FAKULTAS DAKWAH
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INTERASIONAL DARUL LUGHAH WAD
DA’WAH
1
DAFTAR ISI
BAB I.............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG........................................................................................................3
B.RUMUSAN MASALAH........................................................................................................3
BAB II............................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
A.Latar Belakang Konseling Behavioral....................................................................................4
B.Konsep dasar pendekatan konseling behavioral......................................................................5
C.Pandangan tentang Kepribadian..............................................................................................7
1.Teori Pengkondisian Klasik................................................................................................7
2.Teori Pengkondisian Operan................................................................................................8
3.Teori Peniruan.....................................................................................................................8
D.Asumsi Perilaku Bermasalah..................................................................................................9
E.Tujuan Konseling Behavioral................................................................................................12
F.Teknik Konseling Behavioral................................................................................................14
1.Latihan Asertif (Assertive training)...................................................................................14
2.Desensitisasi sistematis......................................................................................................14
3.Pengkondisian Aversi........................................................................................................15
4.Pembentukan Tingkah laku Model....................................................................................16
BAB III.........................................................................................................................................17
KESIMPULAN............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................17
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Behaviorisme adalah suatu pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia. Dalil
dasarnya adalah bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan
dengan cermat akan menyingkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.
Behaviorisme ditandai oleh sikap membatasi metode-metode dan prosedur-prosedur pada data
yang diamati.
Tokoh Behavioral antara lain yaitu Nye, B.F Skinner, Wolpe, Jhon Watson, marquis,
Salter, Thorndike, Sofyan S. Willis, Krumboltz, Thorensen, Krasner, Goodstein, Carkhuff,
Barenson, Lazarus
Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebih atau ia
kekurangan tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral
membantu klien untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka
untuk memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebih. Dengan kata lain,
membantu klien agar tingkah lakunya menjadi lebih adpatif dan menghilangkang yang
maladaptif. ( Gladding,2004)
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana latar belakang terbentuknya Konseling Behavioral?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A.Latar Belakang Konseling Behavioral
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari
dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-
mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis.
Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-
Respon (S-R) sedapat mungkin.
Dasar teori terapi behavioral adalah bahwa perilaku dapat dipahami sebagai hasil
kombinasi.Dalam hal ini Skinner walaupun dipengaruhi teori S-R, tetapi dia punya pandangan
tersendiri mengenai perilaku,
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an
sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Pendekatan ini
dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen tokoh behavioral yang memberikan sumbangan pada
prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Secara garis besar sejarah perkembangan
pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :
1).Classical Conditioning
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14 September 1849 dan
meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil penelitiannya bersama Watson yang terkenal
adalah classical conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan anjing
yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara. Dalam penelitiannya tersebut,
Pavlov menyimpulkan bahwa Respon (tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus
(rangasangan).
Sering kali orang mengalami kesulitan karena tingkah lakunya berlebihan atau ia kekurangan
tingkah laku yang pantas. Konselor yang mengambil pendekatan behavioral membantu
konseli untuk belajar cara bertindak yang baru dan pantas, atau membantu mereka untuk
memodifikasi atau mengeliminasi tingkah laku yang berlebihan. Dengan kata lain, membantu
konseli agar tingkah lakunya menjadi lebih adaptif dan menghilangkan yang maladaptif
(Gladding, 2004).
Pandangan teori behavioral secara umum terhadap perilaku manusia menyatakan bahwa,
antara lain :
4
Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh
penguatan (reinforcement).
Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi kecenderungan
kelompok.
Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku
dibandingkan motivasi di dalam diri.
Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang
dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa
sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif.
Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada
tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi
atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme ingin
menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan berfokus pada
perilaku saat ini daripada masa lampau. Belakangan kaum behavioris lebih dikenal dengan
teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar
artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan ( Rakhmat, 1994:21).
Proses pendidikan :Konseling membantu klien mempelajari tingkah laku baru untuk
memecahkan masalahnya.
Teknik rakit secara individual: Dalam proses konseling, menentukan tujuan konseling,
proses asesmen,dan teknik-teknik dibangun oleh klien dengan bantuan konselor.
Metodologi ilmiah: Konseling behavioral dilandasi oleh metode ilmiah dalam melakukan
assesmen dan evaluasi konseling.
