Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH PEDAGOGI

“Konsep Dasar Pedagogi”

Pengampu:
Prof. Dr. Syafruddin, M.Pd
Dr. Aldo Naza Putra , M.Pd

Disusun oleh:
Genta Dwi Putra (22199060)
Heru Mardianto (22199016)
Ismardi (22199022)
Yayang Yulia Sari (22199049)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGA


DEPARTEMEN PENDIDIKAN OLAHRAGA
FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikan, atas

limpahan rahmat, dan kasih sayang-Nya, atas petunjuk dan bimbingan yang telah

diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep

Dasar Pedagogi dan Kaitannya dengan Olahraga”. Dalam kesempatan ini, penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam- dalamnya kepada semua

pihak, yang telah memberikan bantuan berupa bimbingan, arahan, motivasi, dan

doa selama proses penulisan makalah ini.

Teriring harapan dan doa semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Membalas

amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut. Tentunya masih banyak kekurangan

yang ada dalam penulisan makalah ini, untuk itu penulis sangat berharap masukan

dari pembaca dan semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi siapa saja yang

membacanya. Aamiin

Padang, 11 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Pedagogi Secara Umum......................................................3
1. Tiga Arti Dalam Pedagogi...............................................................4
2. Pedagogi Ditinjau secara Etimologi.................................................5
B. Pengertian Pedagogi Olahraga..............................................................6
1. Perspektif Sejarah Pedagogi Olahraga.............................................7
2. Struktur Ilmu Keolahragaan.............................................................8
3. Landasan Filosofis Pedagogi Olahraga............................................9
4. Pendidikan Jasmani dan Pedagogi Olahraga....................................9
5. Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.....................................13
C. Pendidikan Jasmani...............................................................................25
1. Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga.................................27
2. Perbedaan dan persamaan Penjas dan Pendidikan Olahraga...........29

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mata kuliah pedagogi ini merupakan mata kuliah yang mengajarkan

hubungan olahraga dan kehidupan masyarakat. Demikian pula untuk

mengikuti mata kuliah pedagogi terlebih dahulu harus memahami tentang

struktur, fungsi dan manfaatnya bagi kehidupan kedepannya kita kelak.

terutama pada bahasan kali ini yaitu tentang pengertian pedagogi, pedagogi

olahraga, perbedaan pendidikan jasmani dan olahraga. Dalam mata kuliah

pedagogi akan dipelajari tentang fungsi atau cara kerja kehidupan olahraga

atau orang yang basicnya olahraga dalam menghadapi fenomena dalam

kehidupan masyarakat. Pengaruh itu dapat terjadi secara spontan atau pun

terencana.

Membahas Pengertian pedagogi dan pedagogi Olahraga, perubahan

fisiologi yang bersifat sementara maupun yang bersifat menetap sebagai

hasil pelatihan berbagai kegiatan olahraga, Pengertian pedagogi itu sendiri,

Olahdaya attitute dan uptitute serta tata hubungannya, Latihan Pendahuluan

(”Pemanasan”), Analisis penampilan olahraga mutu tinggi, proses

penyaluran olahraga dam dunia mengajar, olahraga dalam berbagai kondisi

lingkungan yang kurang menguntungkan (adaptasi dan aklimatisasi),

pembelajaran gerak ketrampilan dan latihan ketrampilan; Cara/alasan

menata urutan latihan fisik dan latihan teknik dalam kaitannya dengan

1
masalah kelelahan dan efisiensi pemanfaatan waktu. Penerapan pedagogi

Olahraga. Keseluruhan materi tersebut harus dapat dikuasai oleh seoreang

sarjana olahraga, sehingga nantinya ia mampu menerapkan metode-metode

latihan pada seorang atlit yang dilatihnya.

B. Rumusan masalah

1. Apakah yang dimaksud pedagogi?

2. Apa yang dimaksud dengan pedagogi olahraga?

3. Apa saja perbedaan antara pendidikan jasmani dan olahraga?

C. Tujuan Makalah

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengajarkan hubungan

olahraga dalam kehidupan masyarakat. terutama pada bahasan kali ini yaitu

tentang pengertian pedagogi, pedagogi olahraga, perbedaan pendidikan

jasmani dan olahraga.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pedagogi Secara Umum

Pedagogi yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos"

artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara

harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau

memimpin atau mengajar anak.

Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan

membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah

pedagogi untuk kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat,

karena mengandung makna yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan

hingga sekarang, banyak praktek proses belajar dalam suatu pendidikan

yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya bersifat andragogis,

dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis.

Dalam hal ini prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi

pendidikan anak dianggap dapat diberlakukan bagi kegiatan pendidikan

bagi orang dewasa. Namun karena orang dewasa sebagai individu yang

sudah mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam

andragogi yang terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan

belajar mandiri yang bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan

merupakan kegiatan seorang guru mengajarkan sesuatu (Learner Centered

Training / Teaching).

Menurut Hewett LL.D, bahwa pedagogi lebih dari sekedar ilmu dan

3
seni mengajar. Pedagogi berkenaan dengan upaya membawa anak-anak dan

memimpin mereka untuk mencapai suatu tujuan yang ideal, di sini tujuan

idealnya adalah kelaki- lakian dan keperempuanan yang bermartabat.

Tujuan pendidikannya idealistik. Realitas pendidikan, situasi pendidikan,

selalu berhubungan dengan tujuan-tujuan idealistik, baik yang individual

ataupun masyarakat/bangsa. Sedangkan Menurut Light, bahwa pedagogi

pendekatan dalam mengajar berbagai macam olahraga dan situasi.

Pedagogi bertujuan agar anak di kemudian hari mampu memahami

dan menjalani kehidupan dan kelak dapat menghidupi diri mereka sendiri,

dapat hidup secara bermakna, dan dapat turut memuliakan kehidupan.

Dalam model pedagogi, guru memiliki tanggung jawab penuh untuk

membuat keputusan tentang apa yang akan dipelajari, bagaimana akan

dipelajari, ketika akan dipelajari, dan jika materi telah dipelajari. Pedagogi,

atau instruksi guru-diarahkan seperti yang umumnya dikenal, tempat siswa

dalam peran tunduk membutuhkan ketaatan dengan instruksi guru. Hal ini

didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik hanya perlu mengetahui apa

guru mengajarkan mereka. Hasilnya adalah situasi pengajaran dan

pembelajaran yang aktif mempromosikan ketergantungan pada instruktur

(Knowles, 1984).

1. Tiga Arti dalam Pedagogi

Pedagogi memiliki arti 3 hal sebagai berikut :

a. Instruksi: cara mengajar dan mengelola kelas, agar terciptanya


pembelajaran yang efektif

4
b. Pendidikan: seni, ilmu pengetahuan, atau profesi mengajar,

terutama: penelitian yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dan

metode dalam pendidikan formal

c. Sekolah: tempat instruksi

Pedagogi adalah ilmu atau seni dalam menjadi seorang guru.

