Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FILSAFAT

Prinsip dasar dan pola pikir aliran filsafat idealisme dan


relevansinya terhadap olahraga

Disusun oleh :
Tri Prasetyo 21340011

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Phil Yanuar Kiram

PROGRAM STUDI ILMU KEOLAHRAGAAN (S2)


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis telah menyelesaikan
Makalah ini dengan judul Prinsip dasar dan pola pikir aliran filsafat pragmatisme
dan relevansinya terhadap olahraga

Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas matakuliah Statistika Prodi


Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Padang (UNP).

Dalam penyusunan makalah ini penulis menyadari masih banyak


kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 31 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

A. Latar Belakang..............................................................................................3

B. Rumusan Masalah.........................................................................................5

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................5

BAB II......................................................................................................................6

PEMBAHASAN......................................................................................................6

A. Pengertian, Teori, dan Konsep Filsafat.........................................................6

B. Aliran Filsafat Idealisme...............................................................................8

C. Implikasi Idealisme dalam Pendidikan Jasmani dan olahraga......................9

D. Fungsi Filsafat dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga...........................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan
seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat yang dilakukan secara
sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh
pertumbuhan jasmani, kesehatan, dan kesegaran jasmani, kemampuan dan
keterampilan, kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang
harmonis dalam rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas berdasarkan
Pancasila. Pendidikan jasmani merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
pendidikan. Sementara ini jika kita simak tujuan dan fungsi pendidikan secara
umum sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, sebagai berikut: Tujuan dan
fungsi pendidikan berdasarkan Undang-undang Pendidikan No.20 Tahun 2003,
yaitu Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sejalan dengan tujuan
pendidikan tersebut, maka pendidikan jasmani diarahkan untuk pembentukan
watak, disiplin, kerja sama, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan
mandiri.

Lebih lanjut, pendidikan jasmani didefinisikan dalam Undang-undang


Sistem Keolahragaan Nasional No. 3 Tahun 2005 sebagai berikut Olahraga
pendidikan adalah pendidikan lebih lanjut jasmani dan olahraga yang
dilaksanakan sebagai bagian proses pendidikan yang teratur dan berkelanjutan
untuk memperoleh pengetahuan, kepribadian, keterampilan, kesehatan, dan
kebugaran jasmani. Secara sederhana pendidikan jasmani adalah suatu proses
belajar untuk bergerak dan bergerak untuk belajar. Pendidikan jasmani merupakan

3
bagian penting dari proses pendidikan. Artinya, pendidikan jasmani bukan hanya
dekorasi atau ornamen yang ditempel pada program sekolah sebagai alat untuk
membuat anak sibuk, tetapi penjas adalah bagian penting dari pendidikan. Melalui
penjas yang diarahkan dengan baik, anak-anak akan mengembangkan
keterampilan yang berguna bagi pengisian waktu senggang, terlibat dalam
aktivitas yang kondusif untuk mengembangkan hidup sehat, berkembang secara
sosial, dan menyumbang pada kesehatan fisik dan mentalnya.

Mengutip dari ungkapan Robert Gensemer, pendidikan jasmani diistilahkan


sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau jiwa.”
Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat,
sejalan dengan pepatah Romawi Kuno: Men sana in corporesano. Pertanyaan
sulit di sepanjang zaman adalah pemisahan antara jiwa dan raga atau tubuh.
Kepercayaan umum menyatakan bahwa jiwa dan raga terpisah, dengan penekanan
berlebihan pada satu sisi tertentu disebut dualisme yang mengarah pada
penghormatan lebih pada aspek jiwa dan menempatkan kegiatan fisik sebagai
aksesorisnya. Beberapa aliran filsafat pendidikan yang berpengaruh dalam
pengembangan pendidikan jasmani (penjas) diantaranya adalah idealisme,
realisme, pragmatisme, humanisme, behaviorisme, dan konstruktivisme. Aliran
idealisme berpandangan bahwa pengetahuan itu sudah ada dalam jiwa kita. Untuk
membawanya pada tingkat kesadaran perlu adanya proses introspeksi. Tujuan
pendidikan jasmani menurut aliran ini membentuk karakter manusia.

