Anda di halaman 1dari 33

TUGAS MAKALAH MATA KULIAH TEORI-TEORI KONSELING

(PENDEKATAN BEHAVIORAL)

Makalah ini disusun untuk memenuhi


Tugas Mata Kuliah Teori-teori Konseling
Dosen Pengampu : Hastin Budiswi M.Pd

Disusun Oleh :
Logmal Aliandra (11115500045)
Rosalina. Subekti (1115500072)
Santika Mei P (1115500073)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL
2016

KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kamisehingga dapat menyelesaikan makalah ini
yang berjudul Pendekatan Behavioral. Makalah ini kamisusun sebagai syarat tugas mata
kuliah Teori-teori Konseling
Kami menyadari bahwa didalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai
dengan baik dan oleh karena itu dengan rendah hati kami berharap kepada pembaca untuk
memberikan masukan, saran dan kiritik yang sifatnya membangun guna penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khusunya pembaca.

Tegal,

April 2016

Penulis,

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR.................................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
LATAR BELAKANG.............................................................................................................4
RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................4
TUJUAN.................................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
NAMA PENDEKATAN DAN TOKOH................................................................................6
KONSEP DASAR..................................................................................................................7
ASUMSI PERILAKU BERMASALAH..............................................................................13
TUJUAN KONSELING.......................................................................................................19
PERAN KONSELOR DALAM KONSELING BEHAVIORAL.........................................22
DISKRIPSI PROSES KONSELING...................................................................................25
TEKNIK KONSELING.......................................................................................................26
KELEBIHAN DAN KETERBATASAN..............................................................................28
CONTOH PENERAPAN.....................................................................................................28
BAB III.....................................................................................................................................30
PENUTUP................................................................................................................................30
Kesimpulan...........................................................................................................................30
Saran.....................................................................................................................................30

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Karena beragam definisi konseling sedikit berbeda dalam pemaknaan aktualnya, Pada
hakikatnya konseling merupakan sebuah upaya pemberian bantuan dari seorang konselor
kepada klien, bantuan di sini dalam pengertian sebagai upaya membantu orang lain agar ia
mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya
(Yusuf&Juntika,2005:9). Juntika (2003:15) mengutip pengertian konseling dari ASCA
(American School Conselor Assosiation ) sebagai berikut : Konseling adalah hubungan tatap
muka yang bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari
konselor kepada klien, konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk
membantu kliennya dalam mengatasi maslahmasalahnya.
Sedangkan pengertian behavioral/ behaviorisme adalah satu pandangan teoritis
yangberanggapan, bahwa persoalan psikologi adalah tingkah laku, tanpa mengaitkan
konsepsi-konsepsi mengenai kesadaran dan mentalitas (JP.Chaplin, 2002:54).
Aliran Behaviorisme ini berkembang pada mulanya di Rusia kemuadian diikuti
perkembangannya di Amerika oleh JB. Watson (1878-1958). Dari pengertian koneling dan
behaviorisme yang dipaparkan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan konseling behavioral adalah sebuah proses konseling (bantuan) yang diberikan oleh
konselor kepada klien dengan menggunakan pendekatan-pendekatan tingkah laku
(behavioral), dalam hal pemecahan masalah-masalh yang dihadapi serta dalam penentuan
arah kehidupan yang ingin dicapai oleh diri klien. Menurut Krumboltz& Thoresen (Surya,
1988:187) konseling behavioral adalah suatu proses membantu orang untuk belajar
memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu.

B. RUMUSAN MASALAH
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Siapakah pencetus pendekatan konseling behavioral ?


Bagaimana konsep dasar pendekatan konseling behavioral ?
Bagaimana asumsi perilaku bermasalah dalam pendekatan konseling behavioral ?
Apa saja tujuan konseling dalam pendekatan konselingbehavioral ?
Bagaimana peran konselor dalam pendekatan konselingbehavioral ?
Bagaimana deskripsi proses konseling dalam pendekatan konselingbehavioral ?
Apa saja teknik konseling dalam pendekatan konselingbehavioral ?
Apa saja kelebihan dan keterbatasan pendekatan konseling behavioral ?
Bagaimana contoh penerapan dalam pendekatan konseling behavioral ?

C. TUJUAN
A. Mengetahui pencetus pendekatan konseling behavioral.

B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Mengetahui isi konsep dasar pendekatankonseling behavioral.


Mengetahui asumsi perilaku bermasalah dalam konseling behavioral.
Mengetahui tujuan-tujuan konseling dalam pendekatan konseling behavioral.
Mengetahui peran konselor dalam pendekatan konseling behavioral.
Mengetahui deskripsi proses konseling dalam pendekatan konseling behavioral.
Mengetahui teknik-teknik konseling dalam pendekatan konseling behavioral.
Mengetahui kelebihan dan keterbatasan pendekatan konseling behavioral.
Mengetahui contoh-contoh penerapan dalam pendekatan konseling behavioral.

BAB II
PEMBAHASAN
1. NAMA PENDEKATAN DAN TOKOH
Nama pendekatan dalam makalah ini adalah Pendekatan Konseling Behavioral.
Sejarah konseling behavioral bermula pada Ivan Sechenov (1829-1905), bapak psikologi
Rusia. Struktur hipotetiknya, dikembangkan sekitar 1863, yang memandang fungsi-fungsi
otak sebagai pancaran refleks, yang mempunyai tiga komponen : input sensorik, proses dan
efferent out flow.menurut Sechenov, semua tingkah laku terdiri atas respon-respon kepada
stimulasi-stimulasi, dengan interaksi-interaksi dari rangsangan dan hambatan yang beroperasi
pada bagian sentral dari pencaran refleks. Dengan menggunakan model ini, Pavlov (18491936) memulai serangkaian eksperimen klasik dimana respon-respon air liur anjing
dirangsang dengan berbagai stimulasi. Pada eksperimen ini mendomonstrasikanist banyak
fenomena yang kemudian diperluas kepada semua tipe belajar. Penerjemah karya pavlov ke
dalam bahasa inggris tahun 1927 mendorong pengambil alihan pendekatan behavioristik
dalam mempelajari psikologi di Amerika Serikat juga buku J.B Watson, psychology from
the stand point of a behavioris (1919), mempunyai pengaruh penting pada teori dan
eksperimen psikologi di Amerika.
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari
dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mulamula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis.
Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode StimulusRespon (S-R) sedapat mungkin.
Perkembangan pendekatan behavioral diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an
sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis yang dominan. Secara garis besar
sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari sebagai berikut :
1)

Classical Conditioning
Ivan Pavlov adalah seorang psikolog dari Rusia lahir di Rjsan 14
September 1849 dan meninggal di Leningrad 27 Februari 1936. Hasil
penelitiannya bersama Watson yang terkenal adalah classical
conditioning. Penelitiannya yang paling terkenal adalah menggunakan
anjing yang dalam keadaan lapar ditempatkan diruang kedap suara.
Dalam penelitiannya tersebut, Pavlov menyimpulkan bahwa Respon
(tindakan) dapat terjadi apabila ada Stimulus (rangasangan).

2)

Operant Conditionng
Tokoh yang mengembangkan operant conditioning adalah BF.
Skinner Pengkondisian operan, salah satu aliran utama lainnya dari
pendekatan terapi yang berlandaskan teori belajar, melibatkan
pemberian ganjaran kepada individu atas pemunculan tingkah lakunya
(yang diharapkan) pada saat tingkah laku itu muncul.
Pengkondisian operan ini dikenal dengan istilah pengkondisian instrumental
(instrumental conditioning) karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental bisa
dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum penguatan diberikan untuk tingkah laku
tersebut.
Skinner, yang dianggap sebagai pencetus gagasan pengkondisian operan, telah
mengembangkan prinsip-prinsip penguatan yang digunakan pada upaya memperoleh polapola tingkah laku tertentu yang dipelajari. Dalam pengkondisian operan, pemberian
penguatan positif bisa memperkuat tingkah laku, sedangkan pemberian penguatan negatif
bisa memperlemah tingkah laku. Tingkah laku berkondisi muncul di lingkungan dan
instrumental bagi perolehan ganjar. Pandangan teori behavioral secara umum terhadap
perilaku manusia menyatakan bahwa, antara lain :
1. Respon tidak selalu ditimbulkan oleh stimulus, akan tetapi lebih kuat oleh pengaruh
penguatan (reinforcement).
2. Lebih menekankan pada studi subjek individual dibandingkan generalisasi
kecenderungan kelompok.
3. Menekankan pada penciptaan situasi tertentu terhadap terbentuknya perilaku
dibandingkan motivasi di dalam diri.
4. Para konselor behavioral memandang kelainan perilaku sebagai kebiasaan yang
dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti situasi positif yang direkayasa
sehingga kelainan perilaku berubah menjadi positif.