Istilah ini merujuk pada strategi pembelajaran atau gaya pembelajaran.

Pedagogi juga kadang- kadang merujuk pada penggunaan yang tepat dari

strategi mengajar. Sehubungan dengan strategi mengajar itu, filosofi

mengajar diterapkan dan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan

dan pengalamannya, situasi pribadi, lingkungan, serta tujuan

pembelajaran yang dirumuskan oleh peserta didik dan guru. Salah satu

contohnya adalah aliran pemikiran Sokrates.

2. Pedagogi Ditinjau secara Etimologi

Kata "pedagogi" berasal dari Bahasa Yunani kuno παιδαγωγέω

(paidagōgeō; dari παίς país: anak danάγω ági: membimbing; secara

literal berarti "membimbing anak”). Di Yunani kuno, kata παιδαγωγός

biasanya diterapkan pada budak yang mengawasi pendidikan anak

tuannya. Termasuk di dalamnya mengantarnya ke sekolah

(διδασκαλείον) atau tempat latihan (γυμνάσιον), mengasuhnya, dan

membawakan perbekalannya (seperti alat musiknya). Kata yang

berhubungan dengan pedagogi, yaitu pendidikan, sekarang digunakan

untuk merujuk pada keseluruhan konteks pembelajaran, belajar, dan

berbagai kegiatan yang berhubungan dengan hal tersebut. Malcolm

5
Knowles mengungkapkan istilah lain yang mirip dengan pedagogi yaitu

andragogi, yang merujuk pada ilmu dan seni mendidik orang dewasa.

B. Pengertian Pedagogi Olahraga

Pedagogi Olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu

keolahragaan yang berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin ilmu

keolahragaan lainnya untuk melandasi semua praktik dalam bidang

keolahragaan yang mengandun maksud dan tujuan untuk mendidik. Kajian

ruang lingkup sport pedagogy istilah lazimnya dan disepakati di tingkat

internasional memang tidak lepas dari pemahaman kita terhadap eksistensi

ilmu keolahragaan (sport science). Dari perspektif sejarah, di Indonesia

status dan pengakuan terhadap ilmu keolahragaan masih tergolong masih

muda baik ditinjau dari tradisi dan paradiqma penelitian maupun produk

riset yang dapat diandalkan untuk melandasi tataran praktis.

Menurut Hita pedagogi olahraga adalah sebuah bidang ilmu yang

mempelajari pendidikan melalui olahraga atau aktifitas fisik. Pedagogi

olahraga merupakan bagian dari ilmu keolahragaan yang masih sangat

muda di Indonesia, dimana melalui pedagogi olahraga diharapkan dapat

berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin dalam ilmu keolahragaan.

Selanjutnya diuraikan tentang pedagogi olahraga dari aspek

perkembangannya, tetapi risalah ini lebih diarahkan pada pengenalan

batang tubuh pedagogi olahraga itu sendiri yang dipahami sebagai medan

penelitian, sekaligus pengembangan ilmu yang melandasi semua upaya

yang mengandung intensi yang bersifat mendidik. Itulah sebabnya,

6
pedagogi olahraga memiliki peluang pengembangan dan penerapannya,

tidak hanya dalam lingkup penyelenggaraan Penjas dan OR di sekolah atau

lembaga formal, tetapi juga diluar persekolahan seperti perkumpulan

olahraga, terutama klub-klub pembinaan olahraga usia dini.

Kukuhnya landasan ilmiah bagi landasan bagi segenap upaya

kependidikan dalam olahraga menuntun kearah efisiensi proses dan

efektivitas pencapaian tujuan yang diharapkan. Hanya dengan landasan

ilmiah yang kukuh baru akan terjamin prinsip akuntabilitas dalam

pendidikan jasmani dan olahraga, dan atas dasar itu pula para pendidik di

bidang olahraga dapat mempertanggungjawabkan upaya pembinaannya

secara terbuka kemasyarakat.

1. Perspektif Sejarah Pedagogi Olahraga

Kerangka ilmu keolahragaan itu sendiri di Indonesia, secara

gamblang, mulai dikenal sejak tahun 1975 tatkala adanya lokakarya

internasional sport science. Hasilnya berdampak kuat terhadap

pengembangan STO di Indonesia meskipun kala itu muatannya sesak

dengan pengetahuan tentang isi (content knowledge). Beberapa sub

disiplin ilmu keolahragaan (misalnya biomekanik, filsafat olahraga,

fisiologi olahraga, dalam nuansa sendiri-sendiri) mulai dikembangkan

yang didukung oleh ilmu-ilmu pengantar lainnya dalam pendidikan.

(misalnya psikologi pertumbuhan dan perkembangan) dan ilmu social

lainnya (misalnya sosiologi dan anthropology) yang dipandang perlu

dikuasai oleh para calon guru, pelatih dan Pembina olahraga.

7
2. Struktur Ilmu Keolahragaan

Kerangka dasar ilmu keolahragaan yang disusun berdasarkan kemajuan yang

dianggap cukup mapan, seperti yang dipaparkan Prof. Haag di Jerman sejak

tahun 1979, sangat membantu kita untuk menelaah kedudukan sport

pedagogy, sebagai salah satu diantaranya, sebagai isi dari ilmu

keolahragaan. Ada 7 (tujuh) bidang teori yang mendukung, yakni (1)

sport medicine, (2) sport beomechanic, (3) sport psychology, (4) sport

sociology, (5) sport pedagogy, (6) sport history dan (7) sport

philosophy. Masing-masing bidang memiliki medan penelitian yang

spesifik pula. Urutan ketujuh bidang teori tersebut dipaparkan dalam

pengelompokkan yang dianggap logis. Sport medicine dan sport

biomechanic termasuk kedalam kelompok ilmu pengetahuan alam,

sementara sport psychology, sport sosiology dan sport pedagogy

tergolong kedalam rumpun ilmu pengetahuan sosial dan behavioral.

Sport history dan sport philosophy termasuk kedalam kelompok

hermeneutical-normative science. Paparan tersebut juga menunjukkan

bahwa “ibu” ilmu pengetahuan yang menjadi landasan pengembangan

ilmu keolahragaan ialah medicine, biology/fisika, psikologi, sosiologi,

sejarah dan filsafat.

Oleh karena itu jika ditinjau dari struktur ilmu keolahragaan,

maka pedagogi olahraga merupakan salah satu bidang yang memiliki

peran dalam ilmu keolahragaan, oleh karena itu sangat penting untuk

memahami tentang pedagogi olahraga yang baik bagi para insan

8
olahraga.

