Dosen Pengampu :
Disusun oleh
Aes Sania
Akhyar Padhli Nasution
Desi Haryati
Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat, dankasih
sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Filsafat Dalam Kurikulum Penjas”. Dalam
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada
semua pihak, yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan,arahan, motivasi, dan doa selama
proses penulisan makalah ini.
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT membalas amal kebaikan dari berbagai
pihak tersebut. Tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam penulisan makalah ini,
untuk itu penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan semoga karya ilmiah ini
bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Aamiin
Padang, November2021
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat merupakan salah satu sumber kebenaran yang dapat dijadikan sebagai pedoman
dalam brfikir, bersikap dan bertindak, baik untuk menjalankan rutinitas kegiatan keseharian,
maupun untuk memecahkan suatu permasalahan termasuk permasalahan dalam Dikjasor.
Penerapan filsafat pada pendidikan jasmani dan olahraga merupakan suatu hal yang
sangat vital. Dengan nilai filosofis yang diyakini kebenarannya, fakta-akta disoroti untuk
melahirkan dasar-dasar yang akan dipakai sebagai acuan atau pedoman dalam
mengembangkan dan menjalankan program pendidikan jasmani dan olahraga.
Pendidikan Jasmani (penjas), Olahraga, dan Bermain menurut teori para ahli
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan
pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi
untuk mengembangkan potensi siswa melalui aktivitas jasmani.
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-
nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai.
Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi
serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran
pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi
perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model
pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar
pendidikan jasmani. Permasalahan pendidikan jasmani di Indonesia ini menjadi hal yang
penting untuk kita perbaiki karna pendidikan jasmani sangat diperlukan dan menjadi
kebutuhan bagi orang atau masyarakat Indonesia.
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Penerapan Filsafat dalam Mengkaji Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
2. Untuk mengetahui Kurikulum Pendidikan Jasmani.
3. Untuk mengetahui Keterkaitan Filsafat Dalam Kurikulum Pembelajaran Penjas.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dua tema besar dalam relevansinya dengan kajian filsafat Pendidikan Jasmani dan
olahraga mengarah pada konsep pendidikan dan Pendidikan Jasmani. Konsep ini
menginspirasi aplikasi kata pendidikan dengan Pendidikan Jasmani secara silih berganti.
Kemudian, kajian ini diteruskan oleh tema besar yang kedua yakni perkembangan orientasi
nilai Pendidikan Jasmani dan olahraga. Pendidikan Jasmani merupakan terjemahan dari
physical education. Penafsiran dan implementasi Pendidikan Jasmani di sekolah seringkali
terjadi perbedaan.
Tafsiran pertama, sering disebut sebagai pandangan tradisional, menganggap bahwa
Pendidikan Jasmani hanya semata-mata mendidik jasmani atau sebagai pelengkap,
penyeimbang, atau penyelaras pendidikan rohani manusia. Menurut pandangan ini,
pelaksanaan Pendidikan Jasmani cenderung mengarah kepada upaya memperkuat badan;
memperhebat keterampilan fisik, atau kemampuan jasmaniahnya saja. Bahkan lebih dari itu,
pelaksanaan Pendidikan Jasmani ini justru sering kali mengabaikan kepentingan jasmani itu
sendiri, seperti penggunaan obat-obat terlarang untuk meraih performa yang lebih baik.
Namun, berdasarkan sudut pandang pendidikan, pandangan ini tidak mendapat pengakuan.
Analisis kritis dan pertimbangan logis ternyata kurang mendukung terhadap
pandangan. Panduan pelaksanaan pembelajaran ektrakurikuler olahraga, fakta dan temuan
lapangan cenderung memperkuat pandangan yang bersifat holistik. Pendidikan Jasmani
adalah pendidikan melalui dan tentang aktivitas fisik atau dalam bahasa aslinya adalah
Physical education is education of and through movement. Terdapat tiga kata kunci dalam
definisi tersebut, yaitu :
1. pendidikan education, yang direfleksikan dengan kompetensi yang ingin diraih siswa
2. melalui dan tentang through and of, sebagai kata sambung yang menggambarkan
keeratan hubungan yang dinyatakan dengan berhubungan langsung dan tidak
langsung
3. gerak movement, merupakan bahan kajian aktivitas permainan, aquatik, rithmik, uji
diri, dsb sebagaimana tertera dalam kurikulum Pendidikan Jasmani.