2. KONSEP DASAR
Konseling Behavioral adalah salah satu dari teori-teori konseling yang ada pada saat
ini. Konseling behavioral merupakan bentuk adaptasi dari aliran psikologi behavioristik,
yang menekankan perhatiannya pada perilaku yang tampak.
Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada
tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir sebagai reaksi
atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah yang tidak tampak. Behaviorisme
ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan
diramalkan. Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan

berfokus pada perilaku saat ini daripada masa lampau. Belakangan kaum behavioris lebih
dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia adalah hasil
belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan
( Rakhmat, 1994:21).
Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak
memiliki bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya
dari lingkungan di sekitarnya. Tingkah laku ., pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan
ketidak puasan yang diperolehnya.
Istilah behavioral conseling pertama sekali dikemukakan oleh Krumboltz.Ciri-ciri
utama behavioral conseling ini adalah
1. Proses pendidikan : Konseling membantu klien mempelajari tingkah laku baru
untuk memecahkan masalahnya.
2. Teknik rakit secara individual: Dalam proses konseling, menentukan tujuan konseling,
proses asesmen,dan teknik-teknik dibangun oleh klien dengan bantuan konselor.
3. Metodologi ilmiah: Konseling behavioral dilandasi oleh metode ilmiah dalam
melakukan assesmen dan evaluasi konseling.
Pendekatan behavioral didasari oleh pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia
yaitu pendekatan yang sistematik dan terstruktur dalam konseling. Pandangan ini melihat
individu sebagai produk dari kondisioning sosial, sedikitsekali melihat potensi individu
sebagai prosedur lingkungan. Pada awal pendekatan ini hanya mempercayai hal yang dapat
diamati dan diukur sebagaisesuatu yang sah dalam pengukuran kepribadian (radical
behaviorism), dan dikembangkan lebih lanjut yang mulai menerima fenomena yang abstrak
seperti id, ego, super ego dan ilusi. Pendekatan ini memandang perilaku yang malajustru
sebagai hasil belajar dari lingkungan secara keliru.
Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat diartikan
sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku.Modifikasi perilaku memiliki
kelebihan dalam menangani masalah-masalah yang di alami oleh individu, yaitu :
1. Langkah-langkah dalam memodifikasi perilaku dapat direncanakan terlebih dahulu.
2. Perincian pelaksanaan dapat diubah selama treatmen disesuaikan dengan kebutuhan
konseling.
3. Bila berdasarkan evaluasi sebuah teknik gagal memberikan perubahan pada klien,
teknik tersebut dapat diganti dengan teknik lain.
4. Teknik-teknik konseling dapat dijelaskan dan diatur secara rasional sertadapat
diprediksi dan dievaluasi secara objektif.

5. Waktu yang dibutuhkan lebih singkat


Dalam memahami tingkah laku, terdapat beberapa model tingkah laku yang
dipengaruhi oleh teori-teori psikologi. Model-model tersebut antara lain:
1. Model psikodinamika yaitu tingkah laku manusia ditentukan kehidupandinamika
intra-psikis individu (id, ego, superego).
2. Model biofisik yaitu tingkah laku ditentukan oleh organisasi neurologi,belajar
perseptual motor, kesiapan fisiologis, integrasi dan perkembangansensori.
3. Model lingkungan yaitu tingkah laku ditentukan oleh interaksi antaraindividu dan
lingkungan.
4. Model tingkah laku yaitu tingkah laku dapat diobservasi dan diukur.
Konselor behavioral membatasi perilaku sebagai fungsi interaksi antara pembawaan
dengan lingkungan. Perilaku yang dapat diamati merupakan suatu kepedulian dari para
konselor sebagai kriteria pengukuran keberhasilan konseling. Menurut pandangan ini
manusia manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar seperti yang di kemukakan oleh
Freud.
Dalam konsep behavioral, perilaku merupakan hasil belajar, sehinga dapat diubah
dengan manupulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling
merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu
memngubah perilakunya agar dapat memecahkan masalah.
Menurut Pavlov, Belajar merupakan proses perubahan perilaku yang disebabkan oleh
pengalaman. perubahan Anak yang merasa ketakutan ketika berjalan sendiri pada malam hari
merupakan hasil dari belajar anak telah belajar menghubungkan kegelapan dengan suatu
keadaan yang menyeramkan. Reaksi ini dapat diperoleh secara tidak sadar maupun secara
sadar dan juga dapat diperoleh dari hasil belajar
Thoresen (shertzer & Stone, 1980, 188) memberi ciri konseling Behavioral sebagai
berikut:
1. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari dan karna itu dapat di ubah.
2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingkungan individu dapat membantu dalam
mengubah perilaku-perilaaku yang relevan. Prosedur-prosedur konseling beerusaha
membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku klien dengan mengubah
lingkungan.
3. Prinsip-prinsip belajar sepesial seperti reinforcement dan social modelling, dapat
digunakan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling.

4. Keefektifan konselingdan hasil konseling dinilai dari perubahan dalam perilakuperilaku khusus diluar wawancara prosedur-prosedur konseling.
5. Posedur-prosedur konseling tidak statis , tetap atau ditentukan sebelumnya, tetapi
dapat secara khusus di disain untuk klien dalam memecahkan masalah khusus.
Selanjutnya dikatakan bahwa terapi Behavioral berusaha menerapkan metode dan
prosedur eksperimental ke dalam praktek klinis. Oleh karena itu maka terapi yang baik adalah
dari ilmu yang baik.
Hal yang mendasar dalam konseling Behavioral adalah prinsip penguatan
(rainforcement) sebagai suatu kreasi dalam upaya memperkuat atau mendukung suatu
perilaku yang dikendaki. Konsep penguatan ini berasal dari percobaan Pavlov (teori classical
conditioning), dan Skinner (teori intrumental conditioning). Ada tiga macam hal yang yang
dapat memberi pengguatan yaitu (1) posistive reinvorcer. (2) negative reinvorcer. (3) no
consequence and neutral stimuli.
1. Pendangan tentang manusia
Dalam pandangan behavioral manusia pada hakikatnya bersifat mekanistik atau
merespon kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam deterministik
dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupannya
dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola
perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh
banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui
hukum-hukum belajar pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan. Manusia
bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia
dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah
laku.
Manusia cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan
menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan tingkah
laku yang salah atau tidak sesuai. Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu
hanya mengambil sesuatu yang disenangi dan menghindar dari yang tidak disenangi.
Menurut Corey (2003: 198) menyatakan bahwa pendekatan behavior tidak menguraikan
asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap manusia dipandang
memiliki kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama. Manusia pada
dasarnya di dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya. Segenap tingkahlaku
manusia itu dipelajari.
Sementara itu, Winkel (2004: 420) menyatakan bahwa konseling behavioristik berpangkal
pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan
sebagian bersifat psikologis, yaitu:

Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.

Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkahlakunya sendiri, menangkap apa yang
dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.

Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkahlaku
yang baru melalui proses belajar.

Manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh
perilaku orang lain.
Berdasarkan dua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia pada
pandangan behavioris yaitu pada dasarnya manusia tidak memiliki bakat apapun, semua
tingkahlaku manusia adalah hasil belajar. Manusia pun dapat mempengaruhi orang lain,
begitu pula sebaliknya. Manusia dapat menggunakan orang lain sebagai model
pembelajarannya.
Hakikat manusia menurut pandekatan konseling behavioral adalah pasif dan
mekanistik, manusia dianggap sebagai sesuatu yang dapat dibentuk dan diprogram sesuai
dengan keinginan lingkungan yang membentuknya. Manusia merespon lingkungan dengan
kontrol terbatas, hidup dalam alam deterministik dan memiliki sedikit peran aktif dalam
memilih martabatnya. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap
lingkungannya, dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian.
Dalam pandangan behavioristik, kepribadian manusia merupakan perilaku yang
terbentuk berdasarkan hasil pengalaman yang diperoleh dari interaksi seseorang dengan
lingkungannya. Kepribadian merupakan pengalaman seseorang akibat proses belajar. Aliran
behavioristik memiliki asumsi-asumsi dasar terhadap perilaku manusia sebagai berikut;
(1)manusia memiliki potensi untuk segala jenis perilaku, (2)manusia mampu
mengkonsepsikan dan mengendalikan perilakunya,(3)manusia mampu mendapatkan perilaku
baru, (4)manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain sebagaimana perilakunya juga
dipengaruhi oleh orang lain.
2. Pandangan tentang Kepribadian
Hakikat kepribadian menurut pendekatan behavioral adalah tingkah laku. Selanjutnya
diasumsikan bahwa tingkah laku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya
yang berupa interaksi invidu dengan lingkungannya. Kepribadian seseorang merupakan
cerminan dari pengalaman, yaitu situasi atau stimulus yang diterimanya. Merujuk asumsi ini
maka untuk memahami kepribadian manusia tidak lain adalah mempelajari dan memahami
bagaimana terbentuknya suatu tingkah laku.
a. Teori Pengkondisian Klasik

Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan fungsi dari stimulus. Eksperimen
yang dilakukan Pavlov terhadap anjing telah menunjukkan bahwa tingkah laku belajar terjadi
karena adanya asosiasi antara tingkah laku dengan lingkungannya. Belajar dengan asosiasi ini
biasanya disebut classical conditioning. Pavlov mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua
jenis, yaitu Unconditioning Stimulus(UCS) dan Conditioning Stimulus (CS). UCS adalah
lingkungan yang secara alamiah menimbulkan respon tertentu yang disebut sebagai
Unconditionting Respone (UCR), sedangkan CS tidak otomatis menimbulkan respon bagi
individu, kecuali ada pengkondisian tertentu. Respon yang terjadi akibat pengkondisian CS
disebut Conditioning Respone (CR).
Dalam eksperimen tersebut ditemukan bahwa tingkah laku tertentu dapat terbentuk
dengan suatu CR, dan UCR dapat memperkuat hubungan CS dengan CR. Hubungan CS
dengan CR dapat saja terus berlangsung dan dipertahankan meskipun individu tidak disertai
oleh UCS dan dalam keadaan lain asosiasi ini dapat melamah tanpa diikuti oleh UCS.
Eksperimen yang dilakukan Pavlov ini dapat digunakan untuk menjelaskan
pembentukan tingkah laku manusia. Gangguan tingkah laku neurosis khususnya gangguan
kecemasan dan phobia banyak terjadi karena aosiasi antara stimulus dengan respon individu.
Pada mulanya lingkungan yang menjadi sumber itu bersifat netral bagi individu, tetapi karene
terkondisikan bersamaan dengan UCS tertentu, maka dapat memunculkan tingkah laku
penyesuaian diri yang salah. Dalam pembentukan tingkah laku yang normal dapat terjadi
dalam perilaku rajin belajar misalnya, yang terbentuk karena adanya asosiasi.
b. Teori Pengkondisian Operan
Teori pengkondian yang dikembangkan oleh Skinner ini menekankan pada peran
lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu tingkah laku.
Menurut teori ini, tingkah laku individu terbentuk atau dipertahankan sangat
ditentukan oleh konsekuensi yang menyertainya. Jika konsekuensinya menyenangkan maka
tingkah lakunya cenderung dipertahankan dan diulang, sebaliknya jika konsekuensinya tidak
menyenangkan maka tingkah lakunya akan dikurangi atau dihilangkan. Dari prinsip ini dapat
dipahami bahwa tingkah laku bermasalah dapat terjadi dan dipertahankan oleh individu di
antaranya karena memperoleh konsekuensi yang menyenangkan yang berupa ganjaran dari
lingkungan. Konsekuensi yang tidak tidak menyenangkan yang berupa hukuman tidak cukup
kuat untuk mengurangi atau melawan ganjaran yang diperoleh dari lingkungan lainnya.
Dipertegas oleh Skinner bahwa tingkah laku operan sebagai tingkah laku belajar merupakan
tingkah laku yang non reflektif, yang memiliki prinsip-prinsip yang lebih aktif dibandingkan
dengan pengkondisian klasik.
c. Teori Peniruan
Asumsi dasar teori yang dikembangkan oleh Bandura ini adalah bahwa tingkah laku
dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut dengan imitasi dan
melalui pengamatan tidak langsung yang disebut denganvicarious conditioning. Tingkah laku

yang terbentuk karena mencontoh langsung maupun mencontoh tidak langsung akan menjadi
kuat kalau mendapat ganjaran.
Paparan kerangka teori behavioral di atas menunjukkan bahwa tingkah laku yang
tampak lebih diutamakan dibadingkan dengan sikap atau perasaan individu.
Pandangan para behavioris juga menganggap manusia sama saja, tidak ada yang baik
dan tidak ada yang jahat. Semasa lahirnya mereka adalah sama, masing-masing mempunyai
potensi seimbang ke arah menjadi sama ada baik ataupun jahat. Hasilnya, ahli-ahli teori
tingkah laku tidak sepenuhnya memberikan definisi tabiat asas kemanusiaan itu yang boleh
membantu teori-teori mereka sendiri. Bagaimanapun, Dustin dan George menyenaraikan
empat andaian berhubung dengan tabiat kemanusiaan dan bagaimana manusia berubah yang
menjadi inti kepada konseling tingkah laku itu sendiri, diantaranya adalah :

Manusia itu dilihat sebagai manusia biasa, tidak ada yang sepenuh-penuhnya jahat
atau sepenuh-penuhnya baik, tetapi adalah sebagai organisme berpengalaman yang
mempunyai potensi kepada semua jenis tingkah laku.

Manusia berupaya memahami konsep serta mengawal tingkah lakunya sendiri.

Manusia berupaya memperoleh tingkah lakunya yang baru.

Manusia mempunyai keupayaan untuk mempengaruhi tingkah laku lain sebagaimana


ia dipengaruhi oleh orang lain terhadap tingkah lakunya sendiri.
Bagi konselor tingkah laku, individu adalah hasil daripada pengalaman. Ahli-ahli
tingkah laku melihat tingkah laku yang salah terima itu sebagai makhluk yang mempelajari
tingkah lakunya, perkembangan dan pembaikannya adalah sama dengan sebarang tingkah
laku lain. Satu implikasi daripada pandangan ini ialah tidak adanya tingkah laku yang salah
terima bagi diri mereka itu. Selain itu sesuatu tingkah laku itu menjadi wajar disebabkan
seseorang itu menganggapnya tidak begitu. Setengah-setengah tingkah laku mungkin
dianggap wajar di rumah, tetapi tidak wajar di sekolah, begitu juga sebaliknya.

