pendidikan karakter

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh,


kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang
semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan
Pancasila.
Pendidikan karakter berfungsi untuk:

1. mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan


berperilaku baik

ix
2. memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
3. meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Pendidikan karakter dilakukan melalui berbagai media yang mencakup keluarga,
satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha,
dan media massa. 

2) Nilai-nilai Pembentuk Karakter

Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan dan melaksanakan


nilai-nilai pembentuk karakter melalui program operasional satuan pendidikan
masing-masing. Hal ini merupakan prakondisi pendidikan karakter pada satuan
pendidikan yang untuk selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil
kajian empirik Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang
dimaksud antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional, yaitu:

1.     Jujur 10. Cinta Tanah Air


2.     Toleransi 11.     Menghargai Prestasi
3.     Disiplin 12.    Bersahabat/Komunikatif
4.     Kerja keras 13.    Cinta Damai
5.     Kreatif 14.    Gemar Membaca
6.     Mandiri 15.   Peduli Lingkungan
7.     Demokratis 16.   Peduli Sosial
8.     Rasa Ingin Tahu 17.   Tanggung Jawab
9.  Semangat Kebangsaan 18.   Religius

(Puskur. Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman


Sekolah. 2009:9-10). Nilai dan deskripsinya terdapat dalam Lampiran 1.)
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter bangsa, namun satuan
pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan cara melanjutkan
nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai yang diprioritaskan dari 18
nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah dan jenis karakter yang dipilih tentu
x
akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal
itu tergantung pada kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di
antara berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai dari
nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan kondisi
masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih, nyaman, disiplin, sopan dan
santun.

c. Pentingnya Pendidikan Karakter


Pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah juga menuntut untuk
memaksimalkan kecakapan dan kemampuan kognitif. Dengan pemahaman
seperti itu, sebenarnya ada hal lain dari anak yang tak kalah penting yang tanpa
kita sadari telah terabaikan.Yaitu memberikan pendidikan karakterb pada
anak didik. Pendidikan karakter penting artinya sebagai penyeimbang kecakapan
kognitif. Beberapa kenyataan yang sering kita jumpai bersama, seorang
pengusaha kaya raya justru tidak dermawan, seorang politikus malah tidak peduli
pada tetangganya yang kelaparan, atau seorang guru justru tidak prihatin melihat
anak-anak jalanan yang tidak mendapatkan kesempatan belajar di sekolah. Itu
adalah bukti tidak adanya keseimbangan antara pendidikan kognitif
dan pendidikan karakter.

Ada sebuah kata bijak mengatakan “ ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu
adalah lumpuh”. Sama juga artinya bahwa pendidikan kognitif tanpa pendidikan
karakter adalah buta. Hasilnya, karena buta tidak bisa berjalan, berjalan pun dengan
asal nabrak. Kalaupun berjalan dengan menggunakan tongkat tetap akan berjalan
dengan lambat. Sebaliknya, pengetahuan karakter tanpa pengetahuan kognitif, maka
akan lumpuh sehingga mudah disetir, dimanfaatkan dan dikendalikan orang lain.
Untuk itu, penting artinya untuk tidak mengabaikan pendidikan karakter anak didik.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada pembentukan nilai-


nilai karakterpada anak didik. Saya mengutip empat ciri dasar pendidikan
karakter yang dirumuskan oleh seorang pencetus pendidikan karakter dari Jerman
yang bernama FW Foerster:

1. Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap nilai


normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan berpedoman
pada norma tersebut.

xi
2. Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian, dengan
begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian dan tidak mudah
terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru.
3. Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan dari luar
sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu, anak didik mampu
mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
4. Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam
mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar
penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan karakter akan


menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter berkualitas bangsa, yang tidak
mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan,
saling membantu dan mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan
melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja
namun memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan seseorang
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis dan
kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang
lain (soft skill).

Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen hard


skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Dan, kecakapan soft skill ini terbentuk
melalui pelaksanaan pendidikan karater pada anak didik. Berpijak pada empat ciri
dasar pendidikan karakter di atas, kita bisa menerapkannya dalam
polapendidikan yang diberikan pada anak didik. Misalanya, memberikan pemahaman
sampai mendiskusikan tentang hal yang baik dan buruk, memberikan kesempatan
dan peluang untuk mengembangkan dan mengeksplorasi potensi dirinya serta
memberikan apresiasi atas potensi yang dimilikinya, menghormati keputusan dan
mensupport anak dalam mengambil keputusan terhadap dirinya, menanamkan pada
anakdidik akan arti keajekan dan bertanggungjawab dan berkomitmen atas
pilihannya. Kalau menurut saya, sebenarnya yang terpenting bukan pilihannnya,
namun kemampuan memilih kita dan pertanggungjawaban kita terhadap pilihan kita
tersebut, yakni dengan cara berkomitmen pada pilihan tersebut.

xii
Pendidikan karakter hendaknya dirumuskan dalam kurikulum, diterapkan
metode pendidikan, dan dipraktekkan dalam pembelajaran. Selain itu, di lingkungan
keluarga dan masyarakat sekitar juga sebaiknya diterapkan pola pendidikan karakter.
Dengan begitu, generasi-generasi Indonesia nan unggul akan dilahirkan dari
sistem pendidikan karakter.

C. Mengemas pendidikan yang menarik

Pendidikan adalah konsep mendidik yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan


atau cara mendidik yang dilakukan oleh manusia pada umumnya. Dalam dictionary
of educatian (Idris, dalam Harun Al Rasyid, 2014:1) education adalah kumpulan
semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan sikap,
dan tingkah laku yang bernilai positif didalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah
kegiatan memberikan pengetahuan agar kebudayaan dapat diteruskan dari generasi
ke generasi berikutnya (Djumberansyah, 1994:19). Proses pendidikan terutama
pendidikan di sekolah perlu disesuaikan dengan perkembangan pemikiran rasional
yang ditandai kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi teori-teori ilmu dan teknologi
yang akan disampaikan perlu mempertimbangkan peningkatan dan martabat
manusia. Permasalahan utama yang dihadapi dalam proses pendidikan ialah
pemilihan nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam diri anak didik (Arifin,
2000:75). Pendidikan seharusnya tetap terpadu dengan keseluruhan sistem nilai dan
norma moral yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pendidikan lebih menarik,
diantaranya sebagai berikut:

1. Perencanaan pendidikan yang tepat


Perencanaan merupakan serangkaian proses kegiatan dalam rangka menyiapkan
keputusan mengenahi apa yang diharapkan menjadi peristiwa, keadaan, suasana,
dan lain-lain.
Tahapan proses perencanaan terdiri dari empat komponen yaitu: tahap pertama
environmental, Tahap kedua formulation, tahap ketiga plan implementation, dan
keempat tahap plan evaluation (Didin Kurniadin, 2012: 173)
2. Sistem pendidikan harus selalu bersifat dinamis, konstektual, dan selaluk terbuka
kepada tuntutan relevasi di semua bidang kehidupan. Sistem pendidikan nasional

xiii
tidak perlu berisi aturan pelaksanan terperinci karena yang penting mempunyai
kejelasan konsep dasar dan nilai-nilai budaya yang menjadi landasan di setiap
pelaksanan jenjang pelaksanan (Tilaar, 2010:10)
3. Proses pendidikan terutama pendidikan di sekolah perlu disesuaikan dengan
perkembangan pemikiran rasional yang ditandai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi yang akan disampaikan perlu mempertimbangkan peningkatan dan
martabat manusia. Permasalahan utama yang dihadapi dalam proses pendidikan
ialah pemilihan nilai-nilai yang harus dikembangkan dalam diri anak didik
(Arifin, 2000:75)