Dalam masyarakat sendiri, konsep dan kepercayaan terhadap pandangan


dualisme di atas masih kuat berlaku. Bahkan termasuk juga pada sebagian besar
guru penjas sendiri, barangkali pandangan demikian masih kuat mengakar, entah
akibat dari kurangnya pemahaman terhadap falsafah penjas sendiri maupun karena
kuatnya kepercayaan itu. Yang pasti masih banyak guru penjas yang sangat jauh
dari menyadari terhadap peranan dan fungsi pendidikan jasmani di sekolah-
sekolah sehingga proses pembelajaran penjas di sekolahnya masih lebih banyak
ditekankan pada program yang berat sebelah pada aspek fisik semata-mata.
Bahkan dalam kasus di Indonesia, penekanan yang berat itu masih dipandang
4
lebih baik karena justru program pendidikan jasmani di kita malahan tidak
ditekankan ke mana-mana. Itu karena pandangan yang sudah lebih parah yang
memandang bahwa program penjas dipandang tidak penting sama sekali. Nilai-
nilai yang terkandung di dalam penjas untuk mengembangkan manusia utuh
secara menyeluruh, sungguh masih jauh dari kesadaran dan pengakuan
masyarakat kita. Ini bersumber dan disebabkan oleh kenyataan dalam pelaksanaan
praktik penjas di lapangan. Teramat banyak kasus atau contoh di mana orang
menolak manfaat atau nilai positif dari penjas dengan menunjuk pada kurang
bernilai dan tidak seimbangnya program pendidikan jasmani di lapangan seperti
yang dapat mereka lihat. Perbedaan atau kesenjangan antara apa yang kita
percayai dan apa yang kita praktikkan (gap antara teori dan praktik) adalah sebuah
duri dalam bidang pendidikan jasmani kita

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah yang akan di bahas dalam makalah ini antara
lain sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pengertian, teori dan konsep dalam filsafat ?
2. Apa yang dimaksud dengan aliran idealisme dalam filsafat ?
3. Bagaimana implikasi idealisme dalam pendidikan jasmani dan olahraga?
4. Apa fungsi filsafat dalam pendidikan jasmani dan olahraga ?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui pengertian, teori dan konsep dalam filsafat


2. Mengetahui aliran idealisme dalam filsafat
3. Mengetahui implikasi idealisme dalam pendidikan jasmani dan olahraga
4. Mengetahui fungsi filsafat dalam pendidikan jasmani dan olahraga

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Teori, dan Konsep Filsafat


Kita menyadari bahwa betapa pentingnya filsafat sebagai ilmu di berbagai
bidang, namun amatlah sukar untuk membuat suatu definisi yang pas atau konkrit.
Hal ini disebabkan filsafat berkaitan erat dengan segala sesuatu yang berkenaan
dengan pemikiran manusia, jadi sifatnya sangat subyektif tergantung dari sudut
pandang penganutnya. Para filsuf memberi batasan atau rumusan filsafat yang
berbeda satu dengan lainnya, kadang-kadang menyangkut masalah yang esensial
akan tetapi perbedaan tersebut tidak mendasar. Batasan atau pengertian filsafat
dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara etimologis dan terminologi. Secara
etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab yaitu “falsafah” dan dari
bahasa Inggris “phylosophy”. Kedua istilah tersebut berakar dari bahasa Yunani
“philosophia” yang memiliki dua unsur kata, yaitu “philein” dan “sophia”. Philein
berarti “cinta” dan “sophia” berarti kebijaksanaan. Jadi filsafat atau philosophia
“cinta kebijaksanaan”, sehingga seorang filsuf akan mencintai atau mencari
kebijaksanaan. Secara terminologi, pengertian filsafat adalah “sangat berguna”.
Para filsuf merumuskannya sesuai dengan bidang atau kecenderungan pemikiran
kefilsafatan yang dimilikinya.

Beberapa filsuf merumuskan pengertian filsafat sebagai berikut :


a) Plato: Filsafat adalah pengetahuan yang berminat untuk mencapai kebenaran
yang asli.
b) Aristoteles: Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran, yang
di dalamnya terkandung ilmu-ilmu; metafisika, logika, retorika, etika,
ekonomi, politik, dan estetika (filsafat keindahan).
c) Al Farabi: Filsafat adalah ilmu / pengetahuan tentang alam maujud, bagaimana
hakikat sebenarnya.