5
Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat diartikan
sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.Modifikasi perilaku memiliki
kelebihan dalam menangani masalah-masalah yang di alami oleh individu, yaitu :
Dalam memahami tingkah laku, terdapat beberapa model tingkah laku yang
dipengaruhi oleh teori-teori psikologi. Model-model tersebut antara lain:
Dalam konsep behavioral, perilaku merupakan hasil belajar, sehinga dapat diubah
dengan manupulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling
merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu
memngubah perilakunya agar dapat memecahkan masalah.
Menurut Pavlov, Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang disebabkan oleh
pengalaman. perubahan Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari
merupakan hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu
keadaan yang menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun secara
sadar dan juga dapat diperoleh dari hasil belajar.
Thoresen (shertzer & Stone, 1980, 188) memberi ciri konseling Behavioral sebagai
berikut:
6
Keefektifan konselingdan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilaku-perilaku
khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
Prosedur-prosedur konseling tidak statis , tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat
secara khusus di disain untuk klien dalam memecahkan masalah khusus.
Selanjutnya dikatakan bahwa terapi Behavioral berusaha menerapkan metode dan prosedur
eksperimental ke dalam praktek klinis. Oleh karena itu maka terapi yang baik adalah dari ilmu
yang baik.
Hal yang mendasar dalam konseling Behavioral adalah prinsip penguatan (rainforcement)
sebagai suatu kreasi dalam upaya memperkuat atau mendukung suatu perilaku yang
dikendaki. Konsep penguatan ini berasal dari percobaan Pavlov (teori classical conditioning),
dan Skinner (teori intrumental conditioning). Ada tiga macam hal yang yang dapat memberi
pengguatan yaitu (1) posistive reinvorcer. (2) negative reinvorcer. (3) no consequence and
neutral stimuli.
Dalam eksperimen tersebut ditemukan bahwa tingkah laku tertentu dapat terbentuk
dengan suatu CR, dan UCR dapat memperkuat hubungan CS dengan CR. Hubungan CS
dengan CR dapat saja terus berlangsung dan dipertahankan meskipun individu tidak disertai
oleh UCS dan dalam keadaan lain asosiasi ini dapat melamah tanpa diikuti oleh UCS.
7
penyesuaian diri yang salah. Dalam pembentukan tingkah laku yang normal dapat terjadi
dalam perilaku rajin belajar misalnya, yang terbentuk karena adanya asosiasi.
Menurut teori ini, tingkah laku individu terbentuk atau dipertahankan sangat
ditentukan oleh konsekuensi yang menyertainya. Jika konsekuensinya menyenangkan maka
tingkah lakunya cenderung dipertahankan dan diulang, sebaliknya jika konsekuensinya tidak
menyenangkan maka tingkah lakunya akan dikurangi atau dihilangkan.
Dari prinsip ini dapat dipahami bahwa tingkah laku bermasalah dapat terjadi dan
dipertahankan oleh individu di antaranya karena memperoleh konsekuensi yang
menyenangkan yang berupa ganjaran dari lingkungan. Konsekuensi yang tidak tidak
menyenangkan yang berupa hukuman tidak cukup kuat untuk mengurangi atau melawan
ganjaran yang diperoleh dari lingkungan lainnya. Dipertegas oleh Skinner bahwa tingkah laku
operan sebagai tingkah laku belajar merupakan tingkah laku yang non reflektif, yang
memiliki prinsip-prinsip yang lebih aktif dibandingkan dengan pengkondisian klasik.
3.Teori Peniruan
Asumsi dasar teori yang dikembangkan oleh Bandura ini adalah bahwa tingkah laku
dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut dengan imitasi dan
melalui pengamatan tidak langsung yang disebut denganvicarious conditioning. Tingkah laku
yang terbentuk karena mencontoh langsung maupun mencontoh tidak langsung akan menjadi
kuat kalau mendapat ganjaran.
Paparan kerangka teori behavioral di atas menunjukkan bahwa tingkah laku yang
tampak lebih diutamakan dibadingkan dengan sikap atau perasaan individu.