Ada beberapa hal yang menunjang agar pendidikan lebih menarik dari segi
pembelajaran:
1. Adanya timbal balik antara pendidik dan peserta didik
Pada saat pembelajaran berlangsung timbal balik antara pendidik dan perserta
didik sangatlah diperlukan karena hal tersebut dapat memberikan motifasi
belajar dan para peserta didik lebih tertarik untuk belajar, mereka tidak merasa
diacuhkan.
2. Penggunaan metode, strategi dan model pembelajaran yang sesuai
Sebelum penyampaian materi pelajaran seorang pendidik seharusnya sudah
menyusun metode, strategi dan model pembelajaran yang sesuai materi yang
disampaikan dan sesuai dengan kondisi peserta didik.
3. Sarana dan prasarana harus mendukung
4. Media pembelajaran dalam penyampaian materi haruslah ada

xiv
D. Persaingan Antar Lembaga Pendidikan di Indonesia

Persaingan adalah fastabiqul khairat. Suatu keselarasan, bukan saling


menjatuhkan. Justru sebagai kompetitor yang memunculkan ide-ide baru,
membangkitkan motivasi pada komponen sekolah khususnya guru serta karyawan.
Akhirnya, terciptalah iklim sekolah yang dinamis dan kreatif.
Persaingan sekolah yang semakin ketat, menjadikan persiapan harus matang
terutama dalam menghadapi penerimaan peserta didik baru. Dengan melakukan
pengamatan calon peserta didik sehingga dapat ditentukan beberapa strategi
diantaranya unggulan – harga – distribusi – promosi dengan tidak melupakan
positioning dan diferensiasi.            
Tahun demi tahun calon orang tua peserta didik akan lebih detil atau teliti
untuk memilihkan sekolah untuk anak mereka. Calon orang tua peserta didik saat ini
lebih kritis untuk menitipkan anaknya ke sekolah yang baik dalam segala bidang,
mulai unggulan sekolah, sistem, fasilitas hingga kegiatan yang menjadikan anak
mereka berkepribadian baik dan cerdas. Lebih selektif itulah yang membuat kita
sebagai lembaga pendidikan swasta harus lebih inovatif. Beberapa tahapan inilah
calon orang tua peserta didik untuk memutuskan memilih sekolah yang dinginkan.
Pertama, calon orang tua peserta didik mecari informasi di sekolah
diantaranya, ungulan sekolah, program sekolah, jenis ektrakurikuler, sistem atau
management sekolah, prosentase lulusan serta menanyakan fasilitas yang dimiliki
sekolah, calon orang tua peserta didik melakukan pengamatan secara langsung.
Kedua, calon orang tua peserta didik mencari informasi tambahan sekolah-
sekolah lain yang tidak terlalu jauh berbeda kwalitasnya perihal biaya, unggulan
sekolah tak ketinggalan brand atau merek sekolah.
Ketiga, calon orang tua peserta didik mengevaluasi beberapa informasi yang
mereka dapatkan dari berbagai sekolah dan akhirnya sampai pada sebuah keputusan
menentukan pilihan sekolah yang tepat untuk anaknya.
Keempat, tahap terakhir adalah calon orang tua peserta didik, memutuskan
apakah ia akan memilih sekolah yang dikehendaki sudah sesuai dengan keinginannya
? setelah selektif membuang dan memilih yang baik, maka saat itulah mereka akan
berani untuk langsung mengikuti prosedur sekolah mulai admistrasi dan kegiatan
yang akan dilakukan.

