Anda di halaman 1dari 73

TUGAS MATA KULIAH

PENGOBATAN SENDIRI (SWAMEDIKASI)

ANALGESIK, ANTIPIRETIK DAN SAKIT GIGI

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 5

NAMA : HARDIANTI (N014222095)


ARIZAH MAULIDYAH (N014222180)
JUCIKA LAPI’ (N014222186)
HERMELINDA ARUNG BUA’ (N014222188)
KELAS : C

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Swamedikasi Analgesik, Antipiretik dan Sakit Gigi” dari mata kuliah Pengobatan
Sendiri (Swamedikasi).

Dalam penyusunan makalah kami, penulis tidak lepas dari kerja sama kelompok dan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah kami.

Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kami meminta kritik dan
saran membangun dari para pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.

Makassar, 25 Maret 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
I.1 Latar Belakang...............................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
I.3 Tujuan............................................................................................2
BAB II PATOFISIOLOGI DAN PENATALAKSANAAN TERAPI...........3
II.1 Analgesik.......................................................................................7
II.1.1 Definisi Analgesik..............................................................7
II.1.2 Patofisiologi Nyeri.............................................................8
II.1.3 Etiologi Nyeri.....................................................................12
II.1.4 Klasifikasi Nyeri................................................................12
II.1.5 Menifestasi Nyeri...............................................................15
II.1.6 Penatalaksanaan Terapi Analgesik.....................................16
II.2 Antipiretik......................................................................................22
II.2.1 Definisi Antipiretik............................................................22
II.2.2 Patofisiologi Demam..........................................................23
II.2.3 Etiologi Demam.................................................................24
II.2.4 Klasifikasi Demam.............................................................24
II.2.5 Menifestasi Demam...........................................................25
II.2.6 Penatalaksanaan Terapi Antipiretik....................................27
II.3 Sakit Gigi.......................................................................................28
II.3.1 Definisi Sakit Gigi.............................................................28
II.3.2 Patofisiologi Sakit Gigi......................................................29
II.3.3 Etiologi Sakit Gigi.............................................................30
II.3.4 Klasifikasi Sakit Gigi.........................................................30
II.3.5 Menifestasi Sakit Gigi........................................................32
II.3.6 Penatalaksanaan Terapi Sakit Gigi.....................................32
BAB III SWAMEDIKASI.................................................................................35

iii
III.1Swamedikasi Analgesik.................................................................35
III.1.1 Obat-obat Sintesis untuk Analgesik...................................35
III.1.2 Obat-obat Herbal untuk Analgesik.....................................48
III.2Swamedikasi Antipiretik................................................................52
III.2.1 Obat-obat Sintesis untuk Antipiretik..................................52
III.2.2 Obat-obat Herbal untuk Antipiretik...................................54
III.3Swamedikasi Sakit Gigi.................................................................61
III.3.1 Obat-obat Sintesis untuk Sakit Gigi...................................61
III.3.2 Obat-obat Herbal untuk Sakit Gigi....................................64
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................71
IV.1Analgesik.......................................................................................71
IV.2Antipiretik......................................................................................72
IV.3Sakit Gigi.......................................................................................73
BAB V KESIMPULAN...................................................................................74
V.1 Kesimpulan....................................................................................74
V.2 Saran..............................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................75
KUMPULAN PERTANYAAN DAN JAWABAN.............................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan upaya yang dilakukan


masyarakat dalam mengobati dirinya sendiri untuk mengatasi keluhan atau
gejala penyakit ringan yang dirasakannya tanpa harus datang ke dokter dan
membeli obat dengan resep dokter (Rikomah, 2018). Obat-obatan yang dibeli
secara bebas tanpa resep dokter adalah Over The Counter (OTC), Obat Wajib
Apotek (OWA) dan Suplemen makanan seperti vitamin dan kalsium. Adapun
jenis penyakit yang dapat dilakukan swamedikasi seperti nyeri, demam, pusing,
batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare atau penyakit kulit (Ahyar &
Muzir, 2019).

Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya
gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot.
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kolor,
listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan (Tjay & Rahardja). Salah
satu penyakit yang sering terjadi yaitu sakit gigi (nyeri gigi). Sakit gigi
merupakan munculnya rasa nyeri pada sekitar gigi dan rahang yang mempunyai
tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari ringan hingga parah. Nyeri sakit
gigi bisa terasa secara terus-menerus sepanjang hari atau muncul dan hilang
secara berulang-ulang tanpa menentu (Endris., dkk, 2021). Pengobatan nyeri
dapat diberikan analgetika. Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat
yang dapat mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran (Tjay & Rahardja).

Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal (>37,5) sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Selain itu, demam mungkin
berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik
dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sapada &

1
Asmalinda, 2022). Pengobatan demam dapat diberikan antipiretik. Antipiretik
merupakan jenis obat yang digunakan secara luas untuk menurunkan demam.
Obat antipiretik berpengaruh untuk menurunkan suhu pada orang yang demam,
namun tidak berpengaruh menurunkan suhu pada orang dengan suhu tubuh
normal (Sari & Ariningpraja, 2021). Obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri
dan demam tidak sebatas obat modern (obat mengandung bahan sintetik)
melainkan juga obat-obatan tradisional (Rikomah, 2018).

Beberpa uraian diatas mengenai swamedikasi nyeri dan demam merupakan hal
yang mendasari atas pembuatan makalah ini.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1. Bagaimana pengertian, patofisiologi dan penatalaksanaan swamedikasi


antipiretik?
2. Bagaimana pengertian, patofisiologi dan penatalaksanaan swamedikasi
analgesik?
3. Bagaimana pengertian, patofisiologi dan penatalaksanaan swamedikasi sakit
gigi?

I.3 Tujuan

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu :

1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analgesik, patofisiologi dan


penatalaksanaan swamedikasi analgesik.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan antipiretik, patofisiologi dan
penatalaksanaan swamedikasi antipiretik.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan sakit gigi, patofisiologi dan
penatalaksanaan swamedikasi sakit gigi.

2
BAB II

PATOFISIOLOGI DAN PENATALAKSANAAN TERAPI

II.1 Analgesik

II.1.1 Definisi Analgesik

Nyeri didefinisikan sebagai suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang


timbul bila mana jaringan sedang dirusak yang menyebabkan individu
tersebut bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri. Nyeri
merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat seseorang
mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang
kesemuanya merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia
sejak lahir. Walau demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca
indera, karena stimulus nyeri merupakan suatu hal yang berasal dari
kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan kerusakan
jaringan.

Menurut Oxford Concise Medical Dictionary, nyeri adalah sensasi tidak


menyenangkan yang bervariasi dari nyeri yang ringan sampai ke nyeri
yang berat. Nyeri ini merupakan respons terhadap impuls dari nervus
perifer dari jaringan yang rusak atau berpotensi rusak. Nyeri
menyebabkan rasa yang tidak menyenangkan, mengubah gaya hidup dan
kesejahteraan individu. Nyeri juga dapat didefinisikan sebagai
ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh efek dari penyakit-
penyakit tertentu atau akibat cedera dan sangat individual yang tidak
dapat dibagi dengan orang lain.

II.1.2 Patofisiologi Nyeri

3
Gambar 1. Patofisiologi Nyeri
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut
penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C.
Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan
serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.

Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu


dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju
otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari
sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula
spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.

Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain


related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis
medula spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian
reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu
dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari
korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah
(midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis.
Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.

4
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor.
Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada
juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.

Ada 2 jalur nyeri di Sistem Saraf Pusat, yaitu :

a. Jalur Ascendens
Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan implus nyeri masuk
ke medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu
masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis
posterior pada medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan,
dan memproses implus sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis
dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina. Dua dari
lapisan ini, yang disebut substansia gelatinosa, sangat penting dalam
transmisi dan modulasi nyeri. Dari kornu dorsalis, implus nyeri
dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi
berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian
menyatu di traktus lateralis, yang naik ke talamus dan struktur otak
lainnya. Dengan demikian, transmisi implus nyeri di medula spinalis
bersifat kontrlateral terhadap sisi tubuh tempat implus tersebut
berasal.

Traktus neospinotalamikus adalah suatu sistem langsung yang


membawa informasi diskriminatif sensorik mengenai nyeri cepat atau
akut dari nosiseptor A-δ ke daerah talamus. Sistem ini barakhir di
dalam nukleus posterolateral ventralis hipotalamus. Nyeri disebut
juga sensasi talamus mungkin karena dibawa kesadaran oleh talamus.
Sebuah neuron di talamus kemudian memproyeksikan akso-aksonnya

5
melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa implus
nyeri ke korteks somatosensorik primer dan girus pascacentralis.
Dipostulasikan bahwa pola tersusun ini penting bagi aspek sensorik-
diskriminatif nyeri akut yang dirasakan yaitu, lokasi, sifat, dan
intensitas nyeri.

Traktur paleospinotalamikus adalah suatu jalur multisinaps difus


yang membawa implus ke farmasio retikularis batang otak sebelum
berakhir di nukleus parafasikularis dan nukleus intralaminar lain di
talamus, hipotalamus, nukleus sistem limbik, dan korteks otak depan.
Karena implus disalurkan lebih lambat dari implus di traktus
neospinotalamikus, maka nyeri yang ditimbulkannya berkaitan
dengan rasa panas, pegal, dan sensasi yang lokalisasinya samar. Besar
kemungkinannya sensasi viseral disalurkan oleh sistem ini. Sistem ini
sangat penting pada nyeri kronik, dan memperantarai respons otonom
terkait, perilaku emosional, dan penurunan ambang sering terjadi.
Dengan demikian, jalur paleospinotalamikus disebut sebagai suatu
sistem nosiseptor motivasional.

b. Jalur Descendens
Salah satu jalur descendens yang telah diidentifikasi sebagai jalur
penting dalam sistem modulasi nyeri adalah jalur yang mencakup tiga
komponnen berikut:
 Substans grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea
periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang
mengelilingi akuaduktus Sylvius.
 Neuron-neuron dari daerah satu mengirim implus ke nukleus rafe
magnus (NRM) yang terletak dipons dibagian atas dan nukleus
retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
 Implus di transmisikan dari nukleus di ke kompleks inhibitorik
nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.

6
Secara umum patofisiologi nyeri yaitu rangsangan nyeri diterima oleh
nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti
perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K +¿ ¿ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar
+¿ ¿
K ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan
protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme
sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri
dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan
merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain
itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin
dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan
menyebabkan akumulasi K +¿ ¿ekstraseluler dan H +¿¿ yang selanjutnya
mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2
memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat
dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang
maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen
terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga
menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin
juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor
inilah yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000).

II.1.3 Etiologi Nyeri

Beberapa hal yang dapat menyebabkan nyeri diantaranya yaitu trauma


meliputi mekanik merupakan rasa nyeri yang timbul akibat ujung-ujung
saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan,
luka, dan lain-lain. Thermo, nyeri yang timbul karena ujung saraf
reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan
air. Eelektrik timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai

7
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
dan khemis timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
atau basa kua. Neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi),
gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah serta yang
terakhir adalah trauma psikologis.

II.1.4 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :

1. Nyeri berdasarkan tempatnya dibagi menjadi :


a. Pheriperal pain merupakan nyeri yang terasa pada permukaan
tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada kulit dan permukaan kulit.
Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit dapat
berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila
hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai
menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar.
b. Deep pain merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh
yang lebih dalam (nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral.
Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon,
ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini memiliki
lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.
c. Reffered pain merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena
penyakit organ/ struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke
bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan dari daerah asalnya
misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan
iskemia jantung atau serangan jantung.
d. Central pain merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh
lesi atau disfungsi primer pada sistem saraf pusat seperti spinal
cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
e. Psychogenic Pain merupakan nyeri dirasakan tanpa penyebab
organik, tetapi akibat dari trauma psikologi.
f. Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah
tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat

8
dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi
reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa
nyeri pada area yang telah diangkat.
g. Radiating Pain merupakan nyeri yang dirasakan pada sumbernya
yang meluas ke jaringan sekitar.

