Anda di halaman 1dari 2

Cinta adalah Kesunyian

Florentino Ariza yang digambarkan sebagai lelaki dewasa selalu melamunkan dan
membayangkan pujaan hatinya bernama Fermina Daza.

Florentino selalu membayangkan sang pujaan hati selama hidupnya tanpa mau menjalani
kehidupannya yang sekarang menjadikannya terpuruk oleh perasaan cinta, hingga dirinya hidup
di dalam kesunyian.

Hingga suatu kali dalam perjalanannya dia bertemu dengan seorang wanita, sebuah cinta ia
dapatkan namun sayang cinta itu hanya sekejap dan menghilang begitu saja.

Florentino Ariza pun kembali terpuruk dan mulai membayangkan sang pujaan hati hingga yang
tertinggal hanyalah kensunyian.

Pengarang menitikberatkan gambaran dan bahasa sastra lama, kebahasaan yang sangat dijiwai
pengarang membuat para pembaca kagum, dan membuat para pembaca lebih terinpirasi.

Terutama pada diakhir-akhir alinea, mulai terlihat ciri pengarang yang menggambarkan cerita
dapat berakhir dengan hal apa pun, tidak harus sedih atau senang.

Cerpen ini menggambarkan abad 20-an, yang kemungkinan besar banyak pembaca sulit
membayangkan pada masa itu.

Mungkin tidak sedikit pembaca akan berhenti di lembar kedua, karena di masa kini sulit buat
memahami bacaan yang tinggi kebahasaannya.

Florentino Ariza yang digambarkan sebagai lelaki dewasa selalu melamunkan dan
membayangkan pujaan hatinya bernama Fermina Daza.

Florentino selalu membayangkan sang pujaan hati selama hidupnya tanpa mau menjalani
kehidupannya yang sekarang menjadikannya terpuruk oleh perasaan cinta, hingga dirinya hidup
di dalam kesunyian.

Hingga suatu kali dalam perjalanannya dia bertemu dengan seorang wanita, sebuah cinta ia
dapatkan namun sayang cinta itu hanya sekejap dan menghilang begitu saja.

Florentino Ariza pun kembali terpuruk dan mulai membayangkan sang pujaan hati hingga yang
tertinggal hanyalah kensunyian.

Pengarang menitikberatkan gambaran dan bahasa sastra lama, kebahasaan yang sangat dijiwai
pengarang membuat para pembaca kagum, dan membuat para pembaca lebih terinpirasi.

Terutama pada diakhir-akhir alinea, mulai terlihat ciri pengarang yang menggambarkan cerita
dapat berakhir dengan hal apa pun, tidak harus sedih atau senang.
Cerpen ini menggambarkan abad 20-an, yang kemungkinan besar banyak pembaca sulit
membayangkan pada masa itu.

Mungkin tidak sedikit pembaca akan berhenti di lembar kedua, karena di masa kini sulit buat
memahami bacaan yang tinggi kebahasaannya.

Anda mungkin juga menyukai