Disusun oleh:
Rifqi Festiawan
14711251043
IK B 2014
yang mengandun maksud dan tujuan untuk mendidik.Kajian ruang lingkup sport
lepas dari pemahaman kita terhadap eksistensi ilmu keolahragaan (sport science).
keolahragaan masih tergolong masih muda baik ditinjau dari tradisi dan paradiqma
penelitian maupun produk riset yang dapat diandalkan untuk melandasi tataran
praktis.
perkembangannya, tetapi risalah ini lebih diarahkan pada pengenalan batang tubuh
pedagogi olahraga itu sendiri yang dipahami sebagai medan penelitian, sekaligus
pengembangan ilmu yang melandasi semua upaya yang mengandung intensi yang
Penjas dan OR di sekolah atau lembaga formal, tetapi juga diluar persekolahan
dalam olahraga menuntun kearah efisiensi proses dan efektivitas pencapaian tujuan
yang diharapkan. Hanya dengan landasan ilmiah yang kukuh baru akan terjamin
prinsip akuntabilitas dalam pendidikan jasmani dan olahraga, dan atas dasar itu pula
ii
para pendidik di bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas karunia yang Allah SWT berikan, atas limpahan rahmat, dan
kasih sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah diberikan, sehingga
dalamnya kepada semua pihak, yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan,
Teriring harapan dan doa semoga Allah SWT. Membalas amal kebaikan dari
berbagai pihak tersebut. Tentunya masih banyak kekurangan yang ada dalam
penulisan makalah ini, untuk itu penulis sangat berharap masukan dari pembaca dan
semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amin
Penulis
iv
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pedagogi Secara Umum………………… ......................... 3
1. Tiga Arti Dalam Pedagogi……………………………………… .. 4
2. Pedagogi Ditinjau secara Etimologi…………………………… ... 5
B. Pengertian Pedagogi Olahraga.............................................................. 5
1. Perspektif Sejarah Pedagogi Olahraga…………………………... 6
2. Struktur Ilmu Keolahragaan……………………………………... 6
3. Landasan Filosofis Pedagogi Olahraga………………………….. 7
4. Pendidikan Jasmani danPedagogi Olahraga……………………... 8
5. Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga……………………... 11
C. Pendidikan Jasmani .............................................................................. 21
1. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga…………………... 22
2. Perbedaan dan persamaan Penjas dan Pendidikan Olahraga…….. 24
D. Perbedaan Pendidikan Formal dan Non Formal dalam Pedagogi
Olahraga………………………………………………........................27
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 32
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mata kuliah pedagogi ini merupakan mata kuliah yang mengajarkan hubungan
pedagogi Dasar terlebih dahulu harus memahami tentang struktur, fungsi dan
manfaatnya bagi kehidupan kedepannya kita kelak. terutama pada bahasan kali ini yaitu
pedagogi akan dipelajari tentang fungsi atau cara kerja kehidupan olahraga atau orang
yang bersifat sementara maupun yang bersifat menetap sebagai hasil pelatihan berbagai
kegiatan olahraga, Pengertian pedagogi itu sendiri, Olahdaya attitute dan uptitute serta
mutu tinggi, proses penyaluran olahraga dam dunia mengajar, olahraga dalam berbagai
latihan fisik dan latihan teknik dalam kaitannya dengan masalah kelelahan dan efisiensi
1
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Makalah
dalam kehidupan masyarakat. terutama pada bahasan kali ini yaitu tentang pengertian
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pedagogi Secara Umum
Pedagogi yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos" artinya
berarti seni atau pengetahuan membimbing atau memimpin atau mengajar anak.
Pedagogi berasal dari kata Yunani "dibayar," yang berarti anak plus "agogos," yang
berarti memimpin. Oleh karena itu, pedagogi telah didefinisikan sebagai seni
pedagogi adalah seni atau pengetahuan membimbing atau mengajar anak maka apabila
menggunakan istilah pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak
tepat, karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga
sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada
orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang
pedagogis. Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak
dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa. Namun
karena orang dewasa sebagai individu yang sudah mandiri dan mampu mengarahkan
dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar
adalah kegiatan belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan
Training / Teaching).
