Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PSIKOTERAPI

Tentang:

TERAPI PERILAKU

Disusun Oleh:
Kelompok 4

1. Annisa Ammalia Difa 1915040116


2. Alifiah Azzahra 1915040112
3. Suchi Rahmadhanti 1915040101
4. Hamda Fathinues Shadiq 1915040028

Dosen Pengampu :
Mai Tiza Husna, M.Psi., Psikolog

PRODI PSIKOLOGI ISLAM (C)


FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) IMAM BONJOL PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh


Segala puji bagi Allah SWT, sang pengatur alam semesta, yang telah
melimpahkan nikmat serta kesehatan sehingga pemakalah dapat menyelesaikan tugas
makalah tentang “Terapi Pelaku”. Salawat beserta salam kita kirimkan kepada
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Serta ucapan terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah “Psikoterapi” yaitu kepada Ibu Mai Tiza Husna M. Psi.,
Psikolog yang telah memberikan bimbingannya kepada kami. Kami memohon
permintaan maaf kepada pembaca terutama pada dosen pengampu apabila ditemukan
kesalahan pada penyusunan makalah ini.
Kami menyadari banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah kami, karna
tak ada yang lebih sempurna selain Allah SWT. Maka dari itu kami mengharapkan
kritikan serta saran dari para pembaca untuk dapat memperbaiki dari kesalahan pada
penyusunan dari makalah kami, atas itu kami ucapkan terima kasih

Padang, 26 April 2022

Pemakalah

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ ...I


DAFTAR ISI........................................................................................................................... ..II
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar belakang.............................................................................................................. 1
2. Rumusan masalah......................................................................................................... 1
3. Tujuan...........................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
1. Konsep dasar teori perilaku tentang kepribadian......................................................... 2
2. Unsur-unsur terapi perilaku.......................................................................................... 4
3. Teknik-teknik terapi perilaku....................................................................................... 6

BAB III PENUTUP


Kesimpulan........................................................................................................................11
Saran.................................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Seseorang sering dihadapkan dengan banyaknya persoalan hingga pada
persoalan yang rumit untuk diselesaikan. Oleh karena itu kita membutuhkan
bantuan agar dapat memahami serta memecahkan persoalan tersebut. Dalam
dunia psikologi dikenal dengan isyilah psikoterapi, dimana psikoterapi bentuk
aktivitas pemberian bantuan psikologis kepada seorang individu yang
membutuhkan.
Terapi dalam psikologi terdapat banyak macamnya, tentunya terapi ini
digunakan sesuai dengan kebutuhan klien, berdasarkan masalah yang sedang
dialaminya. Dari berbagai macam terapi yang ada dalam makalah ini akan
dibahas tentang terapi perilaku.

2. Rumusan Masalah
a. Apa konsep dasar teori perilaku tentang kepribadian?
b. Apa saja unsur-unsur terapi perilaku?
c. Bagaimana teknik-teknik terapi perilaku?

3. Tujuan
a. Untuk mengetahui konsep dasar teori perilaku tentang kepribadian.
b. Untuk mengetahui unsur-unsur terapi perilaku.
c. Untuk mengetahui teknik-teknik terapi perilaku.

1
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Dasar Teori Perilaku tentang Kepribadian


a. Clasical Conditioning
Clasical conditioning juga disebut dengan pembiasan klasikal yang
mana menekankan pada tipe pembelajaran dengan menekankan pada
stimulus netral dan merangsang respon secara orisinil teransang oleh
stimulus lain, teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov. Clasical
conditioning merupakan tipe pembelajaran dimana seseorang mengaitkan
atau mengasosialisasikan stimulus.
Ivan Pavlov ini pernah bereksperimen pada pencernaan anjing saat dia
tau bahwa anjing dapat dilatih untuk mengeluarkan air liur ketika dibunyikan
bel, walaupun tidak bereaksi ketika diberikan bel saja pada pertama kali
tetapi Pavlov yakin akan temuannya tersebut karena itu dia menyandingkan
bubuk daging dengan bel yang menyebutkan juga bahwa reflek itu dapat
untuk kita pelajari. Peran clasical conditioning ini terhadap kepribadian
adalah memberi kontribusi terhadap pembentukan respon emosional seperti
rasa takut, cemas ataupun phobia.
b. Operant Conditioning
Pengondisian operan dimunculkan oleh Burhuss Frederick Skinner yang
merupakan ahli psikologi Amerika, Skinner membagi tingkah laku pada
responden dan operan.