Pandangan para behavioris juga menganggap manusia sama saja, tidak ada yang baik
dan tidak ada yang jahat. Semasa lahirnya mereka adalah sama, masing-masing mempunyai
potensi seimbang ke arah menjadi sama ada baik ataupun jahat. Hasilnya, ahli-ahli teori
tingkah laku tidak sepenuhnya memberikan definisi tabiat asas kemanusiaan itu yang boleh
membantu teori-teori mereka sendiri. Bagaimanapun, Dustin dan George menyenaraikan
empat andaian berhubung dengan tabiat kemanusiaan dan bagaimana manusia berubah yang
menjadi inti kepada konseling tingkah laku itu sendiri, diantaranya adalah :
Manusia itu dilihat sebagai manusia biasa, tidak ada yang sepenuh-penuhnya jahat atau
sepenuh-penuhnya baik, tetapi adalah sebagai organisme berpengalaman yang mempunyai
potensi kepada semua jenis tingkah laku.
Bagi konselor tingkah laku, individu adalah hasil daripada pengalaman. Ahli-ahli
tingkah laku melihat tingkah laku yang salah terima itu sebagai makhluk yang mempelajari
tingkah lakunya, perkembangan dan pembaikannya adalah sama dengan sebarang tingkah
8
laku lain. Satu implikasi daripada pandangan ini ialah tidak adanya tingkah laku yang salah
terima bagi diri mereka itu. Selain itu sesuatu tingkah laku itu menjadi wajar disebabkan
seseorang itu menganggapnya tidak begitu. Setengah-setengah tingkah laku mungkin
dianggap wajar di rumah, tetapi tidak wajar di sekolah, begitu juga sebaliknya.
Perilaku yang salah suai dalam penyesuaian dengan demikian berbeda dengan
perilaku normal. Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada
tingkatannya yaitu tidak wajar dipandang. Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk
pada individu adalah perilaku yang bukan sekedar memperoleh kepuasan pada jangka pendek,
tetapi perilaku yang tidak menghadapi kesulitan-kesulitan yang lebih luas, dan dalam jangka
yang lebih panjang.
Dilihat dari sudut pandang behavioris, perilaku bermasalah dapat dimaknai sebagai
perilaku atau kebiasaan yang negatif atau dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak tepat
dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah perilaku yang biasanya sering terjadi
pada konseli meliputi serangan panik, membantu anak untuk mengatasi rasa takut terhadap
gelap, meningkatkan produktivitas kreatif, mengelola kecemasan dalam situasi sosial,
mendorong berbicara di depan kelas, pengendalian merokok, dan berurusan dengan depresi
9
bervariasi. Sikap hidup menjadi individualistis, egois, apatis dan hubungan sosial menjadi
renggang.
Dalam suasana hidup seperti di atas, banyak orang menggunakan mekanisme pelarian dan
mekanisme pertahanan diri yang negatif. Untuk dapat bertahan dan menghindari kesulitan
hidup tidak sedikit terjadi tindakan kriminal. Bentuk mekanisme yang negatif menyebabkan
timbulnya tingkah laku yang tidak normal (patologis).
Konsleing behavioral digunakan untuk membantu masalah konseli yang terkait dengan
perilaku-perilaku maladaptif. perilaku yang bermasalah dalam pandangan behaviorist dapat
dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak tepat,
yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. konseling behavioral juga dapat
menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon secara
adaptif hingga mengatasi gejala neurosis Sedangkan menurut Feist & Feist (2008: 398)
menyatakan bahwa perilaku yang tidak tepat meliputi:
Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi, tetapi
mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya.
Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang tidak diinginkan
terkait dengan hukuman.
Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang tidak
diinginkan.
Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-respon-respon
menipu diri.
Bagi individu tingkah laku yang tidak tepat akan menimbulkan berbagai kesulitan baik
bagi diri individu itu sendiri, maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut aliran
behavioral tingkah laku yang tidak tepat dipelajari dengan cara yang sama dengan tingkah
10
laku yang tepat. Tingkah laku ini dipelajari karena pada perkembangan tertentu pernah
menjadi jalan untuk memperoleh kepuasan.
Misalnya siswa berbuat kenakalan dikelas karena mereka belajar bahwa cara itulah yang
perlu efektif untuk menarik perhatian guru. Hukuman guru diterima anak sebagai hadist yang
memberi kepuasan kebutuhan perhatian. Walaupun orang lain memandang tingkah laku itu
tidak tepat, namun bagi siswa dapat memberi reinforcement yang diharapkannya. Sama
halnya, orang yang menarik diri, yang di pandang terisolir secara sosial. Hadiah dari tingkah
laku menarik diri adalah tidak perlu berpartisipasi dengan situasi yang menakutkan, dimana
takut ini juga dipelajari melalui pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu.