6
d) Rene Descartes : Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana alam,
Tuhan, dan manusia menjadi pokok penyelidikan.
e) Immanuel Kant : Filsafat adalah ilmu / pengetahuan yang menjadi pokok
pangkal dari segala pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah
epistemologi (filsafat pengetahuan), yang menjawab persoalan apa yang dapat
kita ketahui. Masalah etika, yang menjawab persoalan apa yang harus kita
kerjakan. Masalah ketuhanan (keagamaan), yang menjawab persoalan harapan
kita dan masalah manusia.
f) Webster : Mendefinisikan filsafat sebagai “love of wisdom” dan sebagai ilmu
pengetahuan yang menyelidiki fakta, prinsip-prinsip, kenyataan, hakikat, dan
kelakuan manusia. Dari beberapa batasan / rumusan filsafat tersebut di atas,
jelas mempunyai perbedaan satu sama lainnya sesuai pemahaman yang
dimilikinya. Mengenai mengapa orang berfilsafat,
g) Menurut louis O. Kattsoff tujuan filsafat adalah untuk mengumpulkan
pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai
pengetahuan tersebut, menemukan hakikatnya, dan menerbitkan serta mengatur
semuanya itu dalam bentuk yang sistematis.

Filsafat akan membawa kepada pemahaman, dan pemahaman akan


membawa kepada tindakan yang lebih layak.
Yang menjadi bidang kajian atau pembagian filsafat adalah sebagai berikut :

1. Harry Hamersma membagi cabang filsafat menjadi : Filsafat tentang


pengetahuan, yang terdiri dari epistemologi, logika, dan kritik ilmu-ilmu.
Filsafat tentang integralitas kenyataan, yang terdiri dari ontologi, teologi,
metafisik, antropologi, dan kosmologi. Filsafat tentang tingkah laku,
meliputi etika dan estetika, dan sejarah filsafat.
2. The Liang Gie membagi filsafat menjadi Filsafat tentang hal ada
(metafisika), Teori pengetahuan (epistemologi), Teori tentang metoda
(metodologi), Teori tentang penyimpulan (logika), Filsafat tentang
pertimbangan moral (etika), Filsafat tentang keindahan (estetika), Sejarah
filsafat.
7
B. Aliran Filsafat Idealisme
Herman Horne mengatakan idealisme merupakan pandangan yang
menyimpulkan bahwa alam merupakan ekspresi dari pikiran, juga mengatakan
bahwa subtansi dari dunia ini adalah dari alam pikiran serta berpandangan bahwa
hal-hal yang bersifat materi dapat dijelaskan melalui jiwa. Senada dengan itu,
Ahmad Tafsir mengemukakan bahwa dalam kajian filsafat, idealisme adalah
doktrin yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam
ketergantungannya pada jiwa (mind) dan spirit (ruh). lstilah ini diambil dari
"idea", yaitu sesuatu yang hadir dalam jiwa. Lebih lanjut George R. Knight
menguiaikan bahwa idealisme pada mulanya, adalah suatu penekanan pada
realitas ide gagasan, pemikiran, akal pikir daripada suatu penekanan pada objek-
objek dan daya-daya materi. Idealisme menekankan akal pikir (mind) sebagai hal
dasar atau lebih dulu ada bagi materi dan bahkan menganggap bahwa akal pikir
adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang ditimbulkan oleh
akal pikir. Menurutnya, ini sangat berlawanan dengan materialisme yang
berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan akal pikir (mind) adalah
sebuah fenomena pengiring.

Dari ketiga pengertian di atas dapat dipahami bahwa idealisme


merupakan suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa hakekat segala
sesuatu ada pada tataran ide. Realitas yang berwujud sebenarnya lebih dulu ada
dalam realitas ide dan pikiran dan bukan pada hal-hal yang bersifat materi.
Meskipun demikian, idealisme tidak mengingkari adanya materi. Materi
merupakan bagian luar dari apa yang disebut hakekat terdalam, yaitu akal atau
ruh, sehingga materi merupakan bungkus luar dari hakekat, pikiran, akal, budi,
ruh atau nilai. Dengan demikian, idealisme sering menggunakan term-term yang
meliputi hal-hal yang abstrak seperti ruh, akal, nilai dan kepribadian. Idealisme
percaya bahwa watak sesuatu objek adalah spritual, non material dan idealistik.

