Anda di halaman 1dari 99

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN AL-FATHAH


BENGKULU DI APOTEK MEDIRA FARMA
17 Juli 2023 – 27 Agustus 2023

Oleh:
NANDA WAFIQ AZIZAH (21142041)
YURISKA FIRTI PEBRIANTI (21142072)

YAYASAN AL FATHAH PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN AL-FATHAH
BENGKULU 2023
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN AL-FATAH BENGKULU

DI APOTEK MEDIRA FARMA KOTA BENGKULU

TANGGAL : 17 JULI – 27 AGUSTUS 2023

NANDA WAFIQ AZIZAH (21142041)


YURISKA FIRTI PEBRIANTI (21142072)

Laporan ini telah dibaca dan disahkan pada:

Selasa, 27 Agustus 2023

oleh:

Pembimbing Lapangan, Pembimbing Akademik,


Apotek AR-24 Semarang, Stikes Al-Fatah Kota Bengkulu

Apt. Indah Permata Sari, S.Farm. Apt. Nurwani Purnama Aji, M.Farm.

Mengetahui:
Ketua Stikes Al-Fatah Bengkulu

Apt. Yuska Noviyanti, M.Farm.


NIDN/NIP/NIDK : 2008.07.002

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...............................................................................II
DAFTAR ISI........................................................................................................III
KATA PENGANTAR.........................................................................................IV
BAB 1......................................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.....................................................................................1
1.2 TUJUAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL).............................................3
1.3 MANFAAT PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL) :.......................................3
1.4 RUANG LINGKUP PRAKTIK KERJA LAPANGAN (PKL)...............................4
BAB II.....................................................................................................................5
2.1 PENGERTIAN APOTEK................................................................................5
2.2 KETENTUAN UMUM DAN PERATURAN PERUNDANG-UDANGAN APOTEK.5
2.3 PERUNDANG-UNDANGAN APOTEK............................................................7
2.4 TUGAS DAN FUNGSI INSTITUSI APOTEK....................................................7
2.5 PERSYARATAN PENDIRIAN INSTITUSI APOTEK..........................................8
2.6 TATA CARA PENDIRIAN APOTEK.............................................................15
2.7. PELAYANAN FARMASI KLINIK.................................................................28
2.8 DISPENSING..............................................................................................29
2.9. PERPAJAKAN............................................................................................35
2.10. PENGGOLONGAN OBAT............................................................................36
2.11. EVALUASI MUTU PELAYANAN.................................................................55
2.12. STRANDAR PENGEMBANGAN...................................................................55
BAB III..................................................................................................................57
3.1 WAKTU, TEMPAT DAN TEKNIS PELAKSANAAN.......................................57
3.2 TUJUAN PENDIRIAN APOTEK...................................................................57
3.3 PENGELOLAAN.........................................................................................58
3.4 SARANA DAN PRASARANA......................................................................60
3.5 PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN PERBEKALAN KESEHATAN
LAINNYA.............................................................................................................60
3.6 OBAT BEBAS.......................................................................................66
3.7 PEMBUKUAN.............................................................................................68
3.8 PELAPORAN..............................................................................................72
3.9 EVALUASI MUTU PELAYANAN.................................................................74
3.10 STRATEGI PENGEMBANGAN....................................................................74
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................77

iii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pelaksanaan dan
penyusunan Laporan Praktek Kerja Lapangan S1 Sekolah Tinggi
Kesehatan Al Fatah Kota Bengkulu angkatan 2021 di Apotek AR-24
Semarang Kota Bengkulu ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penulisan laporan ini merupakan suatu bentuk penanggung
jawaban terhadap Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Kesehatan Al Fatah Bengkulu. Penyelesaian Laporan
Praktik Farmasi klinis dan Komunitas ini tidak lepas dari bantuan doa
dari keluarga, rekan, relasi, dan teman-teman yang telah mendu kung
dan meluangkan waktu untuk ikut berpartisipasi.
Pada kesempatan kali ini tidak lupa penyusun mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Ibu Yuska Novyanty S.farm .M.farm.Apt selaku Ketua Yayasan
Stikes Al Fatah Bengkulu.
2. Ibu Apt.Aina fathqil haque, M.Farm.Apt selaku Ketua Prodi S1
Farmasi Klinis Dan Komunitas Sekolah Tinggi Kesehatan Al-
Fatah Kota Bengkulu.
3. Ibu Luky Dharmayanti S.Fram.M.Farm.Apt, Selaku Dosen
Pembina Praktek Kerja Lapangan.
4. Ibu Nurwani Purnama Aji, M.Farm., Apt. selaku dosen
pembimbing akademik kegiatan PKL yang telah membantu
mengarahkan dan membimbing dalam penyusunan laporan ini
5. Ibu Indah Permata Sari, S.Farm., Apt selaku pembimbing lapangan
kegiatan PKL di Apotek Medira Farma Kota Bengkulu

Bengkulu, 27 Agustus 2023

iv
Penulis

v
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2023 Tentang Kesehatan, Menyatakan Kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik,maupun sosial dan bukan sekedar terbebas dari penyakkit untuk
memungkinkannya hidup produktif, Sumber daya di bidang kesehatan adalah
segala sesuatu yang di perlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
yang di lakukan oleh pemerintah pusat,pemerintah daerah,dan/masyarakat.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah Tempat dan/atau alat yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan kepada
perseorangan ataupun masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif yang di lakukan oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2023).
Fasilitas Kesehatan yang dimaksud salah satunya adalah Apotek.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017 Apotek adalah sarana pelayanan Kefarmasian tempat dilakukan Praktik
Kefarmasian oleh Apoteker. Peran Tenaga Kefarmasian sangat dibutuhkan
dalam sarana Kesehatan terutama di bidang Apotek. Tenaga Kefarmasian
adalah tenaga yang melakukan pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek, Apoteker adalah Sarjana Farmasi
yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.

1
Tenaga Farmasi yang dihasilkan diharapkan terampil, terlatih dan
dapat mengembangkan diri baik sebagai pribadi maupun sebagai tenaga kerja
profesional berdasarkan nilai-nilai yang dapat menunjang upaya
pembangunan Kesehatan. Untuk itu, penyelenggaraan Pendidikan terutama
proses belajar mengajar harus ditingkatkan secara terus menerus baik Kualitas
maupun Kuantitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
memberikan pengalaman kerja kepada peserta didik melalui latihan kerja yang
disebut Praktik Kerja Lapangan (PKL).
Praktik Kerja Lapangan (PKL) Merupakan kegiatan yang bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas kemampuan para
mahasiswa yang akan menjadi tenga kerja nantinya. Praktik Kerja Lapangan
(PKL) sangat memberikan manfaat dan berperan bagi Mahasiswa dalam
menerapkan kompetensi pengetahuan teoritis yang telah didapat selama
menjalankan Pendidikan di Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) AL-FATAH
BENGKULU.
Kegiatan praktik kerja lapangan ini sebagai penjabaran disiplin ilmu
yang erat kaitannya dengan Kefarmasian sehingga Mahasiswa di harapkan
terampil dalam bidang Kefarmasian di Apotek sehingga setiap bagian dari
kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) tersebut berguna bagi mahasiswa
Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKES) AL-FATAH BENGKULU dan
memberikan pengalaman dalam mengetahui dan memahami tugas sebagai
Sarjana Farmasi di Apotek.
Apotek Medira Farma merupakan salah satu Tempat Praktik Kerja
Lapangan (PKL) yang direkomendasikan oleh Sekolah Tinggi Kesehatan
(STIKES) AL-FATAH BENGKULU sebagai Pelayanan Kesehatan yang
bermutu dan berkualitas baik agar mahasiwa mampu berperan sebagai Tenaga
Medis yang baik, teliti, dan kompeten.

2
1.2 Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL)
a. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini adalah dapat menghasilkan Tenaga
Teknis Kefarmasian yang professional, terampil, inovatif dan kreatif
dalam bidang pelayanan kefarmasian di Apotek.
b. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai dalam pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek adalah sebagai berikut :
1) Mengembangkan, memperluas dan memantapkan
keterampilan yang membentuk kemampuan Sarjana Farmasi
sebagai bekal untuk memasuki dunia kerja.
2) Mengetahui cara melakukan pelayanan kefarmasian yang baik
dan benar kepada masyarakat.
3) Mengaplikasikan Ilmu yang di dapat secara teori ke
masyarakat.
4) Mengetahui berbagai Peranan Sumber Daya Manusia Di
Apotek.
5) Mengetahui cara kerja manajemen kefarmasian di Apotek.
6) Mengetahui alur Pengelolaan perbekalan Farmasi Apotek.
7) Menumbuhkan sikap disiplin, mandiri, dan bertanggung jawab
agar menjadi tenaga kefarmasian yang professional.
1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan (PKL) :
a. Memberikan pengalaman untuk bisa menyesuaikan diri di dalam suatu
pekerjaan bidang kefarmasian secara baik dan benar.
b. Melatih calon Sarjana Farmasi agar mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja.
c. Dapat meningkatkan kualitas ilmu pengetahuan, keterampilan
pemahaman, kreativitas, serta kinerja praktik mahasiswa dalam
pelayanan kefarmasian di Apotek.

3
1.4 Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan (PKL)
a. Tempat Pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di Apotek Medira
Farma yang beralamatkan di Jln MT. Haryono No. 09 RT. 12 RW.04
Bengkulu.
b. Waktu Pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) di laksanakan pada tanggal 17
Juli-27 Agustus di mulai dari Pukul 09:00 WIB – 22:00 WIB.

4
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Pengertian Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang perubahan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, berdasarkan perubahan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia sebagaimana yang
dimaksud perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 9 Tahun 2017 tentang Apotek. (Depkes, Peraturan Mentri
Kesehatan nomor 09 Tahun 2017, 2016)
Apotek adalah sarana Pelayanan Kefarmasian tempat dilakukan
praktik Kefarmasian oleh Apoteker. Pengaturan Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kualitas Pelayanan Kefarmasian diApotek.
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga Kefarmasian dalam
memberikan Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.2 Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-Udangan Apotek.
1. Ketentuan Umum Apotek
a. Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
Kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan
lainnya kepada masyarakat.
b. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan
profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan peraturan
perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker.
c. Tenaga Teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian,yang terdiri
atas Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.

5
d. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada Apoteker,baik dalam bentuk kertas maupun
elektronik untuk menyediakan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan bagi pasien.
e. Sediaan Farmasi adalah obat,bahan obat,obat tradisonal,dan
kosmetika.
f. Perbekalan Kesehatan adalah semua bahan selain obat dan
peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan.
g. Alat kesehatan adalah bahan, instrumen apparatus, mesin implan
yang tidak mengandung obat yang dipergunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia
dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
h. Perlengkapan Apotek adalah semua peralatan yang dipergunakan
untuk melaksanakan kegiatan Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
i. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi Apoteker dalam
pekerjaan Kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
j. Medication record adalah catatan pengobatan setiap pasien.
k. Medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat
pemakaian obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan, yang
sebetulnya dapat dicegah.
l. Konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang
sistematik antara Apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan
memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan.
m. Pelayanan residensial (home care) adalah pelayanan Apoteker
sebagai care giver dalam Pelayanan Kefarmasian di rumah-rumah
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan
terapi kronis lainnya.

6
2.3 Perundang-Undangan Apotek
n. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Psikotropika.
o. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
p. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
q. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
r. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan
Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
s. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
t. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang Prekursor.
u. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
v. Permenkes Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang apotek.
2.4 Tugas dan Fungsi Institusi Apotek
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, Tugas dan Fungsi Apotek di antaranya:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan Apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan Kefarmasian.
c. Sarana yang digunakan utuk memproduksi dan distribusi sediaan farmasi
antara lain obat, bahan baku obat, obat tradisional, dan kosmetik.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan, pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional.

