DISUSUN OLEH:
KATA PENGANTAR
Assalammua’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan,
namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengaharapkan kiritik dan saran
yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
Medan, 25-06-2023
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Museum Negeri Provinsi Sumatra Utara
Bangunan museum berdiri di atas lahan seluas 10.468 meter persegi, terdiri
dari bangunan induk dua lantai yang difungsikan sebagai ruang pameran tetap, ruang
pameran temporer, ruang audio-visual/ceramah, ruang Kepala Museum, tata usaha,
ruang seksi bimbingan, perpustakaan, ruang mikro film, ruang komputer, serta
gudang. Secara arsitektur, bentuk bangunan induk museum ini menggambarkan
rumah tradisional daerah Sumatera Utara. Pada bagian atap depan dipenuhi dengan
ornamen dari etnis Melayu, Batak Toba, Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan
Nias.
1.3 TUJUAN
Untuk mengingat kembali tentang bagaimana sejarah singkat gedung arca
Supaya kita bisa mengetahui peninggalan-peninggalan Koleksi yang dimiliki
oleh gedung arca
Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan yang terdapat koleksi yang dimiliki oleh
gedung arca
BAB II
PEMBAHASAN
Pada ruang pertama ini ditampilkan sejarah geologi mulai terbentuknya alam
semesta, pergeseran benua, dan Pulau Sumatera. Sejarah alam mengenai migrasi
manusia, sebaran flora dan fauna, juga mengenai kehidupan prasejarah. Koleksi yang
ditampilkan meliputi replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba,
diorama kehidupan prasejarah, serta beragam perkakas prasejarah.
Pada ruang pertama ini ditampilkan sejarah geologi mulai terbentuknya alam
semesta, pergeseran benua, dan Pulau Sumatera. Sejarah alam mengenai migrasi
manusia, sebaran flora dan fauna, juga mengenai kehidupan prasejarah. Koleksi yang
ditampilkan meliputi replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba,
diorama kehidupan prasejarah, serta beragam perkakas prasejarah.
Ruang ini menampilkan para pahlawan nasional yang berasal dari provinsi
Sumatera Utara, juga para mantan gubernur yang telah berjasa membangun dan
memajukan provinsi Sumatera Utara. Koleksi berupa foto-foto serta lukisan dari para
pahlawan dan mantan gubernur Sumatera Utara.
Koleksi
Sampai tahun 2005, Museum Sumatera Utara memiliki 6799 koleksi. Terdiri atas
replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba, diorama kehidupan prasejarah,
serta beragam perkakas prasejarah.
Komplek Museum Negeri Sumatera Utara berdiri di atas lahan seluas 10.468 meter
persegi. Halaman kanan kiri ditumbuhi bunga-bunga, area parkir yang cukup luas, sedangkan
bagian depan ditumbuhi rumput hijau. Dua buah meriam juga terdapat di halaman depan
museum. Atap bagian depan bangunan museum terdapat ornamen khas suku-suku yang ada
di Sumatera Utara : Nias, Melayu, Pak-Pak, Simalungun, Toba, Karo, dan Mandailing.
Sedangkan di dinding depan museum menggambarkan suku-suku dan pahlawan asal
Sumatera Utara.
Bangunan bagian tengah menjorok ke depan, lalu melebar ke samping kiri kanan dan masing-
masing menjorok ke belakang, membentuk formasi segi empat yang ditengahnya adalah area
terbuka dengan rerumputan hijau sebagai lantainya dan langit sebagai atapnya.
Sebagian besar koleksi Museum Negeri Sumatera Utara adalah benda-benda bersejarah
masyarakat Sumatera Utara, namun ada juga sebagian yang didatangkan dari daerah lain di
Indonesia dan titipan dari negara lain seperti Thailand.
Secara umum, ruang galeri museum terdiri dari : Ruang Masa Prasejarah,
Kebudayaan Sumatera Utara Kuno, Masa Kerajaan Hindu-Buddha, Masa Kerajaan Islam,
Masa Kolonialisme, Ruang Gubernur, dan Ruang Masa Perjuangan Kemerdekaan.
Masa Prasejarah menampilkan tentang sejarah terbentuknya alam semesta dan Pulau
Sumatera, sejarah alam tentang migrasi makhluk hidup serta kehidupan di masa prasejarah.