3. Landasan Filosofis Pedagogi Olahraga

Pandangan dualisme Decartes yang memahami dikhotomi jiwa dan

badan berpengaruh terhadap profesi di bidang keolahragaan, yakni raga

dipandang semata- mata sebagai sebuah objek, yang diungkapkan dalam

perumpamaan yang lazim dikenal ”the body instrument” ” the body-

machine” atau ” the body-computer”. Sebagai akibatnya maka

sedemikian menonjol pandangan yang mengutamakan aspek raga

sehingga fisiologi dan anatomi menduduki posisi yang amat kuat dalam

penyiapan tenaga guru pendidikan jasmani, dan pendidikan jasmani

dipahami sebagai sebuah subjek yang penting bagi pembinaan fisik

yang dipandang sebagai mesin. Selanjutnya, konsep yang

dikembangkan Maurice Merleau-Ponty tentang ”the body-subject“ dapat

dipandang sebagai sebuah perubahan radikal pemikiran dualisme

Cartesian. Inti dari pemikiran Ponty ialah bahwa manusia itu sendirilah

yang secara sadar menggerakkan dirinya sehingga tubuh atau raga aktif

sedemikian rupa untuk kontak dengan dunia sekitarnya. Ide tentang the

body subject menegaskan kesatuan antara jiwa dan badan.

4. Pendidikan Jasmani dan Pedagogi Olahraga

Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga beragam

pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar

sejarah, dan standar metodologi, namun pada tingkat internasional,

terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami

9
sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi

olahraga dipandag sebagai sebuah subdisiplin ilmu dalam kerangka ilmu

keolahragaan. Seperti dikemukakan oleh para ahli lainnya (Pierson,

Cheffers, dan Barette 1994; dalam Naul, 1994) pedagogi olahraga

merupakan sebuah disiplin yang terpadu dalam struktur ilmu

keolahragaan. Paradiqma ini telah diadopsi di Indonesia dalam

pengembangan pedagogi olahraga di FIK/FPOK/JPOK dengan

kedudukan bahwa pedagogi olahraga dianggap sebagai ”induk” yang

berpotensi untuk memadukan konsep / teori terkait dan relevan dari

beberapa subdisiplin ilmu keolahragaan lainnya terutama dalam konteks

pembinaan dalam arti luas dan paradiqma interdisiplin (Matveyev,

dalam Rusli lutan, 1988). Pandangan ini tak berbeda dengan tradisi di

Jerman yang menempatkan pedagogi olahraga dalam kedudukan sentral

dan struktural ilmu keolahragaan (Wasmund, 1973).

Dalam model yang dikembangkan di Universitas Olahraga

Moskow, pedagogi olahraga ditempatkan sebagai ”pusat” yang

berpotensi untuk memadukan beberapa subdisiplin ilmu dalam

taksonomi ilmu keolahragaan, sementara para ahli meletakkan sport

medicine yang mencakup aspek keselamatan (safety) dan kesehatan

sebagai landasan bagi pedagogi olahraga (Rusli Lutan, 1988; dalam

laporan hasil The Second Asia-pasicic Congress Of Sport and Physical

Education University President). Widmer (1972) menjelaskan objek

formal pedagogy olahraga yaitu ”fenomena olahraga fenomena

10
pendidikan, tatkala manusia dirangsang agar mampu berolahraga. Bagi

Grupe & Kruger (1994), pedagogi olahraga mencakup 2 (dua) hal utama

: (1) tindakan pendidikan praktis dalam bermain dan olahraga, dan

karena itu ada landasan teoritis bagi kegiatan olahraga yang

mengandung maksud mendidik tersebut, (2) praktik yang dimaksud

berbeda dengan praktik dan konsep lama dalam pendidikan jasmani

yang mengutamakan latihan gaya meliter dan drill di beberapa negara,

khususnya di Jerman; praktik baru itu disertai konsep teoritis pendidikan

jasmani, kontrol terhadap badan, disiplin, yang menyatu dengan gerak

fisik, ability, dan keterampilan di bawah pengendalian jiwa dan

kemauan.

Di Indonesia, baik dalam pengertian paradigma pengembangan

keilmuannya, maupun substansinya, pedagogi olahraga ini baru

merupakan sebuah ”embrio” dalam taksonomi ilmu keolahragaan dalam

international Workshop on Sport Science, 1975 di bandung yang diikuti

pimpinan dan dosen dari STO se-Indonesia dengan nara sumber ahli dari

jerman Barat (Prof. Haag, Prof. Nowacki, Dr. Jansen dan Bodo

Schmidt). Indonesia tenggelam dalam pencarian struktur ilmu

keolahragaan, asyik dengan tema-tema diskusi olahraga kompetitif,

disekitar feri-feri ilmu kepelatihan dan sport medicine. Sejak tahun

1980-an perubahan memang banyak terjadi di tingkat international,

terutama di AS utara, yaitu para ilmuan bidang keolahragaan, mulai

memperkenalka ”sport Pedagogy” dengan alasan yang berbeda, dan

11
mereka mulai menengok ke perspektif sejarah sistem pendidikan

jasmani dan kurikulum penididikan jasmani mereka sendiri. (Siedentop,

1990). Di antara alasan yang dikemukakan Siedentop ialah dampak

krisis ekonomi yang menyebabkan penyerapan lulusan program

pendidikan yang amat rendah dipasar kerja (disekolah) sehingga melalui

pengembangan pedagogi olahraga akan terbuka spektrum layanan jasa

profesional di luar sekolah dan menyerap tenaga kerja.

Pedagogi olahraga bukanlah merupakan perluasan istilah

pendidikan jasmani. Perkembangan pedagogi olahraga dalam paradiqma

interdisiplin-integratif didorong oleh kebutuhan secara akademik, yakni

dari aspek metodologi, sebab pendekatan hermenetik dalam pendidikan

jasmani sudah tidak lagi memadai untuk mampu mengembangkan segi

keilmuannya. Banyak ilmuan Internssional sepaham bahwa istilah

pedagogi olahraga berasal dari jerman, tatkala latar belakang filsafat /

hermenetik dari”teori pendidikan jasmani” mengalami kemunduran pada

akhir tahun 1960-an, sehingga diganti dengan istilah pedagogi olahraga

(Grupe, 1969; dalam Naul, 1994).

Namun informasi lainnya (misalnya Naul, 1994) menyebutkan

bahwa istilah pedagogi olahraga itu tidak saja sepenuhnya berasal dari

jerman yang muncul pada tahun 1960-an, karena Pierre de Coubertin

menulis buku Pedagogi Sportive pada tahun 1922. Gerakan Olimpiade

sejak tahun 1898 hingga perang dunia I, seperti juga buah pikiran yang

tertuang dalam beberapa naskah dan artikel yang ditulis de Courbertin

12
(Perancis), Gebbardt dan Diem (Jerman), dan Kemeny serta Guth-

Jarkowsky (Austria-Honggaria) sempat diabaikan oleh para pedagogi

olahraga. Tulosan mereka tentang pendidikan olahraga menonjolkan

pengembangan moral, kemauan untuk berolahraga, dan semangat

olimpiade, dan pokok pikiran itu sungguh sangat relevan dengan konsep

dalam pdagogi olahraga. Para tokoh peletak dasar pedagogi olahraga ini

berpikiran sama dengan para pendidik lainnya tentang hakikat dan

gerakan pengembangan” body and mind” di Amerika Serikat dan

Jerman.