7
2.5 Persyaratan Pendirian Institusi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 14 Tahun 2021
disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan pendirian Apotek:
a. Persyaratan umum usaha
1) Apotek diselenggaran oleh pelaku usaha perorangan atau non
perorangan.
2) Pelaku usaha perorangan adalah apoteker.
3) Pelaku nonperorangan berupa perseroan terbatas,yayasan atau
koperaso, pelaku usaha nonperorangan melampirkan dokumen surat
perjanjian kerjasama dengan apoteker yang disahkan oleh notaris.
4) Data penanggung jawab teknis meliputi KTP,STRA, dan SIPA.
5) Bukti pembayaran pendapatan anggaran daerah (PAD).
6) Durasi pemenuhan persyaratan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak
pelaku usaha mengajukan permohonan.
7) Durasi pemberian izin Apotek paling lama 9 (sembilan) hari sejak
dokumen dinyatakan lengkap.
8) Izin Apotek berlaku mengikuti masa berlaku SIPA penanggung jawab,
maksimal 5 (lima) tahun.
9) Persyaratan perpanjangan/perubahan Izin Apotek, jika terjadi
Perubahan Apoteker penanggung jawab, perubahan nama Apotek,
perubahan alamat/lokasi, perubahan nama pelaku usaha:
a) Dokumen Izin Apotek yang berlaku
b) Data dokumen yang mengalami perubahan
c) Self assessment penyelenggaraan Apotek dan
d) Pelaporan terakhir.
10) Persyaratan perpanjangan Izin Apotek:
1) Dokumen izin Apotek yang berlaku
2) Seluruh dokumen persyaratan umum dan khusus
3) Self assessment penyelenggaraan Apotek dan
4) Pelaporan terakhir.

8
b. Pendiri apotek harus memenuhi persratan khusus, meliputi :
a) Peta lokasi.
b) Denah bangunan.
c) Daftar SDM.
d) Daftar sarana, prasarana dan peralatan.
c. Sarana
1) Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan dan komoditi lainnya di luar Sediaan Farmasi (misalnya di
pusat perbelanjaan, apartemen, perumahan) dengan tetap memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan dan rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota setempat. Apotek tidak berada di dalam lingkungan
Rumah Sakit.
2) Bangunan, sarana dan prasarana, peralatan dan pengaturan ruang
Apotek harus memperhatikan fungsi:
a) Keamanan, kesehatan, kenyamanan, kemudahan dalam
pemberian pelayanan.
b) Perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
termasuk penyandang disabilitas, anak-anak, dan lanjut usia.
c) Keamanan dan mutu obat, sediaan farmasi lain, alat kesehatan
dan BMHP dan komoditi lain yang dikelola.
3) Apotek paling sedikit memiliki ruang yang berfungsi ruang
penerimaan Resep, ruang pelayanan Resep dan peracikan, ruang
penyerahan Obat, ruang konseling, ruang penyimpanan Obat,
Sediaan Farmasi lain, Alat Kesehatan dan BMHP dan komoditi lain
dan ruang arsip beserta peralatannya yang mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek.
4) Apotek wajib memasang di dinding bagian depan bangunan, jelas
dan mudah dibaca berupa:
a. Papan nama Apotek yang memuat informasi paling sedikit
nama Apotek, nomor Izin Apotek dan alamat Apotek.

9
b. Papan nama praktik Apoteker yang memuat informasi paling
sedikit nama Apoteker, nomor SIPA dan jadwal praktik
Apoteker.
5) Bangunan, sarana, prasarana dan peralatan Apotek harus dalam
kondisi terpelihara dan berfungsi dengan baik mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
Apotek.
d. Struktur organisasi SDM dan SDM.
1) Struktur Organisasi SDM
Memiliki struktur organisasi SDM yang ditetapkan oleh
penanggungjawab Apotek. Struktur organisasi paling sedikit terdiri dari:
a) Informasi tentang SDM Apotek, meliputi:
- Apoteker penanggung jawab
- Direktur (untuk pelaku usaha nonperseorangan)
- Apoteker lain dan/atau TTK, asisten tenaga kefarmasian
dan/atau tenaga administrasi jika ada
- Tugas pokok dan fungsi masing- masing SDM Apotek.
b) Sumber Daya Manusia
1) Memiliki penanggung jawab teknis dengan kualifikasi
yaitu Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian, serta warga
Negara Indonesia.
2) Apoteker penanggung jawab dapat dibantu oleh Apoteker
lain dan/atau TTK, asisten tenaga kefarmasian dan/atau
tenaga administrasi.
3) Jumlah Apoteker dan tenaga lain disesuaikan dengan jam
operasional Apotek dan mempertimbangkan analisa beban
kerja.
4) Jika Apotek membuka layanan 24jam, maka harus
memiliki paling sedikit 2 (dua) orang Apoteker.
5) Seluruh Apoteker dan/atau TTK harus memiliki Surat Izin
Praktik.

10
6) Seluruh tenaga kefarmasian dan nonkefarmasian yang
bekerja di Apotek wajib bekerja sesuai dengan standar
profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan,
etika profesi, menghormati hak pasien, serta
mengutamakan mutu dan keselamatan pasien sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
e. Pelayanan
1) Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan dalam rangka
menjamin ketersediaan dan akses masyarakat terhadap Obat, sediaan
farmasi lain, Alat Kesehatan dan BMHP yang aman, bermutu dan
bermanfaat, dengan tujuan mencapai patient outcome dan menjamin
patient safety.
2) Apotek menyelenggarakan pelayanan kefarmasian berup:
1) Pengelolaan Obat, dan
2) Pelayanan farmasi klinis
3) Apotek juga dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian berupa
pengelolaan dan pelayanan sediaan farmasi lain, Alat Kesehatan dan
BMHP dan komoditi lain.
4) Apotek dapat memberikan Pelayanan Kefarmasian secara elektronik
(Telefarmasi) dan pengantaran obat.
5) Dalam melakukan pelayanan Telefarmasi secara jejaring, Apotek harus
bermitra dengan Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dalam
penggunaan sistem elektronik berupa retail online atau marketplace pada
fitur khusus kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
6) Pelayanan Kefarmasian di Apotek dilakukan berdasarkan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang ditetapkan oleh Menteri.
f. Persyaratan Produk/Proses/Jasa
Persyaratan produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha meliputi:
1) Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP dan komoditi lain yangdi
serah kanter keamanan, mutu dan khasiat/manfaatnya.

11
2) Alat Kesehatan yang dikelola sebagaimana yang tercantum dalam
peraturan yang ditetapkan oleh Menteri.
3) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
BMHP kepada pasien melalui:
a) Pelayanan resep
b) Pelayanan swamedikasi, hanya untuk obat bebas terbatas, obat
bebas, sediaan farmasi lain, Alat Kesehatan dan BMHP yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan dapat
diserahkan oleh Apoteker tanpa resep dokter.
c) Penyerahan kepada pasien disertai dengan pemberian pelayanan
farmasi klinis dalam rangka mencapai patient outcome dan
menjamin patient safety.
d) Pelayanan farmasi secara elektronik (telefarmasi) dapat dilakukan
untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan BMHP kecuali
narkotika dan psikotropika, sediaan injeksi dan implan KB.
e) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP kepada Apotek lain, puskesmas, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, dalam kondisi:
- Terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
BMHP di fasilitas distribusi.
- Terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan BMHP di fasilitas pelayanan kesehatan.
- Jumlah yang dapat disalurkan pada saat terjadi kelangkaan
dan/atau kekosongan paling banyak 1 (satu) Resep.
f) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
BMHP kepada dokter praktik mandiri dan klinik yang tidak
menyelenggarakan Pelayanan Kefarmasian hanya untuk obat darurat
medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
g) Apotek dapat menyerahkan Sediaan Farmasi dan BMHP kepada
bidan praktik mandiri hanya untuk pelayanan antenatal, persalinan,
normal, penatalaksanaan bayi baru lahir, nifas, keluarga berencana,

12
dan penanganan awal kasus kedaruratan kebidanan dan bayi baru
lahir sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
h) Apotek untuk melakukan kegiatan distribusi/penyaluran Obat
dan/atau melayani dan menyerahkan Obat dalam jumlah besar
g. Persyaratan jasa yang dihasilkan pelaku usaha meliputi:
1) Apotek dapat memberikan jasa pelayanan kefarmasian sesuai Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dan
2) Untuk jasa Pelayanan Kefarmasian yang diberikan kepada pasien dapat
ditambahkan biaya jasa pelayanan kefarmasian.
i. Penilaian kesesuaian dan pengawasan a Penilaian Kesesuaian.
1) Apotek termasuk risiko Tinggi, pelaku usaha harus memiliki NIB,
Sertifikat Standar dan izin usaha.
2) Penilaian kesesuaian Apotek dilakukan Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangan.
3) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di
wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan dan akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian, serta memperhatikan rasio
antara persebaran jumlah Apotek dibanding dengan jumlah penduduk.
4) Penilaian Kesesuaian Apotek dilakukan oleh Tim yang melibatkan:
a) Unit pelayanan perizinan berusaha kabupaten/kota.
b) Dinas kesehatan kabupaten/kota.
c) Dapat melibatkan organisasi profesi.
5) Mekanisme Penilaian Kesesuaian Apotek dilakukan dengan cara:
Pengecekan administrasi, dapat dilakukan melalui sistem elektronik.
Pengecekan lapangan, dilakukan melalui kunjungan/verifikasi lapangan
dan/atau secara virtual.
6) Sertifikat Standar Apotek dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota setelah hasil penilaian kesesuaian sebagai persetujuan
untuk mengeluarkan Izin Apotek.
7) Sertifikat Standar Apotek digunakan sebagai dasar bagi Unit Pelayanan
Perizinan Berusaha Kabupaten/Kota untuk menyampaikan notifikasi pada

13
Sistem OSS untuk mengeluarkan Izin Apotek.
w. Pengawasan
1) Pengawasan dimaksudkan untuk review penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian di Apotek.
2) Pengawasan dilakukan sejak Izin Apotek diperoleh.
3) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota termasuk Puskesmas melakukan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Apotek, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
4) Dalam melakukan pengawasan, dapat mengikutsertakan
Kementerian/Lembaga terkait, organisasi profesi, dan sektor terkait.
5) Pengawasan dilakukan melalui:
a) Pengecekan langsung lapangan secara rutin maksimal
sebanyak 1 (satu) kali dalam setahun.
b) Pengecekan langsung lapangan secara insidental jika ada indikasi
pelanggaran berdasarkan pengaduan masyarakat.
c) pelaporan pelaku usaha.
d) Pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan
pelayanan kefarmasian.
e) Dalam rangka pengawasan, penanggung jawab Apotek wajib
untuk:
- Melakukan Registrasi Apotek paling lambat 3 (tiga) bulan
setelah mendapatkan Izin Apotek.
- Menyampaikan self assessment penyelenggaraan Apotek 1
(satu) kali dalam setahun.
- Menyampaikan Laporan pelayanan kefarmasian setiap bulan.
- Menyampaikan Laporan pemasukan dan
penggunaan narkotika dan psikotropika setiap bulan.
- Laporan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

14
2.6 Tata Cara Pendirian Apotek
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi :
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran.
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat
dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
b. Bangunan
1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan,
dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta
perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat, anak-anak, dan orang lanjut usia.
2) Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
3) Bangunan bersifat permanen, dapat merupakan bagian dan/atau
terpisah dari pusat perbelanjaan, kontrakan, rumah toko, rumah
kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
c. Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang
berfungsi:
1) Penerimaan Resep.
2) Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas).
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
4) Konseling.
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.
6) Arsip
d. Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas :
1) Instalasi air bersih
2) Instalasi listrik
3) Sistem tata udara
4) Sistem proteksi kebakaran.

15
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian meliputi rak obat, alat peracikan, bahan
pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan
mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai
dengan kebutuhan. Catatan mengenai riwayat penggunaan Sediaan Farmasi
atau Alat Kesehatan atas permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan
Apoteker yang diberikan kepada pasien.
a. Ketenagaan, meliputi:
1) Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan Apotek
dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian
atau tenaga administrasi.
2) Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana wajib
memiliki surat izin praktik sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang- undangan.
a. Surat Izin Apotek
1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.
2) Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
3) Izin berupa SIA (Surat Izin Aporik).
4) SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
5) Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus memenuhi persyartan sebagai
berikut :
a. Mengajukan permohonan tertulis kepada pemerintah
Daerah, Kabupaten/Kota.
b. Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administrative meliputi :
1) Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
2) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker (NPWP)
4) Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan

16
5) Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
c. Kelengkapan dokumen administratif Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk melakukan
pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek Paling lama dalam
waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan dan
dinyatakan telah memenuhi.
d. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas :
1) Tenaga kefarmasian
2) Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan
prasarana.
e. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan
setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
f. Lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dinyatakan memenuhi
persyaratan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dan Organisasi Profesi.
g. Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi
persyaratan, harus mengeluarkan surat penundaan paling lama
dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
h. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi
persyaratan pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat
dalam waktu 1 (satu) bulan sejak surat penundaan diterima.
i. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan
maka Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat
Penolakan.