Diorama kehidupan prasejarah, replika hewan khas Sumatera, replika fosil manusia purba
dan ragam perkakas prasejarah ditambilkan dalam kotak-kotak kaca di tengah ruangan. Dari
ruang Prasejarah yang posisinya berada di tengah bagian depan bangunan museum,
pengunjung dapat mengunjungi ruang gubernur di sebelah kiri yang memuat foto-foto dan
biographi singkat tokoh- tokoh yang pernah memimpin Sumatera, dari Raja
Sisingamangaraja XII hingga Gubernur Sumatera Utara periode 2008-2013, Syamsul Arifin.
Dari ruang gubernur, ruangan selanjutnya adalah ruang masa perjuangan kemerdekaan.
Ruangan ini memanjang hingga ke belakang, memajang gambar-bambar dan keterangan
tentang perjuangan kemerdekaan seperti peristiwa Agresi Militer Belanda II dan peristiwa-
peristiwa perjuangan kemerdekaan di Sumatera lainnya. Terdapat juga lukisan-lukisan yang
menggambarkan suasa perjuangan masa lampau seperti lukisan berjudul Peristiwa Siantar
Hotel, Bumi Hangus Pangkalan Berandan, dan Memancing Senjata di Perairan Belawan.
Alam semesta
Massa Hindu-Bundha
Ruang islam memajang artefak dan replika berbagai peninggalan masa islam di
Sumatera Utara seperti Al Qur’an, naskah tua islam yang ditulis tangan, batu nisan bercorak
Batak, replika batu nisan dari makam islam di Barus. Ada juga replika masjid Azizi yang
terdapat di Tanjung Pura, Langkat – Sumatera Utara.
Suasan berganti saat memasuki ruang kolonialisme yang memajang benda-benda dan
foto yang memuat kehidupan masyarakat Sumatera Utara pada masa kolonialisme. Foto-foto
hitam putih yang menggambarkan aktifitas masyarakat di masa Kolonialisme terpampang di
tengah ruangan. Semakin lengkap dengan dekorasi warung dan toko obat di jaman dulu,
lengkap dengan patung penjual dan pembelinya.
Dari ruang kolonialisme, terdapat tangga yang menjadi akses untuk ke lantai dua. Lantai dua
memajang koleksi benda-benda masyarakat Sumatera Utara di masa lampau. Peralatan sehari-hari
ditampilkan disini seperti : peralatan dapur, perkebunan, berburu dan meramu, perdagangan,
transportasi, pertanian, pandai besi, perikanan, peternakan, hingga peralatan perang tradisional.
Abal-abal
Karenanya, rumah Allah ini tidak pernah sepi dari kunjungan umat baik untuk
beribadah atau sekedar ber itikaf siang atau malam, apalagi kalau saat-saat bulan Ramadhan
seperti ini pintu bangunan tua ini nyaris tidak ditutup selama 24 jam.
Masjid yang menjadi identitas Kota Medan ini, memang bukan sekedar bangunan
antik bersejarah biasa, tetapi juga menyimpan keunikan tersendiri mulai dari gaya arsitektur,
bentuk bangunan, kubah, menara, pilar utama hingga ornamen-ornamen kaligrafi yang
menghiasi tiap bagian bangunan tua ini. Masjid ini dirancang dengan perpaduan gaya
arsitektur Timur Tengah, India dan Eropa abad 18.
Peninggalan Sulthan Ma’moen lainnya yang hingga kini masih utuh bahkan menjadi
andalan objek wisata sejarah Medan adalah Istana Maimoon yang selesai dibangun 26
Agustus 1888 dan mulai dipakai 18 Mei 1891, dan berbagai bangunan tua lainnya seperti
residen pejabat kesulthanan, masjid dan ruang pertemuan yang tersebar di berbagai pelosok
bekas wilayah kesulthanan Melayu Deli- kini wilayah Kodya Medan, Kodya Binjai, Kab.
Langkat dan Kab Deli Serdang.
Masjid Raya Al-Mashun Medan, banyak dikagumi karena bentuknya yang unik tidak
seperti bangunan masjid biasa yang umumnya berbentuk segi empat. Masjid ini, dirancang
berbentuk bundar segi delapan dengan 4 serambi utama - di depan, belakang, dan samping
kiri kanan, yang sekaligus menjadi pintu utama masuk ke masjid.
Antara serambi yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh selasar kecil, sehingga
melindungi bangunan/ruang utama dari luar. Di bagian dalam masjid ini, ditopang oleh 8
buah pilar utama berdiameter 0,60 m yang menjulang tinggi dan langsung menjadi
penyangga kubah utama pada bagian tengah. Sedangkan 4 kubah lainnya berada di atas ke
empat serambi selain ditambah dengan 2 buah menara di kiri-kanan belakang masjid.