2. Nyeri berdasarkan sifatnya Meliala (2007) dalam Handayani (2015)


menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan menjadi tiga, yaitu :
a. Incidental pain merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang. Nyeri ini biasanya sering terjadi pada pasien yang
mengalami kanker tulang.
b. Steady pain merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta
dirasakan dalam jangka waktu yang lama. Pada distensi renal
kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah satu jenis.
c. Proximal pain merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi
dan kuat sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap selama kurang
lebih 10-15 menit, lalu menghilang kemudian timbul lagi.

3. Nyeri berdasarkan ringan beratnya Nyeri ini dibagi ke dalam tiga


bagian (Wartonah, 2005 dalam Handayani 2015) sebagai berikut:
a. Nyeri ringan merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan.
Nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi
dengan baik.
b. Nyeri sedang merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang
sedang. Nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat.
Nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang.

9
4. Nyeri berdasarkan waktu serangan
a. Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan
intervensi dan penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya
mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri
berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila
faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri
dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor
penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan (Asmadi, 2008).
b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus
selama 6 bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda
dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering
mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan
menimbulkan distress, kegalauan emosi dan mengganggu fungsi
fisik dan sosial (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).

5. Nyeri berdasarkan menurut Sumbernya


a. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang timbul sebagai akibat
peransangan pada nosiseptor (serabut A-δ dan serabut C) oleh
ransangan mekanik, terminal atau termikal.
b. Nyeri somatik adalah nyeri yang timbul pada organ non viseral,
misal nyeri pasca bedah, nyeri metatastik, nyeri tulang, dan nyeri
artritik.
c. Nyeri viseral adalah nyeri berasal dari organ viseral, biasanya akibat
distensi organ yang berongga, misalnya usus, kantung empedu,
pankreas jantung. Nyeri juga sering diikuti referred pain dan
sensasi otonom, seperti mual dan muntah.
d. Nyeri neuropatik, timbul akibat iritasi atau trauma pada saraf.
Seringkali persiten, walaupun penyebabnya sudah tidak ada.
Biasanya paien merasakan rasa seperti terbakar, seperti tersengat
listrik atau alodinia dan disestesia.

10
e. Nyeri psikogenik yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri
somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi
atau kelainan psikosomatik.

II.1.5 Manifestasi Nyeri

Manifestasi nyeri yaitu rasa sakit seperti terbakar, sensitif terhadap


sentuhan, rasa sakit seperti tertusuk, warna kulit berubah, sulit tidur, ada
pembengkakan dan aktivitas berkurang.

II.1.6 Penatalaksanaan Terapi Analgesik


Tatalaksana nyeri yang tidak adekuat dapat memberikan dampak negatif
terhadap keseluruhan aspek kehidupan seorang pasien. Karena
pentingnya dampak dari nyeri ini, sering kali nyeri dinyatakan sebagai
“tanda vital” kelima, yang dikelompokan ke dalam tanda vital klasik,
yaitu suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
1. Terapi Non-Farmakologi
Terapi nyeri non-farmakologi ada beberapa tindakan yang dapat
dilakukan secara mandiri, yaitu:
a. Stimulasi dan masase kutaneus merupakan stimulasi kutaneus tubuh
secara umum yang dipusatkan pada punggung dan tubuh. Masase
dapat mengurangi nyeri karena membuat pasien lebih nyaman
akibat relaksasi otot.
b. Kompres dingin menurunkan produksi prostaglandin sehingga
reseptor nyeri lebih tahan terhadap rangsangan nyeri dan
menghambat proses inflamasi. Kompres hangat berdampak pada
peningkatan aliran darah sehingga menunurunkan nyeri dan
mempercepat penyembuhan.
c. Istirahat dan pengaturan posisi. Pengaturan posisi dapat mengurangi
kebanyakan nyeri neuromuskuloskeletal dimana nyeri akan
bertambah parah apabila posisi pada penderita tidak dalam posisi
kesejajaran. Istirahat merupakan hal yang pertama dilakukan saat
sedang nyeri. Pengaturan fisiologis akan membantu meningkatkan

11
aliran darah pada jaringan yang nyeri, baik akibat iskemia jaringan
atau sebab lain .
d. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dapat
digunakan untuk nyeri akut dan nyeri kronis. TENS dipasang
dikulit menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau
mendengung pada area nyeri.
e. Teknik relaksasi dapat berupa napas dalam dengan cara menarik dan
menghembuskan napas secara teratur. Teknik ini dapat menurunkan
ketegangan otot yang menunjang rasa nyeri. Terdapat penurunan
skor nyeri setelah diberikan terapi teknik relaksasi napas.

2. Terapi Farmakologi
Terapi secara farmakologis pada nyeri yang utama adalah analgesik
non-opioid dan OAINS (Obat Antiinflamsi Non Steroid), analgesika
opioid, dan analgesika adjuvan.

Gambar 2. Algoritma Terapi Analgesik


a. Analgesik Non-Opioid dan Obat Anti-Inflamasi Non Steroid
Analgesik merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi Sistem
Saraf Pusat (SSP) secara tidak selektif dan digunakan untuk
mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran dengan
bekerja menurunkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Analgesik
harus dimulai dengan agen analgesik yang paling efektif dan
memiliki efek samping paling sedikit. Acetaminophen, asam

12
asetilsalisilat (aspirin), dan OAINS sering lebih disukai daripada
opiat dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Tabel 1).
Obat-obat ini (dengan pengecualian asetaminofen) mencegah
pembentukan prostaglandin yang diproduksi dalam menanggapi
rangsangan berbahaya, sehingga mengurangi jumlah impuls nyeri
yang diterima oleh SSP. OAINS mungkin sangat berguna dalam
pengelolaan nyeri tulang terkait kanker.

Tabel 1 Analgesik Non-Opioid yang disetujui FDA untuk Dewasa


Golongan Obat Waktu
Dosis Maksimum
dan Nama Paruh Interval Dosis (mg)
(mg/hari)
Generik (Paten) (jam)
Salisilat
Asam-asetil 0,25 325–1000 setiap 4–6 jam 4000
salisilat/ Aspirin
Magnesium- Nd/Nd 304-607 setiap 4 jam 3738
anhidrat 607-934 setiap 6 jam
Diflunisal 8-12 Awal 500-100 1500
(Dolobid) 250–500 setiap 8–12 jam
para-Aminophenol
Acetaminophen 2-3 325–1,000 setiap 4–6 jam 4000
(Sanmol)
Fenamat
Medofenamat 0,8-2,1 50-100 setiap 4–6 jam 400
Asam Mefenamat 2 Awal 500 1000
250 setiap 6 jam (max. 7
hari)
Asam piranokarboksilat
Etodolak 7,3 200-400 setiap 6-8 jam 1000
Kalium Diklofenak 1,9 Beberapa pasien, awal 100, 150
(Cataflam) 50 tiga kali sehari
Asam propionat
Ibuprofen (Motrin) 2-2,5 200-400 setiap 4–6 jam 1200
Fenoprofen 3 200 setiap 4–6 jam 3200
(Nalfon)
Ketoprofen 2 25-50 setiap 6-8 jam 300

13
Naproxen 12-17 Awal 500 1000
(Naprosyn, 500 setiap 12 jam atau 250
Anaprox) setiap 6-8 jam
Naproxen sodium 12-13 Beberapa pasien awal 440, 660
(Aleve) 220 setiap 8-12 jam
Asam Pirrolizinkarboksilat
Ketorolak- 5-6 30-60 (single IM dose only) 30-60
parenteral 15–30 (single IV dose only)
15-30 setiap 6 jam (max. 5 15-30
hari)
60-120
Ketorolak-oral, 5-6 10 setiap 4-6 jam (max. 5 40
indicated for hari, yang meliputi dosis
continuation with parenteral
parenteral
Only
Inhibitor COX-2
Celecoxib 11 Pemberian awal 400 dikuti 400
(Celebrex) 200 pada hari pertama,
kemudian 200 dua kali
sehari

b. Analgesik Opioid
Analgesik Opioid adalah obat yang menyerupai peptida opioid
endogen dan menyebabkan aktivasi reseptor opioid yang
memanjang (biasanya reseptor µ) (Neal MJ, 2008).
Tabel 2 Analgesik Opioid
Onset
Golongan Obat Relative Equianalg
(menit)/
dan Nama Sumber Histami- e-sic Dose
Rute waktu
Generik Kimia ne in Adults
paruh
(Paten) Release (mg)
(jam)
Phenanthrenes (Agonis Morfin)
IM 10
Morfin Natural +++ 10-20/2
PO 30
Hydromorphon IM 1,5
Semisintetik + 10-20/2-3
(Dilaudid) PO 7,5

14
Oxymorphone IM 1
(Numorphan, Semisintetik + R 5 10-20/2-3
Opana) PO 10
IM 2 (akut)
PO 4 (akut) 10-20/12-
Levorphanol Semisintetik +
IM 1 (kronik) 16
PO 1 (kronik)
IM 15-30
Codein Natural +++
PO 15-30 10-30/3
Hydrocodone
(tersedia dalam
Semisintetik N/A PO 5-10 30-60/4
bentuk
kombinasi)
Oxycodone Semisintetik + PO 20-30 30-60/2-3
Phenylpiperidines (Agonis Meperidine)
Meperidine
Sintetik +++ IM 75
(Demerol)
IM
Trans
-
derm 0,1
Fentanyl
al 25 µg/jam
(Sublimaze, Sintetik +
Bucc
Duragesic)
al, Variable
Trans
muco
sal
Diphenylheptanes (Agonis Methadone)
IM Variable
Methadone PO (akut) 30-60/12-
Sintetik +
(Dolophine) IM Variable 19
PO (kronik)
Propoxyphene
Sintetik N/A PO 65 30-60/6-12
(Darvon)
Derivat Agonis-Antagonis
Pentazocine
Sintetik N/A PO 50 15-30/2-3
(Talwin)
Butorphanol Sintetik IM 2 10-20/3-4

15
Intran 1 (1 kali
(Stadol)
asal semprot)
Nalbuphine
Semisintetik N/A IM 10 < 15/5
(Nubain)
Buprenorphine
Semisintetik N/A IM 0,4 10-20/2-3
(Buprenex)
Antagonis
1-2 (IV),
Naloxone
Sintetik N/A IV 0.4-2 2-5 (IM)/
(Narcan)
0,5-1,3
Analgesik Sentral
Tramadol
Sintetik N/A PO 50-100 <60/5-7
(Ultram)

c. Analgesik ajuvan
Obat analgesik seringkali diresepkan bersamaan dengan obat lain
untuk meningkatkan analgesia atau untuk mengobati eksaserbasi
nyeri. analgesik adjuvan adalah agen farmakologis dengan
karakteristik individu yang membuatnya berguna dalam
manajemen nyeri tapi itu biasanya tidak diklasifikasikan sebagai
analgesik. Obat-obat ajuvan paling sering digunakan dalam
manajemen nyeri kronis, terutama ketika dosis analgesik utama
telah dioptimalkan atau ketika kondisi yang mendasarinya telah
berkembang dan tidak lagi memadai dikendalikan oleh agen
analgesik utama. Agen pembantu lainnya dapat ditambahkan ke
terapi analgesik untuk mengurangi efek samping, seperti sedasi
berlebihan, mual dan muntah, atau sembelit. Golongan obat yang
paling umum digunakan sebagai agen analgesik ajuvan adalah
kortikosteroid, antikonvulsan, antidepresan heterosiklik, agonis a 2-
adrenergik, antagonis reseptor nmda, anestesi lokal dan oral atau
antiaritmia, antihistamin dan neuroleptik. Antikonvulsan (misalnya,
gabapentin, yang dapat menurunkan rangsangan saraf),
antidepresan trisiklik, antidepresan inhibitor reuptake serotonin dan
norepinefrin (yang menghalangi reuptake serotonin dan

16
norepinefrin, sehingga meningkatkan penghambatan nyeri), dan
topikal anestesi lokal (yang menurunkan stimulasi saraf) semua
telah efektif dalam mengelola rasa sakit kronis. Agen analgesik
tambahan dapat digunakan sebagai agen analgesik utama dalam
pengobatan sindrom nyeri neuropatik, di mana kegunaan opioid
masih dalam perdebatan. Sindrom nyeri neuropatik tidak
menanggapi OAINS.