1). Tingkah laku responden


Merupakan tingkah laku yang dibangkitkan dari ransangan oleh stimulus
tertentu. Tingkah laku ini berwujud pada perilaku refleks, seperti kedipan
mata, menarik tangan ketika tidak aman dan lain sebagainya. Tingkah laku
dapat dibentuk dari proses belajar yang mana memerlukan hal seperti
reinforcement yang secara langsung merespon kegiatan fisik dan setiap
respon memiliki ransangan tertentu. Teori belajar dari Skinner ini
membenarkan teori yang dimiliki oleh Ivan Pavlov tentang perilaku dapat
dipelajari.

2
2). Pengkondisian tingkah laku operan
Merupakan bentuk belajar yang memberi fokus pada respon atau tingkah
laku yang muncul secara sukarela dikontrol oleh konsekuensinya. Skinner
menjelaskan teorinya ini melalui eksperimennya pada seekor tikus dalam
suatu box. Tikus dimasukkan kedalam box dengan kondisi yang dibiarkan
kelaparan sehingga perilakunya menjadi acak, aktif, mendengus dan
mengeksplorasi lingkungannya, tindakannya dibiarkan secara sukarela tanpa
diberikan stimulus apapun.
Setelah hal itu terjadi tikus dapat menekan suatu simbol sehingga
menjatuhkan makanan dan berulang kali dilakukan si tikus tersebut karena
didapatinya reinforcement. Dari eksperimen itu Skinner memiliki kesimpulan
bahwa telah besarnya dampak dari operant conditioning daripada clasical
conditioning. Skinner juga menjumpai bahwa organisme akan mengulangi
respon yang diikuti selama konsekuensinya menyenangkan.
Skinner bekerja dengan tiga asumsi dasar yang mana asumsinya
merupakan asumsi tingkah laku secara umum kecuali yang terakhir, hal itu
berupa:
 Tingkah laku mengikuti hukum tertentu
 Tingkah laku dapat diramalkan
 Tingkah laku dapat dikontrol
Ketiga hal ini diikuti kebenarannya ketika kita melihat pada berhasilnya
manusia mengontrol tingkah laku, Skinner memahami bahwa mengontrol
tingkah laku memakai teknik analisis fungsional tingkah laku serta hubungan
dari sebab akibat yang mana respon akan muncul mengikuti stimulus yang
diberikan.

3). Modeling
Perilaku abnormal disebabkan karena mengamati orang lain. Orang lain
mendapat sesuatu yang positif ketika melakukan suatu hal, sehingga
pengamat cenderung untuk menirunya. Seperti minuman keras, karena sang
model menikmati minuman keras maka individu akan meniru sang model
untuk merasakan kenikmatan minuman tersebut. Para ahli psikologi
behavioristik memandang manusia tidak pada dasarnya, memandang manusia

3
sebagai pemberi respon (responder), sebagai hasil dari proses kondisioning
yang telah terjadi. Dustin & George (1977), yang dikutip oleh George &
Cristiani (1981), mengemukakan pandangan behavioristik terhadap konsep
manusia, yakni:
a) Manusia di pandang sebagai individu yang pada hakikatnya bukan
individu yang baik atau yang jahat, tetapi sebagai individu yang selalu
berada dalam keadaan sedang mengalami, yang memiliki kemampuan
untuk menjadi sesuatu pada semua jenis perilaku.
b) Manusia mampu mengkonseptualisasikan dan mengontrol perilakunya
sendiri.
c) Manusia mampu memperoleh perilaku yang baru.
d) Manusia bisa mempengaruhi perilaku orang lain sama halnya dengan
perilakunya yang bisa dipengaruhi orang lain.