Kecuali itu, mimbar, keempat pintu utama dan 8 buah jendela serambi terbuat dari
ukiran kayu jenis merbau bergaya seni tinggi - terbukti hingga kini masih tetap utuh. Belum
lagi dengan ukiran dan hiasan ornamen khas Melayu Deli pada setiap sudut bangunan, yang
serta merta melahirkan nilai-nilai sakral religius yang teramat dalam bagi tiap orang yang
memasukinya.
Pada bulan Ramadhan seperti saat ini, suasana di Masjid Raya ini menjadi jauh lebih
semarak dibanding hari-hari biasa. Kegiatan ibadah tidak hanya berlangsung siang hari,
melainkan juga malam hari hingga menjelang waktu sahur. Hanya saja kalau siang disisi
dengan kegiatan muzakarah, diskusi tentang hukum sya’ri Islam, ceramah Ramadhan, dan
berbagai kegiatan pengkajian Islam lainnya.
Sedangkan, malam hari kegiatannya berupa shalat Tarawih dan Tadarrus Al-Qur’an
hingga larut malam malah sampai dini hari saat sahur tiba. Kecuali itu, untuk menghidupkan
suasana di komplek masjid, pengurus juga menyiapkan makanan bukaan setiap sore dengan
bahan dari sumbangan para dermawan dan masyarakat sekitar masjid. Makanan berbuka yang
disiapkan hingga 300 - 500 orang tersebut khusus bagi anak-anak yatim, gelandangan, dan
kaum musafir yang jauh dari rumahnya saat waktu berbuka tiba.
Masjid Al Mashun Medan atau lebih dikenal dengan Masjid Raya Medan terletak di
jantung kota Medan. Meski umurnya sudah lebih dari satu abad (berdiri tahun 1906), tapi
bangunan dan seluruh ornamennya masih saja utuh dan kuat. Warisan kerajaan Islam Melayu
Deli sampai sekarang masih sebagai kebanggaan masyarakat muslim Medan dan Sumatera
Utara. Masjid Raya Medan juga sebagai salah satu masjid bersejarah di Indonesia.
Makanya, Masjid Raya Medan ini selalu ramai dikunjungi umat baik untuk beribadah
atau sekedar ber itikaf siang atau malam, apalagi kalau saat-saat bulan Ramadhan seperti ini
pintu Masjid Raya Medan ini nyaris tidak ditutup selama 24 jam.
Di Istana Maimun
Istana Maimun, terkadang disebut juga Istana Putri Hijau, merupakan istana
kebesaran Kerajaan Deli. Istana ini didominasi warna kuning, warna kebesaran kerajaan
Melayu. Pembangunan istana selesai pada 25 Agustus 1888 M, di masa kekuasaan Sultan
Makmun al-Rasyid Perkasa Alamsyah. Sultan Makmun adalah putra sulung Sultan Mahmud
Perkasa Alam, pendiri kota Medan.
Sejak tahun 1946, Istana ini dihuni oleh para ahli waris Kesultanan Deli. Dalam
waktu-waktu tertentu, di istana ini sering diadakan pertunjukan musik tradisional Melayu.
Biasanya, pertunjukan-pertunjukan tersebut dihelat dalam rangka memeriahkan pesta
perkawinan dan kegiatan sukacita lainnya. Selain itu, dua kali dalam setahun, Sultan Deli
biasanya mengadakan acara silaturahmi antar keluarga besar istana. Pada setiap malam
Jumat, para keluarga sultan mengadakan acara rawatib adat (semacam wiridan keluarga).
Bagi para pengunjung yang datang ke istana, mereka masih bisa melihat-lihat koleksi
yang dipajang di ruang pertemuan, seperti foto-foto keluarga sultan, perabot rumah tangga
Belanda kuno, dan berbagai jenis senjata. Di sini, juga terdapat meriam buntung yang
memiliki legenda tersendiri. Orang Medan menyebut meriam ini dengan sebutan meriam
puntung.