II.2 Antipiretik

II.2.1 Definisi Antipiretik

Antipiretik merupakan obat yang dapat menurunkan suhu tubuh akibat


demam/ suhu yang lebih tinggi. Suhu normal pada manusia berada
dikisaran antara 36 – 370C. Kebanyakan analgetik juga memberikan efek
antipiretik dan begitupun sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi
rasa sakit yang diderita pasien. Bila diukur pada rektal suhunya mencapai
>38 ̊C, jika diukur pada oral, suhunya di atas 37,8 ̊C dan jika diukur
melalui aksila suhunya di atas 37,2 ̊C (99 ̊F) (Schmitt, 1984). Sedangkan
menurut NAPN (National Association of Pediatrics Nurse) disebutkan
bahwa demam terjadi bila bayi yang berumur kurang dari 3 bulan
memiliki suhu rectal melebihi 38 ̊C, pada anak dengan umur lebih dari 3
bulan suhu aksila dan oralnya lebih dari 38,3 ̊C.

Antipiretik mengacu pada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan


langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang diproduksi untuk
mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri,
peradangan, dan rangsangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen
secara sistemik masih dalam batas yang dapat ditoleransi maka efeknya
akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telah
melampaui batas kritis tertentu maka sitokin ini membahayakan tubuh.
Batas kritis sitokin pirogen sistemik tersebut sejauh ini belum diketahui
secara pasti karena sangat sulit melakukan penelitian mengenai hal
tersebut (Sherwood, 2001).

17
II.2.2 Patofisiologi Demam
Mekanisme kerja obat antipiretik adalah dengan menghambat
pembentukan prostaglandin. Antipiretik terjadi sebagai bentuk respon
terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen IL-1 (Interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6
(Interleukin 6), INF (Interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk meningkatkan patokan thermostat. Hipotalamus
mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu
normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,9 ̊ C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam
sebesar 37 ̊C sudah terlalu dingin untuk suhu tubuh, sehingga organ ini
memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu
tubuh (Ganong, 2002).

Berbagai laporan penelitian memperlihatkan bahwa peningkatan suhu


tubuh berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yang
diproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang. Rangsangan endogen
seperti eksotoksin dan endotoksin menginduksi leukosit untuk
mengeluarkan pirogen endogen diantaranya, IL-1 dan TNFα, selain IL 6
dan IFN. Pirogen endogen ini akan bekerja pada system saraf posat
tingkat OVLT (Organum Vasculosum Laminae Terminalis) yang
dikelilingi oleh bagian medial dan lateral nucleus preoptik, hipotalamus
anterior, dan septum palusolum. Sebagai respon terhadap sitokin tersebut
maka pada OVLT terjadi sintesis prostaglandin, terutama prostaglandin
E2 melalui metabolisme asam arakidonat jalur COX-2 (Cyclooxygenase
2), dan menimbulkan peningkatan suhu tubuh yang biasa disebut dengan
istilah demam (Nelwan dan Sudoyo, 2006).

II.2.3 Etiologi Demam


Demam disebabkan oleh suatu zat yang disebut dengan pirogen. Pirogen
dapat berupa pirogen endogen maupun pirogen eksogen. Contoh pyrogen
endogen adalah IL-1, Tumor Necrosis Factor dan Interferon (IFN). Dan

18
untuk pirogen eksogen dapat berupa pirogen mikrobial dan pirogen non
microbial yang bersumber dari luar dan memiliki kemampuan untuk
merangsang IL-1(Soedarmo et al., 2008).

Demam terjadi ketika ada peningkatan set point termoregulasi tubuh baik
oleh pyrogen endogen atau eksogen. Pada hipertermia, set point tidak
berubah, dan suhu tubuh menjadi meningkat secara tidak terkendali
karena paparan panas eksogen atau produksi panas endogen (Mackowiak,
1998).

II.2.4 Klasifikasi Demam


Ada beberapa klasifikasi demam menurut (Soeparman, 1987) yaitu:
1. Demam Septik
Pada setiap demam septic suhu badan berangsur naik ke tingkat yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali pada ke tingkat di
atas normal pada pagi hari. Demam ini disertai keluhan menggigil
dan berkeringat. Bila demam yang paling tinggi tersebut turun ke
tingkat yang normal maka hal tersebut disebut sebagai demam hektik.
2. Demam Remiten
Pada tipe demam remiten suhu badan dapat turun setiap hari tetapi
tidak pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang
mungkin tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar
perbedaan suhu yang dicatat pada demam septik.
3. Demam Intermiten
Pada demam intermiten suhu badan turun ke tingkat yang normal
selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi
setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas
demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.
4. Demam kontinyu
Pada setiap demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak
berbeda lebih dari satu derajat celcius. Pada tingkat demam yang
terus-menerus tinggi sekali disebut hiperpireksia.
5. Demam siklik

19
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula

II.2.5 Manifestasi Demam


Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh melebihi batas normal dan
merupakan akibat dari meningkatnya pusat pengatur suhu di hipotalamus
yang dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Munculnya demam
merupakan gejala ketika terpaparnya tubuh oleh penyakit. Demam
diketahui dengan peningkatan suhu tubuh diatas normal yaitu >38 ̊ C,
suhu tubuh normal berkisar 36,5 – 37 ̊ C. Demam dimanifestasikan
sebagai suatu gejala klinis yang menjadi respon pertahanan tubuh
terhadap pyrogen (Section on Clinical Pharmacology et al., 2011).

Pada umumnya demam sering terjadi pada anak. Terjadinya demam pada
anak sering kali membuat orang tua merasa khawatir dan cemas.
Beberapa orang tua mungkin akan segera melakukan tindakan
swamedikasi ataupun langsung mengunjungi fasilitas layanan Kesehatan
tergantung dari keparahan gejala yang dirasakan anak (Efayanti et al.,
2019).

Ketika anak demam, biasanya akan mengalami perubahan pola tidur,


pola aktivitas, perilaku, dan dapat menunrukan nafsu makan. Dengan
demikian, dalam mengobati demam pada anak lebih berfokus untuk
membuat anak lebih nyaman selama faktor penyebab demam belum
teratasi (Section on Clinical Pharmacology et al.,2011).

Demam pada anak dapat diukur dengan menempatkan thermometer ke


dalam rektal, mulut, telinga, serta dapat juga di ketiak segera setelah air
raksa diturunkan, selama satu menit dan dikeluarkan untuk segera dibaca
(Soedjatmiko,2005). Menurut AAP (American Academy of Pediatrics)
tidak mengajurkan lagi penggunaan thermometer kaca berisi merkuri
karena kebocoran merkuri dapat berbahaya bagi anak dan juga meracuni
lingkungan.

20
Pengukuran suhu mulut aman dan dapat dilakukan pada usia di atas 4
tahun, karena sudah dapat bekerjasama untuk menahan thermometer di
mulut. Pengukuran ini juga lebih akurat dibandingkan dengan suhu
ketiak (aksila). Pengukuran aksila mudah dilakukan, namun hanya
menggambarkan suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh
vasokontriksi pembuluh darah dan keringat sehingga hasil yang diperoleh
dari pengukuran tersebut kurang akurat. Pengukuran suhu tubuh melalui
rectal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya
da paling sedikit terpengaruh oleh suhu lingkungan, namun
pemeriksaannya tidak nyaman bagi anak-anak. Pengukuran suhu melalui
telinga (Infrared Tympanic) tidak dianjurkan karna dapat memberikan
hasil yang tidak akurat sebab liang telinga masih
sempit dan basah (Lubis, 2009).

Pemeriksaan suhu tubuh dengan perabaan tangan tidak dianjurkan karena


tidak akurat sehingga tidak dapat mengetahui dengan cepat jika suhu
mencapai tingkat yang membahayakan. Pengukuran suhu inti tubuh yang
merupakan suhu tubuh yang sebenarnya dapat dilakukan dengan
mengukur suhu di dalam tenggorokan atau pembuluh arteri paru. Namun
hal ini sangat jarang dilakukan karena terlalu invasih (Soedjatmiko,
2005).
Adapun kisaran nilai normal suhu tubuh adalah :

a. Suhu oral, antara 35,5 ̊C – 37,5 ̊C


b. Suhu aksila, antara 34,7 ̊C – 37,3 ̊C
c. Suhu rectal, antara 36,6 ̊C – 37,9 ̊C
d. Suhu infrared tympanic, antara 35,7 ̊C – 37,5 ̊C
Suhu tubuh yang diukur di mulut akan lebih rendah 0,5 - 0,6 ̊C dari suhu
rectal, dan suhu tubuh yang diukur di ketiak akan lebih rendah 0,8 - 1,0 ̊C
dari suhu oral. Suhu tubuh yang diukur di timpani akan lebih rendah 0,5 -
0,6 ̊C dari suhu ketiak.

II.2.6 Penatalakasana Terapi Antipiretik

21
Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh atau reaksi fisiologi
terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan
demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi,
bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat
dibedakan menjadi dua garis besar yaitu secara non farmakologi dan
secara farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara
langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur <3 bulan dengan
suhu rectal >38 ̊C, penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu rectal
di atas 39 ̊C, penderita dengan suhu >40,5 ̊C, dan demam dengan suhu
yang tidak turun- turun selama 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Adapun yang termasuk dalam terapi non farmakologi dari
penatalaksanaan demam antara lain :
a. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
b. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah
cukup untuk memberikan rasa nyaman kepada penderita.
c. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan memberikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti tubuh (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Obat-obatan yang sering digunakan pada terapi farmakologi dalam
mengatasi demam (antipiretik) adalah paracetamol (Asetaminofen) dan
ibuprofen. Paracetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas
sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama. Pada anak-anak,
dianjurkan untuk pemberian paracetamol sebagai antipiretik. Penggunaan
OAINS tidak dianjurkan karenakan fungsi antikoagulan dan resiko
sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda & Kest, 2010).

II.3 Sakit Gigi

II.3.1 Definisi Sakit Gigi

22
Gigi merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Kesehatan gigi dapat mereflesikan kesehatan tubuh secara keseluruhan
termasuk jika terjadi kekurangan nutrisi dan gejala penyakit lain di tubuh.
Gangguan pada Kesehatan gigi dapat berdampak negatif pada kehidupan
sehari-hari diantaranya menurunnya kesehatan secara umum,
menurunkan tingkat kepercayaan diri, mengganggu performa dan
kehadiran sekolah, tempat kerja, serta di tempat lain ketika melakukan
aktivitas. Sakit gigi merupakan kondisi ketika muncul rasa nyeri di dalam
atau sekitar gigi dan rahang. Nyeri merupakan suatu gejala yang
menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi dan kejang otot (Dewani., dkk, 2021).

Penyakit gigi merupakan urutan kesembilan penyakit terbesar di


Indonesia. Prevalensi karies di Indonesia adalah sebesar 88,8% dengan
prevalensi karies akar sebesar 56,6%. Prevalensi karies cenderung tinggi
diatas 70% pada semua kelompok umur, karies tertinggi terdapat pada
umur 55-64 tahun. Sedangkan prevalensi karies akar cenderung
meningkat sejalan dengan meningkatnya kelompok umur, kariesakar
tertinggi pada umur 35-44 tahun (RISKESDAS, 2018).