Konsep konkret Pendidikan Jasmani yang melingkupi program dan proses belajar
mengajar tertuang pada ilustrasi di bawah ini. Ilustrasi Keterkaitan Konsep, Program, dan
PBM Penjas Berdasarkan definisi tersebut cukup jelas bahwa posisi movement atau dalam
kurikulum disebut bahan kajian yang terdiri dari tujuh bahan kajian aktivitas permainan dan
olahraga, aktivitas pengembangan, aktivitas uji dirisenam, aktivitas ritmik, aktivitas
airaquatik, aktivitas luar kelas, dan kesehatan, dapat ditempatkan sebagai alat atau tujuan.
Bahan kajian ditempatkan sebagai alat manakala tujuan yang ingin diraih berupa kompetensi
personal dan sosial, sedangkan bahan kajian sebagai tujuan manakala tujuan yang ingin diraih
berupa kompetensi akademis dan vokasional.
Physical Education is Education through and of Movement akt perm dan OR akt
pengembangan, akt uji diri, akt ritmik, akt air, akt luar sekalam bebas pend kesehatan Tujuan
2
Pendidikan Nasional life skills GBPP SILABUS RPP KOMPETENSI Personal Social
Akademis Vocational Through and of Teaching Learning Process Panduan Pelaksanaan
Pembelajaran Ekstrkurikuler Olahraga Melalui pendidikan Jasmani dan olahraga memiliki
dua keuntungan utama yaitu keuntungan fisik dan edukasi Bailey, 2009. Keuntungan fisik
meliputi:
1. kebugaran,
2. keterampilan gerak, dan
3. kebiasaan melakukan aktivitas fisik gaya hidup aktif.
Sedangkan keuntungan edukasi meliputi:
1. sosial
2. afektif
3. kognitif.
Pengalaman belajar Pendidikan Jasmani yang diperoleh siswa di sekolah pada dasarnya
merupakan proses penanaman nilai-nilai edukasi melalui aktivitas fisik dan olahraga yang
disediakan oleh gurunya, yang pada gilirannya kebiasaan baik tersebut dapat dipraktekkan
oleh siswa pada kehidupan sehari-hari siswa di masyarakat sepanjang hidupnya. Sebaliknya
praktek salah yang terjadi pada aktivitas fisik dan olahraga di masyarakat hendaknya
merupakan feedback bagi pengembangan pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah.
Dengan demikian Pendidikan Jasmani selalu berinteraksi secara positif, reflektif, dan
berkelanjutan mendidik satu generasi ke generasi berikutnya menuju kehidupan yang lebih
baik. Aktivitas fisik dalam Pendidikan Jasmani berfungsi sebagai media pendidikan yang
memberikan beragam manfaat diantaranya:
1. Orientasi nilai fisikal dalam Pendidikan Jasmani
2. Orientasi nilai sosial dari Pendidikan Jasmani
3. Orientasi afektif dari Pendidikan Jasmani
4. Orientasi nilai kognitif dari Pendidikan Jasmani Utilitas Pendidikan Jasmani
berdampak luas pada semua ranah yang ingin dituju.
Orientasi fisikal, sosial, afektif dan kognitif adalah kerangka komprehensif menuju
optimumnya daya-daya terbaik yang ada pada peserta didik dan guru berkewajiban untuk
mendesain, melaksanakan, dan mengevaluasi. Mencermati isu-isu kekinian yang berkembang
dalam Pendidikan Jasmani dan olahraga telah mengarah pada hampir semua aspek kajian
Pendidikan Jasmani dan olahraga. Pertanyaan mendasar yang kemudian muncul adalah
mampukah kita membayangkan dimasa mendatang Pendidikan Jasmani tidak lagi mewujud?.
Beragam spekulasi tentang eksistensi Pendidikan Jasmani tengah berkembang. Pendidikan
Jasmani telah bergerak menuju dekontektualisasi dan dekonstruksi materi beserta aplikasinya.
Sementara itu guru Pendidikan Jasmani kurang dipersiapkan secara akademis sehingga di
lingkup sekolah, Pendidikan panduan elaksanaan pembelajaran ekstrakurikuler pendidikan
olahraga berada pada posisi yang mengkhawatirkan dan bergerak pada kepunahan. Paulo
Freire, seorang ahli critical pedagogy dalam bukunya Pedagogy of Hope mengkritisi kondisi
pendidikan seperti ini sebagai penjajahan dan penindasan yang harus dirubah menjadi
pemberdayaan dan pembebasan.