2. Unsur-Unsur Terapi Perilaku


a. Tujuan terapi
Tujuan umum tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi
proses belajar. Dasar alasannya ialah bahwa segenap tingkah laku adalah
dipelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptif. Ada beberapa kesalah
pahaman yang menyangkut masalah tentang tujuan-tujuan dalam terapi tingkah
laku. Salah satunya adalah bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan
gejala-gejala suatu gangguan tingkah laku dan bahwa setelah gejala-gejala itu
terhapus, gejala-gejala baru akan muncul karena penyebab-penyebab yang
mendasarinya tidak ditangani. Hampir semua terapi tingkah laku akan menolak
anggapan yang menyebutkan bahwa pendekatan mereka hanya menangani gejala,
sebab mereka melihat terapis sebagai pemikul tugas menghapus tingkah laku
yang maladaptif dan membantu klien untuk menggantikannya dengan tingkah
laku yang lebih adjustive (dapat disesuaikan) (Ullman & Krasner, 1965
dalam Corney 2013).
Tugas terapis adalah mendengarkan kesulitan klien secara aktif dan empatik.
Terapis memantulkan kembali apa yang dipahaminya untuk memastikan apakah
persepsinya tentang pemikiran dan perasaan klien benar. Lebih dari itu, terapis
membantu klien menjabarkan bagaimana dia akan bertindak diluar cara-cara yang
ditempuh sebelumnya.

4
Terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien dalam
memutuskan tentang pengobatan mereka. Terapis membantu klien dalam
merumuskan ukuran spesifik tujuan yang pasti. Tujuan harus jelas, konkret,
dipahami, dan disepakati oleh klien dan konselor. Konselor dan klien
mendiskusikan perilaku yang dikaitkan dengan tujuan, keadaan yang diperlukan
untuk perubahan, sifat subtujuan, dan rencana tindakan untuk mencapai tujuan
tersebut.

b. Peran terapis
Terapis perilaku melakukan penilaian fungsional menyeluruh (atau perilaku
analisis) untuk mengidentifikasi kondisi pemeliharaan dengan mengumpulkan
informasi secara sistematis. Informasi tentang anteseden situasional, dimensi
perilaku masalah, dan akibat dari masalah tersebut. Ini dikenal sebagai model
ABC, yang membahas anteseden, perilaku, dan konsekuensi. Model perilaku ini
menunjukkan bahwa perilaku (B) dipengaruhi oleh beberapa peristiwa tertentu
yang mendahuluinya, disebut anteseden (A), dan oleh peristiwa tertentu yang
mengikutinya disebut konsekuensi (C). Peristiwa anteseden adalah peristiwa yang
memberi isyarat atau memunculkan perilaku tertentu. Misalnya dengan klien
yang mengalami kesulitan tidur, mendengarkan rekaman relaksasi dapat
membantu sebagai isyarat untuk induksi tidur. Mematikan lampu dan melepas
televisi dari kamar tidur dapat menimbulkan perilaku tidur juga. Konsekuensi
adalah peristiwa yang mempertahankan perilaku dalam beberapa cara baik
dengan meningkatkan atau menurunkannya.

c. Karateristik pendekatan behavioristik


Karakteristik dari pendekatan behavioristik sulit untuk dirumuskan karena
bidangnya sangat luas sehingga sulit untuk merumuskan hal-hal yang bersifat
umum secara universal namun Corey merumuskan beberapa karakteristik, antara
lain :
a) Terapi perilaku didasarkan pada hasil eksperimen yang diperoleh dari
pengalaman sistematik dasar-dasar teori belajar untuk membantu seseorang
mengubah perilaku malasuai.
b) Terapi ini memusatkan terhadap masalah yang dirasakan pasien sekarang
ini dan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi, sebagai sesuatu yang

5
berlawanan, dimana ada hal-hal yang menentukan dalam sejarah
perkembangan seseorang.
c) Terapi ini menitikberatkan perubahan perilaku yang terlihat sebagai
kriteria utama, sehingga memungkinkan melakukan penilaian terhadp terapi
meskipun proses kognitifnya tidak bisa diabaikan.
d) Terapi perilaku merumuskan tujuan terapi dalam terminology konkret dan
objektif, agar memungkinkan dilakukan intervensi untuk mengulang apa
yang pernah dilakukan.
e) Terapi perilaku pada umumnya bersifat pendidikan.

