Makalah Swamedikasi Kel 5
Makalah Swamedikasi Kel 5
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 5
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Swamedikasi Analgesik, Antipiretik dan Sakit Gigi” dari mata kuliah Pengobatan
Sendiri (Swamedikasi).
Dalam penyusunan makalah kami, penulis tidak lepas dari kerja sama kelompok dan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah kami.
Semoga makalah kami dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kami meminta kritik dan
saran membangun dari para pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
I.1 Latar Belakang...............................................................................1
I.2 Rumusan Masalah..........................................................................2
I.3 Tujuan............................................................................................2
BAB II PATOFISIOLOGI DAN PENATALAKSANAAN TERAPI...........3
II.1 Analgesik.......................................................................................7
II.1.1 Definisi Analgesik..............................................................7
II.1.2 Patofisiologi Nyeri.............................................................8
II.1.3 Etiologi Nyeri.....................................................................12
II.1.4 Klasifikasi Nyeri................................................................12
II.1.5 Menifestasi Nyeri...............................................................15
II.1.6 Penatalaksanaan Terapi Analgesik.....................................16
II.2 Antipiretik......................................................................................22
II.2.1 Definisi Antipiretik............................................................22
II.2.2 Patofisiologi Demam..........................................................23
II.2.3 Etiologi Demam.................................................................24
II.2.4 Klasifikasi Demam.............................................................24
II.2.5 Menifestasi Demam...........................................................25
II.2.6 Penatalaksanaan Terapi Antipiretik....................................27
II.3 Sakit Gigi.......................................................................................28
II.3.1 Definisi Sakit Gigi.............................................................28
II.3.2 Patofisiologi Sakit Gigi......................................................29
II.3.3 Etiologi Sakit Gigi.............................................................30
II.3.4 Klasifikasi Sakit Gigi.........................................................30
II.3.5 Menifestasi Sakit Gigi........................................................32
II.3.6 Penatalaksanaan Terapi Sakit Gigi.....................................32
BAB III SWAMEDIKASI.................................................................................35
iii
III.1Swamedikasi Analgesik.................................................................35
III.1.1 Obat-obat Sintesis untuk Analgesik...................................35
III.1.2 Obat-obat Herbal untuk Analgesik.....................................48
III.2Swamedikasi Antipiretik................................................................52
III.2.1 Obat-obat Sintesis untuk Antipiretik..................................52
III.2.2 Obat-obat Herbal untuk Antipiretik...................................54
III.3Swamedikasi Sakit Gigi.................................................................61
III.3.1 Obat-obat Sintesis untuk Sakit Gigi...................................61
III.3.2 Obat-obat Herbal untuk Sakit Gigi....................................64
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................71
IV.1Analgesik.......................................................................................71
IV.2Antipiretik......................................................................................72
IV.3Sakit Gigi.......................................................................................73
BAB V KESIMPULAN...................................................................................74
V.1 Kesimpulan....................................................................................74
V.2 Saran..............................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................75
KUMPULAN PERTANYAAN DAN JAWABAN.............................................
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan
dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya
merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai isyarat bahaya tentang adanya
gangguan di jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik atau kejang otot.
Nyeri yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kolor,
listrik) dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan (Tjay & Rahardja). Salah
satu penyakit yang sering terjadi yaitu sakit gigi (nyeri gigi). Sakit gigi
merupakan munculnya rasa nyeri pada sekitar gigi dan rahang yang mempunyai
tingkat keparahan yang bervariasi, mulai dari ringan hingga parah. Nyeri sakit
gigi bisa terasa secara terus-menerus sepanjang hari atau muncul dan hilang
secara berulang-ulang tanpa menentu (Endris., dkk, 2021). Pengobatan nyeri
dapat diberikan analgetika. Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat
yang dapat mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran (Tjay & Rahardja).
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal (>37,5) sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus. Selain itu, demam mungkin
berperan dalam meningkatkan perkembangan imunitas spesifik dan non spesifik
dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sapada &
1
Asmalinda, 2022). Pengobatan demam dapat diberikan antipiretik. Antipiretik
merupakan jenis obat yang digunakan secara luas untuk menurunkan demam.
Obat antipiretik berpengaruh untuk menurunkan suhu pada orang yang demam,
namun tidak berpengaruh menurunkan suhu pada orang dengan suhu tubuh
normal (Sari & Ariningpraja, 2021). Obat yang digunakan untuk mengatasi nyeri
dan demam tidak sebatas obat modern (obat mengandung bahan sintetik)
melainkan juga obat-obatan tradisional (Rikomah, 2018).
Beberpa uraian diatas mengenai swamedikasi nyeri dan demam merupakan hal
yang mendasari atas pembuatan makalah ini.
I.3 Tujuan
2
BAB II
II.1 Analgesik
3
Gambar 1. Patofisiologi Nyeri
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut
penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C.
Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan
serabut saraf aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal
tanpa adanya mediator inflamasi.
4
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri
adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf
bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang
secaara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor.
Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada
juga yang tidak bermiyelin dari syaraf aferen.
a. Jalur Ascendens
Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan implus nyeri masuk
ke medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu
masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis
posterior pada medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan,
dan memproses implus sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis
dibagi menjadi lapisan-lapisan sel yang disebut lamina. Dua dari
lapisan ini, yang disebut substansia gelatinosa, sangat penting dalam
transmisi dan modulasi nyeri. Dari kornu dorsalis, implus nyeri
dikirim ke neuron-neuron yang menyalurkan informasi ke sisi
berlawanan medula spinalis di komisura anterior dan kemudian
menyatu di traktus lateralis, yang naik ke talamus dan struktur otak
lainnya. Dengan demikian, transmisi implus nyeri di medula spinalis
bersifat kontrlateral terhadap sisi tubuh tempat implus tersebut
berasal.
5
melalui bagian posterior kapsula interna untuk membawa implus
nyeri ke korteks somatosensorik primer dan girus pascacentralis.
Dipostulasikan bahwa pola tersusun ini penting bagi aspek sensorik-
diskriminatif nyeri akut yang dirasakan yaitu, lokasi, sifat, dan
intensitas nyeri.
b. Jalur Descendens
Salah satu jalur descendens yang telah diidentifikasi sebagai jalur
penting dalam sistem modulasi nyeri adalah jalur yang mencakup tiga
komponnen berikut:
Substans grisea periakuaduktus (PAG) dan substansia grisea
periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas yang
mengelilingi akuaduktus Sylvius.
Neuron-neuron dari daerah satu mengirim implus ke nukleus rafe
magnus (NRM) yang terletak dipons dibagian atas dan nukleus
retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis.
Implus di transmisikan dari nukleus di ke kompleks inhibitorik
nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula spinalis.