3. ASUMSI PERILAKU BERMASALAH


Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentuk dari cara belajar atau lingkungan
yang salah.Manusia bermasalah mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif
dari lingkungan.
Tingkah laku maladaftif terjadi karena kesalah pahaman dalam menanggapi
lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan dapat
diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

Perilaku yang bermasalah dalam pandangan Behavioris dapat dimaknakan sebagai


perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku yang salah suai terbentuk melalui proses
interaksi dengan lingkungannya. Artinya bahwa perilaku individu itu meskipun secara social
adalah tidak tepat, dalam beberapa saat memperoleh ganjaran dari pihak tertentu Dari cara
demikian akhirnya perilaku yang tidak diharapkan secara sosial atau perilaku yang tidak tepat
itu menguat pada individu
Perilaku yang salah suai dalam penyesuaian dengan demikian berbeda dengan
perilaku normal. Perbedaan ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada
tingkatannya yaitu tidak wajar dipandang. Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk
pada individu adalah perilaku yang bukan sekedar memperoleh kepuasan pada jangka
pendek, tetapi perilaku yang tidak menghadapi kesulitan-kesulitan yang lebih luas, dan dalam
jangka yang lebih panjang.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif
dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara
belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip
belajar.
Dilihat dari sudut pandang behavioris, perilaku bermasalah dapat dimaknai sebagai
perilaku atau kebiasaan yang negatif atau dapat dikatakan sebagai perilaku yang tidak tepat
dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Masalah perilaku yang biasanya sering terjadi
pada konseli meliputi serangan panik, membantu anak untuk mengatasi rasa takut terhadap
gelap, meningkatkan produktivitas kreatif, mengelola kecemasan dalam situasi sosial,
mendorong berbicara di depan kelas, pengendalian merokok, dan berurusan dengan depresi
Munculnya perilaku bermasalah disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

adanya salah penyesuaian melalui proses interaksi dengan lingkungan.

adanya pembelajaran yang salah dalam keluarga, lingkungan sekolah, tempat bermain
dan lain-lain. Seperti halnya kehidupan di kota-kota besar pada saat ini begitu
kompleks dan bervariasi. Sikap hidup menjadi individualistis, egois, apatis dan
hubungan sosial menjadi renggang.
Dalam suasana hidup seperti di atas, banyak orang menggunakan mekanisme pelarian
dan mekanisme pertahanan diri yang negatif. Untuk dapat bertahan dan menghindari
kesulitan hidup tidak sedikit terjadi tindakan kriminal. Bentuk mekanisme yang negatif
menyebabkan timbulnya tingkah laku yang tidak normal (patologis).
Menurut pandangan behavioral, perilaku bermasalah adalah kebiasaan negatif atau
perilaku yang tidak tepat dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Perilaku bermasalah ini
dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah adanya salah suai dalam proses

interaksi dengan lingkungan, adanya pembelajaran yang salah dalam rumah tangga, tempat
bermain, lingkungan sekolah, dan lingkungan lainnya. Perilaku dikatakan salah suai jika
perilaku tersebut tidak membawa kepuasan bagi individu, atau membawa individu kepada
konflik dengan lingkungannya.
Terbentuknya suatu perilaku dikarenakan adanya pembelajaran, perilaku itu akan
dipertahankan atau dihilangkan tergantung pada peran lingkungan dalam bentuk konsekuensi
yang menyertai perilaku tersebut. Misalnya perilaku merusak (destructif) di kelas dapat
bertahan karena adanya ganjaran (reinforcement) berupa pujian dan dukungan dari sebagian
teman-temannya dan merasa puas dengan ganjaran itu, sedangkan hukuman (punishment)
yang diberikan oleh guru tidak cukup kuat untuk melawan kekuatan ganjaran yang
diperolehnya. Perubahan perilaku yang diharapkan dapat terjadi jika pemberian ganjaran atau
hukuman dapat diberikan secara tepat.
Terbentuknya perilaku yang dicontohkan di atas disebabkan karena adanya peran
lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu perilaku dan
hal itu termasuk dalam teori belajar perilaku operan dari Skinner. Selain teori belajar Skinner,
Bandura juga mencontohkan perilaku agresif di kalangan anak-anak.
Timbulnya perilaku bermasalah yang ditandai dengan tindakan melukai atau
menyerang baik secara fisik maupun verbal, dikarenakan adanya proses mencontoh atau
modeling baik secara langsung yang disebut imitasi atau melalui pengamatan tidak langsung
(vicarious). Misalnya anak bersikap agresif karena sering dipukuli atau anak sering melihat
orang tuanya bertengkar bahkan lewat media televisi anak dapat mencontoh adegan-adegan
yang bersifat kekerasan.
Perilaku yang salah dalam penyesuaian berbeda dengan perilaku normal. Perbedaan
ini tidak terletak pada cara mempelajarinya, tetapi pada tingkatannya, yaitu tidak wajar
dipandang, dengan kata lain perilaku dikatakan mengalami salah penyesuaian jika tidak
selamanya membawa kepuasan bagi individu atau akhirnya membawa individu pada konflik
dengan lingkunganya. Rasa puas yang dirasakan bukanlah ukuran bahwa perilaku itu harus
dipertahankan, karena boleh jadi perilaku itu akan menimbulkan kesulitan di kemudian hari.
Perilaku yang perlu dipertahankan atau dibentuk pada individu adalah perilaku yang tidak
menimbulkan kesulitan-kesulitan yang lebih luas dan dalam jangka yang lebih panjang.
Menurut Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang bermasalah dalam
pandangan behavioris dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative
atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Konsleing behavioral digunakan untuk membantu masalah konseli yang terkait
dengan perilaku-perilaku maladaptif. perilaku yang bermasalah dalam pandangan behaviorist
dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau perilaku yang tidak
tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. konseling behavioral juga
dapat menangani masalah perilaku mulai dari kegagalan individu untuk belajar merespon

secara adaptif hingga mengatasi gejala neurosis Sedangkan menurut Feist & Feist (2008: 398)
menyatakan bahwa perilaku yang tidak tepat meliputi:
1. Perilaku terlalu bersemangat yang tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi, tetapi
mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya.
2. Perilaku yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang tidak
diinginkan terkait dengan hukuman.
3. Perilaku yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang tidak
diinginkan.
4. Pengetahuan akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-respon-respon
menipu diri.
Bagi individu tingkah laku yang tidak tepat akan menimbulkan berbagai kesulitan
baik bagi diri individu itu sendiri, maupun terhadap lingkungan sekitarnya. Menurut aliran
behavioral tingkah laku yang tidak tepat dipelajari dengan cara yang sama dengan tingkah
laku yang tepat. Tingkah laku ini dipelajari karena pada perkembangan tertentu pernah
menjadi jalan untuk memperoleh kepuasan.
Misalnya siswa berbuat kenakalan dikelas karena mereka belajar bahwa cara itulah
yang perlu efektif untuk menarik perhatian guru. Hukuman guru diterima anak sebagai hadist
yang memberi kepuasan kebutuhan perhatian. Walaupun orang lain memandang tingkah laku
itu tidak tepat, namun bagi siswa dapat memberi reinforcement yang diharapkannya. Sama
halnya, orang yang menarik diri, yang di pandang terisolir secara sosial. Hadiah dari tingkah
laku menarik diri adalah tidak perlu berpartisipasi dengan situasi yang menakutkan, dimana
takut ini juga dipelajari melalui pengalaman yang tidak menyenangkan di masa lalu.
Contoh lain : seorang anak yang tidak mengerjakan soal-soal mata pelajaran
matematika, bagi siswa lain tentu keadaan ini merugikan, karena tidak boleh mengikuti mata
pelajaran. Namun bagi siswa tersebut merasa puas karena ia tidak senang dengan mata
pelajaran matematika sebagai pekerjaan rumah. Guru menyuruhnya keluar tidak mengikuti
pelajaran matematika, ia merasa puas karena dapat memberikan reinforcement yang
diharapkan.
Tingkah laku yang tidak tepat berbeda dengan yang tepat, hanya dalam derajat tingkah
laku itu mengecewakan individu dan lingkungannya. secara luas, kebudingayaan ikut
menentukan mana tingkah laku yang tepat dan tidak tepat.dari interaksi dengan kebudayaan
impuls individu belajar merangsang apa saja yang dapat memuaskan dan tidak dapat
memuaskan diri dan lingkungannya, dan menyususnnya dalam hirarki khasanah tingkah laku.
Tingkah laku manusia dapat dilihat dari aspek kondisi yang menyertai atau akibat
yang menyertai tingkah laku setelah terbentuk dengan anticedent yang disebut dengan
consequence.

Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui


hukum-hukum belajar : (Alwisol, 2011 : 322)
1. Pembiasaan klasik, yang ditandai dengan satu stimulus yang menghasilkan satu
respon. Misalnya bayi merespon suara keras dengan takut.
2. Pembiasaan operan, ditandai dengan adanya satu stimulus yang menghasilkan banyak
respon. Pengondisian operan memberikan penguatan positif yang bisa memperkuat
tingkah laku. Sebaliknya penguatan negatif bisa memperlemah tingkah laku.
Munculnya perilaku akan semakin kuat apabila diberikan penguatan positif dan akan
menghilang apabila dikenai hukuman.
3. Peniruan, yaitu orang tidak memerlukan reinforcement agar bisa memiliki tingkah
laku melainkan ia meniru. Syarat dalam meniru tingkah laku yaitu:Tingkah laku yang
ditiru memang mampu untuk ditiru oleh individu yang bersangkutan dan tingkah laku
yang ditiru adalah perbuatan yang dinilai publik positif.
Konseling Behavioral sebagai model konseling yang memiliki pendekatan yang
berorientas pada perubahan perilaku menyimpang dengan menggunakan prinsip-prinsip
belajar. Perilaku manusia termasuk perilaku yang menyimpang terbentuk karena belajar dan
perilaku itu dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Belajar yang
dimaksud disini adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil dari latihan
atau pengalaman.
Teoritisi belajar berpendapat, tingkah laku yang tidak tepat dapat diterangkan dengan
prinsip yang sama dengan pola tingkah laku yang tidak tepat, karena pada dasarnya semua
tingkah laku adalah usaha individu untuk memodifikasi situasi sehingga dapat memberikan
kepuasan setiggi-tingginya.
Semua tingkah laku dibentuk melalui proses belajar, tetapi tidak peduli hasilnya nanti
adaptif dan maladaptif. Individu memantapkan pola tingkah lakunya karena dapat
memperoleh kepuasan-kepuasan. Ini yang akan menjadi salah satu kunci proses konseling
behavioral, yakni kemampuan konselor membantu klien menentukan kepuasan bagaimana
yang bakal diperolehnya dari suatu tingkah laku.
Berdasarkan uraian diatas, dapat di simpulkan bahwa tingkah laku yang tidak dapat
diperoleh dan dikembangkan oleh seseorang karena ia belajar dengan salah, sehingga tingkah
lakunya tidak tepat, kurang, dan berlebihan. Misalnya menyendiri, belajar hanya dengan
waktu yang paling minimal, merokok berlebihan, pobia, tidur berlebihan, ngeluyur, tidsk
ksruan dan sebagainya
Banyak tingkah laku yang menyimpang karena individu itu hanya mengambil sesuatu
yang disenangi, dan menghindari yang tidak disenangi. Psikoterapi melatih klien untuk dapat
bertingkah laku yang menurut pendapatnya tidak menyenangkan. Bila seorang klien datang
pada seorang psikoterapis bahwa ia mengalami suatu kecemasan. Salah satu cara untuk

menghindarkan kecemasan itu dengan memanipulasi stimulus sehingga menimbulkan respon


yang mendatangkan suatu ganjaran, maka terapis itu menolong klien mengurangi kecemasan.
Hal ini terjadi karena stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga
perilaku yang tidak dikehendaki (simtomatik) tersebut terhambat kemunculannya. Stimulus
yang tidak menyenangkan disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya
perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk
asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Perilaku bermasalah adalah perilaku individu yang negative dan / atau perilaku yang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, perilaku yang tidak membawa kepuasaan bagi
individu, atau perilaku yang menyebabkan konflik antara individu dengan lingkungannya.
Perilaku bermasalah terjadi karena adanya salah suai dalam proses interaksi individu dengan
lingkungannya. Perilaku bermasalah terjadi karena proses belajar, terbentuk oleh peristiwaperistiwa yang terjadi sebelumnya.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif
dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam
menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara
belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip
belajar.
Perilaku bermasalah juga dapat terbentuk karena modeling, perilaku mencontoh, baik
berupa pengamatan langsung (imitasi), atau secara tidak langsung (vicarious). Teori belajar
dengan mencontoh ini dapat dilakukan dengan modeling dan vicarious. Modeling merupakan
proses belajar individu dengan menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan oleh orang
lain sebagai model dengan melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku yang
diamati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus melibatkan proses kognitif.
Vicarious classical conditioning merupakan modeling yang digabung dengan conditioning
classic. Modeling ini digunakan untuk mempelajari respon emosional. Proses vicarious
classical conditioning ini dapat dilihat dari kemunculan respon emosional yang sama dalam
diri seseorang dan respon tersebut ditujukan ke obyek yang ada didekatnya saat dia
mengamati model ituAnak yang sering dihukum fisik, ditampar, dipukul, menyaksikan kedua
orangtuanya bertengkar, maka anak akan belajar dan mencontoh perilaku agresif tersebut.
Perilaku bermasalah dapat juga terjadi karena mencontoh adegan-adengan dalam games, TV,
atau film.
Perilaku bermasalah ini akan tetap atau berubah tergantung pada konsekuensikonsekuensi yang menyertai perilaku tersebut dalam lingkungan dimana individu berada.
Seorang anak yang membuat gaduh di kelas, akan terus berulah jika lingkungan, guru dan
teman sekelas, melakukan pembiaran, pujian atau bahkan dukungan (reinforcement),
sebaliknya jika lingkungan memberikan punishment (hukuman) maka perilaku tersebut akan
berhenti. Perubahan perilaku terjadi jika punishment dan reinforcement diberikan dengan

tepat. Punishment yang diberikan menjadi tidak efektif jika tidak mampu meredam kekuatan
reinforcement.
Perilaku bermasalah adalah perilaku individu yang negative dan / atau perilaku yang
tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, perilaku yang tidak membawa kepuasaan bagi
individu, atau perilaku yang menyebabkan konflik antara individu dengan lingkungannya.
Perilaku bermasalah terjadi karena adanya salah suai dalam proses interaksi individu
dengan lingkungannya. Perilaku bermasalah terjadi karena proses belajar, terbentuk oleh
peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya. Perilaku akan terbentuk dan dipertahankan jika
diberi ganjaran. Sebaliknya perilaku akan berkurang dan hilang jika diberi hukuman.
Secara general menurut Skinner bahwa pribadi manusia dapat mempengaruhi tingkah
lakunya melalui manipulasi lingkungan. Asumsi yang mendasari pendekatan behavioral ini
adalah bahwa karena individu yang terganggu oleh berbagai masalah spesifik maka
dibutuhkan banyak strategi untuk menghasilkan perubahan
Konseling behavioral berasusmsi bahwa perilaku yang salah akibat dari pembelajaran
dan pendidikan yang salah, baik sebagai akibat dari pengaruh lingkungan maupun aspek
sosial lainya. Sebagai contoh, ketika menangani anak yang senang minum-minuman keras,
maka yang akan dilakukan adalah memberikan terapi yang realistis dengan permasalahan
yang ada. Seperti memberikan tahap-tahap dalam mengatasi kecenderungan minuman keras,
disamping itu dengan merubah kebiasaan yang dari klien.
Dari penjelasan mengenai asumsi perilaku bermasalah yang telah di jelaskan tersebut
dapat disimpulkan bahwa
1. Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau
tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan
lingkungan.
2. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang
salah.
3. Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif
dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman
dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.
4. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku
tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar

4. TUJUAN KONSELING
Tujuan konseling behavioral adalah membantu klien untuk mendapatkan tingkah
laku baru. Dasar alasannya adalah bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari (learned),
termasuk tingkah laku maladaptive (salah usai). Jika tingkah laku neurotik learned, maka ia

bisa unlearned (dihapus dari ingatan)Konseling behavioral pada hakikatnya terdiri atas proses
penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif dan pemberian pengalaman-pengalaman belajar
yang didalamnya respon-respon yang layak yang belum dipelajari. (Corey, 2010 : 199)
Dari tujuan diatas dapat dibagi menjadi beberapa sub tujuan yang lebih konkrit yaitu:
1. Membantu klien untuk menjadi asertif dan mengekspresikan pemikiran-pemikiran dan
hasrat-hasrat ke dalam situasi yang membangkitkan tingkah laku asertif (mempunyai
ketegasan dalam bertingkah laku).
2. Membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang
menghambat dirinya dari keterlibatan peristiwa-peristiwa sosial.
3. Membantu untuk menyelesaikan konflik batin yang menghambat klien dari
pembuatan pemutusan yang penting bagi hidupnya.
Adapun tujuan khusus dari konseling behavioral adalah membantu klien menolong
diri sendiri, mengembalikan klien ke dalam masyarakat, meningkatkan keterampilan sosial,
memperbaiki tingkah laku yang menyimpang, membantu klien mengembangkan sistem self
management dan self control. (Sutarno, 2003 : 8) Sehingga tujuan dari konseling behavioral
adalah membentuk perilaku baru yang adaptif melalui proses belajar dan lingkungan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan
yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan
hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi
pembentukan tingkah laku. Adapun karakteristik konseling behavioral menurut Corey (1997)
dan George dan Cristiani (1990) adalah :
1. berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
2. Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling
3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien
4. Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Berdasarkan karakteristik ini dapat dipahami bahwa tujuan dari terapi tingkah laku
dalam konseling adalah :
1. Mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa
mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yang dapat membuat ketidakpuasan
dalam jangka panjang dan/atau mengalami konflik dengan kehidupan sosial.
2. Mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku
yang diharapkan, dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu
menemukan cara-cara berperilaku yang tepat.