Freire mengungkapkan bahwa proses pembelajaran nampak seperti sebuah kegiatan
menabung, peserta didik sebagai ”celengan” dan guru sebagai ”penabung”. Kontras dengan
hal di atas, konstruksi sosial yang ada di masyarakat sangat beragam dan imbasnya mengarah
3
kepada budaya belajar dan gerak. Budaya belajar dan gerak tengah mengalami krisis yang
tentu tidak bisa dipulihkan dalam waktu singkat. Dibutuhkan kerja keras dan usaha dari
keluarga, masyarakat dan sekolah dalam proses habituasinya. Sembiosa antar ketiganya akan
mampu menumbuhkembangkan kembali budaya gerak yang telah mulai terkikis. Ada
beberapa isu faktual diantaranya:
1. Policy, Power And Politics In PE
2. Physical Activity, Physical Fitness Health Young People;
3. Teacher, Teaching And Pedagogy In PE
4. Gender And PE
5. Social Class, Young People, Sport PE
6. Inclusion, Special Education Needs, Disability PE.
Revitalisasi dan bahkan revolusi Pendidikan Jasmani harus dimulai dalam tatanan
terkecil masyarakat yang bermanifestasi dalam sebuah kelas yang meliputi lingkup
pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Pendidikan Jasmani yang diajarkan di
sekolah sudah saatnya kembali kepada bentuk dasar dari tujuan anak mengikutinya yakni
bergerak. Untuk mencapainya diperlukan pemikiran yang tajam dan kritis. Guru sebagai
pelatih menggunakan beragam pendekatan yang memungkinkan semua ranah berkembang
sebagaimana mestinya.
Seperti halnya sistem tubuh manusia, semua bagian dari kurikulum harus terpadu dan
bekerja terarah untuk membantu mengembangkan anak didiknya yang sedang belajar.
Pembuat kurikulum sudah selayaknya bertanya, apakah program yang ada dalam kurikulum
itu sudah valid? Apakah kurikulum tersebut sudah dapat meraih tujuan yang akan
dicapainya? Contoh pertanyaan yang lebih spesifik: apakah dengan kurikulum itu siswa
lulusannya sudah mempunyai berbagai keterampilan gerak dasar dan siap untuk belajar
keterampilan yang lebih bersifat spesifik dan kompleks pada jenjang berikutnya.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut sudah barang tentu sangat untuk sulit dijawab dengan
tegas, namun demikian pertanyaan tersebut paling tidak akan membantu para guru dalam
menentukan arah program yang dibuatnya. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat gambaran
arah program Pendidikan Jasmani pada jenjang pendidikan SD/MI dikaitkan dengan beberapa
karakteristik yang melandasinya, yang antara lain meliputi: asumsi dasar, pelaksanaan, dan
keberhasilannya sehingga dengan demikian diharapkan kita dapat melihat berbagai isu dan
alternatif pemecahannya.
4
1. Asumsi Dasar Program Pendidikan Jasmani
Asumsi dasar pada dasarnya adalah pijakan yang kokoh dan dapat
dipertanggungjawabkan dalam menyelenggarakan sesuatu. Asumsi dasar program Penddikan
Jasmani merupakan pijakan yang kokoh yang dapat dipertanggungjawabkan dalam membuat
dan menyelenggarakan program penjas. Tiga asumsi dasar program Penddikan Jasmani
meliputi:
a.) Program Pendikan Jasmani dan program olahraga mempunyai tujuan yang berbeda
Demikian juga pengalaman latihan yang diperoleh para guru sewaktu kuliah belum
tentu cocok diberikan kepada anak didiknya. Anak-anak membutuhkan program yang secara
khusus dibuat sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhannya (Developmentally
Appropriate Practice/DAP).
c.) Anak-anak yang kita ajar sekarang tidak untuk dewasa sekarang
Para pendidik mempunyai tantangan yang cukup besar dalam mempersiapkan anak
didik di masa yang akan datang, yang belum bisa didefinisikan dan dimengerti secara jelas.
Atau paling tidak, dalam berbagai aspek, dunia nanti mungkin akan sangat berbeda dengan
dunia yang ada sekarang. Program Pendidikan Jasmani yang ada sekarang berusaha
memperkenalkan anak didik pada dunia yang ada sekarang dan juga sekaligus
mempersiapkan anak didik untuk hidup dalam dunia yang belum pasti di masa yang akan
datang. Dengan kata lain program tersebut berusaha membantu siswa belajar bagaimana
5
belajar (learning how to learn) dan membantu siswa menyenangi proses discovery dan
eksplorasi tantangan-tantangan baru dan berbeda dalam domain fisik.