6
Secara umum patofisiologi nyeri yaitu rangsangan nyeri diterima oleh
nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun rendah seperti
perenggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K +¿ ¿ dan protein intraseluler. Peningkatan kadar
+¿ ¿
K ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan
protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi mikroorganisme
sehingga menyebabkan peradangan/inflamasi. Akibatnya, mediator nyeri
dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan
merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain
itu lesi juga mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin
dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi
oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang akan
menyebabkan akumulasi K +¿ ¿ekstraseluler dan H +¿¿ yang selanjutnya
mengaktifkan nosiseptor. Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2
memiliki efek vasodilator dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan jaringan meningkat
dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang
maka mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen
terkait peptida (CGRP), yang akan merangsang proses inflamasi dan juga
menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi, mungkin
juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor
inilah yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000).
7
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
dan khemis timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
atau basa kua. Neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi),
gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah serta yang
terakhir adalah trauma psikologis.
8
dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi
reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa
nyeri pada area yang telah diangkat.
g. Radiating Pain merupakan nyeri yang dirasakan pada sumbernya
yang meluas ke jaringan sekitar.
9
4. Nyeri berdasarkan waktu serangan
a. Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan
intervensi dan penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya
mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri
berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila
faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri
dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor
penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan (Asmadi, 2008).
b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus
selama 6 bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan
dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda
dengan nyeri akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering
mempengaruhi semua aspek kehidupan penderitanya dan
menimbulkan distress, kegalauan emosi dan mengganggu fungsi
fisik dan sosial (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015).
10
e. Nyeri psikogenik yaitu nyeri yang tidak memenuhi kriteria nyeri
somatik dan nyeri neuropatik, dan memenuhi kriteria untuk depresi
atau kelainan psikosomatik.
11
aliran darah pada jaringan yang nyeri, baik akibat iskemia jaringan
atau sebab lain .
d. Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) dapat
digunakan untuk nyeri akut dan nyeri kronis. TENS dipasang
dikulit menghasilkan sensasi kesemutan, menggetar, atau
mendengung pada area nyeri.
e. Teknik relaksasi dapat berupa napas dalam dengan cara menarik dan
menghembuskan napas secara teratur. Teknik ini dapat menurunkan
ketegangan otot yang menunjang rasa nyeri. Terdapat penurunan
skor nyeri setelah diberikan terapi teknik relaksasi napas.
2. Terapi Farmakologi
Terapi secara farmakologis pada nyeri yang utama adalah analgesik
non-opioid dan OAINS (Obat Antiinflamsi Non Steroid), analgesika
opioid, dan analgesika adjuvan.
12
asetilsalisilat (aspirin), dan OAINS sering lebih disukai daripada
opiat dalam pengobatan nyeri ringan sampai sedang (Tabel 1).
Obat-obat ini (dengan pengecualian asetaminofen) mencegah
pembentukan prostaglandin yang diproduksi dalam menanggapi
rangsangan berbahaya, sehingga mengurangi jumlah impuls nyeri
yang diterima oleh SSP. OAINS mungkin sangat berguna dalam
pengelolaan nyeri tulang terkait kanker.
13
Naproxen 12-17 Awal 500 1000
(Naprosyn, 500 setiap 12 jam atau 250
Anaprox) setiap 6-8 jam
Naproxen sodium 12-13 Beberapa pasien awal 440, 660
(Aleve) 220 setiap 8-12 jam
Asam Pirrolizinkarboksilat
Ketorolak- 5-6 30-60 (single IM dose only) 30-60
parenteral 15–30 (single IV dose only)
15-30 setiap 6 jam (max. 5 15-30
hari)
60-120
Ketorolak-oral, 5-6 10 setiap 4-6 jam (max. 5 40
indicated for hari, yang meliputi dosis
continuation with parenteral
parenteral
Only
Inhibitor COX-2
Celecoxib 11 Pemberian awal 400 dikuti 400
(Celebrex) 200 pada hari pertama,
kemudian 200 dua kali
sehari
b. Analgesik Opioid
Analgesik Opioid adalah obat yang menyerupai peptida opioid
endogen dan menyebabkan aktivasi reseptor opioid yang
memanjang (biasanya reseptor µ) (Neal MJ, 2008).
Tabel 2 Analgesik Opioid
Onset
Golongan Obat Relative Equianalg
(menit)/
dan Nama Sumber Histami- e-sic Dose
Rute waktu
Generik Kimia ne in Adults
paruh
(Paten) Release (mg)
(jam)
Phenanthrenes (Agonis Morfin)
IM 10
Morfin Natural +++ 10-20/2
PO 30
Hydromorphon IM 1,5
Semisintetik + 10-20/2-3
(Dilaudid) PO 7,5
14
Oxymorphone IM 1
(Numorphan, Semisintetik + R 5 10-20/2-3
Opana) PO 10
IM 2 (akut)
PO 4 (akut) 10-20/12-
Levorphanol Semisintetik +
IM 1 (kronik) 16
PO 1 (kronik)
IM 15-30
Codein Natural +++
PO 15-30 10-30/3
Hydrocodone
(tersedia dalam
Semisintetik N/A PO 5-10 30-60/4
bentuk
kombinasi)
Oxycodone Semisintetik + PO 20-30 30-60/2-3
Phenylpiperidines (Agonis Meperidine)
Meperidine
Sintetik +++ IM 75
(Demerol)
IM
Trans
-
derm 0,1
Fentanyl
al 25 µg/jam
(Sublimaze, Sintetik +
Bucc
Duragesic)
al, Variable
Trans
muco
sal
Diphenylheptanes (Agonis Methadone)
IM Variable
Methadone PO (akut) 30-60/12-
Sintetik +
(Dolophine) IM Variable 19
PO (kronik)
Propoxyphene
Sintetik N/A PO 65 30-60/6-12
(Darvon)
Derivat Agonis-Antagonis
Pentazocine
Sintetik N/A PO 50 15-30/2-3
(Talwin)
Butorphanol Sintetik IM 2 10-20/3-4
15
Intran 1 (1 kali
(Stadol)
asal semprot)
Nalbuphine
Semisintetik N/A IM 10 < 15/5
(Nubain)
Buprenorphine
Semisintetik N/A IM 0,4 10-20/2-3
(Buprenex)
Antagonis
1-2 (IV),
Naloxone
Sintetik N/A IV 0.4-2 2-5 (IM)/
(Narcan)
0,5-1,3
Analgesik Sentral
Tramadol
Sintetik N/A PO 50-100 <60/5-7
(Ultram)
c. Analgesik ajuvan
Obat analgesik seringkali diresepkan bersamaan dengan obat lain
untuk meningkatkan analgesia atau untuk mengobati eksaserbasi
nyeri. analgesik adjuvan adalah agen farmakologis dengan
karakteristik individu yang membuatnya berguna dalam
manajemen nyeri tapi itu biasanya tidak diklasifikasikan sebagai
analgesik. Obat-obat ajuvan paling sering digunakan dalam
manajemen nyeri kronis, terutama ketika dosis analgesik utama
telah dioptimalkan atau ketika kondisi yang mendasarinya telah
berkembang dan tidak lagi memadai dikendalikan oleh agen
analgesik utama. Agen pembantu lainnya dapat ditambahkan ke
terapi analgesik untuk mengurangi efek samping, seperti sedasi
berlebihan, mual dan muntah, atau sembelit. Golongan obat yang
paling umum digunakan sebagai agen analgesik ajuvan adalah
kortikosteroid, antikonvulsan, antidepresan heterosiklik, agonis a 2-
adrenergik, antagonis reseptor nmda, anestesi lokal dan oral atau
antiaritmia, antihistamin dan neuroleptik. Antikonvulsan (misalnya,
gabapentin, yang dapat menurunkan rangsangan saraf),
antidepresan trisiklik, antidepresan inhibitor reuptake serotonin dan
norepinefrin (yang menghalangi reuptake serotonin dan
16
norepinefrin, sehingga meningkatkan penghambatan nyeri), dan
topikal anestesi lokal (yang menurunkan stimulasi saraf) semua
telah efektif dalam mengelola rasa sakit kronis. Agen analgesik
tambahan dapat digunakan sebagai agen analgesik utama dalam
pengobatan sindrom nyeri neuropatik, di mana kegunaan opioid
masih dalam perdebatan. Sindrom nyeri neuropatik tidak
menanggapi OAINS.
