Anda di halaman 1dari 27

Kelompok

Mata Kuliah Arsitektur Kota


Dosen Pengampu : Heru Wibowo S.T.,M.T.,IAI

Nama Anggota

Zulkhifli Firly Zaktie Bassya Saquf Turmudzi


Hilman Anshori Muhammad Rizki Nurapriliansyah
Ananda Zaidan Faqih Muhammad Rizki Firdaus
Adam Harisma Galang Arkan Prartama
Krisda Feronika M
Ngayogyakarta Hadiningrat yang didirikan oleh
Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I)
pada tahun 1755 hasil dari Perjanjian Giyanti, di
kemudian hari tumbuh menjadi kota yang kaya akan
budaya dan kesenian Jawa. Yang menjadi titik sentral
dari perkembangan kesenian dan budaya adalah
Selain pesona budaya, khasanah arsitektur kuno juga
kesultanan. Beragam kesenian Jawa klasik, seperti seni
memiliki daya magis tersendiri bagi para wisatawan.
tari, tembang, geguritan, gamelan, seni lukis, sastra
Sebutlah Istana Air Tamansari, Keraton Yogyakarta,
serta ukir-ukiran, berkembang dari dalam keraton dan
Keraton Pakualaman, Candi Prambanan, dan
kemudian menjadi kesenian rakyat. Kemudian,
berbagai museum. Karena dinilai sarat akan
kesatuan masyarakat dengan nilai-nilai kesenian
kebudayaan, maka Yogyakarta menjadi Daerah
seakan telah mendarah daging sehingga Yogyakarta
Tujuan Wisata (DTW) utama di Indonesia (meski masih
dengan 395.604 jiwa penduduknya seperti tidak pernah
dibawah Pulau Bali).
kehabisan seniman-seniman handal.
Salah satu kekayaan lain dari Yogyakarta adalah sekolah.
Sejak bedirinya UGM tahun 1949, kota Yogyakarta dikenal
sebagai kota pelajar. Termasuk UGM, masih ada 47 perguruan
tinggi lain, mulai dari tingkat akademi, institut, politeknik,
sekolah tinggi, maupun universitas dengan jumlah mahasiwa
mencapai 86.000 orang. Subsektor pendidikan ini merupakan
salah satu penyumbang dari sektor jasa-jasa yang pada
tahun 2000 lalu bernilai Rp 703 milyar. Keberadaan PT dan
mahasiswa memberikan keuntungan tersendiri bagi
masyarakat. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai
usaha yang berkaitan dengan kehidupan mahasiswa, seperti
pemondokan, kedai makan, fotokopi, hingga usaha hiburan
seperti rental VCD, games, persewaan komik, boutique,
sampai salon-salon kecantikan.
Secara geografis, Kota Yogyakarta terletak antara 70° LS – 80°
LS dan 110° BT – 110,5° BT

Wilayah kota Yogyakarta dibatasi oleh daerah-daerah seperti:


• Batas wilayah utara : Kab.Sleman
• Batas wilayah selatan : Kab.Bantul
• Batas wilayah barat : Kab.Bantul dan kab.Sleman
• Batas wilayah timur : Kab.Bantul dan kab.Sleman

Kota Yogyakarta memiliki kemiringan lahan yang relatif datar


antara 0%-3% ke arah selatan serta mengalir 3 buah sungai
besar : Sungai Winongo di bagian barat, Sungai Code
dibagian tengah dan Sungai Gajahwong dibagian timur
Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah tersempit dibandingkan
dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km² yang berarti
1,025% dari luas wilayah Propinsi DIY . Dengan luas 3.250 hektar
tersebut terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 617 RW, dan
2.531 RT, dengan kepadatan rata-rata 15.000 jiwa/Km²

Tipe iklim "AM dan AW", curah hujan rata-rata 2.012 mm/thn
dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban
rata-rata 24,7%. Angin pada umumnya bertiup angin muson dan
pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220°
bersifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau
bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ±
90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16 knot/jam
Budaya yang terdapat di Kota Yogyakarta yang sampai saat ini
dilestarikan adalah budaya Jawa, baik keluarga yang berasal dari
Kraton Yogyakarta maupun warga pada umumnya. Masyarakat
masih melestarikan kebudayaan Jawa dalam kehidupan sehari-
hari.