Ada tiga fungsi tujuan konseling behavioral, yaitu : (1) sebagai refleksi masalah klien
dan dengan demikian sebagai arah bagi proses konseling, (2) sebagai dasar pemilihan dan
penggunaan strategi konseling, dan (3) sebagai kerangka untuk menilai konseling.
Secara operasional tujuan konseling behavioral dirumuskan dalam bentuk dan istilahistilah yang khusus, melalui : (1) definisi masalah, (2) sejarah perkembangan klien, untuk
mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan
interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya, (3) merumuskan tujuan-tujuan
khusus, (4) menentukan metode untuk mencapai perubahan tingkah laku.
Sedangkan tujuan konseling menurut Krumboltz harus memperhatikan criteria berikut
: (1) tujuan harus diinginkan oleh klien , (2) konselor harus berkeinginan untuk membantu
klien mencapai tujuan dan (3) tujuan harus mempunyai kemungkinan untuk dinilai
pencapaiannya oleh klien .
Tujuan konseling dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu (1) memperbaiki perilaku
salah sesui, (2) belajar tentang proses pembuatan keputusan, dan (3) Pencegahan timbulnya
masalah-masalah.
Adapun tujuan dari pembahasan tentang teknik konseling behavioral ini adalah :

Untuk mengetahui sejarah, konsep, dan teknik pelaksanaan konseling behavioral


dengan baik dan benar.

Memahami metode dan ciri khas yang terdapat dalam pelaksanaan konsep teori
behavioral dalam format konseling kelompok.

Menjelaskan kajian-kajian dan peranan konselor dan konseli dalam proses konseling
kelompok behavioral.
Menurut Corey (1986, 178) ada tiga tujuan dalam konseling behavioral yaitu (1)
sebagai refleksi masalah klien dan dengan demi dan sebagai arah bagi konseling , (2) sebagai
dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling , dan (3) sebagai kerangka untuk menilai
hasil konseling. Urutan pemilihan dan penetapan tujuan yang digambarkan oleh Cormier and
Cormier (Corey, 1986,178) sebagai salah satu bentuk kerja sama antara konselor dengan klien
, adalah sebagi berikut :
1. Konselor menjelaskan hakekat dan maksud dari tujuan .
2. Klien mengkhususkan perubahan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil
konseling
3. Klien dan konselor menetapkan tujuan yang telah ditetapkan apakah merupakan
perubahan yang dimiliki oleh klien .
4. Bersama-sama menjajagi apakah tujuan-tujuan itu

5. Mereka mendiskusikan kemungkinan manfaat manfaat tujuan .


6. Mereka mendiskusikan kemungkinan kerugian-kerugian tujuan.
7. Atas dasar informasi yang diperoleh tentang tujuan klien, konselor dan klien membuat
salah satu keputusan berikut untuk melanjutkan konseling atau mempertimbangkan
kembali tujuan akan mencari referal.
Mereka mendiskusikan kemungkinan kerugian-kerugian tujuan atas dasar informasi
yang diperoleh tentang tujuan klien ,konselor dan klien membuat salah satu keputusan
berikut: untuk melanjutkan konseling ,atau mempertimbangkan kembali tujuan akan mencari
referral,
Bila pemilihan tujuan di atas dapat diselesaikan, maka proses penentuan tujuan
dimiliki. Proses ini mencakup usaha bersama dimana konselor dan klien membahas tingkah
laku yang dihubungkan dengan tujuan-tujuan tersebut, kondisi-kondisi perubahan, tingkat
perubahan tingkah laku, hakikat sub-sub tujuan dan rencana tindakan untuk mencapai tujuantujuan tersebut.
Setelah tujuan ditetapkan dan ditentukan, tugas terapis adalah untuk memilih strategi
terapeutik yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dalam poin itulah klien
dan terapis melakukan kesepakatan terapeutik. Gotman dan Laiblum (1973) menyatakan
bahwa kesepakatan/persetujuan tertulis dan ditandatangani dapat digunakan untuk
menegaskan kesepakatan tujuan dan aturan-aturan prosedural treatment. Dalam pandangan
mereka, ada implikasi penting dari memiliki kesepakatan seperti :

Kesepakatan
terapeutik
meningkatkan
konselor/klien alliance operational.

Kesepakatan terapeutik menekankan pada klien pentingnya partisipasi aktif dalam


proses terapeutik dan bukan membantu perkembangan sikap spektator pasif.

kesepalatan-kesepakatan

membuat

Kesepakatan terapeutik adalah hubungan dasar antara prosedur-prosedur atau teknikteknik yang digunakan dengan tujuan kongkrit klien.
Tujuan konseling behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku
konseli, yang di antaranya :
1. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar
2. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif
3. Memberi pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari
4. Membantu konseli membuang respon-respon yang lama yang merusak diri atau
maladaptif dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat dan sesuai
(adjustive).

5. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladaptive,


memperkuat serta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
6. Penetapan tujuan dan tingkah laku serta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersama
antara konseli dan konselor.

5. PERAN KONSELOR DALAM KONSELING BEHAVIORAL


Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkah laku harus memainkan
peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan pengetahuan
ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia, para kliennya. Terapis
tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis
tingkahlaku yang maladatif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang
diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.
Hakikatnya fungsi dan peranan konselor terhadap konseli dalam teori behavioral
ini adalah :
1. Mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada
penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif.
2. Menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli, dengan membebaskan
seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan
nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki
sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.
Perubahan dalam perilaku itu harus di usahakan melalui suatu proses belajar atau
belajar kembali, yang berlangsung selama proses konseling. Oleh karena itu ,proses konseling
di pandang sebagai suatu proses pendidikan yang berpusat pada usaha membantu dan
kesediaan di bantu untuk belajar perilaku baru dan dengan demikian mengatasi berbagai
macam permasalah. Perhatian di fokuskan pada perilaku-perilaku tertentu yang dapat di amati
,yang selam aproses konseling melalui berbagai prosedur dan aneka teknik tertentu akhirnya
menghasilkan perubahan yang nyata, yang juga dapat di saksikan dengan jelas. Semua usaha
untuk mendatangkan perubahan dalam tingkah laku di dasar kanpadateori belajar yang di
kenal dengan nama Behaviorism dan sudah di kembangkan sebelum lahirnya aliran
Behavioral dalam konseling. Konselor behavioral memiliki peran yang sangat penting dalam
membantu konseling. Wol pemengemukakan peran yang harus di lakukan konselor, yaitu
bersikap menerima, mencoba memahami konseli dan apa yang di kemukakantan pamenilai
atau mengkritiknya. Dalam hal menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk
mempermudah melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai guru yang
membantu konseli melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah,
tujuan yang hendak dicapai
Terapi behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli
memiliki peran yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan
kerjasama yang baik antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli
dalam proses terapi ialah meliputi :

Memiliki motivasi untuk berubah

Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun
dalam kehidupan sehari-hari

Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah
yang aktif (seperti self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara
sesi terapi.

Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.