Teoritisi belajar berpendapat, tingkah laku yang tidak tepat dapat diterangkan dengan
prinsip yang sama dengan pola tingkah laku yang tidak tepat, karena pada dasarnya semua
tingkah laku adalah usaha individu untuk memodifikasi situasi sehingga dapat memberikan
kepuasan setiggi-tingginya.
Semua tingkah laku dibentuk melalui proses belajar, tetapi tidak peduli hasilnya nanti
adaptif dan maladaptif. Individu memantapkan pola tingkah lakunya karena dapat
memperoleh kepuasan-kepuasan. Ini yang akan menjadi salah satu kunci proses konseling
behavioral, yakni kemampuan konselor membantu klien menentukan kepuasan bagaimana
yang bakal diperolehnya dari suatu tingkah laku.
Perilaku bermasalah adalah perilaku individu yang negative dan / atau perilaku yang tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan, perilaku yang tidak membawa kepuasaan bagi individu,
atau perilaku yang menyebabkan konflik antara individu dengan lingkungannya.
Perilaku bermasalah terjadi karena adanya salah suai dalam proses interaksi individu
dengan lingkungannya. Perilaku bermasalah terjadi karena proses belajar, terbentuk oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Perilaku akan terbentuk dan dipertahankan jika
diberi ganjaran. Sebaliknya perilaku akan berkurang dan hilang jika diberi hukuman.
Konseling behavioral berasusmsi bahwa perilaku yang salah akibat dari pembelajaran dan
pendidikan yang salah, baik sebagai akibat dari pengaruh lingkungan maupun aspek sosial
lainya. Sebagai contoh, ketika menangani anak yang senang minum-minuman keras, maka
yang akan dilakukan adalah memberikan terapi yang realistis dengan permasalahan yang ada.
Seperti memberikan tahap-tahap dalam mengatasi kecenderungan minuman keras, disamping
itu dengan merubah kebiasaan yang dari klien.
Dari penjelasan mengenai asumsi perilaku bermasalah yang telah di jelaskan tersebut
dapat disimpulkan bahwa
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan.
11
Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari
lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat.
Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut
dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
Dari tujuan diatas dapat dibagi menjadi beberapa sub tujuan yang lebih konkrit yaitu:
Adapun tujuan khusus dari konseling behavioral adalah membantu klien menolong diri
sendiri, mengembalikan klien ke dalam masyarakat, meningkatkan keterampilan sosial,
memperbaiki tingkah laku yang menyimpang, membantu klien mengembangkan sistem self
management dan self control. (Sutarno, 2003 : 8) Sehingga tujuan dari konseling behavioral
adalah membentuk perilaku baru yang adaptif melalui proses belajar dan lingkungan.
Ada tiga fungsi tujuan konseling behavioral, yaitu : (1) sebagai refleksi masalah klien dan
dengan demikian sebagai arah bagi proses konseling, (2) sebagai dasar pemilihan dan
penggunaan strategi konseling, dan (3) sebagai kerangka untuk menilai konseling.
Secara operasional tujuan konseling behavioral dirumuskan dalam bentuk dan istilah-istilah
yang khusus, melalui : (1) definisi masalah, (2) sejarah perkembangan klien, untuk
mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan
interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya, (3) merumuskan tujuan-tujuan
khusus, (4) menentukan metode untuk mencapai perubahan tingkah laku.
Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli,
yang di antaranya :
12
Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive,
memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama
antara konseli dan konselor.
Peran Konseling Behavioral
Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkah laku harus
memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan
pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia, para
kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, ahli dalam
mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan dalam menentukan prosedur-prosedur
penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Hakikatnya fungsi dan peranan konselor terhadap konseli dalam teori behavioral ini
adalah :
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif dalam
proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku
tertentu. Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan dan
fasilitator. Ia bisa juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang ada
di lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor behavioral
yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli dalam setiap
fase konseling (Gladding, 2004).
Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami
apa yang dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi,
konselor berperan sebagai guru atau mentor. Tugas utama terapis adalah untuk melakukan
tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu
Fungsi dan tugas konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan prinsip dari
mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan
perilaku yang lebih adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli,
dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif
sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang
dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.
Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling kelompok ini, antara
lain adalah :
Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku
yang ditunjukan oleh konseli.
Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.
13
Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan
kebebasan bagi konseli untuk mengekspresikan diri.
Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk
melakukan perubahan.
Konselor harus memberikan reinforcement.
Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.
Sehingga dapat disimpulkan untuk latihan asertif ini lebih membentuk tingkah laku
baru dalam menghadapi hubungan dengan orang lain dan menghapus tingkah laku yang lama
yang memuat klien merasa cemas.
Contohnya, seorang siswa yang takut kalau dimarahi gurunya, pertama-tama klien
memainkan peran sebagai gurunya dan konselor sebagai siswanya, lalu konselor meniru cara
siswa dalam berpikir dan cara menghadapi gurunya. Lalu antara keduanya saling bertukar
peran, konselor sebagai gurunya dengan arahan klien untuk menunjukkan peran guru secara
realistis, sambil konselor melatih dan mengarahkan klien dalam menghadapi gurunya. Maka
secara perlahan akan terbentuk tingkah laku baru pada diri klien.
2.Desensitisasi sistematis
Desensititasi berarti menenangkan ketegangan klien dengan jalan mengajri/melatih
klien untuk santai/rileks. Desensititasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang
memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara
mengajarkan klien untuk rileks
Latihan rileks ini bisa dilakukan dalam lima atau enam sesi. Apabila klien telah
mampu melakukan rileks, klien dibantu untuk menyusun urutan stimulus yang
mencemaskan.Dalam hal ini, klien diminta secara bertahap membayangkan stimulus mulai
14
dari yang paling kurang menemaskan hingga yang paling mencemaskan; klien dilatih untuk
tetap rileks disaat mengahadapi stimulus yang mencemaskan itu. Demikian seterusnya hingga
ia dapat membayangkan stimulus itu tanpa adanya kecemasan lagi. Jadi, dengan teknik ini
dimaksudkan agar klien dapat mengganti perasaan cemas terhadap stimulus tertentu dengan
perasaan rileks terhadap stimulus tertentu.
Sehingga dapat disimpulkan teknik desentisisasi sistemik ini lebih membantu klien
dalam terapi penyembuhan kecemasan dalam diri klien yang lebih disebabkan oleh fobia-
fobia maupun ketakutan klien dengan mengajak klien untuk rileks membayangkan hal-hal
yang membuat takut dari hal yang paling mengerikan sampai hal yang kurang mengerikan.
Contohnya, klien fobia dengan balon, selalu ketakutan kalau melihat balon, lalu klien
diajak rileks membayangkan bentuk balon, kecemasan ditingkatkan yaitu dengan klien diajak
melihat balon dari kejauhan, ditingkatkan lagi dengan mengajak klien memegang balon disini
kecemasan klien meningkat tajam sampai akhirnya klien diajak untuk meletuskan balon disini
tingkat kecemasan klien sampai pada puncaknya dengan memberikan klien stimulus yang
berupa motivasi, musik atau air minum.
3.Pengkondisian Aversi
Teknik ini digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk, dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respons pada stimulus yang disenangi dengan
kebalikan respons terhadap stimulus tersebut, dibarengi stimulus yang merugikan atau tidak
mengenakan dirinya.
Hal ini dilakukan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan
(menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.
Stimulus yang tidak menyenangkan disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.
Teknik- teknik pengkondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral spesifik, melibatkan pengasosian tingkah laku
yang tidak diinginkan terhambat kemunculan.Stimulus-situmulus aversi biasanya berupa
hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramua yang membuat mual.Kendali aversi
bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi aversif ini lebih membentuk tingkah laku
baru yang lebih spesifik yang adaptif dari yang semula maladaptif, atau tingkah laku yang
sesuai aturan.
15
atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah
laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa
pujian sebagai ganjaran sosial.
16
BAB III
KESIMPULAN
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari
dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mula-
mula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis.
Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode Stimulus-
Respon (S-R) sedapat mungkin.
DAFTAR PUSTAKA
Sudrajat ahmad, mengstasi masalah siswa melalui konseling individual.yogyakarta.2011.PT
PARAMITRA
http://rosiarde.blogspot.com/2012/05/konseling-behavioral.html
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/
https://nurulharyati.wordpress.com/2015/06/22/makalah-pendekatan-konseling-behavior/
https://nurukomisa.wordpress.com/2015/07/02/makalah-konseling-behavioral/
17