II.2 Antipiretik
17
II.2.2 Patofisiologi Demam
Mekanisme kerja obat antipiretik adalah dengan menghambat
pembentukan prostaglandin. Antipiretik terjadi sebagai bentuk respon
terhadap rangsangan pirogenik, maka monosit, makrofag, dan sel-sel
Kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen IL-1 (Interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6
(Interleukin 6), INF (Interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi
hipotalamus untuk meningkatkan patokan thermostat. Hipotalamus
mempertahankan suhu di titik patokan yang baru dan bukan di suhu
normal. Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan
menjadi 38,9 ̊ C, hipotalamus merasa bahwa suhu normal prademam
sebesar 37 ̊C sudah terlalu dingin untuk suhu tubuh, sehingga organ ini
memicu mekanisme-mekanisme respon dingin untuk meningkatkan suhu
tubuh (Ganong, 2002).
18
untuk pirogen eksogen dapat berupa pirogen mikrobial dan pirogen non
microbial yang bersumber dari luar dan memiliki kemampuan untuk
merangsang IL-1(Soedarmo et al., 2008).
Demam terjadi ketika ada peningkatan set point termoregulasi tubuh baik
oleh pyrogen endogen atau eksogen. Pada hipertermia, set point tidak
berubah, dan suhu tubuh menjadi meningkat secara tidak terkendali
karena paparan panas eksogen atau produksi panas endogen (Mackowiak,
1998).
19
Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa
hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula
Pada umumnya demam sering terjadi pada anak. Terjadinya demam pada
anak sering kali membuat orang tua merasa khawatir dan cemas.
Beberapa orang tua mungkin akan segera melakukan tindakan
swamedikasi ataupun langsung mengunjungi fasilitas layanan Kesehatan
tergantung dari keparahan gejala yang dirasakan anak (Efayanti et al.,
2019).
20
Pengukuran suhu mulut aman dan dapat dilakukan pada usia di atas 4
tahun, karena sudah dapat bekerjasama untuk menahan thermometer di
mulut. Pengukuran ini juga lebih akurat dibandingkan dengan suhu
ketiak (aksila). Pengukuran aksila mudah dilakukan, namun hanya
menggambarkan suhu perifer tubuh yang sangat dipengaruhi oleh
vasokontriksi pembuluh darah dan keringat sehingga hasil yang diperoleh
dari pengukuran tersebut kurang akurat. Pengukuran suhu tubuh melalui
rectal cukup akurat karena lebih mendekati suhu tubuh yang sebenarnya
da paling sedikit terpengaruh oleh suhu lingkungan, namun
pemeriksaannya tidak nyaman bagi anak-anak. Pengukuran suhu melalui
telinga (Infrared Tympanic) tidak dianjurkan karna dapat memberikan
hasil yang tidak akurat sebab liang telinga masih
sempit dan basah (Lubis, 2009).
21
Demam merupakan mekanisme pertahanan tubuh atau reaksi fisiologi
terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Penatalaksanaan
demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi,
bukan untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat
dibedakan menjadi dua garis besar yaitu secara non farmakologi dan
secara farmakologi. Akan tetapi, diperlukan penanganan demam secara
langsung oleh dokter apabila penderita dengan umur <3 bulan dengan
suhu rectal >38 ̊C, penderita dengan umur 3-12 bulan dengan suhu rectal
di atas 39 ̊C, penderita dengan suhu >40,5 ̊C, dan demam dengan suhu
yang tidak turun- turun selama 48-72 jam (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Adapun yang termasuk dalam terapi non farmakologi dari
penatalaksanaan demam antara lain :
a. Pemberian cairan dalam jumlah banyak untuk mencegah dehidrasi dan
beristirahat yang cukup.
b. Tidak memberikan penderita pakaian panas yang berlebihan pada saat
menggigil. Memakai satu lapis pakaian dan satu lapis selimut sudah
cukup untuk memberikan rasa nyaman kepada penderita.
c. Memberikan kompres hangat pada penderita. Pemberian kompres
hangat efektif terutama setelah pemberian obat. Jangan memberikan
kompres dingin karena akan menyebabkan keadaan menggigil dan
meningkatkan kembali suhu inti tubuh (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Obat-obatan yang sering digunakan pada terapi farmakologi dalam
mengatasi demam (antipiretik) adalah paracetamol (Asetaminofen) dan
ibuprofen. Paracetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas
sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang lama. Pada anak-anak,
dianjurkan untuk pemberian paracetamol sebagai antipiretik. Penggunaan
OAINS tidak dianjurkan karenakan fungsi antikoagulan dan resiko
sindrom Reye pada anak-anak (Kaushik, Pineda & Kest, 2010).
22
Gigi merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara keseluruhan.
Kesehatan gigi dapat mereflesikan kesehatan tubuh secara keseluruhan
termasuk jika terjadi kekurangan nutrisi dan gejala penyakit lain di tubuh.
Gangguan pada Kesehatan gigi dapat berdampak negatif pada kehidupan
sehari-hari diantaranya menurunnya kesehatan secara umum,
menurunkan tingkat kepercayaan diri, mengganggu performa dan
kehadiran sekolah, tempat kerja, serta di tempat lain ketika melakukan
aktivitas. Sakit gigi merupakan kondisi ketika muncul rasa nyeri di dalam
atau sekitar gigi dan rahang. Nyeri merupakan suatu gejala yang
menunjukkan adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan,
infeksi dan kejang otot (Dewani., dkk, 2021).