17
j. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan
SIA melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat
menyelenggarakan Apotek dengan menggunakan BAP sebagai
pengganti SIA.
1) Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka
penerbitannya bersama dengan penerbitan SIPA untuk
Apoteker pemegang SIA.
2) Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA.
b. Perubahan Izin
Menurut Permenkes RI No. 9 Tahun 2017 perubahan izin meliputi :
6) Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat
dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama
Apotek harus dilakukan perubahan izin.
7) Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang
SIA, atau nama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
8) Terhadap Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang
sama atau perubahan nama Apotek tidak perlu dilakukan pemeriksaan
setempat oleh tim pemeriksa.
9) Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan
perubahan alamat dan pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang
SIA.
c. Penyelenggaraan
Apotek menyelenggarakan fungsi :
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
b. Pelayanan farmasi klinik, termasuk dikomunitas.
c. Apotek hanya dapat menyerahkan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai kepada :
1) Apotek lainnya

18
2) Puskesmas
3) Instalasi Farmasi Rumah Sakit
4) Instalasi Farmasi Klinik
5) Dokter
6) Bidan Praktik Mandiri
7) Pasien
8) Masyarakat.
d. Penyerahan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
pakai hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal :
1) Terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi.
2) Terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
e. Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
f. Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas :
1) Papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan alamat.
2) Papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit
informasi mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan jadwal
praktik Apoteker.
g. Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau
dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca.
h. Jadwal praktik Apoteker harus berbeda dengan jadwal praktik Apoteker
yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain.
i. Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai
dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan,
etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan
pasien.

19
j. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin
ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
k. Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung jawab dan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat.
l. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka
Apoteker dapat mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang
sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan
dokter dan/atau pasien.
m. Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek atau pasien
tidak mampu menebus obat yang tertulis di dalam Resep, Apoteker dapat
mengganti obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk
pemilihan obatlain.
n. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat kekeliruan atau
tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis Resep.
o. Apabila dokter penulis Resep tetap pada pendiriannya, maka Apoteker
tetap memberikan pelayanan sesuai dengan Resep dengan memberikan
catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai dengan pendiriannya.
p. Pasien berhak meminta salinan resep dan salinan resep harus disahkan
oleh Apoteker.
q. Salinan Resep sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
r. Resep bersifat rahasia dan harus disimpan di Apotek dengan baik paling
singkat 5 (lima) tahun.
s. Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter penulis
Resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat pasien, petugas
kesehatan atau petugas lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
t. Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek menggunakan surat
pesanan yang mencantumkan SIA.
u. Surat pesanan harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA dengan

20
mencantumkan nomor SIPA.
v. Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan dan asuransi lainnya.
d. Pencabutan Izin Institusi Apotek
Setiap Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Sesuai dengan Keputusan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2021 Pencabutan Izin Apotekdapat
dilaksanakan setelah dikeluarkannya:
a. Izin Apotek dapat dicabut berdasarkan:
1) Kehendak pelaku usaha.Temuan pelanggaran.
2) Masa berlaku habis.
b. Dalam hal Izin Apotek dicabut, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan
Pelaku usaha wajib melakukan:
1) Pengamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan BMHP di
Apotek. Pengamanan dilakukan dengan cara pengalihan
tanggung jawab kepada Apoteker lain yang memiliki SIPA
dan/atau kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang
berwenang menggunakan berita acara disertai penyerahan:
a) Dokumen Resep, resep narkotika dan resep psikotropika.
b) Data obat narkotik dan psikotropik, yang
dilengkapi dengan daftar jenis dan jumlah
c) Data obat keras dan/atau obat keras tertentu, yang
dilengkapi dengan daftar jenis dan jumlah,
d) Data Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan
BMHP lainnya.
e) Dokumen pengadaan (surat pesanan).
f) Dokumen pelaporan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian.
2) Pencabutan Sertifikat Standar Apotek.
3) Pengajuan penghapusan data Registrasi Apotek.

21
e. Pengelolaan Sumber Daya Kefarmasian
f. Sumber Daya Manusia
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan praktik. Dalam melakukan
Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi kriteria :
1) Persyaratan administrasi
a) Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang
terakreditasi
b) Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c) Memiliki sertifikat kompetensi yang masihberlaku
d) Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2) Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3) Wajib mengikuti pendidikan Pengembangan Profesional
Berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD) dan
mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.
4) Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan
pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop,
pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5) Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang-undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik)
yang berlaku.
Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang Apoteker harus
menjalankan peran yaitu :
1) Pemberi Layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi
dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada
sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan.
2) Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil
keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara

22
efektif dan efisien.
3) Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun
profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh
karena itu harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
4) Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi
pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan
mengkomunikasikan dan mengelola hasil keputusan.
5) Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6) Pembelajar Seumur Hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD).
7) Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan
Kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian.Sarana dan Prasarana meliputi
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah diakses oleh
masyarakat. Apotek dapat menjamin mutu sediaan farmasi,alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai serta kelancaran praktik
pelayanan kefarmasian.
Apotek memiliki sarana yang memiliki fungsi:
1)Ruang penerimaan Resep.
Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat

23
penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set
komputer. Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.
2)Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas).
Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan
secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan.
Di ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan
peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,
sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer
ruangan, blanko salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur
agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat
dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
3) Ruang penyerahan Obat .
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan Obat yang
dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.
4) Ruang konseling.
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja
dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster,
alat bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan
pengobatan pasien.
5) Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai.
Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,
temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi
dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari
pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika,
lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu dan kartu suhu.

24
6) Ruang arsip.
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang
berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka
waktu tertentu.(Peraturan Menteri kesehatan Nomor 35 Tahun 2014).
g. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Habis Pakai
Berdasarkan Permenkes RI No. 73 Tahun 2016 tentang Setandar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek yaitu : Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan. (Depkes, Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73 Tahun 2016)
10) Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
11) Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
12) Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang
tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
13) Penyimpanan
a) Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru.
Wadah sekurang- kurangnya memuat nama Obat, nomor batch

25
dan tanggal kadaluwarsa.
b) Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang
sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
c) Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
d) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk
sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
e) Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First
Out) dan FIFO (First In First Out).
14) Pemusnahan dan Penarikan
a) Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan.
b) Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di
Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang
dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c) Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan
dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
d) Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM

26
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan
kepada Kepala BPOM.
e) Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh
Menteri.
15) Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan
cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurangkurangnya memuat nama
Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan
sisa persediaan.
16)Pencatatan dan Pelaporan.
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan
(nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk
kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan
lainnya.Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan
pelaporan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

27
2.7. Pelayanan Farmasi Klinik
2.7.1. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi :
a. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon
dan paraf
c. Tanggal penulisan Resep
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi :
1) Bentuk dan kekuatan sediaan
2) Stabilitas
3) Kompatibilitas
4) (ketercampuran Obat)
d. Pertimbangan klinis meliputi:
1) Ketepatan indikasi dan dosis Obat.
2) Aturan, cara dan lama penggunaan Obat.
3) Duplikasi dan/atau polifarmasi.
4) Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain).
5) Kontra indikasi
6) Interaksi.
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
Apoteker harus menghubungi dokter penulis Resep. Pelayanan Resep dimulai
dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat,
pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan Resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan pemberian
Obat (medication error).
Petunjuk teknis mengenai pengkajian dan pelayanan Resep akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. Pelayanan farmasi klinik di Apotek

28
merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian yang langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil
yang pasti untuk meningkat Pelayanan farmasi klinik meliputi :
a. Pengkajian dan pelayanan Resep
b. Dispensing
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
d. Konseling
e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
2.8Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian
informasi Obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai
berikut :
1) Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep :
1) Menghitung kebutuhan jumlah Obat sesuai dengan Resep
2) Mengambil Obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama Obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
Obat.
2) Melakukan peracikan Obat bila diperlukan.
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :
1) Warna putih untuk Obat dalam/oral
2) Warna biru untuk Obat luar dan suntik
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi
atau emulsi kan kualitas hidup pasien.
4) Memasukkan Obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk Obat
yang berbeda untuk menjaga mutu Obat dan menghindari penggunaan
yang salah. Setelah penyiapan Obat dilakukan hal sebagai berikut :
1) Sebelum Obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket,

29
cara penggunaan serta jenis dan jumlah Obat (kesesuaian antara
penulisan etiket dengan Resep)
2) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
4) Menyerahkan Obat yang disertai pemberian informasi Obat
5) Memberikan informasi cara penggunaan Obat dan hal-hal yang
terkait dengan Obat antara lain manfaat Obat, makanan dan
minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara
penyimpanan Obat dan lain-lain
6) Penyerahan Obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara
yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin
emosinya tidak stabil
7) Memastikan bahwa yang menerima Obat adalah pasien atau
keluarganya
8) Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh
Apoteker (apabila diperlukan)
9) Menyimpan Resep pada tempatnya
10) Apoteker membuat catatan pengobatan pasien. Apoteker di Apotek
juga dapat melayani Obat non Resep atau pelayanan
swamedikasi.
Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan Obat non Resep untuk penyakit ringan dengan
memilihkan Obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
2.8.1 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
Apoteker dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak
memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas
dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan

30
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui,
efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau
kimia dari Obat dan lain-lain. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di
Apotek meliputi :
a. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
b. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
c. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
d. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi
e. Melakukan penelitian penggunaan Obat
f. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
g. Melakukan program jaminan mutu.
Pelayanan Informasi Obat harus didokumentasikan untuk membantu
penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan Informasi Obat :
a. Topik Pertanyaan
b. Tanggal dan waktu Pelayanan Informasi Obat diberikan
c. Metode Pelayanan Informasi Obat (lisan, tertulis, lewat telepon)
d. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, informasi lain seperti
riwayat alergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium)
e. Uraian pertanyaan
f. Jawaban pertanyaan
g. Referensi
h. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, pertelepon) dan data
Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
2.8.2 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,
kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam

31
penggunaan Obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Untuk mengawali konseling, Apoteker menggunakan three prime
questions. Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu
dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.Apoteker harus
melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami
Obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling :
1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati
dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui)
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya : TB,
DM, AIDS, epilepsi).
3) Pasien yang menggunakan Obat dengan instruksi khusus
(penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off).
4) Pasien yang menggunakan Obat dengan indeks terapi sempit
(digoksin, fenitoin, teofilin).
5) Pasien dengan polifarmasi pasien menerima beberapa Obat untuk
indikasi penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk
pemberian lebih dari satu Obat untuk penyakit yang diketahui dapat
disembuhkan dengan satu jenis Obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling :
1) Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan Obat melalui Three
Prime Questions, yaitu :
a) Apa yang disampaikan dokter tentang Obat Anda?
b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian Obat
Anda?
c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang
diharapkan setelah Anda menerima terapi Obat tersebut?
Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan Obat.

32
3) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan
masalah penggunaan Obat.
4) Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien
Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda
tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi
yang diberikan dalam konseling.
2.8.3 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah,
khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit
kronis lainnya.
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh
Apoteker, meliputi :
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan.
2) Identifikasi kepatuhan pasien.
3) Pendampingan pengelolaan Obat dan/atau alat kesehatan di rumah,
misalnya cara pemakaian Obat asma, penyimpanan insulin.
4) Konsultasi masalah Obat atau kesehatan secara umum.
5) Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan Obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien.
6) Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah.
2.8.4 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien
mendapatkan terapi Obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
1) Kriteria pasien :
1) Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
2) Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
3) Adanya multidiagnosis.
4) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.