II.3.2 Patofisiologi Sakit Gigi

Gambar 3. Patofisiologi Sakit Gigi

23
Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi
oleh rangsangan termal, mekanik, kimia, ataupun elektrik. Selain itu,
pengeluaran mediator inflamasi juga dapat merangsang reseptor nyeri
pada serabut yang menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif).
Serabut ini tersebar di seluruh tubuh dan ditemukan paling banyak pada
nervus trigeminalis yang mempersarafi pulpa dan jaringan periapikal
gigi. Pada pulpa ditemukan dua serabut aferen nosiseptif, yaitu serabut C
dan serabut A-delta. Bila kedua serabut tersebut dirangsang, maka sinyal
nyeri akan dihantarkan melalui ganglion trigeminalis ke subnukleus
kaudalis yang terletak di medula pada susunan saraf pusat melalui
penglepasan substansi P dan asam amino glutamate. Lalu subnukleus
kaudalis atau tanduk dorsal medula menyampaikan sinyal nyeri ke
thalamus melalui jalur trigeminotalamik. Selanjutnya, sinyal nyeri
diteruskan ke korteks serebral melalui jalur talamokortikal. Sinyal yang
sampai di korteks inilah yang akan dipersepsikan oleh otak sebagai rasa
nyeri.

II.3.3 Etiologi Sakit Gigi

Sakit gigi disebabkan oleh jejas berupa trauma, bakteri, kimia, termal.
Trauma misalnya dari satu pukulan atau saat menngosok gigi atau saat
menggunakan tusuk gigi. Syok termal, seperti adanya kepekaan terhadap
rangsangan dingin, panas, stimulasi manis (Rukmo, 2020).

II.3.4 Klasifikasi Sakit Gigi

1. Abses Gigi (Infeksi Gigi)


Abses gigi merupakan pengumpulan nanah yang telah menyebar dari
sebuah gigi ke jaringan di sekitarnya, biasanya berasal dari suatu
infeksi. Abses gigi yang dimaksud adalah abses pada pulpa dan
periapikal. Penyebab abses ini terjadi dari infeksi gigi yang berisi
cairan (nanah) dialirkan ke gusi sehingga gusi berada di dekat gigi
tersebut membengkak. (Damayanti 2017).
2. Pulpitis Akut (Gigi Berlubang)

24
Pulpitis merupakan peradangan pada jaringan pulpa gigi yang akan
menyebabkan rasa nyeri ringan hingga berat pada penderitanya.
Pulpitis yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan pulpa
menjadi nekrosis. Gigi yang mengalami nekrosis pulpa akan lebih
rapuh dan mudah fraktur karena terjadi dehidrasi pada struktur gigi
yang tersisa, maka sangat penting untuk mempertahankan vitalitas
pulpa agar gigi tetap dapat berfungsi. 4 Klasifikasi pulpitis dibagi
menjadi 2 yaitu pulpitis reversibel dan ireversibel, klasifikasi ini
didasarkan dari kemampuan pulpa untuk dapat sembuh kembali.
Pulpitis reversibel bersifat akut yang umumnya terjadi karena proses
karies atau preparasi kavitas yang mendekati pulpa, sehingga pulpa
mudah terinfeksi oleh bakteri dan produknya (Nurhapsari., dkk,
2021).
3. Gingivitis (Gusi Bengkak)
Gingivitis merupakan suatu inflamasi yang melibatkan jaringan lunak
di sekitar gigi yaitu jaringan gingiva. Penyebab gingivitis dibagi
menjadi dua, yaitu penyebab utama dan penyebab predisposisi.
Penyebab utama gingivitis adalah penumpukan mikroorganisme yang
membentuk suatu koloni kemudian membentuk plak gigi yang
melekat pada tepi gingiva. Penyebab sekunder gingivitis berupa
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal meliputi karies,
restorasi yang gagal, tumpukan sisa makanan, gigi tiruan yang tidak
sesuai, pemakaian alat orthodonsi dan susunan gigi geligi yang tidak
teratur, sedangkan faktor sistemik meliputi faktor nutrisional, faktor
hormonal, hematologi, gangguan psikologi dan obat-obatan (Diah.,
dkk, 2018).
4. Periodontitis (Pelepasan Gigi karena Rusaknya Gigi)
Periodontitis merupakan faktor resiko yang berperan terhadap
gangguan fungsi pengunyahan dan hilangnya gigi. Secara umum
penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri plak pada permukaan
gigi, dimana plak berupa lapisan tipis biofilm yang berisi kumpulan
mikroorganisme patogen seperti Porphyromonas gingivalis,

25
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotela intermedia,
Tannerella forsythia serta Fusobacterium nucleatum yang merupakan
deposit lunak (Andriani & Chairunnisa, 2019).
5. Perikoronitis Akut (Infeksi Gusi)
Perikoronitis akut merupakan inflamasi yang terjadi pada ada gigi
yang disebabkan oleh infeksi pada jaringan lunak di sekitar gigi
yang erupsi Sebagian. Penyebab paling umum terjadinya adalah
karena adanya penumpukan plak dan sisa-sisa makanan antara
mahkota gigi dan gingiva yang menutupinya yang merupakan
area yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan sulit untuk
menjaganya tetap bersih (Ramadhany., dkk, 2021).

II.3.5 Menifestasi Sakit Gigi


1. Abses Gigi (Infeksi Gigi)
Gambaran klinis dari abses gigi adalah pemeriksaan tampak
pembengkakan disekitar gigi yang sakit. Bila abses terdapat di gigi
depan atas, pembengkakan dapat sampai ke kelopak mata,
sedangkan abses gigi belakang atas menyebabkan bengkak sampai
ke pipi. Abses gigi bawah menyebabkan bengkak sampai ke dagu
atau telinga dan submaksilaris. Pasien kadang demam, kadang tidak
dapat membuka mulut lebar, gigi goyah dan sakit saat mengunyah
(Damayanti 2017).
2. Pulpitis Akut (Gigi Berlubang)
Gambaran Klinis dari pulpitis akut adalah akan merasakan nyeri
berdenyut terutama malam hari. Bila kemasukan makanan karena
rangsangan asam, manis, atau dingin akan terasa sakit sekali. Sakit
saat mengunyah menunjukkan adanya peradangan telah mencapai
jaringan periapikal. Gigi biasanya sudah berlubang dalam dan pulpa
terbuka (Damayanti 2017).
3. Gingivitis (Gusi Bengkak)
Gambaran klinis gingivitis adalah munculnya warna kemerahan pada
margin gingiva, pembesaran pembuluh darah di jaringan ikat
subepitel, hilangnya keratinisasi pada permukaan gingiva dan

26
pendarahan yang terjadi pada saat dilakukan probing. Pasien
biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa
nyeri, hanya kadang terasa gatal (Diah., dkk, 2018).
4. Periodontitis (Pelepasan Gigi karena Rusaknya Gigi)
Gambaran klini periodontitis adalah terjadi perubahan warna gusi,
perdarahan gusi dan bau mulut (Andriani & Chairunnisa, 2019).
5. Perikoronitis Akut (Infeksi Gusi)
Perikoronitis kronis ditandai dengan nyeri tumpul dengan
ketidaknyamanan ringan selama satu atau
duahariyangberlangsungselama berbulan-bulan (Ramadhany., dkk,
2021)

II.3.6 Penatalaksanaan Terapi Sakit Gigi

1. Terapi Farmakologi

Obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi tidak


hanya obat minum seperti Paracetamol, Ibuprofen, Naproxen dan
Benzoicaine, tetapi ada juga obat kumur seperti Hidrogen perksida
3% dan Betadine Mouthwash & Gargle yang dapat digunakan untuk
membunuh bakteri serta kuman penyebab terjadinya masalah gigi
dan gusi termasuk sariawan juga radang gusi

2. Terapi Non Farmakologi


Ada beberapa langkah pengobatan mandiri yang bisa dilakukan di
rumah untuk meredakannya, yaitu:
a. Membersihkan sela-sela gigi dengan benang gigi (dental floss),
untuk menyingkirkan plak dan sisa makanan yang tersangkut
b. Berkumur dengan campuran air hangat dan garam, untuk
membantu membersihkan kotoran di mulut serta untuk
mengurangi radang gusi
c. Berkumur dengan obat kumur antiseptik, untuk mengurangi
bakteri di mulut sekaligus mengobati radang gusi
d. Mengompres pipi dengan kompres dingin, apabila sakit gigi
disebabkan oleh cedera.

27
BAB III

SWAMEDIKASI

III.1 Swamedikasi Analgesik

III.1.1 Obat-obat Sintesis untuk Analgesik


a. Obat Analgesik Bebas dan Bebas Terbatas yang Beredar
1. Paracetamol

Komposisi Sediaan : Paracetamol/ Acetaminophen


Bentuk sediaan : Tablet, sirup

Golongan Obat : obat bebas


Dosis : Dewasa ; 500-1000 mg, diberikan setiap 4-6
jam sekali, dosis maksimal 4000 mg. Bayi dan
anak-anak; (dosis untuk 1 kali minum)
Bayi usia 3–5 bulan: 60 mg, Bayi usia 6–23
bulan: 120 mg, Anak usia 2–3 tahun: 180 mg,
Anak usia 4–5 tahun: 240 mg, Anak usia 6–7
tahun: 240–250 mg, Anak usia 8–9
tahun: 360–375 mg, Anak usia 10–11
tahun: 480–500 mg, Anak usia 12–15
tahun: 480–750 mg, Anak usia ≥16
tahun: 500–1.000 mg. Pada dosis anak
paracetamol dapat diberikan setiap 4-6 jam
sekali, pemberikan obat maksimal 4 kali sehari.
Aturan pakai : Dapat diminum sebelum atau sesudah makan

28
Indikasi : Untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang
seperti sakit kepala, sakit gigi,nyeri otot, serta
menurunkan demam.
Efek Samping : Pemakaian obat umumnya memiliki efek
samping tertentu dan sesuai dengan masing-
masing individu. Jika terjadi efek samping yang
berlebih dan berbahaya, harap konsultasikan
kepada tenaga medis. Efek samping yang
mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah:
- Penggunaan untuk jangka waktu lama dan
dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
fungsi hati. Reaksi hipersensitifitas/ alergi.
Kontraindikasi : Jangan diberikan kepada penderita
hipersensitif/alergi terhadap paracetamol.
Penderita gangguan fungsi hati bera
Produsen : PT. HOLI PHARMA
No.registrasi : GBL9617103504A1/tablet,
GBL 9717101237A1/ sirup

2. Sanmol

Komposisi Sediaan : Paracetamol 500 mg, 120mg/5 mL, 60mg/5


mL
Bentuk sediaan : tablet, sirup, drop

Golongan Obat : obat bebas


Dosis : Tablet : - Dewasa ; 1-2 tablet, diberikan
sebanyak 3-4 kali per hari, - Anak Usia 6-12
tahun; ½ -1 tablet, diberikan sebanyak 3-4 kali

29
per hari. Sirup: anak usia 9-12 tahun;3-4 x
sehari 15 -20 mL, usia 6-9 tahun; 3-4 x sehari
10-15 mL, usia 2-6 tahun; 3-4 x sehari 5-10 mL,
usia 1-2 tahun; 3-4 x sehari 5 mL. Drops: usia
1-2 tahun; 3-4 kali sehari 0.6-1.2 mL, usia <1
tahun sesuai anjuran dokter
Aturan pakai : Dapat diberikan setelah makan
Indikasi : Meringankan rasa nyeri seperti sakit kepala,
sakit gigi dan menurunkan demam
Efek Samping : Mual, muntah, nyeri lambung, kehilangan
nafsu makan, ruam pada kulit, kerusakan pada
hatijika penggunaan jangka Panjang
Kontraindikasi : Jangan mengonsumsi dan menggunakan
paracetamol jika memiliki alergi dengan obat
ini, Difungsi hati dan ginjal
Produsen : PT. Sanbe Farma
No.registrasi :DBL7622235610A2/tablet,
DBL7622235037A1/sirup,
DBL9722221636A1/drops

3. Panadol Extra

Komposisi Sediaan : Paracetamol 500 mg dan Caffeine 65 mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas


Dosis : Dewasa dan anak usialebih dari 12 tahun; 1
kaplet, ditelan dengan segelas air, 3-4 kali