23
Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi
oleh rangsangan termal, mekanik, kimia, ataupun elektrik. Selain itu,
pengeluaran mediator inflamasi juga dapat merangsang reseptor nyeri
pada serabut yang menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif).
Serabut ini tersebar di seluruh tubuh dan ditemukan paling banyak pada
nervus trigeminalis yang mempersarafi pulpa dan jaringan periapikal
gigi. Pada pulpa ditemukan dua serabut aferen nosiseptif, yaitu serabut C
dan serabut A-delta. Bila kedua serabut tersebut dirangsang, maka sinyal
nyeri akan dihantarkan melalui ganglion trigeminalis ke subnukleus
kaudalis yang terletak di medula pada susunan saraf pusat melalui
penglepasan substansi P dan asam amino glutamate. Lalu subnukleus
kaudalis atau tanduk dorsal medula menyampaikan sinyal nyeri ke
thalamus melalui jalur trigeminotalamik. Selanjutnya, sinyal nyeri
diteruskan ke korteks serebral melalui jalur talamokortikal. Sinyal yang
sampai di korteks inilah yang akan dipersepsikan oleh otak sebagai rasa
nyeri.
Sakit gigi disebabkan oleh jejas berupa trauma, bakteri, kimia, termal.
Trauma misalnya dari satu pukulan atau saat menngosok gigi atau saat
menggunakan tusuk gigi. Syok termal, seperti adanya kepekaan terhadap
rangsangan dingin, panas, stimulasi manis (Rukmo, 2020).
24
Pulpitis merupakan peradangan pada jaringan pulpa gigi yang akan
menyebabkan rasa nyeri ringan hingga berat pada penderitanya.
Pulpitis yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan pulpa
menjadi nekrosis. Gigi yang mengalami nekrosis pulpa akan lebih
rapuh dan mudah fraktur karena terjadi dehidrasi pada struktur gigi
yang tersisa, maka sangat penting untuk mempertahankan vitalitas
pulpa agar gigi tetap dapat berfungsi. 4 Klasifikasi pulpitis dibagi
menjadi 2 yaitu pulpitis reversibel dan ireversibel, klasifikasi ini
didasarkan dari kemampuan pulpa untuk dapat sembuh kembali.
Pulpitis reversibel bersifat akut yang umumnya terjadi karena proses
karies atau preparasi kavitas yang mendekati pulpa, sehingga pulpa
mudah terinfeksi oleh bakteri dan produknya (Nurhapsari., dkk,
2021).
3. Gingivitis (Gusi Bengkak)
Gingivitis merupakan suatu inflamasi yang melibatkan jaringan lunak
di sekitar gigi yaitu jaringan gingiva. Penyebab gingivitis dibagi
menjadi dua, yaitu penyebab utama dan penyebab predisposisi.
Penyebab utama gingivitis adalah penumpukan mikroorganisme yang
membentuk suatu koloni kemudian membentuk plak gigi yang
melekat pada tepi gingiva. Penyebab sekunder gingivitis berupa
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal meliputi karies,
restorasi yang gagal, tumpukan sisa makanan, gigi tiruan yang tidak
sesuai, pemakaian alat orthodonsi dan susunan gigi geligi yang tidak
teratur, sedangkan faktor sistemik meliputi faktor nutrisional, faktor
hormonal, hematologi, gangguan psikologi dan obat-obatan (Diah.,
dkk, 2018).
4. Periodontitis (Pelepasan Gigi karena Rusaknya Gigi)
Periodontitis merupakan faktor resiko yang berperan terhadap
gangguan fungsi pengunyahan dan hilangnya gigi. Secara umum
penyakit periodontal disebabkan oleh bakteri plak pada permukaan
gigi, dimana plak berupa lapisan tipis biofilm yang berisi kumpulan
mikroorganisme patogen seperti Porphyromonas gingivalis,
25
Actinobacillus actinomycetemcomitans, Prevotela intermedia,
Tannerella forsythia serta Fusobacterium nucleatum yang merupakan
deposit lunak (Andriani & Chairunnisa, 2019).
5. Perikoronitis Akut (Infeksi Gusi)
Perikoronitis akut merupakan inflamasi yang terjadi pada ada gigi
yang disebabkan oleh infeksi pada jaringan lunak di sekitar gigi
yang erupsi Sebagian. Penyebab paling umum terjadinya adalah
karena adanya penumpukan plak dan sisa-sisa makanan antara
mahkota gigi dan gingiva yang menutupinya yang merupakan
area yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan sulit untuk
menjaganya tetap bersih (Ramadhany., dkk, 2021).
26
pendarahan yang terjadi pada saat dilakukan probing. Pasien
biasanya mengeluh mulut bau, gusi bengkak mudah berdarah, tanpa
nyeri, hanya kadang terasa gatal (Diah., dkk, 2018).
4. Periodontitis (Pelepasan Gigi karena Rusaknya Gigi)
Gambaran klini periodontitis adalah terjadi perubahan warna gusi,
perdarahan gusi dan bau mulut (Andriani & Chairunnisa, 2019).
5. Perikoronitis Akut (Infeksi Gusi)
Perikoronitis kronis ditandai dengan nyeri tumpul dengan
ketidaknyamanan ringan selama satu atau
duahariyangberlangsungselama berbulan-bulan (Ramadhany., dkk,
2021)
1. Terapi Farmakologi
27
BAB III
SWAMEDIKASI
28
Indikasi : Untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang
seperti sakit kepala, sakit gigi,nyeri otot, serta
menurunkan demam.
Efek Samping : Pemakaian obat umumnya memiliki efek
samping tertentu dan sesuai dengan masing-
masing individu. Jika terjadi efek samping yang
berlebih dan berbahaya, harap konsultasikan
kepada tenaga medis. Efek samping yang
mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah:
- Penggunaan untuk jangka waktu lama dan
dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
fungsi hati. Reaksi hipersensitifitas/ alergi.
Kontraindikasi : Jangan diberikan kepada penderita
hipersensitif/alergi terhadap paracetamol.