33
5) Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
6) Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi
Obat yang merugikan.
2) Kegiatan :
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria.
2) Mengambil data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan
pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan
Obat dan riwayat alergi melalui wawancara dengan pasien atau
keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain.
3) Melakukan identifikasi masalah terkait Obat. Masalah terkait
Obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi,
pemberian Obat tanpa indikasi, pemilihan Obat yang tidak
tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi
Obat yang tidak diinginkan atau terjadinya interaksi Obat.
4) Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien
dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi
akan terjadi.
5) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi
rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian
efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
6) Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang
telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan
tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
7) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat.
2.8.5 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi
atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan :
1) Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi

34
mengalami efek samping Obat.
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat.
Faktor yang perlu diperhatikan :
1) Kerjasama dengan tim kesehatan lain.
2) Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
2.9. Perpajakan
Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutama oleh
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Macam-
macam pajak meliputi :
2.8.1 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
PPN merupakan pajak tidak langsung dimana pajak
terhutang dihitung atas pertambahan nilai yang ada. Dalam metode
ini, PPN dihitung dari selisih pajak pengeluaran dan pajak
pemasukan. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan pada saat
pembelian obat dari PBF sebesar 11%. Setiap transaksi PBF
menyerahkan faktur pajak kepada Apotek sebagai bukti bahwa
Apotek telah membayar PPN.
2.9.1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak atas tanah
dan bangunan Apotek, besarnya pajak ditentukan oleh luas tanah
dan bangunan Apotek.
2.9.2. Pajak Reklame
Pajak reklame adalah pajak yang dibebankan pada Apotek
yang memasang reklame. Besar pajak reklame tergantung jenis
papan reklame, ukuran, jumlah iklan, dan wilayah pemasangan
reklame. Bila iklan Apotek < 25% dari reklame pabrik, Apotek
tidak dibebani membayar pajak reklame (Sutantiningsih,
2005).Pajak ini dibayarkan satu tahun sekali.

35
2.10. Penggolongan Obat
a. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dapat diserahkan secara bebas dan
tanpa resep dokter. Merupakan obat yang paling “aman”, boleh
digunakan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan
yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat
dilakukan sendiri oleh penderita atau self medication (penanganan
sendiri). Obat ini telah digunakan dalam pengobatan secara ilmiah
(modern) dan terbukti tidak memiliki risiko bahaya yang
mengkhawatirkan.
Obat bebas dapat dibeli secara bebas tanpa resep dokter, baik di
Apotek, counter obat di supermarket/toko swalayan, toko kelontong,
bahkan di warung, disebut juga obat OTC (Over the Counter).Penderita
dapat membeli dalam jumlah yang sangat sedikit, seperlunya saja saat
obat dibutuhkan. Jenis zat aktif pada obat bebas relatif aman sehingga
penggunaanya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama
diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena
itu sebaiknya obat bebas tetap dibeli bersama kemasannya.
Berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang
tanda khusus untuk obat bebas dan obat bebas terbatas. Pada
kemasannya terdapat tanda lingkaran hijau bergaris tepi hitam.
Contoh golongan obat bebas: Sanmol, Mylanta, Tempra syr,
Sanmag.
Bodrex.

Gambar 1. Logo Obat Bebas

36
b. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan
kepada pasien yang pemakainya tanpa resep dokter bila memenuhi
syarat sebagai berikut :
1) Obat tersebut hanya boleh dalam bungkus asli dari pabrik
atau pembuatnya.
2) Pada penyerahan oleh penjual harus mencantumkan tanda
peringatan P1-P6.
3) Tanda peringatannya berwarna hitam berukuran panjang 5
cm dan lebar 2 cm memuat pemberitahuan warna putih
sebagai berikut.
Contoh :

P No 1 : Contohnya diantaranya seperti : Tablet Decolgen, Neozep.


Paramex, Actifed, Bodrex, Antimo, Procold, Stop Cold, Vicks
Formula 44 DT.

P No 2 : Contohnya diantaranya seperti :Betadine Obat Kumur,


Enkasari, Listerine, Alphadine, Gargarisma Kan, Hexadol, Tanflex.

37
P No 3 : Contohnya diantaranya seperti :Neo Ultrasiline,
Kanesten, Daktarin, Erphamazo, Caladine lotion, Tinctura Jodii, Insto,
Rohto.

P No 4 : Contohnya diantaranya seperti : serbuk untuk penyakit


bengek untuk dibakar yang mengandung Scopolaminum, Sigaret
Asma, Rokok Asma, Decoderm, Neoidoine.

P No 5 : Contohnya diantaranya seperti: Rivanol kompres,


Nebacetin Powder, Ovula Sulfanilamidum, Dulcolax Suppositoria.

P No 6 : Contohnya diantaranya seperti : Suppositoria untuk obat


wasir, Anusol, Laxarex, Anusol.
Gambar 2. Logo Obat Bebas Terbatas

38
c. Obat Keras
Berdasarkan Keputusan Menkes RI Nomor
02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus obat keras pada
kemasannya terdapat tanda lingkaran merah bergaris tepi hitam
dengan tulisan huruf K di dalamnya.
Obat keras atau obat daftar G dari bahasa Belanda (Gevaarlijk =
berbahaya), maksudnya obat dalam golongan ini berbahaya ketika
pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter. Menurut Kepmenkes RI
yang menetapkan bahwa obat-obat yang termasuk dalam golongan
obat keras adalah sebagai berikut :
1) Yaitu semua obat yang ada pada bungkus luarnya telah disebutkan
bahwa obat itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.
2) Mempunyai takaran maksimum yang tercantum dalam obat keras.
3) Diberi tanda khusus lingkaran, bulat berwarna merah dengan garis
tepi Obat berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis
tepi.
4) Baru kecuali dinyatakan lain Departeman Kesehatan
tidak membahayakan.
5) Semua sediaan parenteral.
6) Semua obat keras yang tercantum dalam daftar obat keras. Contoh
golongan obat keras: Nevodio, Amlodipine, Digoxin, Clonidin,
Amoxan, Cefadroxil.

Gambar 3. Logo Obat Keras

39
d. Obat Generik
Obat yang penamaannya didasarkan pada zat aktif yang terdapat
pada obat tersebut dan mempergunakan merek dagang. Obat generik
adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan dalam
Farmakope
Indonesia dan Internasional Nonproprietary Name (INN) untuk zat
berkhasiat yang dikandungnya. Selain itu obat generik dapat juga
merupakan obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar
royalti.
Ada dua jenis obat generik yaitu : Obat generik bermerek dagang
dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat
aktifnya.
1) Obat Generik Bermerek
Kandungan zat aktif itu diberi nama (merek). Zat aktif
amoxicillin misalnya, oleh pabrik ”A” diberi merek ”inemicillin”,
sedangkan pabrik ”B” memberi nama ”gatoticilin” dan seterusnya,
sesuai keinginan pabrik obat. Dari berbagai merek tersebut, bahannya
sama : Amoxicillin, Lansoprazole.
2) Obat Generik Berlogo (OGB)
Merupakan program Pemerintah Indonesia yang diluncurkan
pada 1989 dengan tujuan memberikan alternatif obat bagi masyarakat,
yang dengan kualitas terjamin, harga terjangkau, serta ketersediaan
obat yang cukup.
Tujuan OGB diluncurkan untuk memberikan alternatif obat yang
terjangkau dan berkualitas kepada masyarakat. Soal mutu, sudah tentu
sesuai standar yang telah ditetapkan karena diawasi secara ketat oleh
Pemerintah. Hanya bedanya dengan obat bermerek lain adalah OGB ini
tidak ada biaya promosi, sehingga harganya sangat terjangkau dan
mudah didapatkan masyarakat.

40
OGB diproduksi hanya oleh beberapa industri farmasi
BUMN.Ketika OGB pertama kali diluncurkan, Kemenkes RI
gencar melakukan sosialisasi OGB sampai ke desa-desa. Saat ini
program sosialisasi ini masih berjalan walaupun tidak segencar
seperti pada awal kelahiran OGB.Pada awalnya, produk OGB ini
diproduksi untuk memenuhi kebutuhan obat institusi kesehatan
pemerintah dan kemudian berkembang ke sektor swasta karena
adanya permintaan dari masyarakat.
Obat Generik Berlogo (OGB) mudah dikenali dari logo
lingkaran hijau bergaris-garis putih dengan tulisan “Generik”
dibagian tengah lingkaran. Logo tersebut menunjukan bahwa OGB
telah lulus uji kualitas, khasiat dan keamanan. Sedangkan garis-
garis putih menunjukkan OGB
dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.
Penyimpanan obat generik disimpan dalam lemari khusus
generik yang terdapat di ruangracik dan di simpan disusun
menurut alfabetis.
Pelaporan Obat Generik dilakukan setiap bulan dibuat
rangkap 4 ditujukan kepada Dinkes kota dengan tebusan.
a) Dinkes Provinsi.
b) Balai POM.
c) Arsip Apotek.
Contoh obat generik berlogo: Aciclovir, Ramipril,
Prednisone, Allopurinol.

Gambar 4. Logo Obat Generik

41
e. Narkotika
Logo narkotika pada kemasannya terdapat tanda medali
berwarna merah di atas lingkaran putih dan garis tepi merah. Menurut
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan.
Obat golongan ini hanya boleh diperjual belikan di Apotek dengan resep
dokter, dengan menunjukkan resep asli dan resep dan dapat diulang dengan ditebus di
Apotek yang sama. Tiap bulannya Apotek wajib melaporkan pembelian dan
penggunannya kepada pemerintah. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perubahan Penggolongan Narkotika dibagai
3 golongan yakni. (Depkes, Undang Undang Republik Indonesia nomor 35 Tahun
2009, 2009)
a. Narkotika Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan. Contoh : Opium, Kokain, Heroin, Ganja, Amfetamin,
Asetil fentanil dan lain-lain.
b. Narkotika Golongan II
Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan dalam
pilihan terakhir dan akan digunakan dalam terapi atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi tinggi
menimbulkan ketergantungan. Contoh: Alfasetilmetadol,
Alfameprodina, Alfametadol, Kodoksima, Metadona, Morfin, Pethidin
dan lain-lain.

42
c. Narkotika Golongan III
Narkotika yang digunakan dalam terapi/pengobatan dan
untuk pengembangan pengetahuan serta menimbulkan potensi
ringan serta mengakibatkan ketergantungan. Contoh:
Asetildihidrokodeina, Etilmorfina, Dekstropropoksifena, Kodeina,
Propiram dan lain-lain.
Secara garis besar pengelolaan narkotika antara lain meliputi :
1) Pemesanan Narkotika
Apotek memesan narkotika ke PBF Kimia Farma dengan
menggunakan surat pesanan (SP) yang ditanda tangani oleh
apoteker pengelola apotek dengan dilengkapi nama jelas, nomor
SIK, SIA, dan stempel apotek, dimana untuk 1 lembar SP hanya
untuk 1 macam narkotika saja.
2) Penyimpanan Narkotika
PerMenKes No.03/MenKes/Per/2015 tentang tata cara
penyimpanan Narkotika menyebutkan bahwa apotek harus
memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika yang
memenuhi persyaratan yaitu :
a) Tempat penyimpanan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dapat berupa gudang, ruangan, atau
lemari khusus.
b) Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk
menyimpan barang selain Narkotika.
c) Tempat penyimpanan Psikotropika dilarang digunakan
untuk menyimpan barang selain Psikotropika.
d) Tempat penyimpanan Prekursor Farmasi dalam bentuk
bahan baku dilarang digunakan untuk menyimpan barang
selain Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku.
e) Dibagi 2 masing-masing dengan kunci yang berlainan.

43
Bagian 1 digunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan
garam-garamnya serta persediaan narkotika. Bagian 2 digunakan
untuk menyimpan narkotika yang digunakan sehari-hari. Lemari
khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang
40x80x100 cm3, lemari tersebut harus dibuat pada tembok atau
lantai.
Lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan
lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh MenKes. Anak kunci
lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang diberi kuasa.
Lemari khusus harus diletakkan di tempat yang aman dan yang
tidak diketahui oleh umum.
3) Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Menurut UU No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika disebutkan
bahwa;
Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan
dan ilmu pengetahuan. Narkotika hanya dapat diserahkan pada
pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
a) Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar
salinan resep dokter. Selain itu berdasarkan surat edaran
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang
Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan :
b) Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat 2 UU No.9 tahun 1976 tentang
narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep dari apotek
lain yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru
dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
c) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum
sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan
resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep asli.