xv
D. Homeschooling
Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah adalah sekolah yang
diadakan dirumah, akan tetapi, secara harkiki, homeschooling adalah sebuah sekolah
alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan
pendidikan secara “at home”. Dengan pendekatan at home inilah anak-anak merasa
nyaman belajar karena mereka bisa belajar apa saja sesuai dengan keinginannya,
kapan saja dimana saja seperti ia berjalan dirumahnya. Jadi, meskipun disebut
homeschooling, tidak berarti anakharus belajar terus menerus dirumah, tetapi anak-
anak bisa belajar di mana saja dan kapan aja asal situasi dan kondisinya benar-benar
nyaman seperti at home, sehingga jam pelajaran fleksibel, mulai dari bangun tidur
sampai berangkat tidur kembali (Mulyadi, dalam Harun Al Rasyid, 2014:131).
Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling
baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia
tidak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan
anak-anak lain, tidak perlu ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan langsung
bisa mendapat penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan.
Disini peran orang tua menjadi sangat penting, karena tugas utama dan
pertama bagi orang tua sebetulnya adalah mendidik anak. Pertanyaan yang kemudian
muncul adalah bagaimana dengan saran belajar anak? Di dalam rumah banyak sekali
sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak
sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainnya sembari bermain dan
diawasi langsung oleh orang tua.
Oleh sebab itu, rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam
penyenggaraan pendidikan untuk anak. Dengan menggunakan metode
homeschooling potensi anak-anak dapat dioptimalkan dengan pengawasan langsung
keluarga. Keluarga juga dapat menamkan nilai-nilai luhur yang dianut, yang kelak
akan sangat berguna bagi kelangsungan hidup anak. Di samping itu, lingkungan
sosial yang menjadi tempat bagi anak untuk bergaul dan bersosalisasi dapat terjaga,
artinya lingkungan sosial yang menjadi tempat bagi anak untuk bergaul dan
bersosialisasi dapat terjaga, artinya lingkungan yang memberikan pengaruh buruk
bagi anak dapat kita minimalisir.
Homeschooling merupakan pendidikan yang berbasis rumah, yang
memungkinkan anak berkembang sesuai dengan potensi diri mereka masing-masing.

xvi
Teori multiple intelligences atau kecerdasan majemuk telah membuka mata kita
bahwa ada begitu banyak cara untuk membuat anak-anak memahami suatu materi
pelajaran. Kita harus menyadari bahwa anak-anak mungkin bisa belajar dengan
sangat baik dengan cara mereka sendiri.
Menurut pakar psikologi pendidikan anak, Hawadi (dalam Harun Al Rasyid,
2014:133) menyatakan bahwa homeschooling memungkinkan pendidikan anak yang
efisien, dalam arti tidak memerlukan biaya tinggi, anak memperoleh kurikulum
spesifik dan teknik mengajar yang sesuai dengan kebutuhan anak. Di samping itu,
anak-anak akan mendapatkan teladan yang lebih baik dari orang tua (Kho dalam
Harun Al Rasyid, 2014:133)
Homeschooling dipilih sebagai alternatif pendidikan karena dinilai memiliki
kelebihan-kelebihan berikut:
a. Efisien. Homeschooling jauh lebih efisien karena anak bisa memiliki waktu yang
lebih banyak untuk belajar dan mengerjakan sesuatu dibanding di sekolah. Dengan
belajar dirumah anak tak perlu lagi menghabiskan waktu yang tak efektif untuk
perjalanan menuju ke dan kembali dari sekolah dan melakukan persiapan-persiapan
rutin lainnya.
b. Mencegah pelajaran berulang. Dalam kurikulum sekolah konvensional, seringkali
anak-anak dihadapkan pada bahan pelajaran yang disampaikan berulang-ulang dalam
waktu cukup lama.
c. Kesempatan memperoleh perhatian yang lebih personal. Dengan homeschooling
orang tua dapat mudah memberikan bantuan lebih personal pada anak-anaknya,
misalnya dengan memberikan perhatian lebih pada mata pelajaran yang masih sulit
untuk dikuasai dan mengurangi waktu untuk mempelajari hal-hal yang sudah
dikuasai dengan baik oleh anak. Walaupun memiliki banyak kelebihan
homeschooling yang mengambil tempat belajar di rumah sering menimbulakan
kekhawatiran orang tua pada kemampuan anak bersosialisasi.