Pemikiran idealisme ini selalu identik dengan Plato. Platolah yang


sering dihubungkan dengan filsafat idealisme. Pandangan seperti ini muncul,
mengingat bahwa pada dasarnya Plato merupakan bapak filsafat idealisme atau
8
pencetus filsafat idealisme. Menurut Plato hakekat segala sesuatu tidak terletak
pada yang bersifat materi atau bendawi, tetapi sesuatu yang ada dibalik materi itu,
yakni ide. Ide bersifat kekal, immaterial dan tidak berubah. Walaupun materi
hancur, ide tidak ikut musnah. Dalam mencari kebenaran, Plato berpendapat
bahwa kebenaran tidak dapat ditemukan dalam dunia nyata, sebab dunia nyata
ternyata tidak permanen dan selalu mengalami perubahan. Artinya bahwa dunia
materi bukanlah dunia yang sebenarnya, tetapi hal itu merupakan analogi atau
ilusi semata yang dihasilkan oleh panca indera.

Penerapan filsafat pada pendidikan jasmani dan olahraga merupkan


suatu hal yang vital. “Dengan nilai filosofis yang diyakini kebenarannya, fakta
fakta disoroti untuk melahirkan dasar dasar yang akan dipakai sebagai acuan atau
pedoman dalam mengembangkan dan menjalankan program pendidikan jasmani
dan olahraga”. Maksudnya dalam proses berfikir (filosofis) dapat memunculkan
pemikiran baru sebagai acuan atau pedoman dalam menjalankan dan
menyelesaikan masalah masalah yang muncul dalam program pendidikan jasmani
dan olahraga. Filsafat Pendidikan jasmani dan olahraga sering kali berubah-ubah
karena dipengaruhi oleh beberapa aliran filsafat pendidikan seperti filsafat
idealisme, realisme, pragmatisme, naturalisme, dan eksistensialisme, untuk itu
hendaknya pengajar (calon pengajar) fleksibel dalam memandang dan
menanggapi aliran filsafat tersebut manakala diterapkan di bidang pendidikan.
Pelaksanaan Pedidikan jasmani dan olahraga pada filsafat tradisional cenderung
bersifat “Teacher-Centered” sedangkan pelaksanaan Pendidikan jasmani dan
olahraga pada filsafat modern cenderung bersifat “Student-Centered’.

C. Implikasi Idealisme dalam Pendidikan Jasmani dan olahraga


Aliran filsafat idealisme dalam perkembangannya telah mempengaruhi
pemikiran dalam kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang meliputi unsur-
unsur antara lain sebagai berikut :

9
1. Penjas tidak hanya melibatkan fisik tapi juga pikiran
Tujuan pendidikan jasmani tentunya banyak pendapat yang
mengemukakan bahwa tujuan utama dari pendidikan jasmani adalah untuk
meningkatkan kebugaran jasmani dan meningkatkan taraf kesehatan serta
menumbuhkan sikap atau perilaku, seperti kejujuran, toleransi, rasa percaya
diri dan kerja sama (Nur, 2016). Namun demikian, terlepas dari tujuan
pendidikan seutuhnya dengan mencakup tiga domain utama, yaitu afektif,
kognitif, dan psikomotor. Tujuan pendidikan jasmani sesungguhnya terdapat
pada pendidikan jasmani itu sendiri, di mana yang membedakan tujuan
pendidikan jasmani antara jenis pendidikan jasmani yang satu dengan yang
lainnya adalah pelaku yang memainkan pendidikan jasmani tersebut.

Pendidikan jasmani bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan


mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan
dan pemeliharaan kebugaran jasmani, pertumbuhan fisik dan pengembangan
psikis yang lebih baik, meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak
dasar, dan banyak lagi tujuan lainnya. Secara sederhana, pendidikan jasmani
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan pengetahuan
dan keterampilan yang berkaitan dengan aktivitas jasmani, perkembangan
estetika, dan perkembangan sosial. Mengembangkan kepercayaan diri dan
kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong
partisipasinya dalam aneka aktivitas jasmani. Memperoleh dan
mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan
tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali. Mengembangkan nilai-nilai
pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok
maupun perorangan. Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat
mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan siswa berfungsi
secara efektif dalam hubungan antar orang. Menikmati kesenangan dan
keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.