Di berbagai negara, pendidikan jasmani dibentuk kembali setelah

tahun 1900, khususnya tahun 1920-an. Perkembangan ini didukung kuat

oleh Dokter olahraga yang dikenal di tingkat Internasional yaitu Sargent

(1906) di AS, dan Schmidt (1912) di Jerman. Kedua tokoh ini

menganjurkan tipe latihan senam dan metode pengajaran yang

tekanannya pada pembentukan (forming) fisik. Metode alamiah menjadi

populer di Denmark dan Swedia yang dipromosi oleh Torngren (1914),

Knudsen (1915) dan Bukh (1923)

5. Lingkup Batang Tubuh Pedagogi Olahraga.

Beberapa definisi tentang pedagogi olahraga, seperti

dikembangkan di Eropa lebih menunjuk kepada segenap upaya yang

mengandung maksud dan tujuan untuk yang bersifat mendidik,

meskipun ada kecenderungan kearah penyempitan makna semata-mata

menelaah proses pengajaran belaka, seperti yang dikatakan ”sport

13
pedagogy deal with teaching and learning of all age group ….target

group are individual with low level of performance,” atau ”sport

pedagogy is constituted in the actors and actions of teaching and

learning porpuseful human movement”. Dalam ungkapan yang lebih

umum dan luas disebutkan bahwa pedagogi olahraga adalah “the science

…which is concerned with the relationship between sport and education

(misalnya dalam tulisan Grupe & Kurz). Definisi ini sangat banyak

mebantu kita untuk memahami bahwa lingkup pedagogi olahraga

banyak berurusan dengan segenap upaya yang bersifat mendidik yang

sarat dengan misi dalam rangka proses pembudayaan, khususnya

transformasi nilai-nilai inti, yang memang, jika disimak secar cermat,

bahwa olahraga itu sangat kaya dengan potensi dan kesempatan dalam

pembekalan kecakapan hidup.

Tidak dipungkiri bahwa seluruh lakon gerak insani yang sadar

dan bertujuan dalam konteks olahraga itu melibatkan sebuah mekanisme

kerja system persyaratan dalam sebuah koordinasi yang luar biasa

cepatnya, mekanisme persepsi dan aksi yang sinkron dibuahkan dalam

bentuk pembuatan keputusan yang cepat, pemecahan masalah yang jitu

selain kreativitas, seperti tampak dalam peragaan para atlit tinggi

(misalnya tampak dalam peragaan professional bola basket dan

sepakbola). Unsur estetika melekat kuat di dalamnya dalam wujud irama

tampilan yang anggun dan selaras untuk berekpresi (lihat misalnya

dalam tampilan atlit figure skating). Pengembangan potensi sekaligus

14
pembentukan jelas-jelas terjadi melalui semua adegan yang bersifat

mendidik, dan dalam kaitan itu pula mengklaim bahwa pendidikan

jasmani dan olahraga berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan

yang bersifat menyeluruh sangat dapat dipertanggung jawabkan.

Bahwa proses ajar merupakan bagian dan keterjadian pendidikan

jasmani dan olahraga harus diakui, dan perubahan laku dimaksud

memang terjadi melalui proses itu. Itulah sebabnya pada tataran praktis

disyaratkan bahwa harus selalu terjadi proses transaksi antara guru dan

murid, yang berimplikasi pada pertanyaan, yakni apa sesungguhnya

substansi yang disampaikan oleh guru kepada murid, dan karena itu

pengetahuan apa yang terkandung dalam substansi yang disampaikan

untuk mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan. Kretik keras dari

masyarakat dan orang tua siswa terhadap profesi pendidikan jasmani

dan olahraga ialah bahwa hanya sedikit terjadi dan bahkan ada tuduhan

sama sekali tidak berlangsung proses ajar.

Untuk mengenal lingkup pengembangan batang tubuh pedagogi

olahraga Pokok pikiran Lee Shulman (1987) tentang tujuh kategori

pengetahuan, sangat membantu untuk menjawab persoalan, apa

landasan keilmuan utama pendidikan jasmani dan olahraga. Di Amerika

sendiri, seperti laporan Christensen, bahwa dalam proses belajar

mengajar pendidikan jasmani dari olahraga (1996), ketujuh kategori ini

digunakan sebagai sumber yang paling sering dipakai NCATE (National

Council on Accreditation for Teacher Education) dalam melaksanakan

15
akreditasi guru pendidikan jasmani. Kupasan singkat tentang wilayah

kajian pedagogi olahraga ini juga pernah dipaparkan dalam ceramah

Schempp (1993) yang berjudul The Nature of Knowledge in Sport

Pedagogy. Ketujuh kategori pengetahuan tersebut di atas sebagai

berikut:

a. Content knowledge

b. General pedagogical knowledge

c. Pedagogical content knowledge

d. Curriculum knowledge

e. Knowledge of educational context

f. Knowledge of learners and their characteristics

g. Knowledge of educational goals

Ketujuh kategori pengetahuan yang melandasi sekaligus

mendukung proses belajar mengajar pendidikan jasmani dari olahraga

itu pada dasarnya dapat dipakai sebagai rujukan bagi pengembangan

batang tubuh pedagogi olahraga. Ketujuh pengetahuan yang bersifat

umum itu menunjukkan potensi pedagogi olahraga untuk

mengintegrasikan pengetahuan dari subdisiplin ilmu keolahragaan

lainnya yang menjadi landasan teoretis penyelenggaraan pendidikan

dalam konteks pendidikan jasmani dan olahraga pada umumnya.

Menjadi lebih unik pengetahuan yang dimaksud karena ada tiga kategori

pengetahuan yang mesti dikuasi oleh guru pendidikan jasmani. Kategori

pertama, pengetahuan teoretis konseptual, kategori kedua pengetahuan

16
tentang prosedur penerapan, dan kategori ketiga, penerapan pengetahuan

yang bersifat situasional.

a. Pedagogical content knowledge

Pengetahuan ini berkenaan dengan bagaimana mengajar

sebuah subjek atau topic bagi sekelompok peserta didik dalam

konteks yang spesifik. Pengetahuan ini juga terkait dengan: tujuan

pengajaran sebuah subjek pada tingkat kelas yang berbeda; konsepsi

dan miskonsepsi siswa mengenai suatu subjek; material kurikulum

suatu subjek; strategi pengajaran bagi sebuah topik.

b. Curriculum knowledge

Pada skala makro. pengetahuan ini berkaitan dengan tipe

kurikulum dalam pendidikan Pengetahuan ini berkenaan dengan isi

dari program yang berorientasi pada prinsip pertumbuhan dan

perkembangan peserta didik jasmani, suatu bidang yang paling

terbengkalai pengembangannya di Indonesia baik secara teoretis

maupun praktis. Diskusi dari pengembangan model kurikulum

pendidikan jasmani di Indonesia masih sangat banyak memerlukan

dukungan fakta empirik di lapangan. Karena itu perbincangan

tentang kurikulum, yang kedudukannya amat strategis untuk

pencapaian tujuan pendidikan membutuhkan banyak penelitian.