Menurut Hewett LL.D, bahwa pedagogi lebih dari sekedar ilmu dan seni
mereka untuk mencapai suatu tujuan yang ideal, di sini tujuan idealnya adalah kelaki-
3
pendidikan, situasi pendidikan, selalu berhubungan dengan tujuan-tujuan idealistik,
menjalani kehidupan dan kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri, dapat hidup
secara bermakna, dan dapat turut memuliakan kehidupan. Dalam model pedagogi, guru
memiliki tanggung jawab penuh untuk membuat keputusan tentang apa yang akan
dipelajari, bagaimana akan dipelajari, ketika akan dipelajari, dan jika materi telah
tempat siswa dalam peran tunduk membutuhkan ketaatan dengan instruksi guru. Hal ini
didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik hanya perlu mengetahui apa guru
mengajarkan mereka. Hasilnya adalah situasi pengajaran dan pembelajaran yang aktif
a. Instruksi
Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru. Istilah ini
merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran. Pedagogi juga kadang-
kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari strategi mengajar. Sehubungan
dengan strategi mengajar itu, filosofi mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar
pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru. Salah satu contohnya
dari παίς país:anak danάγω ági: membimbing; secara literal berarti "membimbing
anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός biasanya diterapkan pada budak yang
dengan hal tersebut. Malcolm Knowles mengungkapkan istilah lain yang mirip
dengan pedagogi yaitu andragogi, yang merujuk pada ilmu dan seni mendidik orang
dewasa.
melandasi semua praktik dalam bidang keolahragaan yang mengandun maksud dan
tujuan untuk mendidik. Kajian ruang lingkup sport pedagogy istilah lazimnya dan
disepakati di tingkat internasional memang tidak lepas dari pemahaman kita terhadap
eksistensi ilmu keolahragaan (sport science). Dari perspektif sejarah, di Indonesia status
dan pengakuan terhadap ilmu keolahragaan masih tergolong masih muda baik ditinjau
dari tradisi dan paradiqma penelitian maupun produk riset yang dapat diandalkan untuk
tetapi risalah ini lebih diarahkan pada pengenalan batang tubuh pedagogi olahraga itu
sendiri yang dipahami sebagai medan penelitian, sekaligus pengembangan ilmu yang
5
melandasi semua upaya yang mengandung intensi yang bersifat mendidik. Itulah
hanya dalam lingkup penyelenggaraan Penjas dan OR di sekolah atau lembaga formal,
dalam olahraga menuntun kearah efisiensi proses dan efektivitas pencapaian tujuan
yang diharapkan. Hanya dengan landasan ilmiah yang kukuh baru akan terjamin prinsip
akuntabilitas dalam pendidikan jasmani dan olahraga, dan atas dasar itu pula para
dikenal sejak tahun 1975 tatkala adanya lokakarya internasional sport science.
itu muatannya sesak dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa
dan perkembangan) dan ilmu social lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology)
yang dipandang perlu dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.
dianggap cukup mapan, seperti yang dipaparkan Prof. Haag di Jerman sejak tahun
1979, sangat membantu kita untuk menelaah kedudukan sport pedagogy, sebagai
6
salah satu diantaranya, sebagai isi dari ilmu keolahragaan. Ada 7 (tujuh) bidang teori
yang mendukung, yakni (1) sport medicine, (2) sport beomechanic, (3) sport
psychology, (4) sport sociology, (5) sport pedagogy, (6) sport history dan (7) sport
dianggap logis. Sport medicine dan sport biomechanic termasuk kedalam kelompok
ilmu pengetahuan alam, sementara sport psychology, sport sosiology dan sport
pedagogy tergolong kedalam rumpun ilmu pengetahuan sosial dan behavioral. Sport
science. Paparan tersebut juga menunjukkan bahwa “ibu” ilmu pengetahuan yang
Oleh karena itu jika ditinjau dari struktur ilmu keolahragaan, maka pedagogi
olahraga merupakan salah satu bidang yang memiliki peran dalam ilmu
keolahragaan, oleh karena itu sangat penting untuk memahami tentang pedagogi
mata sebagai sebuah objek, yang diungkapkan dalam perumpamaan yang lazim
aspek raga sehingga fisiologi dan anatomi menduduki posisi yang amat kuat dalam
sebagai sebuah subjek yang penting bagi pembinaan fisik yang dipandang sebagai
7
mesin. Selanjutnya, konsep yang dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang
dualisme Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah
yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif sedemikian
rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Ide tentang the body subject menegaskan
negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar
sekolah, dan pedagogi olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam
kerangka ilmu keolahragaan. Seperti dikemukakan oleh para ahli lainnya (Pierson,
Cheffers, dan Barette 1994; dalam Naul, 1994) pedagogi olahraga merupakan sebuah
disiplin yang terpadu dalam struktur ilmu keolahragaan. Paradiqma ini telah diadopsi
untuk memadukan konsep / teori terkait dan relevan dari beberapa subdisiplin ilmu
keolahragaan lainnya terutama dalam konteks pembinaan dalam arti luas dan
paradiqma interdisiplin (Matveyev, dalam Rusli lutan, 1988). Pandangan ini tak
beberapa subdisiplin ilmu dalam taksonomi ilmu keolahragaan, sementara para ahli
8
meletakkan sport medicine yang mencakup aspek keselamatan (safety) dan
kesehatan sebagai landasan bagi pedagogi olahraga (Rusli Lutan, 1988; dalam
laporan hasil The Second Asia-pasicic Congress Of Sport and Physical Education
mampu berolahraga. Bagi Grupe & Kruger (1994), pedagogi olahraga mencakup 2
(dua) hal utama : (1) tindakan pendidikan praktis dalam bermain dan olahraga, dan
karena itu ada landasan teoritis bagi kegiatan olahraga yang mengandung maksud
mendidik tersebut, (2) praktik yang dimaksud berbeda dengan praktik dan konsep
lama dalam pendidikan jasmani yang mengutamakan latihan gaya meliter dan drill
di beberapa negara, khususnya di Jerman; praktik baru itu disertai konsep teoritis
pendidikan jasmani, kontrol terhadap badan, disiplin, yang menyatu dengan gerak
1975 di bandung yang diikuti pimpinan dan dosen dari STO se-Indonesia dengan
nara sumber ahli dari jerman Barat (Prof. Haag, Prof. Nowacki, Dr. Jansen dan Bodo
dan sport medicine. Sejak tahun 1980-an perubahan memang banyak terjadi di
mulai memperkenalkan ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan mereka
9
dikemukakan Siedentop ialah dampak krisis ekonomi yang menyebabkan
penyerapan lulusan program pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah)
didorong oleh kebutuhan secara akademik, yakni dari aspek metodologi, sebab
pendekatan hermenetik dalam pendidikan jasmani sudah tidak lagi memadai untuk
bahwa istilah pedagogi olahraga berasal dari jerman, tatkala latar belakang filsafat /
tahun 1960-an, sehingga diganti dengan istilah pedagogi olahraga (Grupe, 1969;
pedagogi olahraga itu tidak saja sepenuhnya berasal dari jerman yang muncul pada
tahun 1960-an, karena Pierre de Coubertin menulis buku Pedagogi Sportive pada
tahun 1922. Gerakan Olimpiade sejak tahun 1898 hingga perang dunia I, seperti juga
buah pikiran yang tertuang dalam beberapa naskah dan artikel yang ditulis de
Courbertin (Perancis), Gebbardt dan Diem (Jerman), dan Kemeny serta Guth-
kemauan untuk berolahraga, dan semangat olimpiade, dan pokok pikiran itu sungguh
sangat relevan dengan konsep dalam pdagogi olahraga. Para tokoh peletak dasar
pedagogi olahraga ini berpikiran sama dengan para pendidik lainnya tentang hakikat
dan gerakan pengembangan ” body and mind ” di Amerika Serikat dan Jerman.
10
Di berbagai negara, pendidikan jasmani dibentuk kembali setelah tahun
1900, khususnya tahun 1920-an . Perkembangan ini didukung kuat oleh Dokter
olahraga yang dikenal di tingkat Internasional yaitu Sargent (1906) di AS, dan
Schmidt (1912) di Jerman. Kedua tokoh ini menganjurkan tipe latihan senam dan
alamiah menjadi populer di Denmark dan Swedia yang dipromosi oleh Torngren
lebih menunjuk kepada segenap upaya yang mengandung maksud dan tujuan untuk
pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target group are
individual with low level of performance,” atau ”sport pedagogy is constituted in the
actors and actions of teaching and learning porpuseful human movement”. Dalam
ungkapan yang lebih umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “
the science …which is concerned with the relationship between sport and education
(misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz). Definisi ini sangat banyak mebantu kita
segenap upaya yang bersifat mendidik yang sarat dengan misi dalam rangka proses
secar cermat, bahwa olahraga itu sangat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam
Tidak dipungkiri bahwa seluruh lakon gerak insani yang sadar dan bertujuan
dalam konteks olahraga itu melibatkan sebuah mekanisme kerja system persyarafan
11
dalam sebuah koordinasi yang luar biasa cepatnya, mekanisme persepsi dan aksi
yang sinkron dibuahkan dalam bentuk pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan
masalah yang jitu selain kreativitas, seperti tampak dalam peragaan para atlit tinggi
(misalnya tampak dalam peragaan professional bola basket dan sepakbola). Unsur
estetika melekat kuat di dalamnya dalam wujud irama tampilan yang anggun dan
selaras untuk berekpresi (lihat misalnya dalam tampilan atlit figure skating).