3. Teknik-Teknik Terapi Perilaku


Corey (2013) menyatakan ada beberapa teknik utama yang digunakan dalam
terapi perilaku/terapi tingkah laku, yaitu:
1. Desensitisasi Sistematik
Desensitisasi sistematik disini merupakan salah satu teknik yang paling
luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan
untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan ia
menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan
tingkah laku yang hendak dihapuskan itu. Desensitisasi di arahkan pada
mengajar klien untuk menampilkan suatu respons yang tidak konsisten
dengan kecemasan.
Desensitisasi sistematik juga melibatkan teknik-teknik relaksasi. Klien
dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman
pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau di visualisasi.
Desensitisasi sistematik adalah teknik yang cocok untuk menangani
fobia-fobia, tetapi keliru apabila menganggap teknik ini hanya digunakan
untuk penanganan ketakutan ketakutan. Desensitisasi sistemasik bisa
diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan.
2. Latihan Asertif
Yaitu Pendekatan behavioral yang dengan cepat mencapai popularitas
yang bisa diterapkan terutama pada situasi-situasi interpersonal dimana
individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa menyatakan
atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar. Latihan asertif
menggunakan prosedur permainan peran. Suatu masalah yang khas yang bisa

6
dikemukakan sebagai contoh adalah kesulitan klien dalam menghadapi
atasannya di kantor. Misalnya, klien mengeluh bahwa dia acap kali merasa
ditekan oleh atasannya untuk melakukan hal-hal yang menurut penilaiannya
buruk dan merugikan serta mengalami hambatan untuk bersikap tegas
dihadapan atasannya itu. Pertama-tama klien memainkan peran sebagai
atasan, memberi contoh bagi terapis, sementara terapis mencontoh cara
berfikir dan cara klien menghadapi atasan. Kemudian mereka saling menukar
peran sambil klien mencoba tingkah laku baru dan terapis memainkan peran
sebagai atasan.
3. Terapi implosif dan pembanjiran
Prosedur Terapi Implosif Stampfl (1975) mengembangkan teknik yang
berhubungan dengan teknik pembanjiran (flooding), yang disebut terapi
implosif. Terapi implosif beramsumsi bahwa penghindarapan terkondisi atas
stimulus-stimulus penghasil kecemasan. Kecemasan dan
konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan tidak muncul, maka kecemasan
tereduksi atau terhapus.
Pembanjiran (flooding) merupakan teknik modifikasi perilaku
berdasarkan prinsip teori yang ditemukan oleh B. F. Skinner. Pembanjiran
(flooding) adalah membanjiri konseli dengan situasi atau penyebab
kecemasan atau tingkah laku tidak dikehendaki, sampai konseli sadar bahwa
yang dicemaskan tidak terjadi. Pembanjiran harus dilakukan hati-hati karena
mungkin akan terjadi reaksi emosi sangat tinggi. Pembanjiran sesuai untuk
menangani kasus kecemasan. Tujuannya untuk menurunkan rasa takut yang
ditimbulkan, dengan menggunakan stimulus yang dikondisikan (condition
stimulus) yang dimunculkan secara berulanag-ulang sehingga terjadi
penurunan, tanpa memberi penguatan (reinforcement). Teknik ini bisa
diterapkan secara efektif pada berbagai situasi penghasil kecemasan,
mencangkup situasi interpersonal, ketakutan untuk menyampaikan seksual.
4. Terapi Aversi
Dalam banyak kasus, tujuan terapi adalah mengeleminasi atau
mengurangi tingkah laku bermasalah. Salah satu teknik khusus dalam
konseling behavioral yaitu, Pengkondisian Aversi (Aversion
Therapy). Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar
mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan

7
stimulus tersebut. Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan
tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak
dikehendaki kemunculannya.
Terapi aversion adalah bentuk pengobatan psikologis di mana pasien
yang terkena stimulus menjadi sasaran beberapa bentuk ketidaknyamanan.
Teknik aversi digunakan untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral
spesifik yang melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan
suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan
terhambat kemunculannya. Kendalinya bias melibatkan penarikan pemerkuat
positif atau penggunaan hukuman (misalnya, kejutan listrik, atau
memberikan ramuan yang membuat mual). Terapi aversion dapat mengobati
perilaku yang maladjustive, misalnya, pecandu rokok, peminum, dan
homoseksual. Terapi ini juga dapat digunakan untuk melawan obsesi dan
kompulsi, untuk tingkat tertentu.
5. Pengkondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi
ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi dilingkungan untuk
menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku
yang paling berarti dalam kehidupan sehari hari yang mencakup membaca,
berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dan
sebagainya. Menurut skinner (1971), jika suatu tingkah laku diganjar, maka
probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut dimasa mendatang
akan tinggi. Prinsip perkuatan yang menerangkan, pemeliharaan, atau
penghapusan pola pola tingkah laku, merupakan inti dari pengkondisian
operan. Berikut ini beberapa uraian ringkas dari metode metode pengondisian
operan yaitu:
1) Penguatan positif (Reinforcement)
Pembentukan pola tingkah laku dengan memberikan reward
atau penguatan setelah tingkah laku yang diharapkan muncul.
Pengua-tpenguat atau reward baik primer maupun sekunder
diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Penguat primer
untuk memuaskan kebutuhan kebutuhan fisiologis, contohnya
makanan dan tidur atau istirahat. Sedangkan penguat sekunder untuk
memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki

8
nilai karena berasosiasi dengan pemerkuat primer. Contohnya ialah
senyuman, persetujuan, pujian, bintang bintang emas, medal atau
penghargaan, uang, dan hadiah-hadiah lainnya.
2) Pembentukan respons
Dalam pembentukan respons, tingah laku sekarang secara
bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah
laku baru yang diinginkan secara berturut turut sampai mendekati
tingkah laku akhir.
3) Penguatan intermiten
Penguatan bisa juga digunakan untuk memelihara tingkah laku
yang terbentuk. Untuk memaksimalkan nilai penguatan-penguatan,
terapis harus memahami kondisi kondisi umum dimana penguatan
muncul. Penguatan intermiten ini diberikan secara bervariasi kepada
tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh
penguatan intermiten umumnya lebih tahan dibandingkan dengan
tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian
penguatan/reward yang terus menerus.
4) Penghapusan (Extinction)
Apabila suatu respons terus menerus dibuat tanpa penguatan,
maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian,
karena pola-pola tingkah laku yang diplejari cenderung melemah
karena suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang
maladaptif adalah menarik penguatan sebelumnya dari tingkah laku
tersebut. Penghapusan semacam ini boleh jadi berlangsung lambat
karena tingkah laku yang akan dihapus dipelihara oleh penguatan
intermiten dalam jangka waktu lama. Misalnya, jika seorang anak
menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan
guru si anak bisa menghindari memberi perhatian sebagai cara untuk
menghapus kebandelan tersebut. Namun perlu kita ketahui bahwa,
bisa jadi tingkah laku tersebut akan semakin buruk jika teknik ini
diberikan menjadi teknik utama. Jadi untuk menghindari hal
merokok, obsesi-obsesi, kompulsi kompulsi, fetisisme, berjudi,
homo seksualitas, dan penyimpangan seksual seperti pedofilia.

9
5) Pencontohan (Modelling)
Dalam teknik ini, individu mengamati seorang model dan
kemudian diperkuat untuk mencontoh tingkah laku sang model.
Bandura (1969) menyatakan bahwa belajar bisa diperoleh melatui
pengalaman langsung maupun tidak langsung dengan mengamati
tingkah laku orang lain dengan konsekuensi konsekuensinya.
Pengendalian diri bisa dipelajari melalui pengamatan atas model.
Status dan keormatan model amat berarti dan orang-orang pada
umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model model yang
menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai
pengamat.
6) Token Economy
Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat
dengan penguatan penguatan yang bisa diraba (tanda tanda seperti
kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek
atau hak istimewa yang diingini. Metode token economy sangat
mudah dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya para pekerja
dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan materi diatas dapat diambil kesimpulan konsep dasar teori
perilaku diantaranya clasical conditioning, merupakan tipe pembelajaran dimana
seseorang mengaitkan atau mengasosialisasikan stimulus. Dan operant
conditaining merupakan tingkah laku pada responden dan operan.
Tujuan umum tingkah laku adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi
proses belajar. Dan untuk peran terapis disini ialah Terapis perilaku melakukan
penilaian fungsional menyeluruh (atau perilaku analisis) untuk mengidentifikasi
kondisi pemeliharaan dengan mengumpulkan informasi secara sistematis.
Teknik-Teknik Terapi Perilaku, Corey (2013) menyatakan ada beberapa
teknik utama yang digunakan dalam terapi perilaku/terapi tingkah laku, yaitu:
desensititasi sistematik, latihan asertif, terapi implosif dan pembanjiran, terapi
aversi, dan pengkondisian operant,

Saran
Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini,
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis sendiri. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.

11
DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian (Edisi Revisi). Malang: UMM Press


Corey, Gerald (2013). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Terjemah E.
Koswara. Bandung: Refika Aditama
Elfiah, Rifda. (2015). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: IdeaPress

12

Anda mungkin juga menyukai