Peran Konselor
Pada umumnya konselor yang mempunyai orientasi behavioral bersikap aktif dalam
proses konseling. Konseli belajar menghilangkan atau belajar kembali bertingkah laku
tertentu. Dalam proses ini, konselor berfungsi sebagai konsultan, guru, pemberi dukungan
dan fasilitator. Ia bisa juga memberi instruksi atau mensupervisi orang-orang pendukung yang
ada di lingkungan konseli yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Konselor
behavioral yang efektif beroperasi dengan perspektif yang luas dan terlibat dengan konseli
dalam setiap fase konseling (Gladding, 2004).
Sikap yang dimiliki oleh konselor behavior ialah menerima, dan mencoba memahami
apa yang dikemukakan konseli tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam proses terapi,
konselor berperan sebagai guru atau mentor. Tugas utama terapis adalah untuk melakukan
tindak lanjut penilaian untuk melihat apakah perubahan yang tahan lama dari waktu ke waktu
Fungsi dan tugas konselor juga dijelaskan untuk mengaplikasikan prinsip dari
mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan
perilaku yang lebih adaptif. Kemudian menyediakan sarana untuk mencapai sasaran konseli,
dengan membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif
sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang
dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.
Lebih rincinya peranan seorang konselor dalam proses konseling kelompok ini, antara
lain adalah :
1. Konselor berperan sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam mendiagnosis tingkah laku
yang ditunjukan oleh konseli.
2. Konselor harus menerima dan memahami konseli tanpa mengadili atau mengkritik.
3. Konselor juga harus dapat membuat suasana yang hangat, empatik dan memberikan
kebebasan bagi konseli untuk mengekspresikan diri.

4. Memberikan informasi dan menjelaskan proses yang dibutuhkan anggota untuk


melakukan perubahan.
5. Konselor harus memberikan reinforcement.
6. Mendorong konseli untuk mentransfer tingkah lakunya dalam kehidupan nyata.

Peran Konseli
Keberadaan konseli dalam konseling kelompok khususnya behavioral tidak harus
berasal dari konseli yang mempunyai permasalahan yang sama. Setiap anggota kelompok
diberikan kesempatan untuk menanggapi persoalan yang sedang dihadapi oleh salah seorang
anggota kelompok. Di sini, ada semacam sharing pendapat di antara teman sebaya dalam
memecahkan sebuah persoalan.
Terapi behavior memiliki prosedur kerja yang jelas, sehingga konselor dan konseli
memiliki peran yang jelas. Ini berarti untuk mencapai tujuan terapi sangat dibutuhkan
kerjasama yang baik antara konselor dan konseli. Adapun sikap, peran dan tugas konseli
dalam proses terapi ialah meliputi :

Memiliki motivasi untuk berubah

Kesadaran dan partisipasi konseli dalam proses terapi, baik selama sesi terapi maupun
dalam kehidupan sehari-hari

Klien terlibat dalam latihan perilaku baru dan umumnya menerima pekerjaan rumah
yang aktif (seperti self-monitoring perilaku bermasalah) untuk menyelesaikan antara
sesi terapi.

Terus menerapkan perilaku baru setelah pengobatan resmi telah berakhir.


Adapun peranan atau hak seorang konseli dalam proses konseling kelompok
behavioral, antara lain adalah :
1. Setiap anggota mengemukakan masalahnya secara khusus, meneliti variabel eksternal
dan internal yang mungkin menstimulasi dan menguatkan perilakunya dan lebih lanjut
membuat pernyataan perilaku baru yang diharapkan.
2. Konseli dituntut memiliki kesadaran dan berpartisipasi dalam terapeutik.
3. Konseli berani menanggung resiko atas perubahan yang ingin dicapai.
.Dalam hubungan konselor dengan konseli ada beberapa hal yang harus dilakukan, yaitu :

Konselor memahami dan menerima konseli.

Antara konselor dan konseli saling bekerjasama dalam satu kelompok.

Konselor memberikan bantuan dalam arah yang diinginkan konseli.

6. DISKRIPSI PROSES KONSELING


Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses
tersebut.
Konselor aktif :
1. Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat
membantu pemecahannya atu tidak
2. Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling,
khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
3. Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling :
1. Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika
perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan
dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area
masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benarbenar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi
motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin
diubah.
2. Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Konselor dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
(b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling
(c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
- apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
- apakah tujuan itu realistic
- kemungkinan manfaatnya;
- kemungkinan kerugiannya
- Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan
menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang
akan dicapai, atau melakukan referal.
1. Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling
yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan
konseling.
2. Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan
konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan
konseling.

3. Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan
meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang
membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon
yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.

7. TEKNIK KONSELING
Teknik-teknik konseling yang bisa dan biasa digunakan dalam Konseling behavioral
adalah :
1. Latihan Asertif (Assertive training)
Latihan asertif merupakan latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain
yang menimbulkan kecemasan. Klien yang menunjukkan rasa cemas, diberi tahu bahwa
dirinya mempunyai hak untuk mempertahankan diri.Ia silatih untuk memelihara harga dirinya
dengan berulang kali diberi latihan mempertahankan diri. Lathian seperti ini memungkinkan
klien dapat mengendalikan lingkungannya. Apabila rangsangan dari lingkungan tersebut
terlalu kuat sehingga berat untuk mengendalikannya dapat dilakukan dengan desensitisasi.
Menurut Corey, (2011:213) latihan asertif akan membantu bagi orang-orang yang (1)
tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung, (2) menunjukkan
kesopanan berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya (3) memiliki
kesulitan untuk mengatakan tidak (4) mengalami kesulitan untuk mengungkapkan afeksi
dan respons-repons positif lainnya (5) merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaanperasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
Latihan asertif menggunakan prosedur-prosedur permainan peran. Suatu masalah
yang khas yang bisa dikemukakan sebagai contoh adalah kesulitan klien dalam menghadapi
atasannya di kantor. Terapi kelompok latihan asertif pada dasarnya merupakan penerapan
latihan tingkah laku pada kelompok dengan sasaran membantu individu-individu dalam
mengembangkan cara-cara berhubungan yang lebih langsung dalam situasi-situasi
interpersonal.Fokusnya adalah memprakterkan melalui permainan peran, kecakapankecakapan bergaul yang baru diperoleh sehinggal individu-individu diharapkan mampu
mengatasi ketakmemadainya dan belajar bagaimana mengungkapkan perasaan-perasaan dan
pikiran-pikiran mereka secara lebih luas dan terbuka disertai keyakinan bahwa mereka berhak
untuk menunjukkan reaksi-reaksi yang terbuka. (Corey, 2010: 215)
Sehingga dapat disimpulkan untuk latihan asertif ini lebih membentuk tingkah laku
baru dalam menghadapi hubungan dengan orang lain dan menghapus tingkah laku yang lama
yang memuat klien merasa cemas.
Contohnya, seorang siswa yang takut kalau dimarahi gurunya, pertama-tama klien
memainkan peran sebagai gurunya dan konselor sebagai siswanya, lalu konselor meniru cara

siswa dalam berpikir dan cara menghadapi gurunya. Lalu antara keduanya saling bertukar
peran, konselor sebagai gurunya dengan arahan klien untuk menunjukkan peran guru secara
realistis, sambil konselor melatih dan mengarahkan klien dalam menghadapi gurunya. Maka
secara perlahan akan terbentuk tingkah laku baru pada diri klien.
2. Desensitisasi sistematis
Desensititasi berarti menenangkan ketegangan klien dengan jalan mengajri/melatih
klien untuk santai/rileks. Desensititasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral
yang memfokuskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan
cara mengajarkan klien untuk rileks
Latihan rileks ini bisa dilakukan dalam lima atau enam sesi. Apabila klien telah
mampu melakukan rileks, klien dibantu untuk menyusun urutan stimulus yang
mencemaskan.Dalam hal ini, klien diminta secara bertahap membayangkan stimulus mulai
dari yang paling kurang menemaskan hingga yang paling mencemaskan; klien dilatih untuk
tetap rileks disaat mengahadapi stimulus yang mencemaskan itu. Demikian seterusnya hingga
ia dapat membayangkan stimulus itu tanpa adanya kecemasan lagi. Jadi, dengan teknik ini
dimaksudkan agar klien dapat mengganti perasaan cemas terhadap stimulus tertentu dengan
perasaan rileks terhadap stimulus tertentu.
Menurut Gerald Corey dalam bukunya Konseling dan Psikoterapi hlm 210 bahwa
Desentisisasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani fobia-fobia, tetapi keliru
apabila menganggap teknik ini hanya bisa diterapkan pada penanganan ketakutan-ketakutan.
Desentisisasi sistematik bisa diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil
kecemasan, mencakup situasi interpersonal, ketakutan menghadapi ujian, ketakutanketakutan yang digeneralisasi.
Sehingga dapat disimpulkan teknik desentisisasi sistemik ini lebih membantu klien
dalam terapi penyembuhan kecemasan dalam diri klien yang lebih disebabkan oleh fobiafobia maupun ketakutan klien dengan mengajak klien untuk rileks membayangkan hal-hal
yang membuat takut dari hal yang paling mengerikan sampai hal yang kurang mengerikan.
Contohnya, klien fobia dengan balon, selalu ketakutan kalau melihat balon, lalu klien
diajak rileks membayangkan bentuk balon, kecemasan ditingkatkan yaitu dengan klien diajak
melihat balon dari kejauhan, ditingkatkan lagi dengan mengajak klien memegang balon disini
kecemasan klien meningkat tajam sampai akhirnya klien diajak untuk meletuskan balon
disini tingkat kecemasan klien sampai pada puncaknya dengan memberikan klien stimulus
yang berupa motivasi, musik atau air minum.
3. Pengkondisian Aversi
Teknik ini digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk, dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respons pada stimulus yang disenangi dengan