Hanya sedikit pikiran kritis misalnya untuk mengkaji ulang

implementasi model kurikulum pendidikan jasmani yang

berorientasi pada “pelestarian kultur olahraga” dalam nuansa

17
“sporting based approach” yang banyak dipengaruhi oleh para

pendukung pengembangan olahraga elite dan kompetitif.

Dalam bentuk serpihan program tidak terstruktur program

yang berbasis pada upaya peningkatan kebugaran jasmani di sana

sini tampak diterapkan dengan munculnya aneka Senam Kebugaran

Jasmani (SKJ) yang dalam banyak hal menyulitkan para guru dan

siswa akibat struktur gerak atau tugas geraknya, sedemikian formal,

tanpa dukungan riset untuk kemudian diadakan perubahan. Model

kurikulum berbasis pengetahuan biologis ini yang dikenal dalam

istilah ‘gerak badan” atau “taiso” semasa pendudukan Jepang,

pernah diterapkan di Indonesia. Model pendidikan gerak yang sering

dijumpai pada program SD, seperti saya lihat di Australia, masih

jarang dikembangkan di Indonesia.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan

kurikulum pendidikan jasmani di Indonesia merupakan wilayah

pengembangan pengetahuan yang memerlukan prioritas, karena

berpangkal dari model kurikulum itulah kemudian banyak muncul

persoalan dalam penerapannya.

c. Knowledge of educational contexts

Semua program pendidikan jasmani berlangsung dalam

konteks yang beragam. yakni yang dapat mempermulus atau

iebalikiiya menghambat pelaksanaan pengajaran. Yang dimaksud

dengan konteks atau tata latar adalah keseluruhan faktor yang

18
mempengaruhi apa dan bagaimana isi diadakan dan dipelajari

dalam sebuah program. Dalam lingkup yang lebih luas kita dapat

mengamati betapa besar variasi dari perbedaan lingkungan lembaga

pendidikan antara sekolah di perkotaan, pedesaan, atau yang

terdapat di pesisir dan di daerah belantara, daerah-daerah terpencil.

Kebanyakan lingkungan semacam itu relatif stabil, tetap, dan arena

itu hanya sedikit kemampuan guru untuk mengubahnya. Hal terbaik

yang dapat dilakukannya ialah ia mesti dapat membiasakan diri

menghadapi lingkungannya dan mampu memanfaatkan secara

maksimal semua potensi untuk mendukung pengajaran. Ini berarti

bahwa faktor lingkungan ini tidak dengan sendirinya menjadi

penghambat, dan bahkan program pendidikan jasmani itu

berlangsung dalam konteks yang memungkinkan para guru untuk

memperoleh pilihan yang banyak bagi pengajarannya.

Penjelasan ini mengingatkan guru pendidikan jasmani saya

pada tahun 1962, yang memanfaatkan sebatang pohon karet di

halaman sekolah, ketika kami menempuh pendidikan di SGA Kuala

Kapuas. Salah satu tugas ajar yang tidak dapat saya lupakan ialah

“memanjat pohon karet itu,” sebuah tugas yang memerlukan

ketangkasan, kekuatan. dan bahkan keberanian. Contoh pengalaman

ini membenarkan pernyataan bahwa setiap sekolah memiliki

karakteristik yang unik yang dapat memberikan peluang dan

tantangan bagi guru pendidikan jasmani. Guru perlu memahaminya

19
karena konteks situasi pengajaran mempengaruhi bagaimana guru

mengembangkan, apa keterampilan yang mereka perlu kuasai,

bagaimana pikiran mereka tentang keterampilan tersebut, dan apa

yang mereka pikirkan tentang tujuan bagi program pendidikan

jasmaninya.

Pengetahuan ini berkenaan dengan dampak lingkungan

terhadap pengajaran, yang meliputi faktor lingkungan fisikal dan

sosial di dalam dan di sekitar kelas, termasuk pengetahuan tentang

kegiatan kerja dalam kelompok atau kelas, pembiayaan pendidikan,

karakteristik masyarakat dan budaya. Dalam paparannya sebagai

pemakalah kunci pada konferensi internasional AISEP di Lisbon

baru-baru ini, Richard Tinning dari Queensland University

mengangkat proposisinya tentang kelangsungan pendidikan jasmani

dan olahraga yang berorientasi pada keragaman budaya dan ia

mengeritik pandangan yang memahami pendidikan jasmani dan

olahraga sebagai fenomena universal. Lebih rinci lagi, seperti

dalam tulisan Metzler (2000), faktor konteks ini dipaparkan dalam

lima faktor utama: (1) lokasi sekolah, (2) demografis siswa, (3)

administrasi. (4) staf pelaksana pendidikan jasmani, dan (5)

sumber-sumber belajar.

Faktor lokasi meliputi lingkungan perkotaan, pedesaan, dan

pinggiran kota. Yang berpotensi untuk mempengaruhi pengajaran

seperti luas sempitnya pekarangan atau lapangan yang tersedia,

20
keterjangkauan sekolah yang terkait dengan transportasi, dan faktor

keamanan. Termasuk faktor yang lebih pelik ialah keadaan iklim,

seperti sekolah-sekolah di bagian Indonesia Timur yang banyak

diterpa oleh sinar terik matahari sehingga keadaan ini sangat

berpengaruh terhadap kelangsungan pengajaran di daerah terbuka.

Itulah sebabnya, seperti sekolah-sekolah di kota Brisbane, negara

bagian Queensland, Australia, para siswanya diharuskan memakai

topi ketika mengikuti pendidikan jasmani untuk mengurangi

sengatan sinar matahari selain mesti membawa minuman untuk

mengatasi kehilangan cairan tubuh.

d. Knowledge of learners and their characteristics

Pengetahuan ini berkenaan dengan proses ajar manusia dan

penerapannya dalam pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga.

Terliput di dalamnya pemahaman tentang karakteristik siswa yang

amat beragam dari aspek kognitif. emosi, sosial, dan faktor sejarah

dan budaya. Pemahaman tentang peserta didik berkenaan dengan

pengetahuan tentang pertumbuhan dan perkembangan, learning

capacity, perbedaan bahasa, dan kondisi psikososial yang

mempengaruhi sikap dan aspirasi siswa dalam belajar.

Banyak uraian kita jumpai tentang prinsip Developmentally

Appropriate Practice (DAP) dalam pengertian penyesuaian

substansi, sekaligus metode dan strategi dengan karakteristik siswa

atau peserta didik. Prinsip ini mongukuhkan asas pengajaran yang

21
berpusat pada Siswa, dan pemahaman tentang pertumbuhan dan

perkembangannya amat menentukan dalam penyusunan

perencanaan, dan menjadi titik awal dalam hill pemahaman

mengenai kebutuhan dan kemampuan siswa.