30
seharibila gejala memburuk. Tidak melebihi 8
tablet dalam dalam 24 jam. Minimum interval
penggunaan dosis adalah 4 jam.
Aturan pakai : Sebelum atau setelah maka
Indikasi : untuk meringankan sakit kepala dan sakit gigi
Efek Samping : Pemakaian obat ini umumnya memiliki efek
samping tertentu dan sesuai dengan masing-
masing individu. Jika terjadi efek samping yang
berlebih dan berbahaya, harap konsultasikan
kepada tenaga medis. Penggunaan jangka
panjang dan dosis yang besar dapat
menyebabbkan kerusakan hati. Efek samping
lain yaitu reaksi hipersensitifitas seperti
kemerahan atau gatal pada kulit, kulit
terkelupas, kadang-kadang ada gangguan
pernapasan atau bengkak pada bibir, lidah,
tenggorokan, sariawan, memar-
memar,pendarahan. Namun, reaksi efek
samping jarang terjadi. Hentikan penggunaan
obat dan segera hubungi dokter jika mengalami
efek samping.
Kontraindikasi : Wanita hamil dan menyusui. Tidak dianjurkan
untuk digunukan pada anak dibawah usia 12
tahun
Produsen : GSK plc
No.registrasi : DBL9424502004A1

4. Sumagesic

31
Komposisi Sediaan : Paracetamol 600mg
Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas


Dosis : Dewasa;1 tablet, 3-4kali sehari atau sesuai
dengan petunjuk dokter
Aturan pakai : Diminum Sebelum atau setelah makan
Indikasi : untuk meringankan rasa sakit pada sakit
kepala,sakit gigi dan menurunkan demam.
Efek Samping : Pemakaian obat umumnya memiliki efek
samping tertentu dan sesuai dengan individu
masing-masing. Efek samping yang mungkin
terjadi dalam penggunaan obat adalah:-
penggunaan jangka waktu lama dan dosis yang
besar dapat menyebabkan kerusakan fungsi
hati.- Reaksi hipersensitifitas/alergi.
Kontraindikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat, dan
penderita yang hipersensitifitas atau alergi
terhadap paracetamol.
Produsen : Medifarma
No.registrasi : DBL7814710810A1

5. Aspirin

Komposisi Sediaan : Asam asetilsalisilat 500 mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas

32
Dosis : Dewasa dan anak-anak >12 tahun ; 1-2 tablet
setiap 4-6 jam, jangan melebihi 8 tablet dalam
24 jam. Anak- anak <12 tahun ; konsultasikan
dengan dokter.
Aturan pakai : Dikonsumsi sesudah makan
Indikasi : Meredakan nyeri, demam, peradangan.
Efek Samping : mual dan muntah, nyeri pada ulu hati, sensasi
panas pada ulu hati ( heartburn).
Kontraindikasi : Hipersensitif, ulkus peptikum, gangguann hti
dan ginjal berat, ibu hamil dan menyusui.
Produsen : PT. Bayer Indonesia
No.registrasi : DBL8802001410A1

6. Paramex Nyeri Otot

Komposisi Sediaan : Paracetamol 350mg dan Ibuprofen 200mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : Dewasa ;1 tablet,3-4 kali sehari
Aturan pakai : Diminum sesudah makan
Indikasi : untuk meringankan rasa nyeri pada nyeri otot,
nyeri sendi, sakit kepala, sakit gigi, dan
menurunkan demam.
Efek Samping : Penggunaan jangka lamadalam dosis besar
dapat menimbulkan kerusakan hati. Penggunaan
pada penderita yang mengkonsumsi alcohol

33
dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi
hati.
Kontraindikasi : Penderita dengan riwayat hipersensitif
terhadap paracetamol, ibuprofen atau obat AINS
lainnya
Produsen : Konimex
No.registrasi : DTL9613013110A1

7. Neo Rheumacyl

Komposisi Sediaan : Paracetamol 500 mg dan Ibuprofen 200mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : Dewasa ;1 tablet, 3-4 kali sehari
Aturan pakai : Diminum sesudah makan
Indikasi : untuk meringankan nyeri sedang samapi berat
pada otot dan sendi,pegal linu, nyeri haid dan
nyeri sesudah pembedahan.
Efek Samping : Efek samping yang mingkin terjadi dalam
penggunaan obat adalah: mual, muntah,
sembelit, reaksi kulit. Penggunaan jangka lam
dan dosis yang besar dapat menimbulkan
kerusakan hati dan pendarahan di
gastrointestinal.

34
Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif dengan komponen
obat,pengguna Aspirin, hamil dan menyusui,
memiliki gannguan hati, ulkus peptikum.
Produsen : Tempo Scan Pacific
No.registrasi : DTL1122702410B1

8. Iremax

Komposisi Sediaan : Paracetamol 350mg dan Ibuprofen 200mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : 1 tablet 3-4 kali sehari bila diperlukan
Aturan pakai : Dikonsumsi sesudah makan
Indikasi : Meredakan demam dan rasa nyeri seperti sakit
kepala, sakit gigi, nyeri haid, nyeri pada otot
serta radang sendi.
Efek Samping : Mual, muntah, diare, raum kulit, pendarahan
lambung dan mengantuk
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap ibuprofen, paracetamol,
asetosal dan NSAID lainnya, uklus
peptikumyang berat dan aktif. Penderita polip
hidung.
Produsen : Guardian Pharmatama
No.registrasi : DTL9708009410A1

35
9. Oskadon SP

Komposisi Sediaan : Ibuprofen 200mg dan Paracetamol 350mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : Dewasa ; 3-4 kali sehari 1 tablet
Aturan pakai : Berikan bersama makanan
Indikasi : Meredakan nyeri otot pada punggung dan
pinggang
Efek Samping : Gangguan saluran pencernaan termasuk mual,
muntah, diare, konstipasi dan pendarahan
lambung tapi jarang terjadi. Dosis besar dapat
menimbulkan kerusakan hati.
Kontraindikasi : Tukak peptic berat dan aktif, gangguan fungsi
hati, asma, rhinitis atau urtikaria. Hamil
trisemester 3.
Produsen : Supra Ferbindo Farma
No.registrasi : DTL993070251A1

10. Proris

36
Komposisi Sediaan : Ibuprofen 200 mg
Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : Dewasa ; 200 mg 3-4 kali sehari, menurunkan
nyeri pada anak 1-2 tahun; 50mg 3-4 kali sehari,
usia 3-7tahun; 100mg 3-4 kali sehari, usia 8-12
tahun; 200mg 3-4 kali sehari. Untuk
menurunkan demam: anak usia 1-12 tahun
dengan temperature >39oC : 10 mg/kgBB/hari.
Aturan pakai : Dimimun sesudah makan
Indikasi : untuk meredakan nyeri dan demam
Efek Samping : mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri
lambung, ruam kulit, penyempitan bronkus.
Kontraindikasi : Penderita dengan ulkus peptikum (tukak
lambung dan duodenum) yang berat dan aktif.
Penderita dengan riwayat hipersensitif terhadap
ibuprofendan obat AINS lain
Produsen : Pharos
No.registrasi : DTL9621619109A1

11. Bufect

37
Komposisi Sediaan : Ibuprofen 200 mg
Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : Dewasa; 1 tablet,3-4 kali sehari. Anak-anak; 3-
7 tahun:1/2 tablet 3-4 kali sehari, 8-12 tahun: 1
tablet, 3-4 kali sehari
Aturan pakai : Diminum sesudah makan
Indikasi : untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri
pasca operasi, nyeri gigi atau nyeri pasca
operasi cabut gigi, sakit kepala, nyeri pada
penyakit reumatik, nyeri otot, untuk meredakan
demam.
Efek Samping : Walaupun jarang terjadi, tetapi dapat timbul
efek samping sebagai berikut; gangguan saluran
pencernaan termaksud mual, muntah, diare,
konstipasi,nyeri lambung atau rasa panas pada
perut bagian atas. Pernah dilaporkan: ruam
kulit, bronkospasme (pemyempitan bronkus),
trombositopenia (penurunan sel pembeku darah)
dan limpofenia (penurunan sel limfosit).
Penurunan ketajaman penglihatan dan kesulitan
membedakan warna dapat terjadi, tetapi sangat
jarang dan akan sembuh bila obat dihentikan.
Apabila terjadi gangguan tersebut maka obat
harus dihentikan dan memeriksakan mata ke
dokter.

38
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap AINS lain, ulkus
peptik. Pasien yang mengalami asma, rhinitis
atau urtikiaria jika menggunakan aspirin atau
obat AINS lain.Kehamilan trisemester 3
Produsen : PT. Sanbe Farma
No.registrasi : DTL9422216017A1

39
12. Feminax

Komposisi Sediaan : Paracetamol 500 mg dan Hyoscyamine 19mg


Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat : obat bebas terbatas


Dosis : Dewasa; 3 kali sehari 1-2 tablet. Anak-anak10-
16 tahun; 3 kali sehari 1 tablet.
Aturan pakai : Diminum sesudah makan
Indikasi : untuk mengurangi rasa sakit pada waktu haid
(dismenorea) dan pada kolik.
Efek Samping : Mual, muntah, diare, kerusakn fungsi hati
(dosis besar atau jangka panjang)
Kontraindikasi : Gangguan fungsi hati atau ginjal dan
hipersensitif terhadap komponen produk.
Produsen : Konimex
No.registrasi : DTL7813004710A1

III.1.2 Obat-obat herbal Analgetik

1. Tolak Linu Herbal Mint

Komposisi Sediaan : Languatis Rhizoma 40mg, Zingiberis


aromaticae Rhizoma 40mg, Retrofracti Fructus

40
40mg, Curcumae Rhizoma 40mg, dan bahan-
bahan lain terdiri dari Cyperi Rhizoma,
Phillanthi Herba, Blumeae Folium, Zingiberis
Rhizoma,Kaempferiae Rhizoma, Alyxiae Cortex,
Foeniculli Fructus, Madu
Bentuk sediaan : Sachet @15 mL

Golongan Obat :
Dosis : 1- 2 sachet sebelum tidur dan 1-2 sehabis
melakukan aktivitas atau olahraga.
Aturan pakai : Bisa diminum langsung dari sachetnya atau
dicampur dengan air 50mL. Kocok dulu
sebelum diminum.
Indikasi : Membantu Meredakan pegal linu dan nyeri
sendi.
Perhatian : Baca petunjuk penggunaan. Jika ada keluhan
berlanjut hungi dokter. Tidak
direkomendasikanuntuk wanita hamil dan
menyusui serta penderita gangguan ginjal.
Simpan ditempat kering dan sejuk.
Produsen : Sido Muncul
No.registrasi : TR112624961

2. Jamu Sekalor

41
Komposisi Sediaan : Zingiber officinale Rhizoma, Curcuma
Rhizoma, Myristicae Semen, dan Imperatae
cylindricae Rhizoma.
Bentuk sediaan : Serbuk

Golongan Obat :
Dosis : 2 kali sehari 1 sachet
Aturan pakai : Diseduh dengan air hangat 100 mL.
Indikasi : Membantu mengurangi sakit kepala, pening
dan pusing
Perhatian : Tidak direkomendasikan untuk wanita hamil
dan menyusui serta penderita gangguan ginjal.
Produsen : Sido Muncul
No.registrasi : TR092203261

3. Neo Rheumacyl Oralinu

Komposisi Sediaan : Mel depuratum (madu) 500 mg, Bupleurum


falcatum Ekstrak 50 mg, Menthae arvensis
Folia Ekstrak (daun mint) 50 mg, Curcuma
domestica Rhizoma Ekstrak (kunyit) 40 mg,
Zingiberis aromatic Rhizoma Ekstrak
(lempuyang) 25 mg, Zingiberis officinale
Rhizoma Ekstrak (jahe) 25 mg, Myristicae
fragrans Semen (pala) 25 mg, Piper retrofracti
Fructus Ekstrak (cabe jawa) 20 mg, Panax

42
ginseng Ekstrak (ginseng) 20 mg, Peppermint
Oil 20 mg, Ginger Oil 9,9 mg
Bentuk sediaan : Sachet @15 mL

Golongan Obat :
Dosis : Dewasa ; 1-2 sachet per hari sebelum tidur
atau setelah beraktivis berat
Aturan pakai : Dapat diminum langsung atau dicampur
dengan air hangat 50 mL.
Indikasi : Membantu meredakan nyeri sendi, pegal linu,
nyeri akibat encok dan sakit otot pinggang.
Produsen : Tempo Scan Pacific
No.registrasi : HT202600931

4. PilKita

Komposisi Sediaan : Zingiberis zerumbeti Rhizoma (lempuyang


gajah), Curcumae aeruginosa Rhizoma (temu
hitam), Retrofracti Fructus (cabe jawa),
Curcumae Rhizoma (temulawak), Kaeferia
Rhizoma (Kencur)
Bentuk sediaan : tablet

Golongan Obat :
Dosis : Dewasa ; 1 tablet perhari
Aturan pakai : diminum di malam hari, sesudah makan

43
Indikasi : Membantu memulihkan pegal linu dan nyeri
otot akibat bekerja keras dan olahraga berat.
Membantu merelaksasi otot-otot yang
kaku/kencang. Membantu menyegarkan badan
yang lesu dan mengembalikan tenaga menjadi
prima.
Efek Samping : reaksi alergi
Kontraindikasi : hipersensitif
Produsen : Marguna Tarulata Farma
No.registrasi : TR182515701

III.2 Swamedikasi Antipiretik

III.2.1 Obat-obat Sintesis untuk Antipiretik


1. Paracetamol
Paracetamol diketahui dapat bekerja pada pusat pengaturan suhu yang
ada di otak untuk menurunkan suhu tubuh saat seseorang sedang
mengalami demam.