Kisah meriam puntung ini punya kaitan dengan Putri Hijau. Dikisahkan, di Kerajaan
Timur Raya, hiduplah seorang putri yang cantik jelita, bernama Putri Hijau. Ia disebut
demikian, karena tubuhnya memancarkan warna hijau. Ia memiliki dua orang saudara laki-
laki, yaitu Mambang Yasid dan Mambang Khayali. Suatu ketika, datanglah Raja Aceh
meminang Putri Hijau, namun, pinangan ini ditolak oleh kedua saudaranya. Raja Aceh
menjadi marah, lalu menyerang Kerajaan Timur Raya. Raja Aceh berhasil mengalahkan
Mambang Yasid. Saat tentara Aceh hendak masuk istana menculik Putri Hijau, mendadak
terjadi keajaiban, Mambang Khayali tiba-tiba berubah menjadi meriam dan menembak
membabi-buta tanpa henti. Karena terus-menerus menembakkan peluru ke arah pasukan
Aceh, maka meriam ini terpecah dua. Bagian depannya ditemukan di daerah Surbakti, di
dataran tinggi Karo, dekat Kabanjahe. Sementara bagian belakang terlempar ke Labuhan
Deli, kemudian dipindahkan ke halaman Istana Maimun. Setiap hari, Istana ini terbuka untuk
umum, kecuali bila ada penyelenggaraan upacara khusus.
2. Lokasi
Istana ini terletak di jalan Brigadir Jenderal Katamso, kelurahan Sukaraja, kecamatan
Medan Maimun, Medan, Sumatera Utara.
3. Luas
Luas istana lebih kurang 2.772 m, dengan halaman yang luasnya mencapai 4 hektar.
Panjang dari depan kebelakang mencapai 75,50 m. dan tinggi bangunan mencapai 14,14 m.
Bangunan istana bertingkat dua, ditopang oleh tiang kayu dan batu Setiap sore, biasanya
banyak anak-anak yang bermain di halaman istana yang luas.
4. Arsitektur
Bangunan istana terdiri dari tiga ruang utama, yaitu: bangunan induk, sayap kanan
dan sayap kiri. Bangunan induk disebut juga Balairung dengan luas 412 m2, dimana
singgasana kerajaan berada. Singgasana kerajaan digunakan dalam acara-acara tertentu,
seperti penobatan raja, ataupun ketika menerima sembah sujud keluarga istana pada hari-hari
besar Islam. Dibangunan ini juga terdapat sebuah lampu kristal besar bergaya Eropa. Di
dalam istana terdapat 30 ruangan, dengan desain interior yang unik, perpaduan seni dari
berbagai negeri. Dari luar, istana yang menghadap ke timur ini tampak seperti istana raja-raja
Moghul.
5. Perencana
Ada beberapa pendapat mengenai siapa sesungguhnya perancang istana ini. Beberapa
sumber menyebutkan perancangnya seorang arsitek berkebangsaan Italia, namun tidak
diketahui namanya secara pasti. Sumber lain, yaitu pemandu wisata yang bertugas di istana
ini, mengungkapkan bahwa arsiteknya adalah seorang Kapitan Belanda bernama T. H. Van
Erp.
6. Renovasi
Istana ini terkesan kurang terawat, boleh jadi, hal ini disebabkan minimnya biaya
yang dimiliki oleh keluarga sultan. Selama ini, biaya perawatan amat tergantung pada
sumbangan pengunjung yang datang. Agar tampak lebih indah, sudah seharusnya dilakukan
renovasi, tentu saja dengan bantuan segala pihak yang concern dengan nasib cagar budaya
bangsa.
Di depan pintu masuk terdapat sebuah prasasti besar buatan Dinas Pariwisata Kota
Medan. Isinya rupanya penjelasan soal bangunan ini dan Legenda Meriam Puntung alias
meriam buntung.
Disebutkan, Meriam Puntung adalah penjelmaan dari adik Putri Hijau dari Kerajaan
Deli Tua bernama Mambang Khayali nan cantik jelita. Dia berubah menjadi meriam dalam
mempertahankan istana dari serbuan Raja Aceh yang ditolak pinangannya oleh Putri Hijau.
Akibat laras meriamnya yang terlalu panas karena menembak terus menerus, maka
akhirnya meriam pecah menjadi dua bagian. Ujung meriam yang merupakan bagian yang
satu, melayang dan menurut dongeng jatuh di Kampung Sukanalu, Kecamatan Barus Jahe,
Tanah Karo. Sedangkan bagian yang lain disimpan pada bangunan kecil di sisi kanan Istana
Maimun.
Wah! Legenda yang menarik. Saya pun jadi penasaran dan masuk ke bangunan
tersebut. Di dalamnya ada seorang ibu bernama Farida yang menjadi penunggu. Sementara,
pengunjung membayar uang sukarela Rp 3.000 untuk kebersihan.
Ruangannya sekitar 4x6 meter. Ada semacam altar dengan atap berbentuk rumah
Batak dan di bawahnya dibalut kain hijau. Di balik kain hijau itulah terdapat meriam
buntung. Nah rupanya, di bagian atas meriam ditabur aneka bunga-bunga. Menurut Farida,
masyarakat ada yang percaya meriam ini membawa berkah.