adegan yang bersifat mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa
Bahwa proses ajar merupakan bagian dan keterjadian pendidikan jasmani dan
olahraga harus diakui, dan perubahan laku dimaksud memang terjadi melalui proses
itu. Itulah sebabnya pada tataran praktis disyaratkan bahwa harus selalu terjadi
proses transaksi antara guru dan murid, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni
apa sesungguhnya substansi yang disampaikan oleh guru kepada murid, dan karena
itu pengetahuan apa yang terkandung dalam substansi yang disampaikan untuk
mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Kretik keras dari masyarakat dan
orang tua siswa terhadap profesi pendidikan jasmani dan olahraga ialah bahwa hanya
sedikit terjadi dan bahkan ada tuduhan sama sekali tidak berlangsung proses ajar.
Pokok pikiran Lee Shulman (1987) tentang tujuh kategori pengetahuan, sangat
jasmani dan olahraga. Di Amerika sendiri, seperti laporan Christensen, bahwa dalam
proses belajar mengajar pendidikan jasmani dari olahraga ( 1996), ketujuh kategori
ini digunakan sebagai sumber yang paling sering dipakai NCATE (National Council
12
on Accreditation for Teacher Education) dalam melaksanakan akreditasi guru
pendidikan jasmani. Kupasan singkat tentang wilayah kajian pedagogi olahraga ini
juga pernah dipaparkan dalam ceramah Schempp (1993) yang berjudul The Nature
sebagai berikut:
a. Content knowledge
d. Curriculum knowledge
belajar mengajar pendidikan jasmani dari olahraga itu pada dasarnya dapat dipakai
pengetahuan yang bersifat umum itu menunjukkan potensi pedagogi olahraga untuk
jasmani dan olahraga pada umumnya. Menjadi lebih unik pengetahuan yang
dimaksud karena ada tiga kategori pengetahuan yang mesti dikuasi oleh guru
13
a. General pedagogical knowledge
dan hasil belajar pada siswa. Cakupannya, meliputi: kemampuan umum dalam
Penelitian dalam kategori ini berkisar pada tema jurnlah waktu aktif
atau topic bagi sekelompok peserta didik dalam konteks yang spesifik.
Pengetahuan ini juga terkait dengan: tujuan pengajaran sebuah subjek pada
tingkat kelas yang berbeda; konsepsi dan miskonsepsi siswa mengenai suatu
subjek; material kurikulum suatu subjek; strategi pengajaran bagi sebuah topik.
c. Curriculum knowledge
dalam pendidikan Pengetahuan ini berkenaan dengan isi dari program yang
banyak penelitian. Hanya sedikit pikiran kritis misalnya untuk mengkaji ulang
14
implementasi model kurikulum pendidikan jasmani yang berorientasi pada
kompetitif.
dengan munculnya aneka Senam Kebugaran Jasmani (SKJ) yang dalam banyak
hal menyulitkan para guru dan siswa akibat struktur gerak atau tugas geraknya,
Model kurikulum berbasis pengetahuan biologis ini yang dikenal dalam istilah
Indonesia. Model pendidikan gerak yang sering dijumpai pada program SD,
pelaksanaan pengajaran. Yang dimaksud dengan konteks atau tata latar adalah
keseluruhan faktor yang mempengaruhi apa dan bagaimana isi diadakan dan
dipelajari dalam sebuah program. Dalam lingkup yang lebih luas kita dapat
antara sekolah di perkotaan, pedesaan, atau yang terdapat di pesisir dan di daerah
15
belantara, daerah-daerah terpencil. Kebanyakan lingkungan semacam itu relatif
stabil, tetap, dan arena itu hanya sedikit kemampuan guru untuk mengubahnya.