44
d) Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh
dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh
menambahkan tulisan “iter” pada resep yang mengandung
narkotika.
4) Pelaporan Narkotika
Berdasarkan pasal 45 PerMenKes RI No.03/MenKes/Per/2015
menyebutkan bahwa Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan
dokter praktik perorangan wajib membuat, menyimpan, dan
menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap
bulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan tembusan Kepala Balai setempat. Pelaporan
penggunaan Narkotika dan Psikotropika atau precursor
farmasi dilakukan setiap tanggal 10 setiap bulannya dan
menggunakan sistem pelaporan secara elektronik Pelaporan
penggunaan Narkotika dan Psikotropika paling sedikit
terdiri atas:
a) nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika,
Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi
b) jumlah persediaan awal dan akhir bulan
c) jumlah yang diterima
d) jumlah yang diserahkan.
5) Pemusnahan Narkotika
Pada pasal 37 PerMenKes RI No.03/MenKes/Per/2015
disebutkan bahwa Apoteker pengelola Apotek (APA) dapat
memusnahkan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor farmasi
hanya dilakukan dalam hal :

45
a) Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang
berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali
b) Telah kadaluarsa
c) Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan
kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
termasuk sisa penggunaan
d) Dibatalkan izin edarnya atau
e) Berhubungan dengan tindak pidana
Apoteker Pengelola Apotik atau dokter yang memusnahkan
Narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan Narkotika paling sedikit
memuat :
a) hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan
b) tempat pemusnahan
c) nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan
d) nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain
badan/sarana tersebut
e) nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi yang dimusnahkan
f) cara pemusnahan
g) tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/
dokter praktik perorangan dan saksi.
h) Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan
tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan
Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 10 terlampir.

46
Sebagai pelaksanaan pemeriksaan, diterbitkan surat edaran
Direktur Pengawasan Obat dan Makanan No.010/E/SE/1981 tanggal 8
Mei 1981 tentang pelaksanaan pemusnahan narkotika yang dimaksud
adalah :
a) Bagi apotek yang berada di tingkat propinsi, pelaksanaan
pemusnahan disaksikan oleh Balai POM setempat.
b) Bagi apotek yang berada di Kotamadya atau Kabupaten,
pelaksanaan pemusnahan disaksikan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Tingkat II.

Gambar 5. Logo Obat Narkotika

f. Psikotropika
Logo obat psikotropika, pada kemasannya terdapat tanda
lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di
dalamnya. Sama dengan logo obat keras. Pengertian psikotropika
menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang psiktropika adalah
zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf
pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
perilaku. Untuk obat psikotropika penyimpanannya dalam lemari
penyimpanan yang disusun abjad. Menurut Peraturan Menteri
KesehatanRepublik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang
Perubahan Penggolongan Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan
(Depkes, Undang Undang Republik Indonesia nomor 5 Tahun 1997,
1997) :

47
48
1) Psikotropika Golongan I
Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan
untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh : Brolamfetamina, Etisiklidina, Adam
Essence, Isergik Dietilamida, Methylenedioxymethamphetamin
(MDMA)
2) Psikotropika Golongan II
Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan dapat digunakan dalam terapi atau ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Meklokualon, Metilfenidat, Metamfetamina, Sekobarbital.
3) Psikotropika Golongan III
Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Amobarbital, Flunitrazepam,
Butalbital, Katina, Buprenofrina.
4) Psikotropika Golongan IV
Golongan IV adalah psikotropika berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
sindroma ketergantungan. Contoh : Allobarbital, diazepam,
Alprazolam, Amfepramona. Barbital, Bromazepam, Diazepam,
Klobazam, Lorazepam.
Pengelolaan psikotropika juga diatur secara khusus mulai dari
pengadaan sampai pemusnahan untuk menghindari terjadinya
kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan
pengelolaan psikotropika di Apotek meliputi :

49
a) Pemesanan Psikotropika
Pemesanan psikotropika dengan surat pemesanan rangkap
2, diperbolehkan lebih dari 1 item obat maksimal 3 item obat
dalam satu surat pesanan, boleh memesan ke berbagai PBF.
b) Penerimaan Psikotropika
Penerimaan Psikotropika dari PBF harus diterima oleh
APA atau dilakukan dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan
menandatangani faktur tersebut setelah sebelumnya dilakukan
pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan
pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah Psikotropika yang
dipesan.
c) Penyimpanan Psikotropika
Sampai saat ini penyimpanan untuk obat-obatan golongan
psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan.
Namun karena obat-obatan psikotropika ini cenderung untuk
disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan
psikotropika tersebut dalam lemari yang terbuat dari kayu (atau
bahan lain yang kokoh dan kuat). Lemari tersebut mempunyai
kunci (tidak harus terkunci) yang dipegang oleh Asisten Apoteker
sebagai penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA.
d) Pelayanan Psikotropika
Apotek hanya melayani resep psikotropika dari resep asli
atau salinan resep yang dibuat sendiri oleh Apotek yang obatnya
belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian.
Apotek tidak melayani pembelian obat psikotropika tanpa
resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh Apotek lain.

50
e) Pelaporan Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap
bulannya melalui SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan
Psikotropika). Asisten Apoteker setiap bulannya menginput data
penggunaan psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah
terinput data tersebut di import. Laporan meliputi laporan
pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi nomor
urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan).
Password dan username didapatkan setelah melakukan registrasi
pada dinkes setempat. Pelaporan obat psikotropika sama halnya
dengan narkotika dipisahkan dari pelaporan obat lainnya
ditunjukan kepada Kantor Dinkes Kota dengan tembusan
1) Dinkes Provinsi.
2) Balai POM.
3) Arsip Apotek.
f) Pemusnahan Psikotropika
Prosedur pemusnahan psikotropik dilakukan sebagai berikut :
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan
pemusnahan narkotika yang berisi jenis dan jumlah
psikotropika yang rusak atau tidak memenuhi syarat.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA
dikirimkan ke Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan. Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan akan menetapkan waktu
dan tempat pemusnahan.
3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari
APA, Asisten Apoteker, Petugas Balai POM, dan Kepala Suku
Dinas Kesehatan Kabutapten/Kota setempat.

51
4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat Berita
Acara Pemusnahan yang berisi :
a) Hari, tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya
pemusnahan
b) Nama, jenis dan jumlah psikotropik yang dimusnahkan.
c) Cara pemusnahan.
d) Petugas yang melakukan pemusnahan.
e) Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek.
Berita acara tersebut dibuat dengan tembusan :
a) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
b) Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi.
c) Arsip Apotek

Gambar 6. Logo Obat Psikotropika

g. Obat Wajib Apotek


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.
919/Menkes/Per/X/1993, obat wajib Apotek adalah obat keras yang
dapat diserahkan pada pasien tanpa resep dokter dengan mengikuti
peraturan dari Menteri Kesehatan.Macam-macam OWA dan
keterangannya pada tabel berikut (Depkes, Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 919 Tahun 1993, 2006):

52
NO Golongan 1 Golongan 2 Golongan 3

1. Metoklopramid Dexametason Ranitidin

2. Asetilsistein Ibuprofen Piroksikam

3. Bromheksin Metilprednisolon Cetirizin

4. Metampiron Omeprazole Kloramfenikol

5. Asam mefenamat Sucralfat Gentamisin

h. Obat Prekusor
Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.
Prekursor harus diawasi karena prekursor dapat digunakan oleh pabrik
gelap untuk memproduksi Narkotka dan Psikotropika ilegal.
Pengawasan dan pemantauan Prekursor tersebut selama ini
dilakukan oleh Badan POM berdasarkan keputusan Badan POM RI
No.HK 00.05.35.02771 tertanggal 4 September 2002.Pada 5 April
2010 Presiden DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono telah
menandatangani Peraturan Republik Indonesia No.44 tahun 2010
tentang Golongan dan Jenis Prekursor.
Pengaturan Prekursor oleh Peraturan Pemerintah ini bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan
prekursor, mencegah dan memberantas peredaran gelap prekursor,
mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan prekursor,
menjamin ketersediaan prekursor untuk industri farmasi, industri non
farmasi dan penembangan pengetahuan ilmu dan teknologi. Oleh sebab
itu Apotek harus melaporkan penggunaan prekursor. Penyimpanan obat
prekusor harus di lemari khusus untuk obat prekusor terbuat dari bahan
yang kuat (tidak boleh terbuat dari kaca).Contoh obat prekursor :
pseudoefedrine, Phenylpropanolamine, ergotamine, ephedrine, PK
Kristal.

53
i. Obat Tradisional
Ada berbagai macam obat-obatan tradisional di luar sana yang biasa
digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi kesehatan. Akan tetapi, BPOM
mengelompokkan lagi OT ke dalam tiga golongan berdasarkan jenis
kegunaan, cara pembuatan, dan cara pembuktikan khasiatnya.
Obat tradisional di Indonesia secara umum terbagi tiga yaitu, jamu,
obat herbal terstandar (OHT), dan fitofarmaka.
1. Jamu
Jamu adalah Obat Tradisional berbahan dasar tumbuhan yang diolah
menjadi bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan langsung minum.
Umumnya obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep warisan
leluhur. Anda bisa membuat jamu sendiri di rumah menggunakan tanaman
obat keluarga (TOGA) atau dibeli dari penjual jamu gendong. Satu macam
jamu bisa terbuat dari campuran 5-10 macam tanaman, bahkan mungkin
lebih. Setiap bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun, kulit, buah, dan
bijinya bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan jamu.Contoh jamu umum
adalah jamu beras kencur dan jamu temulawak.Jamu beras kencur digunakan
sebagai penambah stamina dan nafsu makan.Jamu beras kencur juga dapat
mengatasi masalah pencernaan, sesak napas, pilek, hingga sakit
kepala.Sementara itu, jamu temulawak juga berpotensi untuk mengobati
masalah osteoarthritis.
Berdasarkan Ketentuan Kepala BPOM, jamu tidak memerlukan
pembuktian ilmiah sampai uji klinis di laboratorium. Sebuah Ramuan
Tradisional bisa dikatakan jamu apabila keamanan dan khasiatnya telah
terbukti berdasarkan pengalaman langsung pada manusia selama ratusan
tahun. Contoh obat jamu: Tolak angin, Antangin Mint, Antangin Jahe
merah, Herbakof, Curmino.

54
2. Obat herbal terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang terbuat dari
ekstrak atau sari bahan alam dapat berupa tanaman obat, sari binatang,
maupun mineral. Berbeda dengan jamu yang biasanya dibuat dengan cara
direbus, cara pembuatan OHT sudah menggunakan
teknologi maju dan terstandar. Produsen OHT harus memastikan bahwa
bahan-bahan baku yang digunakan dan prosedur ekstraksinya sudah sesuai
standar BPOM. Tenaga kerjanya pun harus memiliki keterampilan dan
pengetahuan mumpuni tentang cara membuat ekstrak.
Selain itu, produk OHT juga harus melalui uji praklinis di laboratorium
untuk menguji efektivitas, keamanan, dan toksisitas obat sebelum
diperjualbelikan. Contoh produk OHT di Indonesia adalah Kiranti, Antangin,
Tolak Angin, stimuno forte, diapet, Mastin.

Gambar 8. Logo Obat Herbal Terstandar (OHT)

3. Fitofarmaka
Sama seperti OHT, produk fitofarmaka terbuat dari ekstrak atau sari
bahan alam berupa tanaman, sari binatang, maupun mineral. Bedanya,
fitofarmaka adalah jenis obat bahan alam yang efektivitas dan keamanannya
sudah dapat disejajarkan dengan obat modern.
Proses produksinya sama-sama berteknologi maju dan sudah terstandar
seperti OHT, tapi produk fitofarmaka harus melewati satu lagi tahan proses
pengujian tambahan. Setelah melalui proses uji praklinis, produk fitofarmaka
harus menjalani uji klinis langsung pada manusia guna menjamin
keamanannya. Contoh obat fitofarmaka: Stimuno, Tensigard, Xgra,
Nodiar, Inlacin, Albumin plus, Rheumaneer

55
Gambar 9. Logo Obat Fito Farmaka

2.11. Evaluasi Mutu Pelayanan


Pelayanan Kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan Playanan
Kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai
komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan
pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian
informasi, Monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya
sesuai harapan dan terdokumerotasi dengan baik.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab
itu Apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai standar. Apoteker harus
mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Sebagai upaya agar
para Apoteker dapat melaksanakan Pelayanan Kefarmasian dengan baik dengan
demikian pasien mendaptkan edukasi, selain itu kepuasan pasien akan
bertambah hal ini akan meningkatkan Citra farmasi dan Apotek di mata
masyarakat sehingga pasien akan mempunyai keinginan untuk kembali ke
Apotek jika mendapat masalah kesehatannya.
2.12. Strandar Pengembangan
Strategi Pengembangan di Apotek meliputi :
a. Lokasi
Pemilihan lokasi dilihat dari lingkungan dimana kita akan mendirikan
Apotek tersebut. Hal ini terkait dengan peluang-peluang yang ada.