Penderita gangguan fungsi hati bera
Produsen : PT. HOLI PHARMA
No.registrasi : GBL9617103504A1/tablet,
GBL 9717101237A1/ sirup
2. Sanmol
29
per hari. Sirup: anak usia 9-12 tahun;3-4 x
sehari 15 -20 mL, usia 6-9 tahun; 3-4 x sehari
10-15 mL, usia 2-6 tahun; 3-4 x sehari 5-10 mL,
usia 1-2 tahun; 3-4 x sehari 5 mL. Drops: usia
1-2 tahun; 3-4 kali sehari 0.6-1.2 mL, usia <1
tahun sesuai anjuran dokter
Aturan pakai : Dapat diberikan setelah makan
Indikasi : Meringankan rasa nyeri seperti sakit kepala,
sakit gigi dan menurunkan demam
Efek Samping : Mual, muntah, nyeri lambung, kehilangan
nafsu makan, ruam pada kulit, kerusakan pada
hatijika penggunaan jangka Panjang
Kontraindikasi : Jangan mengonsumsi dan menggunakan
paracetamol jika memiliki alergi dengan obat
ini, Difungsi hati dan ginjal
Produsen : PT. Sanbe Farma
No.registrasi :DBL7622235610A2/tablet,
DBL7622235037A1/sirup,
DBL9722221636A1/drops
3. Panadol Extra
30
seharibila gejala memburuk. Tidak melebihi 8
tablet dalam dalam 24 jam. Minimum interval
penggunaan dosis adalah 4 jam.
Aturan pakai : Sebelum atau setelah maka
Indikasi : untuk meringankan sakit kepala dan sakit gigi
Efek Samping : Pemakaian obat ini umumnya memiliki efek
samping tertentu dan sesuai dengan masing-
masing individu. Jika terjadi efek samping yang
berlebih dan berbahaya, harap konsultasikan
kepada tenaga medis. Penggunaan jangka
panjang dan dosis yang besar dapat
menyebabbkan kerusakan hati. Efek samping
lain yaitu reaksi hipersensitifitas seperti
kemerahan atau gatal pada kulit, kulit
terkelupas, kadang-kadang ada gangguan
pernapasan atau bengkak pada bibir, lidah,
tenggorokan, sariawan, memar-
memar,pendarahan. Namun, reaksi efek
samping jarang terjadi. Hentikan penggunaan
obat dan segera hubungi dokter jika mengalami
efek samping.
Kontraindikasi : Wanita hamil dan menyusui. Tidak dianjurkan
untuk digunukan pada anak dibawah usia 12
tahun
Produsen : GSK plc
No.registrasi : DBL9424502004A1
4. Sumagesic
31
Komposisi Sediaan : Paracetamol 600mg
Bentuk sediaan : tablet
5. Aspirin
32
Dosis : Dewasa dan anak-anak >12 tahun ; 1-2 tablet
setiap 4-6 jam, jangan melebihi 8 tablet dalam
24 jam. Anak- anak <12 tahun ; konsultasikan
dengan dokter.
Aturan pakai : Dikonsumsi sesudah makan
Indikasi : Meredakan nyeri, demam, peradangan.
Efek Samping : mual dan muntah, nyeri pada ulu hati, sensasi
panas pada ulu hati ( heartburn).
Kontraindikasi : Hipersensitif, ulkus peptikum, gangguann hti
dan ginjal berat, ibu hamil dan menyusui.
Produsen : PT. Bayer Indonesia
No.registrasi : DBL8802001410A1
33
dapat meningkatkan resiko kerusakan fungsi
hati.
Kontraindikasi : Penderita dengan riwayat hipersensitif
terhadap paracetamol, ibuprofen atau obat AINS
lainnya
Produsen : Konimex
No.registrasi : DTL9613013110A1
7. Neo Rheumacyl
34
Kontraindikasi : Penderita yang hipersensitif dengan komponen
obat,pengguna Aspirin, hamil dan menyusui,
memiliki gannguan hati, ulkus peptikum.
Produsen : Tempo Scan Pacific
No.registrasi : DTL1122702410B1
8. Iremax
35
9. Oskadon SP
10. Proris
36
Komposisi Sediaan : Ibuprofen 200 mg
Bentuk sediaan : tablet
11. Bufect
37
Komposisi Sediaan : Ibuprofen 200 mg
Bentuk sediaan : tablet
38
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap AINS lain, ulkus
peptik. Pasien yang mengalami asma, rhinitis
atau urtikiaria jika menggunakan aspirin atau
obat AINS lain.Kehamilan trisemester 3
Produsen : PT. Sanbe Farma
No.registrasi : DTL9422216017A1
39
12. Feminax
40
40mg, Curcumae Rhizoma 40mg, dan bahan-
bahan lain terdiri dari Cyperi Rhizoma,
Phillanthi Herba, Blumeae Folium, Zingiberis
Rhizoma,Kaempferiae Rhizoma, Alyxiae Cortex,
Foeniculli Fructus, Madu
Bentuk sediaan : Sachet @15 mL
Golongan Obat :
Dosis : 1- 2 sachet sebelum tidur dan 1-2 sehabis
melakukan aktivitas atau olahraga.
Aturan pakai : Bisa diminum langsung dari sachetnya atau
dicampur dengan air 50mL. Kocok dulu
sebelum diminum.
Indikasi : Membantu Meredakan pegal linu dan nyeri
sendi.
Perhatian : Baca petunjuk penggunaan. Jika ada keluhan
berlanjut hungi dokter. Tidak
direkomendasikanuntuk wanita hamil dan
menyusui serta penderita gangguan ginjal.
Simpan ditempat kering dan sejuk.
Produsen : Sido Muncul
No.registrasi : TR112624961
2. Jamu Sekalor
41
Komposisi Sediaan : Zingiber officinale Rhizoma, Curcuma
Rhizoma, Myristicae Semen, dan Imperatae
cylindricae Rhizoma.
Bentuk sediaan : Serbuk
Golongan Obat :
Dosis : 2 kali sehari 1 sachet
Aturan pakai : Diseduh dengan air hangat 100 mL.
Indikasi : Membantu mengurangi sakit kepala, pening
dan pusing
Perhatian : Tidak direkomendasikan untuk wanita hamil
dan menyusui serta penderita gangguan ginjal.
Produsen : Sido Muncul
No.registrasi : TR092203261
42
ginseng Ekstrak (ginseng) 20 mg, Peppermint
Oil 20 mg, Ginger Oil 9,9 mg
Bentuk sediaan : Sachet @15 mL
Golongan Obat :
Dosis : Dewasa ; 1-2 sachet per hari sebelum tidur
atau setelah beraktivis berat
Aturan pakai : Dapat diminum langsung atau dicampur
dengan air hangat 50 mL.
Indikasi : Membantu meredakan nyeri sendi, pegal linu,
nyeri akibat encok dan sakit otot pinggang.
Produsen : Tempo Scan Pacific
No.registrasi : HT202600931
4. PilKita
Golongan Obat :
Dosis : Dewasa ; 1 tablet perhari
Aturan pakai : diminum di malam hari, sesudah makan
43
Indikasi : Membantu memulihkan pegal linu dan nyeri
otot akibat bekerja keras dan olahraga berat.