Hal terbaik yang dapat dilakukannya ialah ia mesti dapat membiasakan diri
potensi untuk mendukung pengajaran. Ini berarti bahwa faktor lingkungan ini
jasmani itu berlangsung dalam konteks yang memungkinkan para guru untuk
1962, yang memanfaatkan sebatang pohon karet di halaman sekolah, ketika kami
menempuh pendidikan di SGA Kuala Kapuas. Salah satu tugas ajar yang tidak
dapat saya lupakan ialah “memanjat pohon karet itu,” sebuah tugas yang
karakteristik yang unik yang dapat memberikan peluang dan tantangan bagi guru
dan apa yang mereka pikirkan tentang tujuan bagi program pendidikan
jasmaninya.
pengajaran, yang meliputi faktor lingkungan fisikal dan sosial di dalam dan di
sekitar kelas, termasuk pengetahuan tentang kegiatan kerja dalam kelompok atau
16
Lisbon baru-baru ini, Richard Tinning dari Queensland University mengangkat
rinci lagi, seperti dalam tulisan Metzler (2000), faktor konteks ini dipaparkan
dalam lima faktor utama: (1) lokasi sekolah, (2) demografis siswa, (3)
belajar.
dengan transportasi, dan faktor keamanan. Termasuk faktor yang lebih pelik
banyak diterpa oleh sinar terik matahari sehingga keadaan ini sangat berpengaruh
dalamnya pemahaman tentang karakteristik siswa yang amat beragam dari aspek
kognitif. emosi, sosial, dan faktor sejarah dan budaya. Pemahaman tentang
strategi dengan karakteristik siswa atau peserta didik. Prinsip ini mongukuhkan
perencanaan, dan menjadi titik awal dalam hill pemahaman mengenai kebutuhan
pengajaran. Wilayah binaan yang tak kalah pentingnya ialah domain afektif yang
di Indonesia, karena pengajaran didikte oleh sistem evaluasi yang serba terukur
ketekunan yang menjadi landasan bagi pencapaian prestasi dalam bidang apa
18
Adegan-adegan dalam permainan atau pelaksanaan tugas ajar dalam
jawab misaInya banyak sekali dijumpai dalam peristiwa permainan dan peragaan
ketangkasan, dan peluang ini sia‑sia belaka jika tidak dimanfaatkan sebaik
mungkin.
gerak. Upaya ini sangat bermanfaat untuk memahami proses kognitif yang
pelaksanaan tugas gerak yang disampaikan oleh guru atau pelatih tidak lebih dari
bersifat situasional adalah tergantung pada siswa atau atlet itu sendiri. Fenomena
faktor perhatian dan fenomena arousal atau bangkit yang Mempengaruhi kinerja
seseorang Tema ini tak kalah menariknya dengan tema penyimpanan informasi
pusat memori Yang kemudian siap untuk dipanggil kembali. Teori motivasi,
19
termasuk jenisnya (intrinsik dan ekstrinsik) tidak kalah menariknya, sama halnya
kecakapan baru, atau bersifat negatif, bila efeknya sebaliknya. Berkaitan dengan
kecakapan untuk mengevaluasi suatu masalah dari beberapa sudut pandang, dan
upaya yang lebih banyak melalui penelitian. Beberapa contoh penelitian diluar
pendidikan nasional, apa yang diharapkan guru pada siswa untuk dipelajari di
sebuah masyarakat madani (civil society) yang adil. Penelitiannya terkait dengan
20
riset dalam kurikulum studi tentang orientasi nilai (misalnya, Ennis, 1992),
hidden curriculum (misalnya, Bain (1989); tujuan & nilai pendidikan (misalnya,
Hellison, 1993).
C. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani terdiri dari kata pendidikan dan jasmani, pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
melalui upaya pengajaran dan latihan (KBBI, 1989), jasmani adalah tubuh atau badan
(fisik). Namun yang dimaksud jasmani di sini bukan hanya badan saja tetapi
keseluruhan (manusia seutuhnya), karena antara jasmani dan rohani tidak dapat dipisah-
pisahkan. Jasmani dan rohanai merupakan satu kesatuan yang utuh yang selalu
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani
memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya
menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik
perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan
dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari
perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari
manusia itulah yang menjadikannya unik. Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti
21
Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang sebagai
perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui
watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia
dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak
badan. Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri
dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala
sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini adalah: "Apakah pendidikan
jasmani?" Pertanyaan yang cukup aneh ini justru dikemukakan oleh yang paling
berhak menjawab pertanyaan tersebut. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada
waktu sebelumnya guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan
nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, dari mata
1994. Perubahan nama tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang
menjelaskan makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru
pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua istilah di atas
22
sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula. Pertanyaannya, apa bedanya
dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan, permainan, atau cabang
olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat untuk mendidik. Mendidik apa ? Paling
tidak fokusnya pada keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan
juga keterampilan emosional dan sosial. Karena itu, seluruh adegan pembelajaran
dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting dari pada hasilnya. Dengan
murid serta merangsang interaksi murid dengan murid lainnya, harus menjadi
pertimbangan utama.
adalah ` hasil ' dari pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana
anak menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai. Ciri¬ciri
Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan olahraga adalah bahwa guru
kurang memperhatikan kemampuan dan kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar
bermain bola voli, mereka balajar keterampilan teknik bola voli secara langsung.
diperhatikan. Guru demikian akan berkata: "kalau perlu tidak usah ada pentahapan,
karena anak akan dapat mempelajarinya secara langsung. Beri mereka bola dan
23
instruksikan anak supaya bermain langsung yang sudah terampil biasanya dapat
menjadi contoh, dan anak yang belum terampil belajar dari mengamati demontrasi
temannya yang sudah mahir. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan
“kalau anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang paling
Rohani dan Sosial Peserta didik tidak pernah diragukan. Pendidikan Jasmani adalah
intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan pendidikan, maka
(melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup sehat WHO berarti sehat rohani.
perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam fisik, mental, serta
makhluk total, dari pada hanya menganggapnya sebagai seorang yang terpisah
kualitas fisik dan mentalnya. Pendidikan jasmani ini harus menyebabkan perbaikan
dalam pikiran dan tubuh yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian
24
seseorang. Pendekatan holistic tubuh jiwa ini termaksud pula penekanan pada ketiga
yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa”. Artinya, dalam tubuh yang baik
“diharapkan” pula jiwa yang sehat, seperti dengan pepatah “men sana in
corporesano” Akan tetapi, apakah kita percaya terhadap konsep holistik tentang
pendidikan asmani, tetapi, apakah konsep tersebut saat ini bersifat dominant dalam
masyarakat kita atau diantara pengembang tugas penjas sendiri. Masih banyak guru
penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan
masih lebih banyak ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik
semata-mata. Bahkan, dalam kasus Indonesia, penekanan yang berat itu masih
dipandang lebih baik, karena ironisnya, justru program pendidikan jasmani dikita
masih tidak ditekankan kemana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah,
yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali.
Contoh dimana orang menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan
jasmani dilapangan seperti yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan
antara apa yang kita percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan
(play) dan olahraga (sport), sebagai istilah yang lebih dahulu popular dan lebih sering
para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani
25
secara lebih konseptual. Bermain pada intinya adalah aktifitas yang digunakan
sebagai hiburan. Kita mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal
yang tidak kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain
bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari bermain
Olahraga dipihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan
bentuk permainan yang teorganisasi, yang menepatkanya lebih dekat kepada istilah
pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukan bahwa
itu, olahraga adalah aktifitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa
semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi
gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika
antara lain:
26
b. Isi Pembelajaran dalam pendidikan jasmani disesuaikan dengan tingkat
kemampuan anak didik, sedangkan pada olahraga isi pembelajaran atau isi
Artinya anak didik yang belum mampu mencapai tujuan pada waktunya diberi
kesempatan lagi, sedangkan pada olahraga atlet yang tidak dapat mencapai
tujuan sesuai dengan target waktu dianggap tidak berbakat dan harus diganti
d. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang dipakai untuk
atlet berbakat.
rangkaian jenjang pedidikan yang telah baku, misalnya SD, SMP, SMA, dan PT.
Pendidikan nonformal lebih difokuskan pada pemberian keahlian atau skill guna terjun
ke masyarakat.