"Iya ini Meriam Puntung kalau orang ada kaul (punya impian-red), kemari hari Senin,
Kamis atau Jumat. Taruh bunga-bungaan," kata Farida yang suaminya masih keluarga
Kesultanan Deli.
Ah, terlepas dari kepercayaan dan legenda yang ada, Meriam Puntung adalah kisah
sejarah yang menarik. Sepotong kisah dari meriam yang sepotong juga, Meriam Puntung
menambah pengalaman menarik wisatawan yang mengunjungi Istana Maimun Medan.
Kampung kecil, dalam masa lebih kurang 80 tahun dengan pesat berkembang menjadi
kota, yang dewasa ini kita kenal sebagai kota Medan, berada di suatu tanah datar atau
MEDAN, di tempat Sungai Babura bertemu dengan Sungai Deli, yang waktu itu dikenal
sebagai “Medan Putri”, tidak jauh dari Jalan Putri Hijau sekarang.
Menurut Tengku Lukman Sinar, SH dalam bukunya “Riwayat Hamparan Perak” yang
terbit tahun 1971, yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus, nenek
moyang Datuk Hamparan Perak (Dua Belas Kota) dan Datuk Sukapiring, yaitu dua dari
empat kepala suku Kesultanan Deli.
John Anderson, seorang pegawai Pemerintah Inggeris yang berkedudukan di Penang,
pernah berkunjung ke Medan tahun 1823. Dalam bukunya bernama “Mission to the Eastcoast
of Sumatera”, edisi Edinburg tahun 1826, Medan masih merupakan satu kampung kecil yang
berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok Mesjid kampung
Medan, ada dilihatnya susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut
dugaannya berasal dari Candi Hindu di Jawa.
Menurut legenda, dizaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama kira-
kira 10 km dari kampung Medan, di Deli Tua sekarang seorang putri yang sangat cantik dan
karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana,
mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa.
Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan
permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh kedua saudara laki-laki Putri Hijau.
Sultan Aceh sangat marah karena penolakannya itu dianggap sebagai penghinaan terhadap
dirinya. Maka pecahlah perang antara kesultanan Aceh dan kesulatanan Deli.
Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera
mahkota yang menjelma menjadi meriam itu, meledak bagian belakangnya terlontar ke
Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo, kira-kira 5 km dari Kabanjahe.
Pangeran yang seorang lagi yang telah berubah menjadi seekor ular naga itu,
mengundurkan diri melalui satu saluran dan masuk ke dalam Sungai Deli, disatu tempat yang
berdekatan dengan Jalan Putri Hijau sekarang. Arus sungai membawanya ke Selat Malaka
dari tempat ia meneruskan perjalanannya yang terakhir di ujung Jambo Aye dekat Lok
Seumawe,Aceh.
Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam
kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh.
Ketika kapal sampai di ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara
untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya
sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan tuan Putri itu dikabulkan.
Tetapi, baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembus angin ribut yang maha dahsyat
disusul oleh gelombang-gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya
yang telah menjelma menjadi ular naga itu dengan menggunakan rahangnya yang besar itu,
diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.
Legenda ini sampai sekarang masih terkenal dikalangan orang-orang Deli dan
malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan
benteng dari Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedangkan sisa meriam, penjelmaan
abang Putri Hijau, dapat dilihat di halaman Istana Maimun, Medan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dari semua yang telah kami tulis, kami dapat menyimpulkan bahwa semua objek –
objek bersejarah yang kami kunjungi yaitu, mureum negri medan, masjid raya, istana
maimun.
2. Saran
3. Masalah waktu. Mungkin, masalah ini sudah tidak asing lagi dalam setiap
pelaksanaan studi tour. Apa yang menyebabkan terjadinya masalah waktu ?. Mungkin,
kurang terjadinya kordinasi dan kurang disiplinya semua pihak dalam menyusun jadwal
pemberangkatan ataupun jadwal pemberhentian. Kemudian, apa saja bentuk masalah waktu
tersebut ? masalah waktu tersebut diantaranya : tenggang waktu di daerah transit terlalu lama
sehingga menunda waktu pemberangkatan selanjutnya. Bijaknya, dalam pelaksanaan studi
tour, Kita semua harus sepandai – pandainya mengatur waktu baik itu jadwal
pemberangkatan maupun jadwal pemberhentian.
Demikian Kritik dan saran yang dapat kami sampaikan. Semoga saran dan kritik kami
dapat memberikan manfaat untuk semua pihak.