Membantu merelaksasi otot-otot yang
kaku/kencang. Membantu menyegarkan badan
yang lesu dan mengembalikan tenaga menjadi
prima.
Efek Samping : reaksi alergi
Kontraindikasi : hipersensitif
Produsen : Marguna Tarulata Farma
No.registrasi : TR182515701
44
Efek samping : Dosis besar dapat menyebabkan kerusakan
hati. Pusing, sakit kepala, mual, muntah,
konstipasi, ruam kulit. Malaise, reaksi
hipersensitif..
Produsen : PT. First Medipharma
2. Tempra® Syrup
3. Bufect® Suspensi
45
Nama Sediaan : Bufect Ibuprofen
Komposisi : Ibuprofen 100 mg tiap 5 ml
Bentuk Sediaan : Suspensi
Indikasi : Meringankan nyeri ringan sampai sedang pada
penyakit gigi atau pencabutan gigi, nyeri kepala,
nyeri setelah operasi, nyeri pada penyakit
reumatik, nyeri karena terkilir. Menurunkan
demam
Golongan : Obat Bebas Terbatas
Dosis : Dewasa : 2 sendok teh (10 ml) 3-4 kali sehari
Anak-anak : 20 mg/kgBB/hari dalam dosis
terbagi
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap Ibuprofen, Ulkus
peptikum, penderita asma, rinitis atau urtikaria.
Kehamilan trimester ketiga
Efek samping : mual, muntah, diare, konstipasi, nyeri perut atau
rasa terbakar pada perut bagian atas, ruam kulit,
penurunan kadar trombosit, penurunan kadar
limfosit darah, dan gangguan penglihatan
Produsen : Sanbe Farma
46
Komposisi : Tiap kapsul mengandung Ekstrak cacing
Lumbricus rubellus 350mg
Aturan pakai : Untuk anak-anak diatas 5 tahun diminum 3x1
tablet. Untuk dewasa inum 3x2 kapsul/hari. Boleh
diminum sesudah atau setelah makan.
Bentuk sediaan : Kapsul
Golongan : Jamu
Produsen : CV. Janna Persada Ageng
47
(golongan kurkumin), suatu zat aktif yang
memberi efek menurunkan suhu tubuh atau
mengatasi demam/panas, dimana aktivitasnya
menekan sistem saraf pusat.
Bentuk Sediaan : sirup @ 125 ml
Aturan Pakai : 3 x sehari 1 sendok takar
Golongan : Jamu
Produsen : Herbal Indo Utama Magelang
3. Salesma
48
4. Niran 60
b. Dari Tanaman
1. Bawang merah (Allium cepa var aggregatum)
49
Kandungan : Minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin,
flavon glikosida, kuersetin
Khasiat : Pereda demam
Cara pengolahan : Bawang merah sebanyak 5 siung, potong tipis-
tipis. Tambahkan minyak kelapa secukupnya,
kemudian balurkan pada tubuh.
50
Nama simplisia : Plucheae folium
Kandungan : alkaloid, pluchine, asam kafeoilkuinat, minyak
atsiri
Khasiat : Pereda demam
Cara penggunaan : Daun beluntas sebanyak 15 g dicuci lalu direbus
atau diseduh dengan air panas, lalu diminum
seperti teh.
1. Paracetamol
51
Struktur Molekul Parasetamol (Badawi, dkk. 2015)
2. Ibuprofen
52
Struktur Molekul Ibuprofen (Saputra, dkk., 2015)
Ibuprofen merupakan obat yang mempunyai efek analgesik,
antipiretik, dan antiinflamasi. Namun efek antiinflamasinya
memerlukan dosis lebih besar. Absorpsi cepat obat ini melalui
lambung. Waktu paruhnya adalah 2 jam (Noviani dan Nurilawati,
2017). Ibuprofen 200 mg, Ibuprofen 400 mg .
Indikasi : Meringankan nyeri ringan sampai sedang antara
lain nyeri pada nyeri haid, sakit gigi dan sakit
kepala
Kontraindikasi : Hipersensitivitas ibuprofen dan AINS lainnya,
penderita ulkus peptikum, gejala asma , kehamilan
trisemester ketiga.
Perhatian : Hati-hati penggunaan pada penderita lupus
eritematosus sistemik, gangguan fungsi hati dan
ginjal; tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan
menyusui Efek samping : mual muntah, gangguan
cerna, diare, konstipasi, nyeri lambung, ruam kulit,
penyempitan bronkus, trombositopenia, penurunan
ketajaman penglihatan dan kesulitan dalam
membedakan warna.
Dosis : 2 - 4 kali sehari: 1-2 kaplet atau menurut
petunjuk dokter (Ikatan Apoteker Indonesia, 2019).
3. Asam Mefenamat
53
Asam Mefenamat digunakan sebagai analgesik, sebagai
antiinflamasi, asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin
(Wilmana & Gunawan, 2011). Asam Mefenamat 500 mg
Indikasi : Meredakan nyeri ringan sampai sedang, sakit
kepala, sakit gigi, dismenore primer
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap asam mefenamat, penderita
dengan tukak lambung dan usus, gangguan ginjal
yang berat
Efek samping : Sistem pencernaan, system hematopoetik
Dosis : Dewasa dan anak-anak >14 tahun, dosis awal:
500 mg, kemudian 250 mg tiap 6 jam (Ikatan
Apoteker Indonesia, 2017).
54
b. Kandungan Bawang Putih
Bawang putih memiliki kandungan 65% air, 28% karbohidrat
(terutama fruktosa), 2,3% bahan organosulfur, 2% protein
(terutama allinase), 1,2 % asam amino bebas (terutama arginin).
Efek biologis dari bawang putih paling banyak berasal dari bahan
organosulfur. Efek obat pada bawang putih berasal dari allicin dan
turunannya (Butt, et al., 2009).
55
c. Cara Pembuatan Sediaan
Menyiapkan 2 siung bawang putih, 1 sdt garam dan minyak
zaitun secukupnya. Cara pembuatan :
Mengambil 2 siung bawang putih, dikupas kulitnya, lalu
dibersihkan.
Setelah dibersihkan, dibuat pasta bawang putih dengan
menghaluskan 2 siung bawang putih Bersama 1 sendok the
garam menggunakan ulekan atau mortar.
Bila pasta bawang putih terlalu kering, ditambahkan beberapa
tetes minyak zaitun ke dalam campuran. Di aduk pasta dan
minyak tersebut secara merata.
Pasta bawang putih siap digunakan untuk obat sakit gigi
(Website hellosehat.com., 2022).
d. Aturan Pemakaian
Untuk mengobati sakit gigi, di ambil sedikit pasta bawang putih
tersebut menggunakan jari dan ditempelkan pada gigi yang sakit.
Dibiarkan pasta tersebut menempel pada gigi yang sakit selama
30 menit.