1. Kurikulum homeschooling
Orang tua yang ingin menyelenggarakan homeschooling bagi anaknya dapat
menggunakan sumber-sumber apapun yang ada dekat dengan limgkungannya. Di AS
dikenal istilah All-in-one Curricula atau lebih dikenal dengan School in a Box yang
isinya paket pelajaran lengkap dengan buku tulis dan pensil untuk setahun penuh.
Materi yang diberikan dikembangkan untuk lingkungan sekolah, namun dapat

xvii
dipakai dalam lingkup rumah. Dengan demikian, jika sewaktu-waktu ingin pindah ke
sekolah formal, transisi akan mudah dilakukan. Cara ini mungkin paling mahal
namun paling mudah diterapkan dan tidak banyak persiapan apapun. Di samping itu
program ini juga meliputi tes yang standar sehingga anak akan memperoleh ijazah
yang terakreditasi.
Di indonesia, kurikulum yang digunakan sangat bervariasi, mulai dari
kurikulum lokal, nasional, kecuali standar penilaian, akan disetarakan dengan
pendidikan jalur formal dan nonformal sebagaimana yang dinyatakan dala Undang-
undang No. 20 tahun 2003 pasal 27 ayat (2). Memang belum ada standar mengenai
kurikulum yang digunakan. Dengan demikian untuk kesetaraan untuk anak-anak usia
sekolah.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Aksiologi merupakan suatu pendidikan yang menguji dan mengintegrasikan


semua nilai tersebut dalam kehidupan manusia. Landasan aksiologis pendidikan akan
membekali para pendidik berpikir klarifikatif tentang hubungan antara tujuan-tujuan
hidup dan pendidikan sehingga akan mampu memberi bimbingan dalam
mengembangkan suatu program pendidikan yang berhubungan secara realitas dengan
xviii
konteks dunia global. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan di negara
maju mempunyai strategi yang berbeda-beda dalam memajukan pendidikan di
negaranya masing-masing.
Tujuan pendidikan adalah kegiatan memberikan pengetahuan agar kebudayaan
dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya (Djumberansyah, 1994:19).
Proses pendidikan terutama pendidikan di sekolah perlu disesuaikan dengan
perkembangan pemikiran rasional yang ditandai kemajuan ilmu dan teknologi, tetapi
teori-teori ilmu dan teknologi yang akan disampaikan perlu mempertimbangkan
peningkatan dan martabat manusia.
Homeschooling adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak-
anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara “at home”. Dengan
pendekatan at home inilah anak-anak merasa nyaman belajar karena mereka bisa
belajar apa saja sesuai dengan keinginannya, kapan saja dimana saja seperti ia berjalan
dirumahnya.

A. Saran
Penulis menyadari bahwa karya ini belum sempurna. Oleh karena itu, dalam
rangka penyempurnaan makalah ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.

Daftar Pustaka
Arifin, H.M. 2000. Kapita Selekta Pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara.

Djumberansyah, Indar. 1994. Filsafat Pendidikan.Surabaya: Karya Abditama.

Kurniadin, Didin dan Imam Machali.2012.Manajemen Pendidikan.Jogjakarta.Ar-Ruzz Media.

RasyidJalaluddin & Idi Abdullah. 2013. FILSAFAT PENDIDIKAN (Manusia, Filsfat, dan
Pendidikan). Jakarta: Rajawali Pers.

xix
Kotler, Philip. (2000). Marketing management, 10th edition. Upper Saddle River: Prentice
Hall, Inc.

Harun AL dan Mujtahidin. 2014. Ilmu Pendidikan.Bangkalan.UTM.

Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Suharto, Toto. 2011. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Tilaar. 2001. Manajemen Pendidikan Nasional.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Jalaluddin & Idi Abdullah. 2013. FILSAFAT PENDIDIKAN (Manusia, Filsfat, dan
Pendidikan). Jakarta: Rajawali Pers.

http://dakwahmuhammadiyah.blogspot.co.id/2013/02/persaingan-terbuka-antar-sekolah.html

xx

Anda mungkin juga menyukai