56
b. Sumber Daya Manusia (SDM)
1) Pelayanan sebagai Apoteker
2) Senyum sapa
3) Monitoring pasien
4) Evaluasi
c. Kerja Sama
Apotek yang didirikan juga perlu bekerja sama dengan Pelayanan
Kesehatan yang lainnya seperti Apotek bekerja sama dengan Apotek lain,
jika di Apotek tidak tersedia maka dapat membelinya di Apotek lain.

57
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Waktu, tempat dan teknis pelaksanaan


Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa STIKES AL-FATAH di laksanakan di
Apotek Medira Farma yang beralamatkan di Jl .MT. Haryono No.09 RT. 12 RW. 04
Bengkulu. Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dilaksanakan pada tanggal 17 Juli– 27
Agustus 2023. Dengan jam kerja yang telah di tentukan dari hari senin hingga sabtu,
mahasiswa yang melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) terdiri dari dua orang
yang di mulai pada shift pertama dari jam 09.00-16.00 WIB, selanjutnya shift ke dua
dari jam 16.00-22.00 WIB.
Apotek Medira Farma berdiri dengan tanah sepanjang 20 meter dan lebar 8
meter, tanah ini di beli pada tahun 2013 dalam keadaan sudah memiliki ruko dan di
kontrakan selama satu tahun, kemudian pada awal tahun 2014 ruko di renovasi menjadi
Apotek.
Nama Apotek Medira Farma berasal dari nama keluarga yang memiliki arti
Melati, Dito, Rama. Tujuan awal pembukaan Apotek Medira Farma berawal dari pihak
keluarga yang memiliki keahlian dalam bidang kesehatan sehingga dapat melayani
masyarakat, saat ini Apotek Medira Farma telah berdiri selama delapan tahun dan seiring
berjalan nya waktu untuk ditahun yang akan datang Apotek Medira Farma mempunyai
target untuk membuka Klinik.. Apotek Medira Farma berdiri pada tanggal 19 Januari
2015, dengan Pemilik Sarana Apotek (PSA) Hj. Sri Rezki, SE dengan Apoteker
Pengelola Apotek (APA) apt. Indah Permata Sari, S.Farm. Dan memilik dua Tenaga
Teknis Kefarmasian (TTK) Bunga Maulidini, Amd., Farm dan Sefty Yolanda Amd.,
Farm.
3.2 Tujuan Pendirian Apotek
Adapun tujuan dari berdirnya Apotek Medira Farma sebagai tempat pengabdian
profesi Apoteker yang berperan sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Apotek
Medira Farma juga digunakan untuk pengabdian profesi Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK). Apotek medira farma merupakan tempat pelayanan kefarmasian untuk melayani
kebutuhan obat, alat kesehatan serta perbekalan Farmasi yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dengan mengutamakan kepentingan dan kenyamanan pasien sebagai tempat
pengaplikasian kemampuan profesi seperti Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK) di Apotek Medira Farma. Selain itu dapat memperluas jangkauan komunikasi dan
informasi kepada masyarakat perihal obat dan penyakit sehingga dapat meningkatkan
58
kesadaran hidup sehat bagi masyarakat..

Sebagai sarana pelayanan dan perbekalan kesehatan yang bermutu agar


dapat meningkatkan mutu kesehatan masyarakat. Apotek Medira Farma juga
memiliki 3 praktek dokter, adapun dokter-dokter yang melaksankan praktek ialah:
1) dr.Jusup Endang,Sp.JP (Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah)
2) dr.Syabriyansyah,Sp.THT (Spesialis THT)
3) dr.Nanda Aulia (Dokter umum)
3.3 Pengelolaan
a. Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuai ketentuan perundangan yang telah ada sebuah Apotek harus
dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan Apotek,
seorang Apoteker harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan
pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi
antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner,
kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan
membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan.
Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Apotek adalah Pemilik Sarana
Apotek (PSA), Apoteker Pengelola Apotek (APA), dan Asisten Apoteker atau
Teknis Tenaga Kefarmasian (TTK).
Sumber daya manusia di apotek Medira Farma :
1) Pemilik Sarana Apotek (PSA)
a) Menanggung semua modal untuk pendirian Apotek.
b) Berhak memilih APA (Apoteker Pengelolah Apotek).
c) Melakukan pemantauan terhadap apotek yang di dirikan.
d) Memastikan terpenuhi kebutuhan sarana dan prasaranan.
2) Apoteker Pengelolah Apotek (APA)
a) Mengendalikan mutu sediaan farmasi.
b) Melakukan Pengelolaan Perbekalan sediaan farmasi
c) Mengurus semua persyaratan yang harus dipenuhi untu
mendirikan Apotek.
d) Melakukan pendistribusian obat farmasi
e) Pelayanan obat dan resep dokter
59
f) Melakukan pelayanan informasi obat
3) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK)
a) Melayani resep dokter sesuai tanggung jawab dan standar profesi
nya.
b) Membantu apoteker dalam melaksanakan tugasnya
c) Melakukan pelayanan informasi obat
d) Melakukan pengelolaan apotek seperti pembukuan, penerimaan
obat, peracikan obat dan lain-lain.
4) Struktur Organisasi
Pembentukan struktur Organisasi bertujuan untuk mengetahui tugas
dan tanggung jawab sumber daya manusia (SDM) di Apotek, serta
memaksimalkan kinerja Apotek dalam Pelayanan Kesehatan terhadap
masyarakat. Dengan adanya struktur organisasi dalam Apotek maka setiap
SDM memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing, sesuai dengan
jabatan yang diberikan, serta untuk mencegah adanya kesalah pahaman.
Berikut struktur organisasi di Apotek Medira Farma :

Pemilik Sarana Apotek (PSA)


Hj. Sri Rezeki, SE

Apoteker Pengelola Apotek (APA)


apt. Indah Permata Sari, S.Farm

Asisten Apoteker (AA) Asisten Apoteker (AA)


Bunga Maulidini, A.Md.Farm Sefty Yolanda, A.Md.Farm

Gambar 10. Struktur Organisai

60
3.4 Sarana dan Prasarana
a. Sarana
1) Terdapat tempat parkir, yang terletak di bagian depan Apotek Medira
Farma, tempatnya tidak terlalu luas tetapi cukup untuk menampung
beberapa kendaraan dari pasien yang datang.
2) Ruangan dalam apotik yang di lengkapi pendingin AC yang dapat
menjaga stabilitas sediaan farmasi, serta memberikan rasa nyaman pada
petugas Apotek dan pasien yang datang.
3) Terdapat ruang tunggu, yang dilengkapi beberapa tempat duduk yang
disediakan dari Apotek untuk pengunjung/pasien agar dapat menunggu
obat yang dibeli/resep yang akan ditebus.
4) Adanya ruang peracikan, yang dilengkapi dengan tempat lemari
Narkotika, Psikotropika dan obat-obat yang akan digunakan untuk
meracik dan/menyiapkan obat untuk pasien.
5) Adanya Toilet, ruangan ini berada di belakang Apotek Medira Farma
yang dilengkapi dengan cermin di dekta pintu keluar.
b. Prasarana
1) Instalasi Air bersih
2) Instalasi listrik (komputer, lemari pendingin, kipas angin, dan AC)
3) Bahan : Obat- obatan yang terjamin mutunya
4) Alat : Peralatan peracikan (seperti: Mortir dan stamper, sudip, spatel,
serbet, kertas perkamen, dan kapsul), gunting, steples, kalkulator.
3.5 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya.
a. Pengelolaan Sedian Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Apotek sehingga harus menjamin seluruh
kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai
dengan ketentuan yang sudah di tetapkan serta memastikan kualitas, manfaat,
dan keamananya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, dan Bahan Medis Habis Pakai
(BMHP) merupakan suatu kegiatan, yang terdiri dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan, dan pelaporan, untuk
kegiatan di Apotek Medira Farma meliputi Pelayanan, Pengelolaan Obat,
Administrasi Obat dan Pelaporan. Pengelolaan meliputi :