Sudah lazim kita pahami tentang konsep perkembangan

Kognitif, dan betapa penting bagi guru Untuk memahami proses

kognitif karena mempengaruhi belajar Tahap‑tahap

perkembangan kognitif yang diteorikan oleh Piaget, yakni (1)

sensorimotor, (2) pre-operational, (3) concret operationals, dan (4)

formal operations, banyak mempengaruhi kurikulum pendidikan

jasmani dewasa ini.

Perkernbanggan gerak yang menunjukkan fase penguasaan

keterampilan di sepanjang hayat juga merupakan titik awal bagi

pengembangan model pengajaran. Wilayah binaan yang tak kalah

pentingnya ialah domain afektif yang di Indonesia, karena pengajaran

didikte oleh sistem evaluasi yang serba terukur menyebabkan bagaimana

membina perkembangan afektif ‘ini menjadi kurang sistematik. jika bukan

disebut hanya sebagai dampak pengiring. Betapa pentingnya kecakapan

hidup berupa pengendalian diri yang bertumpu pada pengendalian emosi,

sama halnya kemampuan memotivasi diri disertai dengan ketekunan yang

menjadi landasan bagi pencapaian prestasi dalam bidang apa saja, yang

sesuai dengan bakat seseorang.

Adegan-adegan dalam permainan atau pelaksanaan tugas ajar

dalam konteks pengajaran pendidikan jasmani, sungguh

22
menyediakan banyak kesempatan bagi pengembangan domain

afektif ini. Kejujuran dan tanggung jawab misaInya banyak sekali

dijumpai dalam peristiwa permainan dan peragaan ketangkasan,

dan peluang ini sia‑sia belaka jika tidak dimanfaatkan sebaik

mungkin.

Teori pemrosesan informasi dan penyimpanannya misalnya

telah mencoba untuk mengkaji persoalan ini dalam konteks

penguasaan keterampilan gerak. Upaya ini sangat bermanfaat untuk

memahami proses kognitif yang melandasi kemampuan seseorang

untuk belajar dan memecahkan masalah. Pengetahuan ini disebut

“metacognition” (pengetahuan tentang proses kognitif yang

dimiliki seseorang). Pengalaman menunjukkan bahwa kunci-kunci

pelaksanaan tugas gerak yang disampaikan oleh guru atau pelatih

tidak lebih dari sebuah rambu-rambu yang memudahkan siswa atau

atlet untuk mengingat konsepnya, tetapi dalam pelaksanaannya,

terutama keputusan-keputusan yang bersifat situasional adalah

tergantung pada siswa atau atlet itu sendiri. Fenomena ini tampak

misalnya dalam pelaksanaan tugas gerak yang tergolong

“keterampilan terbuka” atau open skill. dalam keadaan, pangaruh

faktor lingkungan sangat dominan sehingga seseorang dihadapkan

dengan tantangan untuk memecahkan masalah sendiri.

Seperti sudah disinggung di muka perbincangan tentang

pentingnya faktor perhatian dan fenomena arousal atau bangkit

23
yang Mempengaruhi kinerja seseorang Tema ini tak kalah

menariknya dengan tema penyimpanan informasi jangka pendek

dan jangka panjang, penyimpanan perbendaharaan gerak dalam

pusat memori Yang kemudian siap untuk dipanggil kembali.

Teori motivasi, termasuk jenisnya (intrinsik dan ekstrinsik) tidak

kalah menariknya, sama halnya dengan persoalan “transfer of

learning”, bagaimana suatu kecakapan dam mempengaruhi

penguasaan kecakapan baru lainnya dalam bentuk nilai alihan

positif manakala kecakapan lama mendukung atau memperkuat

perolehan kecakapan baru, atau bersifat negatif, bila efeknya

sebaliknya. Berkaitan dengan persoalan ini dalam konteks

pendidikan jasmani, lebih-lebih dalam olahraga kompetitif tingkat

tinggi sangat dibutuhkan fleksibilitas kognitif, yakni kecakapan

untuk mengevaluasi suatu masalah dari beberapa sudut pandang,

dan kemudian melihat beberapa kemungkinan interpretasinya.

Pengungkapan pemahaman tentang peserta didik ini, seperti halnya

di Indonesia memerlukan upaya yang lebih banyak melalui

penelitian. Beberapa contoh penelitian diluar negeri berkenaan

dengan karakteristik siswa:

1) Pengaruh aktivitas jasmani terhadap self‑esteem (Gruber, 1985)

2) Pertumbuhan dan perkembangan (Broekhoff, 1985)

3) Perkembangan sosial (Sage,1985)

4) Kognisi siswa (Amelia Lee, dkk (1992)

24
e. Knowledge of educational goals

Pengetahuan ini berkenaan dengan tujuan, maksud dan

struktur sistem pendidikan nasional, apa yang diharapkan guru pada

siswa untuk dipelajari di kelas, sehaluan dengan cita-cita

pembangunan nasional. Pembelajaran berlangsung untuk mencapai

tujuan dalam keadaan peserta didik memiliki kebebasan untuk

semua terlibat, bertanggung jawab dan menikmati iklim

kemerdekaan untuk menyelidik, menemukan, mengembangkan dan

memahami keterampilan, menghayati nilai-nilai yang dibutuhkan

bagi pengembangan sebuah masyarakat madani (civil society) yang

adil. Penelitiannya terkait dengan riset dalam kurikulum studi

tentang orientasi nilai (misalnya, Ennis, 1992), hidden curriculum

(misalnya, Bain (1989); tujuan & nilai pendidikan (misalnya,

Hellison, 1993).

C. Pendidikan Jasmani

Pendidikan jasmani terdiri dari kata pendidikan dan jasmani,

pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan sesorang atau kelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

latihan (KBBI, 1989), jasmani adalah tubuh atau badan (fisik). Namun

yang dimaksud jasmani di sini bukan hanya badan saja tetapi keseluruhan

(manusia seutuhnya), karena antara jasmani dan rohani tidak dapat dipisah-

25
pisahkan. Jasmani dan rohanai merupakan satu kesatuan yang utuh yang

selalu berhubungan dan selalu saling berpengaruah.

Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang

memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam

kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan

jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total,

daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas

fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu

bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan

gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan

antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya: hubungan dari

perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada

pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan

perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik.

Tidak ada bidang tunggal lainnya seperti pendidikan jasmani yang

berkepentingan dengan perkembangan total manusia.

Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan seseorang

sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara sadar

dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh

pertumbuhan jasmani, kesehatan dan kesegaran jasmani, kemampuan dan

keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang

harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas

berdasarkan Pancasila. Secara eksplisit istilah pendidikan jasmani

26
dibedakan dengan olahraga. Dalam arti sempit olahraga diidentikkan

sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari asal katanya dari bahasa jawa

olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga) berarti badan. Secara luas

olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan atau usaha untuk

mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan-

kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia.