Nama sediaan : Paracetamol


Komposisi : Paracetamol 500 mg
Bentuk sediaan : Tablet
Indikasi : Meredakan nyeri termasuk sakit kepala dan
sakit gigi. Meredakan demam
akibat flu & setelah imunisasi
Golongan : Obat Bebas
Dosis : Dewasa : 3-4 kali sehari 1-2 tablet
Anak –anak : 3-4 kali sehari ½ -1 tablet
Kontraindikasi : Hipersensitifitas, gangguan fungsi hati dan
ginjal

44
Efek samping : Dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
hati. Pusing, sakit kepala, mual, muntah,
konstipasi, ruam kulit. Malaise, reaksi
hipersensitif..
Produsen : PT. First Medipharma

2. Tempra® Syrup

Nama Sediaan : Tempra Paracetamol


Komposisi : Paracetamol 160 mg tiap 5 mL
Bentuk sediaan : Sirup
Indikasi : Untuk meredakan demam, rasa sakit dan nyeri
ringan, sakit kepala dan sakit gigi, demam
setelah imunisasi
Golongan : Obat Bebas
Dosis : Anak 6-8 tahun : 10 ml
Anak 4-5 tahun : 7,5 ml
Anak 2-3 tahun : 5 ml
Kontraindiaksi : Pada penderita yang mengalami kerusakan hati
dan alergi terhadap paracetamol
Efek samping : Penggunaan dosis tinggi dapat menimbulkan
kerusakan hati dan reaksi hipersensitif
Produsen : PT Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk

3. Bufect® Suspensi

45
Nama Sediaan : Bufect Ibuprofen
Komposisi : Ibuprofen 100 mg tiap 5 ml
Bentuk Sediaan : Suspensi
Indikasi : Meringankan nyeri ringan sampai sedang pada
penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri kepala,
nyeri setelah operasi, nyeri pada penyakit
reumatik, nyeri karena terkilir. Menurunkan
demam
Golongan : Obat Bebas Terbatas
Dosis : Dewasa : 2 sendok teh (10 ml) 3-4 kali sehari
Anak-anak : 20 mg/kgBB/hari dalam dosis
terbagi
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap Ibuprofen, Ulkus
peptikum, penderita asma, rinitis atau urtikaria.
Kehamilan trimester ketiga
Efek samping : mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri perut atau
rasa terbakar pada perut bagian atas, ruam kulit,
penurunan kadar trombosit, penurunan kadar
limfosit darah, dan gangguan penglihatan
Produsen : Sanbe Farma

III.2.2 Obat-obat Herbal untuk Antipiretik

a. Sediaan jadi Herbal


1. Lumbre Pro

Indikasi : Membantu meredakan demam

46
Komposisi : Tiap kapsul mengandung Ekstrak cacing
Lumbricus rubellus 350mg
Aturan pakai : Untuk anak-anak diatas 5 tahun diminum 3x1
tablet. Untuk dewasa inum 3x2 kapsul/hari. Boleh
diminum sesudah atau setelah makan.
Bentuk sediaan : Kapsul
Golongan : Jamu
Produsen : CV. Janna Persada Ageng

2. Syamilah for Kids

Komposisi : Tiap sendok 5 ml mengandung:


 Morinda citrifolia Fructus (Mengkudu) 50
mg
 Hedyotis corymbosa Herba (Rumput
mutiara) 50 mg
 Selaginella doederlinii Herba (Cakar ayam)
50 mg
 Laranthus sp. Herba (Benalu) 50 mg
 Andrographis paniculata Herba (Sambiloto)
50 mg
 Curcuma xanthorriza rhizoma (Temulawak)
50 mg
 Mel depuratum(Madu)
Indikasi : Temulawak berkhasiat untuk mengatasi demam
atau panas. Temulawak mengandung germakron

47
(golongan kurkumin), suatu zat aktif yang
memberi efek menurunkan suhu tubuh atau
mengatasi demam/panas, dimana aktivitasnya
menekan sistem saraf pusat.
Bentuk Sediaan : sirup @ 125 ml
Aturan Pakai : 3 x sehari 1 sendok takar
Golongan : Jamu
Produsen : Herbal Indo Utama Magelang

3. Salesma

Indikasi :Mengurangi gejala demam salesma yang terjadi


terutama pada saat-saat perubahan cuaca dengan
gejala-gejalanya: suhu badan naik, menggigil,
pusing kepala, otot-otot dan tulang-tulang sakit,
mata pedas, hidung tersumbat disertai batuk-
batuk.
Komposisi :Zingiberis Rhizoma, Curcumae Rhizoma,
Retrofracti Fructus, Usneae Thallus, Myristicae
Semen
Bentuk sediaan : Serbuk 7 g/sachet
Golongan : Jamu
Aturan Pakai : 2 x sehari 1 bungkus sampai gejala-gejalanya
menghilang. 1 bungkus diseduh dengan air hangat
100 cc atau ½ gelas
Nama Produsen : PT. SidoMuncul

48
4. Niran 60

Indikasi : meningkatkan daya tahan tubuh, obat diuretic,


membantu mengurangi/meredakan demam dll.
Komposisi : Filantin, Hipofilantin, Kalium, Damar, Tanin,
Titerpenoid, Avonoid, Alkaloid dan Asam
Fenolat.
Bentuk sediaan : Kapsul 500 mg
Golongan : Obat Herbal Terstandar
Aturan Pakai : Konsumsi kapsul niran setiap 2 kali dalam
sehari per dua kapsul niran. Anjuran perbanyak
olah raga secara rutin dan makan buah dan sayur
Nama Produsen : PT Industri Jamu Herbal Borobudur

b. Dari Tanaman
1. Bawang merah (Allium cepa var aggregatum)

Nama simplisia : Cepae bulbus

49
Kandungan : Minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin,
flavon glikosida, kuersetin
Khasiat : Pereda demam
Cara pengolahan : Bawang merah sebanyak 5 siung, potong tipis-
tipis. Tambahkan minyak kelapa secukupnya,
kemudian balurkan pada tubuh.

2. Temulawak (Curcuma zanthorrhiza)

Nama Simplisia : Curcumae Xanthorrhizae Rhizoma


Kandungan : kurkuminoid, minyak atsiri, pati, protein,
lemak, selulosa, dan minera
Khasiat : Pereda demam
Cara Pengolahan : Seduh serbuk temulawak dengan 1 cangkir (220
ml) air mendidih. Matikan api dan diamkan
sesaat. Saring teh temulawak untuk
menghilangkan ampas. Tambahkan bubuk kayu
manis atau madu sebagai pemanis alami. Teh
temulawak hangat siap untuk dikonsumsi.

3. Beluntas (Pluchea indica)

50
Nama simplisia : Plucheae folium
Kandungan : alkaloid, pluchine, asam kafeoilkuinat, minyak
atsiri
Khasiat : Pereda demam
Cara penggunaan : Daun beluntas sebanyak 15 g dicuci lalu direbus
atau diseduh dengan air panas, lalu diminum
seperti teh.

4. Bangle (Zingiberis purpurei)

Nama simplisia : Zingiberis purpurei rhizome


Kandungan : Minyak atsiri (sineol,pinen, seskuiterpen)
Khasiat : Pereda demam dan pereda nyeri
Cara penggunaan : Rimpang segar sebanyak 15 gram, dicuci dan
diparut. Tambahkan ½ cangkir air panas dan 2
sendok makan madu. Aduk merata, lalu peras dan
minum 2 kali sehari.

III.3 Swamedikasi Sakit Gigi

III.3.1 Obat-obat Sintesis Sakit Gigi

1. Paracetamol

51
Struktur Molekul Parasetamol (Badawi, dkk. 2015)

Asetaminofen atau yang biasa dikenal sebagai Parasetamol


merupakan metabolit fenasetin dengan efek antipiretik yang sama
dan telah digunakan sejak 1893. Asetaminofen di Indonesia lebih
dikenal dengan nama parasetamol, dan merupakan golongan obat
bebas. Namun laporan kerusakan fatal hepar akibat overdosis akut
perlu diperhatikan (Wilmana dan Gunawan, 2011). Parasetamol
500mg/tablet;120mg/5ml sirup.
Indikasi : Meringankan rasa sakit pada keadaan sakit
kepala, sakit gigi dan menurunkan demam
Kontraindikasi : Penderita gangguan fungsi hati yang berat,
hipersensitif terhadap obat ini
Efek Samping : Reaksi hipersensitifitas, penggunaan jangka lama
dalam dosis besar dapat meningkatkan resiko
kerusakan hati
Dosis : Tablet: Dewasa 1 tablet (3-4 kali sehari); anak
usia 6-12 tahun ½ - 1 tablet (3-4 kali sehari),
Sirup: 0-1 tahun; ½ sendok takar (3-4 kali sehari),
1-2 tahun; 1 sendok takar (3-4 kali sehari), 2-6
tahun; 1-2 sendok takar (3-4 kali sehari), 6-9
tahun; 2-3 sendok takar (3-4 kali sehari), 9-12
tahun; 3-4 sendok takar (3-4 kali sehari) (Ikatan
Apoteker Indonesia, 2019).

2. Ibuprofen

52
Struktur Molekul Ibuprofen (Saputra, dkk., 2015)
Ibuprofen merupakan obat yang mempunyai efek analgesik,
antipiretik, dan antiinflamasi. Namun efek antiinflamasinya
memerlukan dosis lebih besar. Absorpsi cepat obat ini melalui
lambung. Waktu paruhnya adalah 2 jam (Noviani dan Nurilawati,
2017). Ibuprofen 200 mg, Ibuprofen 400 mg .
Indikasi : Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara
lain nyeri pada nyeri haid, sakit gigi dan sakit
kepala
Kontraindikasi : Hipersensitivitas ibuprofen dan AINS lainnya,
penderita ulkus peptikum, gejala asma , kehamilan
trisemester ketiga.
Perhatian : Hati-hati penggunaan pada penderita lupus
eritematosus sistemik, gangguan fungsi hati dan
ginjal; tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan
menyusui Efek samping : mual muntah, gangguan
cerna, diare, konstipasi, nyeri lambung, ruam kulit,
penyempitan bronkus, trombositopenia, penurunan
ketajaman penglihatan dan kesulitan dalam
membedakan warna.
Dosis : 2 - 4 kali sehari: 1-2 kaplet atau menurut
petunjuk dokter (Ikatan Apoteker Indonesia, 2019).