10
2. Kontribusi terhadap kepribadian

Salah satu dampak pembelajaran pendidikan jasmani adalah untuk


menumbuhkan rasa percaya diri dan penilaian positif terhadap kemampuan
diri. Kesan ini sangat penting untuk ditumbuhkan pada anak untuk menguasai
tugas belajar, membangkitkan motivasi di samping efek psikologis lainnya
yang mendorong keadaan sehat secara mental pada diri seseorang atau
sejahtera secara mental atau batiniah. Di dalamnya tercakup a. Perasaan positif
mengenai citra diri dan keadaan badan, peningkatan penilaian diri yang merasa
makin mampu menyelesaikan tugas serta berprestasi. b. Pengalaman sukses. c.
Peningkatan rasa percaya diri. Manfaat dari segi sosial sangat banyak diperoleh
dari program pendidikan jasmani. Melalui aktivitas jasmani atau kegiatan
olahraga, seseorang memperoleh kesempatan untuk bergaul dan berinteraksi
antara satu dengan lainnya. Sikap dan perilaku yang direstui masyarakat dapat
dibina melalui lingkungan olahraga. Demikian juga tentang nilai, sesuatu yang
dianggap paling luhur dan menjadi rujukan atau pedoman perilaku. Dalam
olahraga banyak nilai yang dapat ditanamkan kepada anak, misalnya toleransi
antara sesama, gotong royong, menghargai kerja keras, mengutamakan mutu,
dan lain-lain.

3. Pusat berbagai gagasan


Pendidikan jasmani merupakan suatu bagian yang tidak terpisahkan dari
pendidikan umum. Lewat program penjas dapat diupayakan peranan
pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu. Tanpa penjas, proses
pendidikan di sekolah akan pincang. Sumbangan nyata pendidikan jasmani
adalah untuk mengembangkan keterampilan (psikomotor). Karena itu posisi
pendidikan jasmani menjadi unik, sebab berpeluang lebih banyak dari mata
pelajaran lainnya untuk membina keterampilan. Hal ini sekaligus
mengungkapkan kelebihan pendidikan jasmani dari pelajaran-pelajaran
lainnya. Jika pelajaran lain lebih mementingkan pengembangan intelektual,
maka melalui pendidikan jasmani terbina sekaligus aspek penalaran, sikap, dan
keterampilan. Ada tiga hal penting yang bisa menjadi sumbangan unik dari
11
pendidikan jasmani (Dauer and Pangrazy, 1992), yaitu meningkatkan
kebugaran jasmani dan kesehatan peserta didik, meningkatkan terkuasainya
keterampilan fisik yang kaya, serta meningkatkan pengertian peserta didik
dalam prinsip-prinsip gerak serta bagaimana menerapkannya dalam praktik.

4. Pendidikan ditujukan untuk kehidupan


Tujuan pendidikan menurut idealisme adalah mendorong anak didik untuk
mencari kebenaran. Mencari kebenaran dan hidup dalam kebenaran tersebut
berarti bahwa individu-individu pertama kali harus mengetahui kebenaran
tersebut. Pendidikan idealisme mempunyai tujuan yaitu merubah pribadi untuk
menuju Tuhan, bersikap benar dan baik. Sementara itu Ali Maksum
mengatakan bahwa tujuan pendidikan idealisme adalah membentuk anak didik
agar menjadi manusia yang sempurna yang berguna bagi masyarakatnya. la
mengutip Brameld bahwa pendidikan adalah self development of mind as
spritual subtance. Pendidikan dalam pandangan ini lebih menekankan pada
pengkayaan pengetahuan (transfer of knowladge) pada anak didik. Lembaga
pendidikan harus membekali pengetahuan, teori-teori dan konsep-konsep tanpa
harus memperhitungkan tuntutan dunia praktis (kerja dan industri). Idealisme
yakni, kalau anak didik itu menguasai berbagai pengetahuan maka mereka
tidak akan kesulitan menghadapi hidup.