61
1) Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap awal untuk menetapkan jenis serta
jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP yang sesuai dengan
kebutuhan. Perencanaan merupakan suatu kegiatan untuk menghindari
kekosongan obat, sesuai dengan jenis dan jumlah kebutuhan, di lihat dari
tiga metode yaitu:
a) Epidemologi (Dilihat dari pola penyebaran dan pengobatan penyakit
yang terjadi dimasyarakat).
b) Konsumsi (Dilihat dari data pengeluaran obat fast moving dan slow
moving atau pengeluaran periode sebelumnya).
c) Kombinasi ( Dilihat dari pola penyebaran penyakit dan melihat
kebutuhan obat fast moving atau slow moving).
Data perencanaan obat di Apotek medira biasanya ditulis
dalam buku defecta untuk obat yang sudah menipis atau kosong. Apotek
Medira perencanaan nya menggunakan metode kombinasi yaitu dengan
melihat pola penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan obat fast moving
atau slow moving.
2) Pengadaan
Pengadaan adalah kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian. Pengadaan
dilaksanakan berdasarkan surat pesanan, yaitu Apoteker menulis surat
pesanan yang selanjutnya memghubungi distributor (PBF) obat, lalu
memberikan data item dan jumlah obat untuk dipenuhi yang tertulis di
dalam surat pesanan, kemudian distributor (PBF) menyiapkan dan
mengirimkan pesanan disertai faktur pembelian. Adapun PBF yang telah
bekerja sama dengan Apotek Medira Farma dalam pemesanan obat dan
Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) yaitu Kimia Farma, PT.Anugrah
Argon Medica, PT.Usaha Wijaya Mandiri, Bina San Prima, P a t e n dan
lain-lain. Pengadaan barang yang di Apotek Medira Farma dilakukan
dengan melihat jenis dan jumlah obat yang telah di rencanakan dan ingin
di pesan sesuai kebutuhan.
3) Pemesanan
62
Pemesanan Obat adalah suatu proses kegiatan Kefarmasian dalam
memenuhi kebutuhan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) sesuai
dengan kebutuhan. Pemesanan dilakukan dengan melihat ketersediaan
obat pada kartu stok, jumlah Fisik obat dan catatan pada buku defecta.
Apotek Medira Farma melakukan pemesanan obat dengan dua sistem
yaitu manual dan menggunakan aplikasi. Untuk pemesanan manual yaitu
d e n g a n m embuat Surat Pesanan sesuai dengan PBF yang menyediakan
obat tersebut dan juga harus memperhatikan jenis surat pesanan
yang digunakan dalam pemesanan obat, kemudian menghubungin PBF
(Pedagang Besar Farmasi) yang bersangkutan, memberikan surat pesanan
kepada sales dari PBF tersebut, surat pesanan tersebut harus terlebih dahulu
ditanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, sedangkan menggunakan
aplikasi Apotek Medira Farma biasanya memean lewat aplikasi yang sesuaii
dengan PBF (Pedagang Besar Farmasi) yang bersangkutan, dengan membuka
aplikasi yang dituju, kemudian mencari obat yang diperlukan dengan melihat
surat pesanan, menentukan jumlah obat yang ingin dibeli, setelah itu lakukan
pembelian obat dan terakhir menghubungi sales PBF (Pedagang Besar
Farmasi). Untuk aplikasi yang digunakan biasanya IPOS, eZRx, EMOS, OS.
Adapun pemesanan di Apotek Medira meliputu:
a. Narkotika
Pemesanan obat Narkotika di lakukan setelah mengetahui persediaan
obat di Apotek yang akan habis dan Apoteker membuat surat pesanan dan
menanda tanganinya, kemudian apoteker melakukan pembelian obat
narkotika langsung ke PT. Kimia Farma. Surat Pesanan Narkotika
mempunyai format yang berbeda dari surat pesanan yang lain, selain itu
pemesanan obat Narkotika hanya boleh di serahkan ke PBF Kimia Farma,
pesanan dapat dilakukan dengan cara mengirimkan Surat Pesanan ke PBF
Kimia Farma yang telah tertulis nama Apoteker Pengelola Apotek (APA) dan
di ditempel cap Apotek. Setiap Surat Pesanan hanya digunakan untuk satu
jenis item obat narkotika saja.
Surat pesanan ditulis atas nama Apotek dan pembayaran dilakukan
secara tunai setelah obat diterima, maka Apotek akan memperoleh faktur
yang harus ditandatangani oleh APA sebagai tanda telah diterima. Untuk
pesanan narkotika dalam Provinsi Bengkulu, surat pesanan narkotika dibuat 4
63
(empat) rangkap yaitu:
1) Rangkap warna putih untuk PBF.
2) Rangkap warna merah untuk PBF.
3) Rangkap warna hijau untuk PBF.
4) Rangkap warna kuning untuk arsip
Apotek Medira Farma belum pernah melakukan pemesanan obat
narkotika di PT. Kimia Farma dan sediaan narkotika belum tersedia di
Apotek Medira Farma.
b. Psikotropika
Surat pesanan Psikotropika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) atau
beberapa jenis Psikotropika Farmasi. Pemesanan Psikotropika di Apotek
memiliki format yang berbeda dengan surat pesanan obat bebas dan surat
pesanannya harus tersendiri. Surat Pesanan Psikotropika dibuat dua rangkap
untuk pemesanan dilakukan didalam Provinsi :
1) Warna Putih (asli) dikirim ke PBF.
2) Warna Merah (copy) dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi.
3) Warna Kuning (copy) sebagai arsip Apotek.
Hal yang harus ada pada surat pesanan yaitu:
1) Ditandatangani oleh Apoteker penanggung jawab yang memiliki SIPA
(Surat izin praktik Apotek).
2) Mencantumkan tanggal, nama Apotek, nomor izin, alamat, dan
stempel Apotek.
3) Mencantumkan nama fasilitas distribusi beserta alamat dan nomor
telepon Apotek.
4) Hanya berisi obat golongan psikotropika
Apotek Medira Farma melakukan pemesanan obat psikotropika
Zolysan (Alprazolam 0,5 mg) dan Analsik (Metampiron dan Diazepam) yang
dipesan di PT. Bina San Prima.
c. Prekursor
Surat pesanan Prekursor Farmasi dapat digunakan untuk beberapa jenis
obat Prekursor Farmasi, akan tetapi di dalam isi SP prekursor harus terdapat
nama obat beserta isi zat aktifnya. Pemesanan Prekursor di Apotek memiliki
format yang berbeda dengan surat pesanan obat bebas dan surat pesanannya
harus tersendiri. Surat Pesanan Prekursor Farmasi di buat dua rangkap untuk
64
pemesanan dilakukan didalam Provinsi:
1) Warna Putih (asli) dikirim ke PBF.
2) Warna Merah (copy) dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi.
3) Warna Kuning (copy) sebagai arsip Apotek.
Apotek Medira Farma melakukan pemesanan obat yang mengandung
prekursor seperti Rhinofed, dan Rhinos Sr. Apotek Medira melakukan
pemesanan obat di PT. Anugrah Argon Medica.
d. Obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras
Surat Pemesanan umum obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras
surat pemesanan ini dibuat rangkap dua, yaitu lembar yang asli diberikan
kepada PBF dan salinannya diarsip di Apotek. Apotek Medira Farma
Melakukan pemesanan obat bebas, obat bebas terbatas dan obat keras
menggunakan Surat Pesanan yang terdiri dari dua rangkap yaitu :
1) Warna (putih) dirim ke PBF.
2) Warna merah (copy) untuk Arsip Apotek.
4) Penerimaan Barang
Penerimaan barang merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima. Dan bertujuan untuk melihat kesesuaian
barang yang dipesan pada Surat Pesanan dengan faktur.
Apotek Medira Farma melakukan penerimaan barang dengan cara
mencocokkan barang yang datang dengan faktur dan SP (Surat Pesanan).
Pemeriksaan dilakukan meliputi kondisi kemasan termasuk segel/label,
keseuaian nama, bentuk, kekuatan sediaan, kesesuaian fisik, nomor batch dan
tanggal kedaluwarsa sesuai atau tidak dengan barang yang ada. Faktur
tersebut terdiri dari rangkap 4-5 rangkap yang terdiri dari satu faktur asli dan
3 salinan faktur.
Apotek di berikan 1 rangkap yang di gunakan sebagai arsip Apotek
sedangkan yang lainnya termasuk yang asli dikembalikan ke PBF. Faktur
tersebut akan digunakan untuk penagihan dan arsip PBF. Faktur berisikan
data yang meliputi nama obat, jumlah obat, harga obat, bonus atau potongan
harga, tanggal kadaluarsa, tanggal jatuh tempo serta Pajak Pertambahan Nilai
(PPN). Faktur merupakan bukti transaksi yang sah dari pihak kreditur
mengenai transaksi penjualan. Sedangkan Surat Pesanan digunakan untuk
65
mencocokkan barang yang dipesan dengan barang yang dikirim apakah
sesuai atau tidak.
Setelah dilakukan pencocokan antara barang yang datang dengan
faktur dan Surat Pesanan, apabila barang yang datang sesuai pesanan,
Apoteker Pengelola Apoteker (APA) atau Asisten Apoteker (AA) yang
menerima akan menandatangani faktur, memberi cap yang berisi nama serta
nomor Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) Apoteker sebagai bukti
penerimaan barang lalu dilakukan perhitungan harga,pembukuan dan
pencatatan kartu stok.
5) Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan perbekalan farmasi pada tempat yang dinilai aman
dari gangguan fisik yang dapat merusak mutu sediaan farmasi. Penyimpanan
obat harus mempertimbang berbagai hal, yaitu bentuk dan jenis sediaan,
mudah atau tidaknya meledak/terbakar, stabilitas narkotika, psikotropika di
simpan dalam lemari khusus Penyimpanan obat di Apotek Medira Farma
disimpan di rak khusus dan disusun menurut jenisnya seperti :
a) Obat Bebas
Disusun berdasarkan khasiat/golongan obat atau berdasarkan
Farmakologi.
Contoh : Golongan Multivitamin, Golongan Analgetik.
b) Obat Keras Generik
Disusun berdasarkan alfabetis nama obat.
Contoh : Ambroxol ,Amlodipin, candesartan, digoxin dan seterusnya.
c) Obat Paten
Disusun berdasarkan alfabetis nama obat. Contoh: Ascardia, baquinor,
catatflam fast, dextamine dan seterusnya.
d) Berdasarkan Bentuk Sediaan
Disusun berdasarkan bentuk sediaannya Contoh: Sediaan Syrup,
injeksi, topikal, dan rektal.
e) Penyimpanan Khusus
Disusun berdasarkan dengan bahan aktif obat yang bersifat
psikotropika dan narkotik Seperti:
1) Narkotika: -
66
2) Psikotropika: Analsik , alprazolam dan zolysan
Apotek Medira menggunakan semua sistem penyimpanan yaitu
alfabetis, efek terapi, FIFO (First In First Out), FEFO (First Expire First Out),
berdasarkan bentuk sediaan, penyimpanan khusus, serta golongan obat.

3.6 Obat Bebas

Pasien datang dan menanyakan obat


yang akan di beli ada atau tidak.

Jika ada, TTK Memberitahukan harga obat


kemudian di tanyakan kepada pasien ingin
membelinya atau tidak.

Jika Pasien jadi membeli obat dan dibayar dengan


harga yang sudah ditentukan obat diberikan kepada
pasien, dan pasien membayarnya.

Obat bebas yang terjual kemudian dicatat


dalam buku penjualan obat bebas.

Gambar 11. Pelayanan Obat Bebas


Adapun proses pelayanan obat bebas sebagai berikut :
a) Pasien datang ke Apotek
b) Pasien di beri salam dan di sapa dengan ramah, kemudian menanyakan
keperluan pasien, misalnya: Selamat siang bu, ada yang bisa saya bantu?

67
c) Apabila pasien membawa contoh obat atau kemasan obat bisa dilihat
terlebih dahulu jenis obat yang akan dibeli tersedia atau tidak, jika obat
yang ingin dibeli tersedia di Apotek selanjutnya tanyakan berapa jumlah
obat yang akan dibeli, kemudian dilakukan perhitung nominal harganya,
apabila pasien menyetujui obat di siapkan kemudian dilakukan
pengecekan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat kepada
pasien, jika ketersediaan obat dengan kemasan yang dibawa pasien tidak
ada atau pasien tidak setuju dengan harga obat maka dilakukan
penawaran obat dengan kandungan yang sama tetapi merek dan harga
yang berbeda. Apabila pasien datang dengan keluhan tanyakan terlebih
dahulu keluhan yang di derita pasien, hal ini dilakukan agar tidak terjadi
kesalahan dalam pemberian obat.

3.7 Pelayanan Resep Dokter

Perawat menyerahkan resep dokter/Pasien membawa


resep dokter

Resep di terima oleh Apoteker kemudian dilakukan


skrining resep

Dilakukan Perhitungan Resep

Apoteker Menginformassiakn
Ketersidian Obat dan Harga Obat

Pasien setuju Pasien tidak setuju

Apoteker meracik/
menyiapkan obat Resep di kembalikan
ke pasien
Dilakukan pengecekan
ulang oleh Apoteker

Obat diserahkan beserta


pelayanan informasi obat

68
Adapun Proses pelayanan resep dokter adalah sebagai berikut :
a) Pasien datang membawa resep dokter atau perawat menyerahkan resep
dokter.
b) Dilakukan skrining resep oleh Apoteker guna memastikan keaslian resep,
meliputi administratif, farmasetik dan klinis.
c) Selanjutnya dilakukan perhitungan harga resep oleh Asisten Apoteker.
d) Melakukan konfirmasi harga obat kepada pasien.
e) Apabila pasien tidak setuju resep di kembalikan ke pasien.
f) Jika pasien meminta setengah obat dari resep, Asisten apoteker
melakukan persiapan dan peracikan obat sesuai dengan resep dokter, lalu
di buat copy resep sesuai dengan resep asli agar pasien dapat menebus
obat di kemudian harinya. Apabila pasien setuju dengan harga resep,
Asisten Apoteker menyiapkan dan meracik obat yang di perlukan.
g) Obat diberikan signature dikemas dengan plastik k;pi dan dilakukan
pengecekan kembali obat yang sudah di siapkan agar tidak terjadinya
kesalahan dalam pemberian obat.
h) Apoteker menyerahkan obat beserta pelayanan informasi obat, aturan
pemakaian, dan efek samping pemakaian obat untuk mengedukasi pasien
terkait obat yang harus pasien konsumsi.
3.7 Pembukuan
a. Buku kas atau Bulanan
Buku kas adalah buku yang digunakan untuk pencatatan semua
pemasukan dan pengeluaran uang secara tunai berdasarkan transaksi yang
terjadi. Buku kas biasanya disebut juga buku bulanan karena ditutup pada akhir
bulan, yang digunakan untuk dapat mengetahui kerugian atau keuntung pada
Apotek Medira Farma. Buku kas ini disusun berdasarkan saldo akhir bulan yang
ditambahkan dengan pemasukan dan pengeluaran uang.
Tabel 1. Buku Kas
Tanggal Keterangan Debet Kredit Saldo

b. Buku pencatatan resep


Buku pencatatan resep terbagi menjadi 4 yaitu,(Buku Pencatatan resep
69
umum),(Buku pencatatan resep narkotika),(Buku pencatatan resep
psikotropika) dan (Buku salinan resep).
1) Buku pencatatan resep umum adalah buku yang digunakan untuk
mencatat resep yang masuk setiap harinya. Tujuan dilakukannya
pencatan resep adalah untuk mengetahui jumlah resep yang masuk, dan
untuk menghindari kesalahan dalam pemberian obat karena terkadang
ada pasien yang menebus obat setengah, sehingga perlu diteliti lagi
dalam pemberian obat, maka dari itu Apotek Medira melakukan upaya
pencegahan kesalahan dalam pemberian obat dengan rutin mencatat
resep yang masuk setiap harinya. Selain untuk menghindari kesalahan
dalam pemberian obat, pencatatan resep juga bertujuan untuk arsip
apotek.
Tabel 2. Buku Pencatatan Resep Umum
Tanggal Nama Dokter Nama Pasien Nama Obat Jumlah Obat Harga

2) Buku pencatatan resep narkotika adalah buku yang digunakan untuk


mencatat keluar masuknya obat narkotika di Apotek Medira
Farma,berdasarkan resep dokter,agar pengguna obat narkotika dapat di
ketahui, salinan yang dibuat oleh Apoteker yang memuat keterangan
yang terdapat pada resep asli seperti (Nama dokter,Nama
pasien,Tanggal pembuatan,dan Umur pasien).
Tabel 3. Buku Resep Narkotika
Tanggal Nama Dokter Nama Pasien Nama Obat Jumlah Obat Harga

3) Buku pencatatan resep psikotropika adalah buku yang digunakan


untuk mencatat jumlah keluar masuknya obat psikotropika di Apotek
Medira Farma, berdasarkan resep dokter ditutup akhir bulan, agar
pengguna obat psikotropika dapat di ketahui, dan Salinan resep/copy
resep adalah salinan yang dibuat oleh Apoteker yang memuat
keterangan yang terdapat pada resep asli seperti,(Nama dokter,Nama
pasien,Tanggal pembuatan,dan Umur pasien).