56
Cengkeh (Syzygium aromaticum L.)
a. Klasifikasi Cengkeh (Syzygium aromaticum L.) (Suwarto, dkk.,
2014).
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum L.
b. Kandungan Cengkeh
Tanaman cengkeh mengandung rendemen minyak atsiri dengan
jumlah cukup besar, baik dalam bunga (10–20%), tangkai (5–
10%) maupun daun (1–4%) (Nurdjannah, 2007). Minyak atsiri
dari bunga cengkeh memiliki kualitas terbaik karena hasil
rendemennnya tinggi dan mengandung eugenol mencapai 80–
90%. Kandungan minyak atsiri bunga cengkeh didominasi oleh
eugenol dengan komposisi eugenol (81,20%), trans-β-kariofilen
(3,92%), α-humulene (0,45%), eugenol asetat (12,43%),
kariofilen oksida (0,25%) dan trimetoksi asetofenon (0,53%)
(Prianto, et al., 2013).
57
berat molekul 164,20 dengan titik didih 250–255ºC (Bustaman,
2011).
Eugenol merupakan senyawa yang terdapat pada minyak atsiri
bunga cengkeh dan berfungsi sebagai zat antifungi dan
antibakteri. Mekanisme kerja eugenol sebagai zat antifungi
dimulai dengan penetrasi eugenol pada membran lipid bilayer sel
jamur yang mengakibatkan terjadinya penghambatan sintesis
ergosterol dan terganggunya permeabilitas dinding sel jamur
sehingga terjadi degradasi dinding sel jamur, dilanjutkan dengan
perusakan membrane sitoplasma dan membran protein yang
menyebabkan isi dari sitoplasma keluar dari dinding sel jamur.
Apabila hal ini terus-menerus terjadi, lama-kelamaan sel jamur
akan mengalami penurunan fungsi membran dan
ketidakseimbangan metabolisme akibat gangguan transport nutrisi
hingga menyebabkan sel lisis dan pertumbuhan jamur menjadi
terhambat (Brooks, dkk., 2008).
Tangkai bunga cengkeh (cloves stem oil) dan daun cengkeh kering
(cloves leaf oil) banyak digunakan sebagai pengharum mulut,
mengobati bisul dan sakit gigi, sebagai penghilang rasa sakit,
penyedap masakan dan wewangian (Nuraini, 2014).
d. Aturan Pemakaian
Penggunaan berulang minyak cengkeh pada pengobatan nyeri
gigi dapat menyebabkan kerusakan gusi. Penggunaan minyak
cengkeh pada anak-anak harus berhati-hati karena daya serap
yang cepat dan dapat mengakibatkan toksisitas pada otak.
Penggunaan minyak cengkeh secara oral pada anak-anak dapat
58
menimbulkan hambatan terhadap sintesis prostaglandin yang
akhirnya menimbulkan gangguan koagulasi darah (BPOM, 2012).
59
anti-pembengkakan, anti-parkinson, serta anti-virus yang resisten
terhadap antibiotic.
d. Aturan Pemakaian
Disarankan bahwa penggunaan lidah buaya sebaiknya tidak
dijadikan pengobatan utama dalam sakit gigi. Penggunaan gel
lidah buaya maupun produk perawatan gigi yang mengandung
lidah buaya hanyalah pengobatan utama (Website
hellosehat.com., 2021).
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Analgesik
60
adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri.
Analgesik adalah obat yang selektif mengurangi rasa sakit dengan bertindak
dalm sistem saraf pusat atau pada mekanisme nyeri perifer, tanpa secara
signifikan mengubah kesadaran. Analgesik menghilangkan rasa sakit, tanpa
memengaruhi penyebabnya. Analgesik apabila digunakan dengan dosis yang
berlebihan maka dapat menimbulkan beberapa efek samping. Obat-obat
swamedikasi yang dapat diberikan yaitu parasetamol, Ibuprofen, Natrium
Diklofenak, Aceclofenak, Aspirin dan Piroksikam. Obat-obatan herbal yang
dapat diberikan untuk mengatasi nyeri seperti Tolak Linu Herbal, Jamu Sekalor,
Neo Rheumachyl Oralinu dan Pilkita. Selain terapi farmakologi untuk
menunjang pengobatannya dapat diberikan terapi nonfarmakologi seperti
memberikan kompres air dingin pada bagian tubuh yang nyeri, istirahat yang
cukup dan melakukan melakukan pengaturan posisi yang nyaman (Limbong.,
dkk, 2023).
IV.2 Antipiretik
Demam merupakan suatu kondisi saat tubuh badan lebih tinggi daripada
biasanya atau diatas suhu normal. Suhu normal pada manusia berada dikisaran
antara 36-37℃ . Demam dapat diderita oleh siapa saja, dari bayi hingga berusia
paling lanjut sekalipun. Demam sesungguhnya merupakan bentuk mekanisme
pertahanan tubuh terhadap serangan penyakit. Apabila ada suatu kuman penyakit
yang masuk ke dalam tubuh, secara otomatis tubuh akan melakukan perlawanan
terhadap kuman penyakit dengan mengeluarkan zat antibodi. Pengeluaran zat
antibodi yang lebih banyak daripada biasanya diikuti dengan naiknya suhu
badan (Widjaja, 2002).
61
sintesa dan pelepasan prostaglandin E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen
pada hipotalamus. Obat golongan ini menurunkan suhu tubuh hanya pada
keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh digunakan
secara rutin karena bersifat toksik. Obat-obatan antipiretik secara umum dapat
digolongkan dalam beberapa golongan yaitu golongan salisilat (misalnya
aspirin), golongan para-aminofenol (misalnya acetaminophen), dan golongan
pirazolon (misalnya metamizol). Kebanyakan anlgetik juga memberikan efek
antipiretik dan begitupun sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit
yang diderita pasien. Masing-masing obat tergantung yang mana efek paling
dominan. Misalnya, acetaminophen dan aspirin memiliki efek antipiretik yang
lebih dominan ketimbang efek analgesiknya (Prinatoro., dkk, 2022). Selain itu
terdapat juga obat herbal yang bisa dikonsumsi apabila mengalami demam yaitu
Lumbre pro, Selesma, Niran 60. Tanaman yang dapat digunakan untuk
mengatasi demam yaitu bawang merah, temulawak, beluntas dan bangle. Dalam
menunjang penngobatan farmakologi dapat diberikan terapi nonfarmakologi
seperti memperbanyak minum air untuk mencegah dehidrasi, memberikan
kompres air hangat dan tidak memberikan pakaian panas yang berlebihan
sehingga dapat mengganggu kenyamanan pasien.