Aktivitas fisik dan olahraga di masa yang akan datang mungkin sangat berbeda
dengan aktivitas fisik dan olahraga yang ada dan popular pada masa sekarang. Oleh karena
itu program yang ada sekarang selayaknya mempersiapkan anak didik dengan keterampilan-
keterampilan gerak dasar yang sangat diperlukan untuk setiap aktivitas fisik, baik yang
sedang popular pada masa sekarang maupun aktivitas fisik yang mungkin akan ditemukan di
masa yang akan datang.
Penguasaan berbagai keterampilan gerak dasar oleh para siswa akan mendorong
perkembangan dan perbaikan berbagai keterampilan fisik yang lebih kompeks, yang pada
akhirnya akan membantu siswa memperoleh kepuasan dan kesenangan dalam melakukan
aktivitas fisiknya.
Sehubungan dengan anggapan dasar tersebut di atas, maka program dan penyelenggaraan
program Pendidikan Jasmani hendaknya mencerminkan anggapan dasar tersebut di atas. Dua
pedoman yang sering digunakan untuk dapat mencerminkan anggapan dasar tersebut antara
lain adalah “Developmentally Appropriate Practices” (DAP) dan “Instructionally Appropriate
Practices” (IAP).
Maksudnya adalah tugas ajar yang memperhatikan perubahan kemampuan anak dan
tugas ajar yang dapat membantu mendorong perubahan tersebut. Dengan demikian tugas ajar
tersebut harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik yang sedang belajar. Tugas
ajar yang sesuai ini harus mampu mengakomodasi setiap perubahan dan perbedaan
karakteristik setiap individu serta mendorongnya ke arah perubahan yang lebih baik.
6
Amerika, NASPE (National Association for Sport and Physical Education, 1992) telah
menentukan “Physically Educated Person” sebagai salah satu kriterianya. Kriteria ini
menjabarkan keberhasilan program Pendidikan Jasmani ke dalam 20 karakteristik yang
diklasifikasikan ke dalam lima katagori dan merupakan penjabaran dari pencapaian tujuan
jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term) dari program Pendidikan Jasmani
di sekolah-sekolah. Untuk lebih jelasnya karakteristik seseorang yang terdidik jasmaninya
tersebut adalah sebagai berikut:
d.) Mengetahui akibat dan manfaat dari keterlibatan dalam aktivitas jasmani
7
6. Mengetahui bahwa partisipasi dalam aktivitas jasmani dapat memperoleh dan
meningkatkan pemahaman terhadap budaya majemuk dan budaya internasional.
7. Memahami bahwa aktivitas jasmani memberi peluang untuk mendapatkan kesenangan,
menyatakan diri pribadi, dan berkomunikasi.
8
Mengapa dan Bagaimana filsafat pendidikan jasmani? Adapun rincian pertanyaan itu
ialah ;
a. Apa filsafat pendidikan jasmani itu? Jawaban ada pada satu rumusan yang
memungkinkan orang untuk berfikir dan bertindak melalui pelaksanaan
pendidikan jasmani.
b. Mengapa filsafat pendidikan jasmani? Jawabannya ada pada rumusan tujuan
pendidikan jasmani terhadap pada empat ranah pendidikan
c. Bagaimana pendidikan jasmani? Jawabannya ada pada rumusan program
pengajaran atau GBPP (Garis-garis Besar Program Pengajaran dan metode
pembelajaran)
Rumusan batasan pendidikan jasmani tujuan pendidikan jasmani, GBPP untuk
pendidikan jasmani dan rumusan tujuan pendidikan nasional secara ideal harus
diulang. Mengapa? Agar terjadi keserasian dengan filsafat pendidikan jasmani
a. Apa filsafat pendidikan Jasmani? Adapun rumusan itu sebaliknya dapat ditentukan
bahwa “Mengembangkan semua aspek pribadi manusia melalui aktivits jasmani”.