70
Tabel 4. Buku Resep Psikotropika
Tanggal Nama dokter Nama Pasien Nama Obat Jumlah Obat Harga

4) Buku salinan resep adalah buku yang terdiri dari lembaran yang
digunakan untuk mencatat kembali resep dokter,Pencatatan ini
dilakukan sesuai resep yang di ambil oleh pasien baik setengah atau
semua.
Tabel 5. Buku Salinan Resep
No Tanggal Nama Dokter Nama Pasien Obat Jumlah Harga

5) Buku penjualan, Over The Counter (OTC)

Buku penjualan obat adalah buku yang digunakan untuk mencatat barang
tanpa resep dokter yang telah terjual pada setiap hari.
Tabel 6. Buku Penjualan (OTC)
No Nama Obat Jumlah Obat Harga Satuan Jumlah Harga

6) Buku Pencatatan Faktur


Buku Pencatatan Faktur adalah buku yang digunakan untuk mencatat
barang masuk dari distributor.

71
Tabel 7. Buku Pencatatan Faktur
No Nama No Tanggal Tanggal HNA Nama Jumlah ED Kemasan Isi Harga
PBF Faktur Faktur Masuk Obat Satuan

7) Kartu Stock

Kartu Stock adalah kartu yang digunakan untuk mengetahui barang


mutasi barang masuk dan keluarnya obat setiap hari di Apotek Medira Farma.
Kartu stock dipakai untuk satu jenis obat saja diletakkan disamping obat sebelah
kanan. Fungsinya sebagain pengendalian persediaan dan mengetahui dengan
cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi.
Tabel 8. Kartu Stok
KARTU STOK
Nama Barang :
Satuan Barang :
Tanggal PBF Masuk Keluar Sisa E.D

8) Blanko Kwitansi
Blangko kwitansi adalah blangko yang digunakan apabila pasien
menginginkan bukti pembayaran dari pembelian obat atau barang di Apotek
Medira.

72
Sudah Terima Dari :

Banyaknya Uang :

Untuk Pembayaran Harga Obat Dari dr. ………………………………...

Resep No. …………….….Tanggal ………….………untuk……………

Jumlah Rp. Bengkulu, ………..20…..

Gambar 9. Blanko Kwitansi


9) Buku Defecta
Buku defecta adalah buku yang memuat tentang perbekalan farmasi yang
sudah menipis stok nya atau harus di pesan oleh Apotek Medira Farma.
Tabel 10. Buku Defecta
No Nama PBF Nama obat Jumlah obat Satuan

3.8 Pelaporan
Pelaporan dibuat secara rutin tiap bulan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA)
kepada Kepala Dinas Kesehatan kota Bengkulu. Pelaporan di Apotek Medira Farma
yaitu sebagai berikut:
a. Pelaporan Obat Narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika dilakukan setiap bulan paling lama
ditanggal 10. Laporan penggunaan obat narkotika di lakukan melalui situs online
SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) web
sipnap.kemenkes.go.id.
73
Apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan narkotika dan
psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import
(paling lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya). Laporan meliputi
pemakaian narkotika untuk bulan yang terdapat penggunaanya (meliputi nomor urut,
nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan). password dan username
didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinas kesehatan setempat.
b. Pelaporan obat Psikotropika
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulannya melalui situs
online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) web
sipnap.kemenkes.go.id. Apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan
psikotropika melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut diimpor.
Laporan meliputi laporan pemakaian psikotropika untuk bulan yang terdapat
penggunanya (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal
bulan). Password dan username didapatkan setelah melakukan registrasi pada dinas
kesehatan setempat.

74
3.9 Evaluasi mutu pelayanan
Evaluasi terhadap pelayanan kefarmasian di apotek medira farma di lakukan
setiap satu bulan sekali biasanya setiap akhir bulan dengan merekapitulasi jumlah
pasien. Tujuan evaluasi yang di lakukan agar bisa menjadikan pelayanan di Apotek
Medira Farma lebih baik lagi di bulan berikutnya, yang berguna untuk kepuasan
pasien dan menjaga citra Apotek Medira Farma.
3.10 Strategi pengembangan
Dalam strategi pengembangan Apotek Medita Farma, strategi yang harus
dilakukan paling utama ialah pelayanan yang diberikan oleh petugas yang cepat dan
ramah sehingga pasien akan merasa nyaman, selain itu memilih pemasok/distributor
yang harganya lebih murah dibanding distributor lainnya tetapi tetap melihat
jaminan mutu produk yang ada pada distributor tersebut. Apotek juga dilengkapi
dengan praktik dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, dokter spesialis telinga
hidung tenggorokan dan dokter umum.
Di ruang tunggu terdapat kursi tempat pasien menunggu antrian,
menyediakan pendingin ruangan berupa Air Conditioner agar udara menjadi sejuk
serta menjaga stabilitas sediaan farmasi, adanya televisi diruang tunggu praktek
dokter tht, tersedia juga menjual minuman dingin, toilet yang nyaman, bersih
dan terdapat cermin, serta terdapat lahan parkir yang cukup luas.

75
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan kegiatan mahasiswa untuk
mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkan pada waktu perkuliahan yang akan
diterapkan ke lingkungan kerja yang sebenarnya. Berdasarkan kegiatan tersebut yang
telah di lakasanakan dari tanggal 17 Juli – 27Agustus 2023 dapat ditarik kesimpulan
bahwa dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini sangat bermanfaat dan membantu
mengembangkan pemahaman serta pengalaman mahasiswa. Dengan adanya pemahaman
dan pengalaman yang telah di dapatkan kami mengharap pengalaman ini akan menjadi
bekal untuk lingkungan kerja kedepannya.
Adapun hal yang tercapai atau diinginkan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan
oleh mahasiswa, antara lain:
a. Mahasiswa mampu menerapkan ilmu teori yang di dapat kepada masyarakat.
b. Mahasiswa dapat menerapkan konsep swalayan farmasi dalam penjualan obat bebas
(OTC).
c. Mahasiswa mengetahui cara melakukan pelayanan kefarmasian yang baik dan benar
kepada masyarakat.
d. Mengetahui peranan Sumber Daya Manusia di apotek.
e. Mahasiswa mengetahui alur dan pengelolaan perbekalan farmasi di apotek Medira
Farma.
f. Mengetahui penyimpanan obat di Apotek Medira Farma, yaitu berdasarkan sistem
FIFO (first in first out), FEFO (first expired first out), LASA (look alike sound alike)
dan berdasarkan farmakologi, bentuk sediaan, ALFABETIS.
4.2 Saran
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilaksanakan di
Apotek Medira Farma. Adapun beberapa saran yang harus diperhatikan untuk kebaikan
lagi di kemudian hari, yaitu:
1. Bagi Institusi Apotek
a. Mempererat hubungan antara karyawan dengan mahasiswa Praktik Kerja
Lapangan (PKL) dan diharapkan dapat terus terjalin keharmonisan sehingga
tercipta suasana kerja yang baik.

76
b. Mengembangkan lagi sistem informasi yang sudah ada seperti sistem
informasi web untuk memudahkan pihak-pihak di dalam maupun di luar
apotek untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan demi kepentingan
apotek dan pihak luar lain yang membutuhkan.
c. Mengembangkan lagi sistem administrasi yang sudah ada seperti
penjualanan, pembelian dan persediaan dengan menggunakan printer struk
untuk memudahkan pembukuan data apotek.
2. Bagi Sekolah Tinggi Kesehatan Al-Fatah Bengkulu
a. Memberikan perbekalan materi fisik maupun mental terkait kegiatan Praktik
Kerja Lapangan (PKL) yang akan dilaksanakan.
b. Melakukan pemantauan terhadap mahasiswa yang sedang melakukan
kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) sebagai bentuk dukungan atau
motivasi.
c. Sekolah Tinggi Kesehatan Al-Fatah Bengkulu harus menjalin hubungan baik
dengan Institusi Apotek sehingga dapat menjalin kerjasama untuk mahasiswa
PKL selanjutnya.
3. Bagi Mahasiwa Praktik Kerja Lapangan selanjutnya
a. Mahasiswa harus mempersiapkan diri dari segi akademik serta keterampilan
selama kegiatan PKL berlangsung untuk mencari informasi dan
memanfaatkan ilmu yang di dapatkan selama kegiatan PKL berlangsung.
b. Mahasiswa harus dapat bersosialisasi di lingkungan yang baru agar dapat
memudahkan mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan PKL.
c. Mahasiswa dalam melakukan kegiatan PKL haruslah giat dan aktif sehingga
dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan penuh tanggung jawab dan
disiplin

77
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. (2020). undang - undang republik indonesia nomor 11 tahun 2020. tentang
psikotropika. jakarta.

DEPKES. (2023). undang - undang republik indonesia nomor 17 tahun 2023. tentang
kesehatan. jakarta.

Depkes, R. I. (2017). peraturan menteri kesehatan republik indonesia No. 9 tahun 2017
tentang Apotek.

Indonesia, P. R. (2009). peraturan pemerintah Republik indonesia nomor 51 tahun 2009


tentang pekerjaan kefarmasian.

indonesia, r. (2014). peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 35 tahun 2014
tentang standar pelayanan kerfarmasian di apotek. jakarta.

RI, D. K. (2016). Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 tahun 2016
tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

78
L
A
M
P
I
R
A
N

79
Lampiran 1. Denah Lokasi Institusi

80
Lampiran 2. Denah Ruang Apotek
1. Lantain Satu

81
Keterangan :
1. Pintu Masuk
2. Lemari pendingin
3. Tempat alat kesehatan
4. Tempat Tunggu pasien
5. Tempat Tunggu Pasien
6. Kasir( Komputer)
7. Etalase Rak 8 & 9
8. Rak 10 &11 dan Tempat penyaluran obat
9. Rak 4,5,6 &7
10. Meja Pnghargaan resep dan rak obat keras Paten
11. Tempat Pendaftaran pasien jantung
12. Rak arsip Faktur
13. Kipas angin
14. 14 Watafel
15. Meja Racikan
16. Laci Penyimpanan resep
17. Lemari pendingin obat
18. Tempat Air Galon
19. Rak psikotropika & Narkotika
20. Rak obat keras generik
21. Ruang Praktek dokter jantung
22. Ruang dapur
23. Toilet

82
2. Lantai Dua

83
Keteranagn :
1. Ruang Praktik Dokter THT
2. Ruang Praktik Dokter Umum
3. Ruang Praktik Dokter Umum
4. Ruang tunggu pasien
5. Tempat air minum gallon
6. Kursi tunggu pasien
7. Meja pendaftaran dokter THT
8. Toilet
9. Meja pendaftaran dokter umum
10. Televisi (TV)

84
3. Lantai Tiga

Keterangan :
1. Ruangan pendaftaran haji dan umroh
2. Kamar
3. Laboratorium

85
Lampiran 3. Contoh Etiket yang digunakan

86
Lampiran 4. Contoh Surat Pesanan Obat

87
Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan Psikotropika

88
Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Narkotika

89
Lampiran 7. Contoh Copy Resep

90
Lampiran 8. Contoh Resep

91
Lampiran 9. Contoh Kwitansi

92
Lampiran 10. Contoh Laporan Penggunaan Narkotika

93
Lampiran 11. Contoh Laporan Penggunaan Psikotropika

94

Anda mungkin juga menyukai