3. Asam Mefenamat

Struktur Molekul Asam Mefenamat (Saputra, dkk., 2015)

53
Asam Mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai
antiinflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin
(Wilmana & Gunawan, 2011). Asam Mefenamat 500 mg
Indikasi : Meredakan nyeri ringan sampai sedang, sakit
kepala, sakit gigi, dismenore primer
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap asam mefenamat, penderita
dengan tukak lambung dan usus, gangguan ginjal
yang berat
Efek samping : Sistem pencernaan, system hematopoetik
Dosis : Dewasa dan anak-anak >14 tahun, dosis awal:
500 mg, kemudian 250 mg tiap 6 jam (Ikatan
Apoteker Indonesia, 2017).

III.3.2 Obat-obat Herbal Sakit Gigi

1. Bawang Putih (Allium Sativum)

Bawang Putih (Allium Sativum)


a. Klasifikasi Bawang Putih (Butt, et al., 2009)
Kingdom : Plantae
Sub-Kingdom : Tracheobionta
Super division : Spermatophyta
Division : Magnoliophyta
Class : Liliopsida
Sub-Class : Liliidae
Order : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Allium L.
Species : Allium sativum L.

54
b. Kandungan Bawang Putih
Bawang putih memiliki kandungan 65% air, 28% karbohidrat
(terutama fruktosa), 2,3% bahan organosulfur, 2% protein
(terutama allinase), 1,2 % asam amino bebas (terutama arginin).
Efek biologis dari bawang putih paling banyak berasal dari bahan
organosulfur. Efek obat pada bawang putih berasal dari allicin dan
turunannya (Butt, et al., 2009).

Alisin biasanya berdekomposisi menjadi diallyl disulfide


(DADS), diallyl sulfide (DAS), diallyl trisulfide (DTS) dan sulfur
dioxide. Ekstrak air dan alkohol bawang putih mengandung
terutama S-ally-L-cysteines (SAC) turunan dari δ-glutamyl-S-
allyl-L-cysteines. SAC dan trans-S-1-propenyl-L-cysteine
bergabung dengan S-methyl-L-cysteine ditemukan pada ekstrak
bawang putih dalam AGE (Aged Garlic Extract). AGE juga
mengandung bahan lain seperti flavonoid, asam fenol, dan
beberapa zat bermanfaat lainnya (Butt, et al., 2009).

Ekstrak bawang putih telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri,


baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek
penghambatan bawang putih tergantung dari konsentrasi yang
digunakan. Ekstrak bawang putih efektif
dalam mengurangi bakteri mulut (Borhan-Mojabi, 2012).

Aktivitas antibakteri bawang putih berasal dari senyawa allisin.


Bahan turunan alisin seperti DAS, DADS, dan thiosulfinate
lainnya memiliki aktivitas antibakteri juga. Efek antibakteri yang
dihasilkan dari senyawa sulfur tersebut adalah dengan mengubah
reaksi senyawa tiol pada enzim bakteri seperti alkohol
dehidrogenase, thioredoksin reduktase, tripsin, dan protein
lainnya, serta RNA dan DNA polimerase. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan pada metabolisme bakteri, virulensi
bakteri serta pertumbuhan bakteri (Cobas A, et al., 2010).

55
c. Cara Pembuatan Sediaan
Menyiapkan 2 siung bawang putih, 1 sdt garam dan minyak
zaitun secukupnya. Cara pembuatan :
 Mengambil 2 siung bawang putih, dikupas kulitnya, lalu
dibersihkan.
 Setelah dibersihkan, dibuat pasta bawang putih dengan
menghaluskan 2 siung bawang putih Bersama 1 sendok the
garam menggunakan ulekan atau mortar.
 Bila pasta bawang putih terlalu kering, ditambahkan beberapa
tetes minyak zaitun ke dalam campuran. Di aduk pasta dan
minyak tersebut secara merata.
 Pasta bawang putih siap digunakan untuk obat sakit gigi
(Website hellosehat.com., 2022).

d. Aturan Pemakaian
Untuk mengobati sakit gigi, di ambil sedikit pasta bawang putih
tersebut menggunakan jari dan ditempelkan pada gigi yang sakit.
Dibiarkan pasta tersebut menempel pada gigi yang sakit selama
30 menit.

Tidak disarankan untuk terlalu menekan pasta tersebut, terutama


jika gigi renggang atau bolong. Hal tersebut justru bisa
menyebabkan pasta bawang putih terselip di antara gigi dan
membuat gigi yang berlubang semakin sakit (Website
hellosehat.com., 2022).

2. Cengkeh (Syzygium aromaticul L.)

56
Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)
a. Klasifikasi Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) (Suwarto, dkk.,
2014).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum L.

b. Kandungan Cengkeh
Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak atsiri dengan
jumlah cukup besar, baik dalam bunga (10–20%), tangkai (5–
10%) maupun daun (1–4%) (Nurdjannah, 2007). Minyak atsiri
dari bunga cengkeh memiliki kualitas terbaik karena hasil
rendemennnya tinggi dan mengandung eugenol mencapai 80–
90%. Kandungan minyak atsiri bunga cengkeh didominasi oleh
eugenol dengan komposisi eugenol (81,20%), trans-β-kariofilen
(3,92%), α-humulene (0,45%), eugenol asetat (12,43%),
kariofilen oksida (0,25%) dan trimetoksi asetofenon (0,53%)
(Prianto, et al., 2013).

Eugenol (C10H12O2) adalah senyawa berwarna bening hingga


kuning pucat, kental seperti minyak, bersifat mudah larut dalam
pelarut organik dan sedikit larut dalam air. Eugenol memiliki

57
berat molekul 164,20 dengan titik didih 250–255ºC (Bustaman,
2011).
Eugenol merupakan senyawa yang terdapat pada minyak atsiri
bunga cengkeh dan berfungsi sebagai zat antifungi dan
antibakteri. Mekanisme kerja eugenol sebagai zat antifungi
dimulai dengan penetrasi eugenol pada membran lipid bilayer sel
jamur yang mengakibatkan terjadinya penghambatan sintesis
ergosterol dan terganggunya permeabilitas dinding sel jamur
sehingga terjadi degradasi dinding sel jamur, dilanjutkan dengan
perusakan membrane sitoplasma dan membran protein yang
menyebabkan isi dari sitoplasma keluar dari dinding sel jamur.
Apabila hal ini terus-menerus terjadi, lama-kelamaan sel jamur
akan mengalami penurunan fungsi membran dan
ketidakseimbangan metabolisme akibat gangguan transport nutrisi
hingga menyebabkan sel lisis dan pertumbuhan jamur menjadi
terhambat (Brooks, dkk., 2008).
Tangkai bunga cengkeh (cloves stem oil) dan daun cengkeh kering
(cloves leaf oil) banyak digunakan sebagai pengharum mulut,
mengobati bisul dan sakit gigi, sebagai penghilang rasa sakit,
penyedap masakan dan wewangian (Nuraini, 2014).

c. Cara Pembuatan Sediaan


Untuk mengobati sakit gigi, diteteskan minyak cengkeh ke kapas,
kemudian di oleskan di bagian gigi . gusi yang sakit (BPOM,
2012).

d. Aturan Pemakaian
Penggunaan berulang minyak cengkeh pada pengobatan nyeri
gigi dapat menyebabkan kerusakan gusi. Penggunaan minyak
cengkeh pada anak-anak harus berhati-hati karena daya serap
yang cepat dan dapat mengakibatkan toksisitas pada otak.
Penggunaan minyak cengkeh secara oral pada anak-anak dapat

58
menimbulkan hambatan terhadap sintesis prostaglandin yang
akhirnya menimbulkan gangguan koagulasi darah (BPOM, 2012).

3. Lidah Buaya (Aloe Vera)

Lidah Buaya (Aloe Vera)


a. Klasifikasi Lidah Buaya (Aloe Vera)
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytes
Klad : Angiosperms
Klad : Monocots
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodelaceae
Subfamili : Asphodeloideae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe Vera (Studi, et al., 2013)

b. Kandungan Lidah Buaya


Lidah buaya mengandung air sebanyak 95%. Sisanya berupa
bahan aktif lain (minyak esensial, asam amino, mineral, vitamin,
enzi, dan glikoprotein). Kandungan nutrisi dalam lidah buaya
sebagai berikut : Energi (4,0 kkal), protein (0,1 g), lemak (0,2 g),
karbohidrat (0,4 g), kalsium (85 mg), fosfor (186 mg), zar besi
(0,8 mg), vitamin B1 (0,01 mg) (Gayatri, 2017).

Lidah buaya berkhasiat sebagai antibiotik, anti-septik, antibakteri,


anti-kanker anti-virus, anti-jamur, anti-infeksi, anti-peradangan,

59
anti-pembengkakan, anti-parkinson, serta anti-virus yang resisten
terhadap antibiotic.

c. Cara Pembuatan Sediaan


Caranya cukup mudah, cukup berkumur langsung menggunakan
gel lidah buaya yang di olah sendiri setelah menggosok gigi atau
flossing, atau memilih pasta gigi yang mengandung lidah buaya
(Website hellosehat.com., 2021).

d. Aturan Pemakaian
Disarankan bahwa penggunaan lidah buaya sebaiknya tidak
dijadikan pengobatan utama dalam sakit gigi. Penggunaan gel
lidah buaya maupun produk perawatan gigi yang mengandung
lidah buaya hanyalah pengobatan utama (Website
hellosehat.com., 2021).

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Analgesik

Nyeri merupakan sensasi yang mengindikasikan bahwa tubuh sedang mengalami


kerusakan jaringan, inflamasim atau kelainan lebih berat seperti disfungsi sistem
saraf. Oleh karena itu, nyeri sering disebut sebagai alarm untuk melindungi
tubuh dari kerusakan jaringan yang lebih parah. Rasa nyeri seringkali
menyebabkan rasa tidak nyaman seperti rasa tertusuk, rasa terbakar, rasa
kesetrum, dan lainnya sehingga mengganggu kualitas hidup seseorang yang
mengalami nyeri. Proses terjadinya nyeri yaitu trandukasi, transimisi, medulasi
dan persepsi. Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Modulasi

60
adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.

Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak
dalm sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara
signifikan mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan rasa sakit, tanpa
memengaruhi penyebabnya. Analgesik apabila digunakan dengan dosis yang
berlebihan maka dapat menimbulkan beberapa efek samping. Obat-obat
swamedikasi yang dapat diberikan yaitu parasetamol, Ibuprofen, Natrium
Diklofenak, Aceclofenak, Aspirin dan Piroksikam. Obat-obatan herbal yang
dapat diberikan untuk mengatasi nyeri seperti Tolak Linu Herbal, Jamu Sekalor,
Neo Rheumachyl Oralinu dan Pilkita. Selain terapi farmakologi untuk
menunjang pengobatannya dapat diberikan terapi nonfarmakologi seperti
memberikan kompres air dingin pada bagian tubuh yang nyeri, istirahat yang
cukup dan melakukan melakukan pengaturan posisi yang nyaman (Limbong.,
dkk, 2023).

IV.2 Antipiretik

Demam merupakan suatu kondisi saat tubuh badan lebih tinggi daripada
biasanya atau diatas suhu normal. Suhu normal pada manusia berada dikisaran
antara 36-37℃ . Demam dapat diderita oleh siapa saja, dari bayi hingga berusia
paling lanjut sekalipun. Demam sesungguhnya merupakan bentuk mekanisme
pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman penyakit
yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan
terhadap kuman penyakit dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat
antibodi yang lebih banyak daripada biasanya diikuti dengan naiknya suhu
badan (Widjaja, 2002).