kebalikan respons terhadap stimulus tersebut, dibarengi stimulus yang merugikan atau tidak
mengenakan dirinya.
Hal ini dilakukan dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan
(menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.
Stimulus yang tidak menyenangkan disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan
munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan
terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak
menyenangkan.
Teknik- teknik pengkondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk
meredakan gangguan-gangguan behavioral spesifik, melibatkan pengasosian tingkah laku
yang tidak diinginkan terhambat kemunculan.Stimulus-situmulus aversi biasanya berupa
hukuman dengan kejutan listrik atau pemberian ramua yang membuat mual.Kendali aversi
bisa melibatkan penarikan pemerkuat positif atau penggunaan berbagai bentuk hukuman.
Contoh pelaksanaan penarikan pemerkuat positif adalah mengabaikan ledakan
kemarahan anak guna menghapus kebiasaan mengungkapkan ledakan kemarahan pada si
anak.Jika perkuatan ditarik, tingkah laku yang tidak diharapkan cenderung berkurang
frekuensinya.
Contoh penggunaan hukuman sebagai cara pengendalian adalah pemberian kejutan
listrik kepada anak autistik ketika tingkah laku spesifik yang tidak diinginkan muncul. Butir
yang penting adalah bahwa prosedur-prosedur aversif ialah menyajikan cara-cara menahan
respons-respons maladaptif dalam suatu periode sehingga terdapat kesempatan untuk
memperoleh tingkah laku alternatif yang adaptif dan yang akan terbukti memperkuat dirinya
(Corey, 2010:216-217)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa terapi aversif ini lebih membentuk tingkah laku
baru yang lebih spesifik yang adaptif dari yang semula maladaptif, atau tingkah laku yang
sesuai aturan.

8. KELEBIHAN DAN KETERBATASAN


Kelebihan
1.
Mengembangkan konseling sebagai ilmu karena mengundang penelitian dan
menerapkan ilmu pengetahuan kepada proses koseling
2.
Mengembangkan perilaku yang spesifik sebagai hasil konseling yang dapat diukur
3.
Penekanan bahwa konseling hendaknya memusatkan pada perilaku sekarang dan
bukan pada perilaku yang terjadi dimasa datang.
Kelemahan
4.
Kurangnya kesempatan bagi klien untuk terlibat kreatif dengan keseluruhan
penemuan diri atau aktualisasi diri

5.
Kemungkinan terjadi bahwa klien mengalami depersonalized dalam interaksinya
dengan konselor.
6.
Keseluruhan proses mungkin tidak dapat digunakan bagi klien yang memiliki
permasalahan yang tidak dapat dikaitkan dengan tingkah laku yang jelas.
7.
Bagi klien yang berpotensi cukup tinggi dan sedang mencari arti dan tujuan hidup
mereka, tidak dapat berharap banyak dari konseling behavioral.

9. CONTOH PENERAPAN
Teknik Latihan Asertif : Sinta adalah klien yang mengalami kesulitan dalam memilih
tindakan, dia tersinggung namun, dia hanya diam tanpa bertindak apapun dia hanya
melampiaskan amarah pada perasaannya sendiri. Maka cara yang digunakan adalah dengan
permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat
diterapkan dalam latihan asertif ini agar siswa atau klien mau memahami tindakan yang akan
ia lakukan benar atau tidak.
Teknik Desensitisasi Sistematis : Dina merasa dirinya selalu cemas saat akan
menghadapi presentasi dia selalu gemetar di depan audien yang ada di hadapannya dia
merasa dirinya tidak layak dan tidak berwawasan luas untuk dapat presentasi depan banyak
orang. Dalam kasus ini digunakannya Desensitisasi Sistematis dengan pengkondisian klasik
respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi
sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah
laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan
respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Teknik Pengkondisian Aversif : Lisa memiliki kebiasaan yang buruk dia senang
mengambil barang orang lain tanpa sepengetahuan pemilik dan yang di ambil adalah
penghapus. Dia mengumpulkan barang-barang tersebut karena hobi mengumpulkannya
menurutnya itu adalah hal wajar baginya. Dengan Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya
dengan kebalikan stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan
tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki
kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang
tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Teknik Pembentukan Tingkah laku Model : Teknik ini dapat digunakan untuk
membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah
terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model,
dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan
dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh
memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejarah konseling behavioral bermula pada Ivan Sechenov (1829-1905), bapak psikologi
Rusia. Struktur hipotetiknya, dikembangkan sekitar 1863.
Konseling Behavioral pada mulanya disebut dengan Terapi Perilaku yang berasal dari
dua arah konsep yakni Pavlovian dari Ivan Pavlov dan Skinnerian dari B.F. Skinner. Mulamula terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958) untuk menanggulangi (treatment) neurosis.
Tujuan terapi adalah untuk memodifikasi koneksi-koneksi dan metode-metode StimulusRespon (S-R) sedapat mungkin.
Konseling behavioral dikenal juga dengan modifikasi perilaku yang dapat diartikan sebagai
tindakan yang bertujuan untuk mengubah perilaku. Tingkah laku dipelajari ketika individu
berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar : (a) pembiasaan klasik; (b)
pembiasaan operan; (c) peniruan. Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh
kepuasan dan ketidak puasan yang diperolehnya.
Karakteristik konseling behavioral adalah : (a) berfokus pada tingkah laku yang tampak dan
spesifik, (b) memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling, (c)
mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien, dan (d) penilaian
yang obyektif terhadap tujuan konseling.
Dalam konsep behavioral, perilaku merupakan hasil belajar, sehinga dapat diubah dengan
manupulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi belajar. Pada dasarnya, proses konseling
merupakan suatu penataan proses atau pengalaman belajar untuk membantu individu
memngubah perilakunya agar dapat memecahkan masalah
Menurut Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkah laku harus memainkan peran
aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan pengetahuan ilmiah
pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah
laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku
yang maladatif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan
mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive

B. Saran
Demikian makalah ini kami rangkai saran kami adalah :
4. cobalah memahami pendekatan behavioral. Dan bandingkan dengan teori pendekatan
konseling lainnya.
5. Mencari tahu kelemahan dan kelebihan dari pendekatan behavioral
6. Bandingkan pendekatan konseling behavioral dengan lingkungan nyata apakah ada
manfaat atau mungkin terdapat kerugiannya

Daftar Pustaka
Fauzan, Lutfi, (2004), Pendekatan-Pendekatan Konseing Individual. Malang : Elang Mas
Pujosuwarno Sayekti, (1993), Berbagai Pendekatan dalam Konseling, Yogyakarta:Menara
Mas Offset.
Walgito Bimo, (2004), Bimbingan dan Konseling (Studi & Karir), Yogyakarta:C.V Andi
Offset
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/23/pendekatan-konseling-behavioral/
di poskan oleh akhmad sudrajat tanggal 23 januari 2008 dan di unduh tanggal 14 mei 20015
pukul 15.00)

Anda mungkin juga menyukai