Melalui pendidikan jasmani dapat dikembangkan beberapa sifat positif


yang akan membangkitkan keinginan anak untuk tumbuh dan berkembang
sesuai dengan tugas perkembangannya. Anak yang memiliki pengalaman
bermain melalui pendidikan jasmani dengan aturan yang ada, maka anak akan
memiliki perkembangan mental yang baik, menaati peraturan, jujur, sportif,
memiliki keberanian, sikap positif terhadap lingkungannya, pandai bergaul dan
memiliki kepercayaan diri yang kuat sehingga kelak setelah dewasa diharapkan
akan mampu dan berhasil mengarungi kehidupan yang sebenarnya di
masyarakat

12
D. Fungsi Filsafat dalam Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, tujuan, arah dan menuntun
pada jalan jalan baru. Filsafat tidak ada artinya sama sekali jika tidak universal,
baik dalam ruang lingkupnya. Filsafat dalam pendidikan jasmani dan olahraga
merupakan hal yang sangat penting karenan bermanfaat dalam pengembangan
program dan akan mempengaruhi tindakan sehari hari. Berikut aplikasi filsafat
dalam pendidikan jasmani dan olahraga :

1) Dengan filsafat, makna hakikat pendidikan jasmani dan olahraga dapat


terjelaskan, hal ini memudahkan pelaku pendidikan jasmani dan lahraga dapat
merumuskan arti, fungsi, dan tujuan dari pendidikan jasmani dan olahraga,
sehingga dapat mengurangi tindakan tindakan yang menyimpang dari makna
hakikat tersebut.

2) Dengan filsafat, bidang kajian pendidikan jasmani dan olahraga dapat


terjelaskan Hal itu membantu guru dalam menyusun serangkaian materi dan
kegiatan pembelajaran/pelatihan yang relevan, dan menghindari adanya
tumpang tindih cakupan dengan bidang ilmu lain.

3) Dengan filsafat, pelaku pendidikan jasmani dan olahraga memiliki daya pikir,
sikap, dan tindak yang tepat benar dalam menghadapi suatu persoalan.
Melalui filsafat maka seseorang akan mampu pandangan hidup sebagai
pedoman hidup memberikan semacam panduan jalan yang harus dilalui oleh
seseorang sehingga ia dapat melihat hidup itu menjadi bermakna.

4) Dengan berpikir secara filsafat maka pelaku pendidikan jasmani dan olahraga
dapat memecahkan persoalan-persoalan hidup yang dihadapi. Filsafat sebagai
pandangan hidup dapat digunakan oleh guru/pelatih untuk memecahkan
masalah-masalah kehidupan yang ada di sekitar dirinya.

5) Dengan berpikir secara filsafat, guru dan pelatih dengan bantuan logika tidak
mudah untuk tertipu dengan pernyataan-pernyataan retoris yang bersifat
menyesatkan.
13
6) Dengan berpikir secara filsafat maka guru dan pelatih mampu menghargai
pendapat dan pemikiran orang lain, baik yang memiliki persamaan maupun
perbedaan dengan dirinya.

Berpikir filsafat berarti berpikir demokratis. Ini berarti bahwa dalam


berpikir filsafat, orang dilatih untuk menghargai pendapat atau pemikiran orang
yang berbeda dari dirinya. Orang yang memiliki kemampuan berfilsafat yang
tinggi akan menghargai kebenaran berpikir yang diyakini oleh orang lain seperti
juga ia menghargai kebenaran berpikir yang diyakini oleh dirinya. Dalam hal ini
perbedaan pendapat dan perbedaan pemikiran dianggap sebagai suatu eksistensi
wacana berpikir yang bersifat dialektika sebagai upaya manusia sebagai makhluk
berpikir untuk mencari kebenaran. Sehingga proses berfikir (filosofis) dapat
memunculkan pemikiran baru sebagai acuan atau pedoman dalam menjalankan
dan menyelesaikan masalah masalah yang muncul dalam program pendidikan
jasmani dan olahraga.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat sangatlah dibutuhkan di berbagai bidang, termasuk pendidikan
jasmani dan olahraga. Filsafat olahraga yaitu menyelidiki hakikat olahraga aktif
yang berkenaan dengan seluk beluk gerak yang dilakukan dalam olahraga dan
hakikat olahraga pasif atau penghayata terhadap pergelaran olahraga” (Edward
wiecrozek, Problem of sport, medicine, and sport training an coaching). Dalam
kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang dimaksud permasalah tersebut
adalah yang berkenaan dalam dunia pendidikan jasmani dan olahraga. Pada
bagian ini dikemukakan bahwa idelisme adalah suatu aliran filsafat yang
berpandangan bahwa dunia ide dan gagasan merupakan hakikat dari realitas.
Realitas sesungguhnya tidak terdapat pada objek materi, tetapi terdapat dalam
alam pikiran ide.