Antipiretik merupakan obat yang dapat menurunkan suhu tubuh akibat


demam/suhu yang lebih tinggi. Antipiretik digunakan untuk membantu
mengembalikan suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat

61
sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen
pada hipotalamus. Obat golongan ini menurunkan suhu tubuh hanya pada
keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan
secara rutin karena bersifat toksik. Obat-obatan antipiretik secara umum dapat
digolongkan dalam beberapa golongan yaitu golongan salisilat (misalnya
aspirin), golongan para-aminofenol (misalnya acetaminophen), dan golongan
pirazolon (misalnya metamizol). Kebanyakan anlgetik juga memberikan efek
antipiretik dan begitupun sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit
yang diderita pasien. Masing-masing obat tergantung yang mana efek paling
dominan. Misalnya, acetaminophen dan aspirin memiliki efek antipiretik yang
lebih dominan ketimbang efek analgesiknya (Prinatoro., dkk, 2022). Selain itu
terdapat juga obat herbal yang bisa dikonsumsi apabila mengalami demam yaitu
Lumbre pro, Selesma, Niran 60. Tanaman yang dapat digunakan untuk
mengatasi demam yaitu bawang merah, temulawak, beluntas dan bangle. Dalam
menunjang penngobatan farmakologi dapat diberikan terapi nonfarmakologi
seperti memperbanyak minum air untuk mencegah dehidrasi, memberikan
kompres air hangat dan tidak memberikan pakaian panas yang berlebihan
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien.

IV.3 Sakit Gigi

Sakit gigi merupakan kondisi ketika bagian dalam atau sekitar gigi dan rahang
terasa sakit atau nyeri. Umumnya, sakit gigi merupakan gejala akibat penyakit
pada gigi atau gusi. Namun, pada kasus tertentu, sakit gigi juga bisa menjadi
tanda adanya penyakit di bagian tubuh lain yang nyerinya menjalar sampai ke
sekitar gigi, misalnya gangguan pada sendi rahang, sakit telinga ataupun sinus.

Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi oleh
rangsangan termal, mekanik, kimia, ataupun elektrik. Selain itu, pengeluaran
mediator inflamasi juga dapat merangsang reseptor nyeri pada serabut yang
menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif).

Ada beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi baik obat
sintesis maupun herbal. Obat sistesis diantaranya yaitu paracetamol, ibuprofen
dan asam mefenamat. Obat herbal diantaranya yaitu, bawang putih (Allium

62
sativum), cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan lidah buaya (Aloe vera). Selain
itu, untuk menunjang terapi farmakologi dapat dilakukan pembersihkan sela-sela
gigi, berkumur dengan campuran air hangat dan garam, serta mengompres pipi
dengan kompres dingin.

63
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

1. Analgesik merupakan obat yang digunakan untuk mengurangi atau


menghilangkan rasa sakit/nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Proses
terjadinya nyeri ada beberapa tahap yaitu tranduksi, transimisi, medulasi dan
persepsi. Obat-obat swamedikasi yang dapat diberikan yaitu parasetamol,
Ibuprofen, Natrium Diklofenak, Aceclofenak, Aspirin dan Piroksikam. Obat-
obatan herbal yang dapat diberikan untuk mengatasi nyeri seperti Tolak Linu
Herbal, Jamu Sekalor, Neo Rheumachyl Oralinu dan Pilkita.
2. Antipiretik adalah obat yang digunakan untuk meredakan atau mengurangi
demam. Antipiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set
point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan
prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus.
Obat-obatan swamedikasi antipiretik yaitu aspirin dan acetaminophen. Obat-
obat herbal yang bisa dikonsumsi apabila mengalami demam yaitu Lumbre
pro, Selesma, Niran 60. Tanaman yang dapat digunakan untuk mengatasi
demam yaitu bawang merah, temulawak, beluntas dan bangle.
3. Sakit gigi merupakan munculnya rasa nyeri pada sekitar gigi dan rahang.
Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi oleh
rangsangan termal, mekanik, kimia, ataupun elektrik. Selain itu, pengeluaran
mediator inflamasi juga dapat merangsang reseptor nyeri pada serabut yang
menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif). Ada beberapa obat yang
dapat digunakan untuk diantaranya yaitu paracetamol, ibuprofen dan asam
mefenamat. Obat herbal diantaranya yaitu, bawang putih, dan lidah buaya.

V.2 Saran

Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki pada makalah
ini. Oleh karena itu, mohon diberikan sarannya agar kami bisa membuat makalh
lebih baik lagi dan semoga makalh ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

64
DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, J., & Muzir. (2019). Kamus Istilah Ilmiah. Sukabumi: CV Jejak.

Andriani, I & Chairunnisa, F.A. (2019). Periodontitis Kronis dan Penatalaksaan Kasus
dengan Kuretase. Insisiva Denta Journal. Vol 8(1): 25-30.

Badan POM RI. (2012). Acuan Sediaan Herbal Volume 4 Edisi Pertama. Acuan Sediaan
Herbal, 1-78.

Badawi & Umrah. (2015). Makalah Kimia Farmasi “Analisis Kadar Analgetik
Antipiretik”. Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo.

Borhan-Mojabi K, Shari_ M, Karagah T, Karini H. (2012). Efficacy of Different


Concentrations of Garlic Extract in Reduction of Oral Salivary Microorganisms.
Arch Iran Med. 15(2): 99-101.

Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., 2008. Jawets, Melnick & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 627-9.

Bustaman, S. 2011. Potensi Pengembangan Minyak Daun Cengkeh Sebagai Komoditas


Ekspor Maluku. Jurnal Litbang Pertanian. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Butt M.S., Sultan M.T., et al. 2009. Garlic: nature’s protection against physiological
threats. Criticial reviews in food science and nutrition. 49:6: 538-551.

Cobas A., Soria A., Martinez M., and Villamiel, M, 2010. A comprehensive survey of
garlic functionally. Nova Science Publishhers, Inc. 1-60.

Dalimartha S. (2008). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Penerbit Trubus Agriwidya.


Jakarta.

Dalimartha S, Felix A. (2013). Ramuan Herbal Tumpas Penyakit. Penerbit Penebar


Swadaya. Jakarta.

65
Damayanti (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Penggunaan Obat
Analgetik pada Swamedikasi Nyeri Gigi di Masyarakat Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Ilmiah.

Dewani, F.N., Hendriyani, P., & Rusmana, W.E. (2021). Profil Penggunaan Obat
Antibiotika, Analgetika dan Antiinflamasi terhadap Pasien Rawat Jalan di Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Kota X. Journal of Science, Technology, and
Entrepreneurship. Vol 3(1) : 8-15.

Diah., Widodorini, T., & Nugraheni, N.E. (2018). Perbedaan Angka Kejadian
Gingivitis antara Usia Pra-Pubertas dan Pubertas di Kota Malang. E-Prodenta
Journal of Densistry. Vol 2 (1): 108-115.

DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. (2008).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh edition. The McGraw-
Hill Companies. USA.

Efayanti, E., Susilowati, T., & Imamah, I. (2019). Hubungan Motivasi dengan Perilaku
Swamedikasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 21-32.

Endeis, A., dkk. (2021). Ensiklopedi Macam-macam Penyakit: Panu hingga Wasir
(Hemoroid). Yogyakarta: Hikam Pustaka.

Ganong, William, f. (2002). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Guyton A. C. Hall J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.

Hammond RN and M. Boyle RN. (2011). Pharmacological versus non-


pharmacological antipyretic treatments in febrile critically ill adult patients: A
systematic review and meta- analysis, Australian Critical Care. 24, 4-17.

H. M. Soedjatmiko, (2005). Ilmu Kedokteran Forensic, Malang: Malang Fakultas


Kedokteran Universitas Brawijaya..

Ikatan Apoteker Indonesia. (2017). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia (Volume
51). Jakarta: PT Isfi Penerbitan/

66
Ikatan Apoteker Indonesia. (2019). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia (Volume
52). Jakarta: PT Isfi Penerbitan

Kaneshiro N. K. and Zieve D. (2010). Fever. University of Washington.

Kaushik A, Pineda C, Kest H, 2010. Diagnosis And Management Of Dengue Fever In


Children. Peds In Review.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Riset Kesahatan Dasar. Jakarta:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Limbong, M., dkk (2023). Farmakologi Sosial dan Pengelolaan Obat. Jakarta: Yayasan
Kita Menulis.

Lubis, Namora Lumongga, (2009). Depresi Tinjauan Psiologi. Jakarta: Kencana


Prenada Media Grup.

Mackowiak, P. (1998). Concepts of Fever, Archives of Internal Medicine, 158(17),


1870-1881.

Meliala, L. (2004). Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan
Yang Akan Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada

Nelwan, R.H.H., Sudoyo, A.W. (2006). Demam : Tipe dan Pendekatan Dalam:, Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam.

Noviani, Nita., dan Nurilawati, Vitri. (2017). Bahan Ajar Keperawatan Gigi
Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Nuraini, S. (2014). Pengetahuan Masyarakat Tentang Pencegahan Hipertensi pada


Usia Muda di Wilayah Kerja Puskesmas dusun RT 1-3 Desa Karangan Kecamatan
Bolong. Karya Tulis Ilmiah tidak diterbitkan. Ponorogo : program Studi
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Unmuh Ponorogo.

Nurhapsari, A., dkk (2021). Efek Coenzyme Q10 terhadap Jumlah Sel Inflamasi pada
Model Tikus Pulpitis Akut. Syifa Medika. Vol 12(1): 65-71.

Painedu.org (2008). Physiology of Pain, http://www.painedu.org.

67
Penerbithellosehat.com (2021, 03 November). Manfaat Lidah Buaya untuk Sakit Gigi
dan Cara Menggunakannya. Diakses pada 26 Maret 2023, dari
https://hellosehat.com/gigi-mulut/gigi/lidah-buaya-untuk-sakit-gigi/.

Penerbithellosehat.com (2022, 27 Oktober). Cara Menggunakan Bawang Putih Sebagai


Obat Sakit Gigi. Diakses pada 26 Maret 2023, dari https://hellosehat.com/gigi-
mulut/bawang-putih-obat-sakit-gigi/.

Potter,P.A Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses
dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.

Prianto H, et al., 2013. Isolasi dan Karakteristik Dari Minyak Bunga Cengkeh Syzigium
aromaticum) Kering Hasil Distilasi Uap. Kimia Student Journal, 1: 269-275.

Priantoro, C.T., dkk (2022). Farmakologi Keperawatan. Jakarta: Media Sains Indonesia.

Ramadhany., dkk. (2022). Chronic Pericoronitis Management with Operculectomy


using Scalpel. Interdental Jurnal Kedokteran Gigi. Vol 18(1):1-6.

Rikomah, S.E. (2018). Farmasi Klinik. Yogyakarta: Deepublish.

Rukmo, M. (2020). Restorasi Estetik Veneer. Airlangga University Press.

Sapada, E., & Asmalinda, W. (2022). Buku Ajar Patofisiologi. Padang: CV Literrasi
Nusantara Abadi.

Saputra, Akhmad Khadafi., Emma, Damayanti. (2015). Analisis Kualitatif Analgetik


Non-Narkotik. Universitas Muhammadiyah Palangkaraya.

Sari, E.K., & Ariningpraja, R.T. (2021). Demam: Mengenal Demam dan Aspek
Perawatannya. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Section on Clinical Pharmacology, Committee on Drugs, Sullivan, J. E., & Farrar, H. C.


(2011). Fever and antipyretic use in children. In Pediatrics (Vol. 127, Issue 3, pp.
580-587). https://doi.org/10.1542/peds.2010-3852.

Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Silbernagl &Lang. (2000). Pain in Color Atlas of Pathophysiology , Thieme New York.
320-321

68
Soedarmo, S., Garna, H., Hadinegoro, S., & Satari, H. (2008). Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis Edisi Kedua. Badan Penelitian IDAI.

Soeparman, (1987). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Jakarta : FKUI.

Suwarto, Yuke Octavianty, Silvia Hermawati, (2014). Top 15 Tanaman Perkebunan.


Jakarta : Penebar Swadaya.

Tjay, T.H., & Rahardja, K. (2013). Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya (Edisi ke-V). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Widjaja, M.C. (2002). Mencegah & Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta: Gramedia.

69

Anda mungkin juga menyukai