Sakit gigi merupakan kondisi ketika bagian dalam atau sekitar gigi dan rahang
terasa sakit atau nyeri. Umumnya, sakit gigi merupakan gejala akibat penyakit
pada gigi atau gusi. Namun, pada kasus tertentu, sakit gigi juga bisa menjadi
tanda adanya penyakit di bagian tubuh lain yang nyerinya menjalar sampai ke
sekitar gigi, misalnya gangguan pada sendi rahang, sakit telinga ataupun sinus.
Nyeri gigi dapat disebabkan oleh aktivasi reseptor nyeri pada pulpa gigi oleh
rangsangan termal, mekanik, kimia, ataupun elektrik. Selain itu, pengeluaran
mediator inflamasi juga dapat merangsang reseptor nyeri pada serabut yang
menghantarkan rasa nyeri (serabut aferen nosiseptif).
Ada beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati sakit gigi baik obat
sintesis maupun herbal. Obat sistesis diantaranya yaitu paracetamol, ibuprofen
dan asam mefenamat. Obat herbal diantaranya yaitu, bawang putih (Allium
62
sativum), cengkeh (Syzygium aromaticum L.) dan lidah buaya (Aloe vera). Selain
itu, untuk menunjang terapi farmakologi dapat dilakukan pembersihkan sela-sela
gigi, berkumur dengan campuran air hangat dan garam, serta mengompres pipi
dengan kompres dingin.
63
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
V.2 Saran
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang kami miliki pada makalah
ini. Oleh karena itu, mohon diberikan sarannya agar kami bisa membuat makalh
lebih baik lagi dan semoga makalh ini bisa bermanfaat bagi kita semua.
64
DAFTAR PUSTAKA
Ahyar, J., & Muzir. (2019). Kamus Istilah Ilmiah. Sukabumi: CV Jejak.
Andriani, I & Chairunnisa, F.A. (2019). Periodontitis Kronis dan Penatalaksaan Kasus
dengan Kuretase. Insisiva Denta Journal. Vol 8(1): 25-30.
Badan POM RI. (2012). Acuan Sediaan Herbal Volume 4 Edisi Pertama. Acuan Sediaan
Herbal, 1-78.
Badawi & Umrah. (2015). Makalah Kimia Farmasi “Analisis Kadar Analgetik
Antipiretik”. Sekolah Tinggi Kesehatan Bhakti Pertiwi Luwu Raya Palopo.
Brooks, G.F., Butel, J.S., Ornston, L.N., 2008. Jawets, Melnick & Adelberg
Mikrobiologi Kedokteran (terj.), Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta : 627-9.
Butt M.S., Sultan M.T., et al. 2009. Garlic: nature’s protection against physiological
threats. Criticial reviews in food science and nutrition. 49:6: 538-551.
Cobas A., Soria A., Martinez M., and Villamiel, M, 2010. A comprehensive survey of
garlic functionally. Nova Science Publishhers, Inc. 1-60.
65
Damayanti (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Penggunaan Obat
Analgetik pada Swamedikasi Nyeri Gigi di Masyarakat Kabupaten Sukoharjo.
Jurnal Ilmiah.
Dewani, F.N., Hendriyani, P., & Rusmana, W.E. (2021). Profil Penggunaan Obat
Antibiotika, Analgetika dan Antiinflamasi terhadap Pasien Rawat Jalan di Rumah
Sakit Gigi dan Mulut Kota X. Journal of Science, Technology, and
Entrepreneurship. Vol 3(1) : 8-15.
Diah., Widodorini, T., & Nugraheni, N.E. (2018). Perbedaan Angka Kejadian
Gingivitis antara Usia Pra-Pubertas dan Pubertas di Kota Malang. E-Prodenta
Journal of Densistry. Vol 2 (1): 108-115.
DiPiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM. (2008).
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Seventh edition. The McGraw-
Hill Companies. USA.
Efayanti, E., Susilowati, T., & Imamah, I. (2019). Hubungan Motivasi dengan Perilaku
Swamedikasi. Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 1(1), 21-32.
Endeis, A., dkk. (2021). Ensiklopedi Macam-macam Penyakit: Panu hingga Wasir
(Hemoroid). Yogyakarta: Hikam Pustaka.
Guyton A. C. Hall J.E. (2008). Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Ikatan Apoteker Indonesia. (2017). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia (Volume
51). Jakarta: PT Isfi Penerbitan/
66
Ikatan Apoteker Indonesia. (2019). ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia (Volume
52). Jakarta: PT Isfi Penerbitan
Limbong, M., dkk (2023). Farmakologi Sosial dan Pengelolaan Obat. Jakarta: Yayasan
Kita Menulis.
Meliala, L. (2004). Nyeri Keluhan yang Terabaikan: Konsep Dahulu, Sekarang, dan
Yang Akan Datang, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
Nelwan, R.H.H., Sudoyo, A.W. (2006). Demam : Tipe dan Pendekatan Dalam:, Editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keempat Jilid Ketiga. Jakarta: Pusat Penerbit
Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Noviani, Nita., dan Nurilawati, Vitri. (2017). Bahan Ajar Keperawatan Gigi
Farmakologi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Nurhapsari, A., dkk (2021). Efek Coenzyme Q10 terhadap Jumlah Sel Inflamasi pada
Model Tikus Pulpitis Akut. Syifa Medika. Vol 12(1): 65-71.
67
Penerbithellosehat.com (2021, 03 November). Manfaat Lidah Buaya untuk Sakit Gigi
dan Cara Menggunakannya. Diakses pada 26 Maret 2023, dari
https://hellosehat.com/gigi-mulut/gigi/lidah-buaya-untuk-sakit-gigi/.
Potter,P.A Perry, A.G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep Proses
dan Praktik Edisi 4. Jakarta: EGC.
Prianto H, et al., 2013. Isolasi dan Karakteristik Dari Minyak Bunga Cengkeh Syzigium
aromaticum) Kering Hasil Distilasi Uap. Kimia Student Journal, 1: 269-275.
Priantoro, C.T., dkk (2022). Farmakologi Keperawatan. Jakarta: Media Sains Indonesia.
Sapada, E., & Asmalinda, W. (2022). Buku Ajar Patofisiologi. Padang: CV Literrasi
Nusantara Abadi.
Sari, E.K., & Ariningpraja, R.T. (2021). Demam: Mengenal Demam dan Aspek
Perawatannya. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Sherwood, L. (2001). Fisiologi Manusia; dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Silbernagl &Lang. (2000). Pain in Color Atlas of Pathophysiology , Thieme New York.
320-321
68
Soedarmo, S., Garna, H., Hadinegoro, S., & Satari, H. (2008). Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis Edisi Kedua. Badan Penelitian IDAI.
Tjay, T.H., & Rahardja, K. (2013). Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya (Edisi ke-V). Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Widjaja, M.C. (2002). Mencegah & Mengatasi Demam pada Balita. Jakarta: Gramedia.
69