Mulai dari anak tukang sapu jalan, anak tukang dagang martabak mesir,
anak tukang jamret, anak pak tani, anak bisnismen, anak pejabat tinggi Negara,
dan sebagainya harus bersekolah, minimal 9 tahun lamanya hingga lulus SMP.
formal tersebut. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan
berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk masyarakat merupakan
27
menjadi warga Negara. Ada beberapa Krateristik proses pendidikan yang berlangsung
di sekolah yaitu;
1. Pendidikan diselengarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki
hubungan hierarki.
3. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus
diselesaikan.
4. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.
berdasarkan asas-asas tanggung jawab. Tanggung jawab formal kelembagaan sesuai dengan
fungsi dan tujuan yang ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini
berdasarkan bentuk, isi, tujuan and tingkat pendidikan kepadanya masyarakat oleh
pengelola dan pelaksana pendidikan yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan-
ketentuan jabatannya. tanggung jawab ini merupakan pelimpahan tanggung jawab dan
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional pada Pasal 13
ayat (1) disebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal dan
informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Peran sekolah sebagai lembaga
yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta
memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya.
28
Sementara itu, dalam perkembangan keperibadian anak didik, peranan sekolah dengan
1. Anak didik belajar bergaul sesama anak didik, antara guru dengan anak didik, dan
3. Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi
formal memiliki peran dan fungsi yang berdasarkan asas-asas dan tanggung jawab yang
berbeda-beda yang salah satunnya telah ditetapkan oleh UUD No. 20 Tahun 2003 yang
berupa sumberdaya manusia sangat bergantung kepada sejauh mana sub-sistem tersebut
berperanan. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan formal berstatus negeri dan
29
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
yang masih muda usianya dengan kedudukan sangat berpotensi untuk mengintegrasikan
pembelajaran itu melibatkan keterjadian transaksi antara guru dan peserta didik, dan
dalam proses itu penguasaan 7 kategori pengetahuan menjadi amat penting yang
olahraga, ketujuh kategori pengetahuan itu tidak saja dapat diungkapkan kembali oleh
guru yang bersangkutan, tetapi pengetahuan itu harus sampai pada tataran penerapan
Pada waktu sebelum, selama dan setelah pengajaran berlangsung. Lebih rumit lagi
karena pengetahuan itu harus dapat diselaraskan dengan kondisi pengajaran yang
dan non formal, Karena itu, penelitian untuk mengembangkan batang tubuh pedagogi
paradigm penelitian yang sesuai dengan topik masalahnya. Tradisi penggunaan analisis
30
peningkatan dalam penerapannya sekitar dua dasawarsa, meskipun masih amat terbatas
di Indonesia.
31
DAFTAR PUSTAKA
Annarino, Anthony A. (1980). Curriculum Theory and Design in physical Education, St,
Louis. Missouri: The C.V. Mosby
Coakley, Jay (2000). Sport in Society: Issues and Controversies, Singapore: McGrawHill
Book Co.
Hammond, Linda Darling and Bransford, John (ed,) (2005). Preparing Teachers for a
Changing World. San Fransisco: Jossey‑Bass.
Huzinga, Johan (1950). Homo Ludens. A study of the Play Element in Culture. Boston: The
Beacon Press.
Lutan, Rush (1999). Reinterpretasi Hasil Kongres: World Summit on Physical Education at
Berlin, September, 1999. Unpublished manuscript.
Lutan, Rush (2005). Indonesia and Asian Games: Sport, Nationalisms and the New Order in
Sport in Society, Vol. 8, No. 3, September 2005
Maguire, Joseph (et.al), Sport World: A Sociological Perspective. (Champaign, III! Human
Kinetics, 2002)
Metzler, Michael W. (2000). Instructional Models for Physical Education. Boston: Allyn
and Bcon.
Schemppp, P.G. (1993, July). The Nature of Knowledge in Sport Pedagogy. JoseMaria
Cagigal Memorial Lecture, presented at the 199′ World University Games, Buffalo,
NY. http://cilab.myweb.uga.edu/cinature.htm
32
Sic, Swan Po (1973) Prosiding Kongres Internasional ICHPERSD ke‑16, Denpasar, Bali,
Indonesia, 29 July‑3 August. Jakarta: KONI Pusat
Tinning, Richard. et.al. (2001). Becoming A Physical Education Teacher. French Forest:
Prentice Hall.
33
ILMU KEOLAHRAGAAN | PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015