1. Perbedaan Pendidikan Jasmani dan Pendidikan Olahraga

Pendidikan Jasmani / Pendidikan Olahraga - Salah satu

pertanyaan yang sering diajukan oleh guru-guru penjas belakangan ini

adalah: "Apakah pendidikan jasmani?" Pertanyaan yang cukup aneh ini

justru dikemukakan oleh yang paling berhak menjawab pertanyaan

tersebut. Hal tersebut mungkin terjadi karena pada waktu sebelumnya

guru itu merasa dirinya bukan sebagai guru penjas, melainkan guru

pendidikan olahraga. Perubahan pandangan itu terjadi menyusul

perubahan nama mata pelajaran wajib dalam kurikulum pendidikan di

Indonesia, dari mata pelajaran pendidikan olahraga dan kesehatan

(orkes) dalarn kurikulum 1984, menjadi pelajaran "pendidikan jasmani

dan kesehatan" (penjaskes) dalam kurikulum 1994. Perubahan nama

tersebut tidak dilengkapi dengan sumber belajar yang menjelaskan

makna dan tujuan kedua istilah tersebut. Akibatnya sebagian besar guru

menganggap bahwa perubahan nama itu tidak memiliki perbedaan, dan

pelaksanaannya dianggap sama. Padahal muatan filosofis dari kedua

istilah di atas sungguh berbeda, sehingga tujuannya pun berbeda pula.

27
Pertanyaannya, apa bedanya pendidikan olahraga dengan

pendidikan jasmani?

Pendidikan jasmani berarti program pendidikan lewat gerak atau

permainan dan olahraga. Di dalamnya terkandung arti bahwa gerakan,

permainan, atau cabang olahraga tertentu yang dipilih hanyalah alat

untuk mendidik. Mendidik apa? Paling tidak fokusnya pada

keterampilan anak. Hal ini dapat berupa keterampilan fisik dan motorik,

keterampilan berpikir dan keterampilan memecahkan masalah, dan bisa

juga keterampilan emosional dan sosial. Karena itu, seluruh adegan

pembelajaran dalam mempelajari gerak dan olahraga tadi lebih penting

dari pada hasilnya. Dengan demikian, bagaimana guru memilih metode,

melibatkan anak, berinteraksi dengan murid serta merangsang interaksi

murid dengan murid lainnya, harus menjadi pertimbangan utama.

Pendidikan olahraga adalah pendidikan yang membina anak agar

menguasai cabang-cabang olahraga tertentu. Kepada murid

diperkenalkan berbagai cabang olahraga agar mereka menguasai

keterampilan berolahraga. Yang ditekankan di sini adalah ` hasil ' dari

pembelajaran itu, sehingga metode pengajaran serta bagaimana anak

menjalani pembelajarannya didikte oleh tujuan yang ingin dicapai.

Ciri¬ciri pelatihan olahraga menyusup ke dalam proses

pembelajaran. Yang sering terjadi pada pembelajaran pendidikan

olahraga adalah bahwa guru kurang memperhatikan kemampuan dan

kebutuhan murid. Jika siswa harus belajar bermain bola voli, mereka

28
balajar keterampilan teknik bola voli secara langsung. Teknik-teknik

dasar dalam pelajaran demikian lebih ditekankan, sementara tahapan

penyajian tugas gerak yang disesuaikan dengan kemampuan anak

kurang diperhatikan. Guru demikian akan berkata: "kalau perlu tidak

usah ada pentahapan, karena anak akan dapat mempelajarinya secara

langsung. Beri mereka bola dan instruksikan anak supaya bermain

langsung yang sudah terampil biasanya dapat menjadi contoh, dan anak

yang belum terampil belajar dari mengamati demontrasi temannya yang

sudah mahir. Untuk pengajaran model seperti ini, ada ungkapan “kalau

anda ingin anak-anak belajar renang, lemparkan mereka ke kolam yang

paling dalam dan mereka akan bisa sendiri.

2. Beda dan Persamaan Pendidikan jasmani dengan Pendidikan


Olahraga

Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjas-Or) merupakan bagian

dari kurikulum standar Lembaga Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dengan pengelolaan yang tepat, maka pengaruhnya bagi pertumbuhan

dan perkembangan Jasmani, Rohani dan Sosial Peserta didik tidak

pernah diragukan. Pendidikan Jasmani adalah kegiatan jasmani yang

diselenggarakan untuk menjadi media bagi kegiatan pendidikan.

Pendidikan adalah kegiatan yang merupakan proses untuk

mengembangkan kemampuan dan sikap rohaniah yang meliputi aspek

mental, intelektual dan bahkan spiritual. Sebagai bagian dari kegiatan

pendidikan, maka pendidikan jasmani merupakan bentuk pendekatan ke

aspek sejahtera Rohani (melalui kegiatan jasmani), yang dalam lingkup

29
sehat WHO berarti sehat rohani.

Olahraga adalah kegiatan pelatihan jasmani, yaitu kegiatan

jasmani untuk memperkaya dan meningkatkan kemampuan dan

ketrampilan gerak dasar maupun gerak ketrampilan (kecabangan

olahraga). Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses

pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan

perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam fisik, mental,

serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai

sebuah kesatuan utuh, makhluk total, dari pada hanya menganggapnya

sebagai seorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pendidikan

jasmani ini harus menyebabkan perbaikan dalam pikiran dan tubuh yang

mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan

holistic tubuh jiwa ini termaksud pula penekanan pada ketiga domain

kependidikan, psikomotor, kognitif, dan afektif. Dengan meminjam

ungkapan Robert Gensemer, penjas diistilahkan sebagai proses

menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa”. Artinya,

dalam tubuh yang baik “diharapkan” pula jiwa yang sehat, seperti

dengan pepatah “men sana in corporesano” Akan tetapi, apakah kita

percaya terhadap konsep holistik tentang pendidikan asmani, tetapi,

apakah konsep tersebut saat ini bersifat dominant dalam masyarakat kita

atau diantara pengembang tugas penjas sendiri. Masih banyak guru

penjas yang sangat jauh dari menyadari terhadap peranan dan fungsi

pendidikan jasmani disekolah-sekolah, sehingga proses pembelajaran

30
penjas disekolahnya masih lebih banyak ditekankan pada program yang

berat sebelah pada aspek fisik semata-mata. Bahkan, dalam kasus

Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang lebih baik, karena

ironisnya, justru program pendidikan jasmani dikita masih tidak

ditekankan kemana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah,

yang memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama

sekali.

Contoh dimana orang menolak manfaat atau nilai positif dari

penjas dengan menunjukan pada kurang bernilai dan tidak seimbangnya

program pendidikan jasmani dilapangan seperti yang dapat mereka lihat.

Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita percayai dan apa yang

kita praktikkan (gap antara teori dan praktek) adalah sebuah duri dalam

bidang pendidikan jasmani kita. Hubungan Pendidikan Jasmani dengan

Bermain Olahraga Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita juga

harus mempertimbangkan hubungan antar bermain (play) dan olahraga

(sport), sebagai istilah yang lebih dahulu popular dan lebih sering

digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut

akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan

dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. Bermain pada

intinya adalah aktifitas yang digunakan sebagai hiburan. Kita

mengartikan bermain sebagai hiburan yang bersifat fisikal yang tidak

kompetitif, meskipun bermain tidak harus selalu bersifat fisik. Bermain

bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen

31
dari bermain dapat ditemukan didalam keduanya.

Olahraga dipihak lain adalah suatu bentuk bermain yang

terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa

olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang teorganisasi, yang

menepatkanya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan

tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukan bahwa secara

tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. Diatas semua

pengertian itu, olahraga adalah aktifitas kompetitif. Kita tidak dapat

mengartikan olahraga tanpa memikirkan kopetisi, sehingga tanpa

kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau

rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi

sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain, karena

aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.

Bermain, olahraga dan pendidikan jasmani melibatkan bentuk-

bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks

pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain

dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan prestasi.

Ada 4 aspek yang membedakan antara Pendidikan Jasmani

dengan Olahraga antara lain:

a. Tujuan Pendidikan Jasmani disesuaikan dengan tujuan pendidikan

yang menyangkut pengembangan seluruh pribadi anak didik,

sedangkan tujuan Olahraga adalah mengacu pada prestasi unjuk laku

motorik setinggi-tingginya untuk dapat memenangkan dalam

32
pertandingan.

b. Isi Pembelajaran dalam pendidikan jasmani disesuaikan dengan

tingkat kemampuan anak didik, sedangkan pada olahraga isi

pembelajaran atau isi latihan merupakan target yang harus dipenuhi.

c. Orientasi Pembelajaran pada pendidikan jasmani berpusat pada anak


didik.

Artinya anak didik yang belum mampu mencapai tujuan pada

waktunya diberi kesempatan lagi, sedangkan pada olahraga atlet

yang tidak dapat mencapai tujuan sesuai dengan target waktu

dianggap tidak berbakat dan harus diganti dengan atlet lain.

d. Sifat kegiatan pendidikan jasmani pada pemanduan bakat yang

dipakai untuk mengetahui entry behavior, sedangkan pada olahraga

bertujuan untuk memilih atlet berbakat.

33
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pedagogi yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan "agogos"

artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian secara

harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing atau

memimpin atau mengajar anak.

Pedagogi olahraga (sport pedagogy) adalah sebuah disiplin ilmu

keolahragan yang masih muda usianya dengan kedudukan sangat

berpotensi untuk mengintegrasikan subdisiplin iImu keolahragaan lainnya

untuk mendukung pemahaman bagi kelangsungan proses pembelajaran

atau tindakan yang bersifat mendidik. Proses pembelajaran itu melibatkan

keterjadian transaksi antara guru dan peserta didik, dan dalam proses itu

penguasaan 7 kategori pengetahuan menjadi amat penting yang dipandang

sebagai batang tubuh pengetahuan pedagogi olahraga. Dalam kaitannya

dengan penyelenggaraan pendidikan jasmani, pengembangan model-model

pengajaran berlandaskan pada batang tubuh pengetahuan tersebut.

Untuk penyelenggaraan pengajaran yang berhasil dalam pendidikan

jasmani dan olahraga, ketujuh kategori pengetahuan itu tidak saja dapat

diungkapkan kembali oleh guru yang bersangkutan, tetapi pengetahuan itu

harus sampai pada tataran penerapan Pada waktu sebelum, selama dan

setelah pengajaran berlangsung. Lebih rumit lagi karena pengetahuan itu

harus dapat diselaraskan dengan kondisi pengajaran yang berubah-ubah

yang amat spesifik pada setiap saat.

34
DAFTAR
PUSTAKA

Annarino, Anthony A. (1980). Curriculum Theory and Design in physical


Education, St, Louis. Missouri: The C.V. Mosby

Coakley, Jay (2000). Sport in Society: Issues and Controversies, Singapore:


McGrawHill Book Co.

Gutek, Gerald L. (2004). Philosophical and Ideological Voices in Education.


Boston: Pearson.

Hammond, Linda Darling and Bransford, John (ed,) (2005). Preparing Teachers
for a Changing World. San Fransisco: Jossey‑Bass.

Hita, I Putu Agus Dharma. (2020). Philosophical view of the science of sports
pedagogy. Edu sportivo. 1(2), 66-78.

Huzinga, Johan (1950). Homo Ludens. A study of the Play Element in Culture.
Boston: The Beacon Press.

Hyland, Drew A (1990). Philosophy of Sport. New York: Paragon House.

Light, Richard L and Mohammad, Shah Razak. (2020). The Influence of


Experiential Pedagogy on Undergraduate Sport Coaching Students’ ‘Real
World’ Practice. International Journal of Physical Education, Fitnes and
Sports, Vol 9 ISS 2.

Lutan, Rush (1999). Manusia dan Olahraga. Bandung: ITB


Lutan, Rush (1999). Reinterpretasi Hasil Kongres: World Summit on Physical
Education at Berlin, September, 1999. Unpublished manuscript.

Lutan, Rush (2005). Indonesia and Asian Games: Sport, Nationalisms and the
New Order in Sport in Society, Vol. 8, No. 3, September 2005

Maguire, Joseph (et.al), Sport World: A Sociological Perspective. (Champaign,


III! Human Kinetics, 2002)
Metzler, Michael W. (2000). Instructional Models for Physical Education.
Boston: Allyn and Bcon.

Saifudin, M. Fakhrur dan Sukma, Hanum Hanifa. (2018). Pedagogical Content


Knowledge (PCK) Calon Guru SD Melalui Mata Kuliah Pengembangan
dan Praktik Pembelajaran Bahasa dan Sastra SD. Varia Pendidikan, Vol.
30, No. 2, 2018: 55-63.

Schemppp, P.G. (1993, July). The Nature of Knowledge in Sport Pedagogy.


JoseMaria Cagigal Memorial Lecture, presented at the 199′ World
University Games, Buffalo, NY. http://cilab.myweb.uga.edu/cinature.htm

Siedentop, Daryl (1991). Developing Teaching Skills in Physical Education


Califonnia: Mayfield Publishing Company.

Sic, Swan Po (1973) Prosiding Kongres Internasional ICHPERSD ke‑16,


Denpasar, Bali, Indonesia, 29 July‑3 August. Jakarta: KONI Pusat

Tinning, Richard. et.al. (2001). Becoming A Physical Education Teacher. French


Forest: Prentice Hall

Anda mungkin juga menyukai