Penerapan filsafat pada pendidikan jasmani dan olahraga merupkan suatu


hal yang vital. “Dengan nilai filosofis yang diyakini kebenarannya, fakta fakta
disoroti untuk melahirkan dasar dasar yang akan dipakai sebagai acuan atau
pedoman dalam mengembangkan dan menjalankan program pendidikan jasmani
dan olahraga”. Maksudnya dalam proses berfikir (filosofis) dapat memunculkan
pemikiran baru sebagai acuan atau pedoman dalam menjalankan dan
menyelesaikan masalah masalah yang muncul dalam program pendidikan jasmani
dan olahraga. Berikut ini aliran aliran filsafat dan perbedaan filsafat modern
dengan filsafat tradisional dalam pendidikan jasmani dan olahraga

Pendidikan jasmani bukanlah sekedar hiburan atau pelengkap yang


dimasukkan ke dalam program atau kurikulum sekolah dan hanya bertujuan untuk
memberikan kesibukan pada anak didik. Akan tetapi sebaliknya, pendidikan
jasmani merupakan bagian yang vital dari pendidikan umum yang memberikan
sumbangan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Sasaran pendidikan
jasmani bukanlah faktor fisik semata akan tetapi juga meliputi mental, emosional,
15
dan sosial. Karena itu jelaslah bahwa pendidikan jasmani bukan semata-mata
berurusan dengan pembentukan badan saja,melainkan manusia seutuhnya. Seperti
halnya pendidikan jasmani, Olahraga pun dalam pelaksanaannya juga memiliki
nilai pendidikan, yaitu jika aktivitas olahraga dilakukan dengan semangat fair play
(sportif).

16
DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, H.M., Yusuf (1989), Hakekat, Filsafat, dan Perananan Pendidikan


Jasmani dalam Masyarakat, Depdikbud, Dirjen., Dikti., P2 LPTK,
Jakarta.

Ahmad Tafsir (1994), Filsafat Umum, Akal dan Hati Thales Sampai James, PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.

Barnadib, Imam., Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Adicita Kaiya Nusa:2002

Bucher, Charles A (1964), Foundation of Physical Education, Saint Louis, he CV.


Mosby Company.

Freeman, William. 2000. Physical education and Sport in a Changing Society.


Minneapolis, MN. Burgess.

Gutek. Gerald L., Philosophical and Ideological Persfektif on Education,


Chicago: Loyoia University of Chicago: 1988

Hetherington, Clark W., (1992), School Program in Physical education, World


Book Co., New York.

Juhaya S. Praja (1987), Aliran-Aliran Filsafat dari Rasionalisme Hingga


Sekularisme, Alva Gracia, Bandung.
Kattsoff, Louis O., (1992), Pengantar Filsafat, Tiara Wacana, Yogyakarta.
Maksum, Ali., Luluk Yunan Ruhendi, Paradigma Pendidikan Universal di Era
Modern dan Post Modern, Yogyakarta: IRCiSoD: 2004

Mudji Sutrisna (1993), Capita Selecta, Seri Filsafat Driyarkara : 5 Hakekat


Pengetahuan dan Cara Kerja ilmu-Ilmu, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Nixon, Eugene W. Cozens, Frederik W., (19590, An Introduction to Physical


Education, Philadelphia, WB. Saunders Co.

Sudarsono, (1993), Ilmu Filsafat; Suatu Pengantar, Rineka Cipta, Jakarta.


William, Jesse Feiring; Brownell, Clifford Lee; Vernier, Elmond L., (1958), The
Administration of Health and Physical Education, Philadelphia, WB.
Saunders Co

17
18

Anda mungkin juga menyukai