Untuk kepentingan itu perlu dilihat kembali “model pendidikan jasmani”. Dalam
hal ini oleh karena itu harus mengaitkan dengan tujuan pendidikan nasional, yakni
“manusia Indonesia yang seutuhnya. Karena itu sudah ada kesepakatan bahwa
pendidikan jasmani itu merupakan bagian integral dari pendidikan umum, maka
seyogyanya filsafat pendidikan itu merupakan filsafat pendidikan jasmani dan
dirumuskan sebagai” Pendidikan merupakan pengembangan semua aspek pribadi
manusia untuk menuju manusia Indonesia seutuhnya
b. Mengapa filsafat pendidikan jasmani? Jawabannya ialah untuk mencapai tujuan
pendidikan jasamani. Sedangkan tujuan pendidikan jasmani itu merupakan
rumusan yang disesuaikan dengan rumusan tujuan pendidikan jasmani menurut
Annarino Cowell dan Hazelton (1980) yaitu; (1) fisik (2) psikomotor (3) afektif (4)
kognitif
c. Bagaimana filsafat pendidikan jasmani? Setelah didapat jawaban atas pertanyaan
Apa? dan Mengapa?, maka harus dilanjutkan dengan usaha untuk menjawab
pertanyaan “bagaimana”. Pertanyaan bagaimana ini merupakan pertanyaan
terhadap pelaksanaan pendidikan jasmani
9
perumus atau karena perubahan tujuan yang akan dicapai. Hal ini juga dijumpai di
Indonesia terjadi banyak batasan pemikiran. Sebagai contoh beberapa batasan Dikjas
yang mengutarakan bahwa Dikjas itu pendidikan antara lain:
a. Bucher (1960) menitikberatkan bahwa dikjas merupakan bagian yang integral
dari proses pendidikan total, dan merupakan lahan untuk mencoba mencapai tujuan
untuk mengembangkan kebugaran fisik, mental, emosi dan social rakyat melalui
media aktivitas fisik
b. Rijsdorp (1971) mengutarakan bahwa dikjas itu pendidikan. Dan pendidikan itu
menolong anak atau anak muda untuk mencapai kedewasaannya.
4. Peranan Filsafat Pendidikan Jasmani
Wuest dan Bucher(1995) menyatakan bahwa filsafat pendidikan jasmani dan olahraga
dapat membantu para guru atau pakar dikjas untuk meyakini dikjas dan olahraga serta
mampu menjawab semua yang bertentangan denga filsafat dikjas dan olahraga. Filsafat dikjas
dan olahraga membantu terhadap macam-macam fungsi sebagai berikut;
a. Menghubungkan kata dikjas dengan olahraga
b. Mampu menghasilkan perbaikan keahlian (profesional)
c. Merupakan hal yang penting bagi pendidikan keahlian
d. Akan membimbing kearah keahlian
e. Memberi tuntunan bagi pencarian (groversi) dan program individual
f. Membuat masyarakat menyadari bahwa dikjas dan olahraga memberi kontribusi terhadap
nilai-nilai
g. Dapat membantu semua anggota profesi saling mengadakan pendekatan
h. Dapat menjelaskan hubungan antara dikjas dan olahraga dengan pendidikan umum
Dengan demikian peranan filsafat merupakan dasar dan pedoman yang dapat
mengarahkan teori dan menggerakkan pelaksanaan dikjas dengan baik dan benar.
10
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Pendidikan Jasmani adalah suatu proses pembelajaran melalui aktivitas jasmani yang
didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik,
pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi.
Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotor, kognitif, dan afektif setiap siswa.
Peranan filsafat dalam pendidikan jasmani dan olahraga dapat membantu para guru
atau pakar dikjas untuk meyakini dikjas dan olahraga serta mampu menjawab semua yang
bertentangan denga filsafat dikjas dan olahraga. Filsafat dikjas dan olahraga membantu
terhadap macam-macam fungsi sebagai berikut;
a. Menghubungkan kata dikjas dengan olahraga
b. Mampu menghasilkan perbaikan keahlian (profesional)
c. Merupakan hal yang penting bagi pendidikan keahlian
d. Akan membimbing kearah keahlian
e. Memberi tuntunan bagi pencarian (groversi) dan program individual
f. Membuat masyarakat menyadari bahwa dikjas dan olahraga memberi kontribusi terhadap
nilai-nilai
g. Dapat membantu semua anggota profesi saling mengadakan pendekatan
h. Dapat menjelaskan hubungan antara dikjas dan olahraga dengan pendidikan umum
Dengan demikian peranan filsafat merupakan dasar dan pedoman yang dapat
mengarahkan teori dan menggerakkan pelaksanaan dikjas dengan baik dan benar.
11
DAFTAR PUSTAKA
Mulyani, Euis Sri.2003. Panduan Pengajaran Seni dalam Islam, Jakarta : PT Penamadani
Sobur, A. (2007). Karya Seni sebagai Media. Mediator: Jurnal Komunikasi, 8(2), 211-220.
Susanti, S. (2000). Filsafat Seni: Antara Pertanyaan dan Tantangan (Philosophy of Art:
Between Question and Challenge). Harmonia: Journal of Arts Research and
Education, 1(2).
12