Pelestarian budaya juga terlihat pada acara penting lainnya


Agama/kepercayaan yang dianut oleh sebagian besar penduduk
seperti budaya pernikahan atau mantenan, siraman, kelahiran
Kota Yogyakarta adalah agama Islam, disusul dengan agama
bayi, pencucian keris yang dilakukan oleh keluarga Kraton
Kristen, Katolik, Budha, Hindhu, dan Konghucu. Beberapa dari
Yogyakarta, dan sebagainya. Kesenian seperti Jathilan, Ketoprak,
masyarakat Kota Yogyakarta juga masih memegang teguh
dan Sendra Tari Ramayana juga menjadi kesenian khas Kota
kepercayaan kejawen yang merupakan tradisi leluhur nenek
Yogyakarta, dengan diiringi oleh alunan musik tradisional Gamelan.
moyang.
Kesenian-kesenian lain yang dapat dijumpai adalah kesenian
wayang, batik, dan kerajinan tangan yang sering ditemui di Kota
Bahasa yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari
Yogyakarta.
adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa. Bahasa daerah lain
juga sering dijumpai karena banyaknya pendatang dari luar Kota
Yogyakarta yang menetap, baik untuk keperluan studi maupun
mencari pekerjaan. Bahasa Inggris juga digunakan sebagai sarana
komunikasi dalam tahap internasional.
Figure` Ground Theory merupakan peta hitam putih 1. Kemantren Kotagede
yang menunjukan suatu kawasan yang menunjukan Kemantren Kotagede adalah sebuah
tekstur dan pola sebuah tata ruang perkotaan (Urban wilayah yang terlektak di Kota Yogyakarta
Fabric) serta mengidentifikasi masalah yang berbatasan dengan 1 kemantren dan
ketidakteraturan tata ruang perkotaan. Fungsi dari kapanewon yaitu Kapanewon
teori ini adalah untuk menunjukan tekstur kota melalui Banguntapan di arah utara, timur dan
bentuk massa (solid) dan ruang terbuka (void). selatan serta Kemantren Umbulharjo di arah
barat
Hubungan massa dan ruang dibentuk oleh bentuk
dan lokasi bangunan, perancangan unsur-unsur Pola Penataan
tapak (tanaman dinding), dan terusan pergerakan Pada penataannya Kemantren Kotagede
menghasilkan 6 pola yaitu : grid, angular, curvilinear, ini memiliki susunan heterogen, dimana ini
radial /concentric, axial, dan organic. pada kawasan ini terlihat adanya satu pola
penataan yaitu pola angular.
2. Kemantren Kraton
Kemantren ini mencakup area Benteng Baluwerti Keraton Yogyakarta.
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Taman Sari Yogyakarta, dan Alun-
Alun Selatan Yogyakarta terletak di kemantren ini.Memiliki luas wilayah
1,40 km2 dan populasi 17,471 jiwa .Kemantren Kraton berbatasan
langsung dengan 4 kemantren yaitu Kemantren Gondomann di utara,
Kemantren Mergangsan di timur, Kemantren Mantijeron di selatan dan
Kemantren Ngampilan di barat.

Pola Penataan
Pada susunan penataannya Kemantren Kraton ini bersifat heterogen
karena adanya 2 pola yaitu pola angular dan grid pada penataannya.
3. Kemantren Gondokusuman
Kemantren Gondokusuman yang terletak timur laut dari pusat
kota Yogyakarta dan terdiri dari lima kelurahan. Kemantren ini
memiliki luas 3,987 km2 dengan populasi 42,774 jiwa dan
kepadatan 18,442/km2..
Batas wilayah Kemantren ini berbatasan dengan Kapenewon
Depok di Utara, Kapenewon Banguntapan di timur, Kemantren
Kapulaman di selatan dan Kemantren Jetis di Barat

Pola Penataan
Pola penataan wilayah ini menggunakan pola yang heterogen
karena adanya beberapa pola yang bertabrakan
Tugu Yogyakarta adalah sebuah tugu
atau monument yang sering dipakai
Merupakan teori yang menekankan pada hubungan
sebagai symbol atau lambing dai kota
pergerakan yang terjadi di beberapa bagian
Yogyakarta. Tugu yang terletak
kawasan kota seperti hubungan sebuah tempat
diperempatan Jalan Jendral Sudriman
dengan tempat lain dalam sebuah kota atau teori
dan Jalan Margo Utomo ini,
yang menekankan pada hubungan antar pusat-
merupakan garis yang bersifat magis
pusat aktivitas kota (Trancik, 1986). Terdapat tiga
yang menghubungkan Pantai
pendekatan dalam teori Linkage seperti visual,
Parangtritis, Panggung Krapyak,
struktural dan kolektif (Dewi, 2012).
Keraton Yogyakarta dan Gunung
Merapi.
Berfokus untuk memusatkan suatu kawasan serta memiliki
fungsi dalam kota yang bersifat dominan daripada
lingkungan yang lainnya. Dari linkage visual ini merupakan
elemen yang memiliki cirikhas dan suasa tertentu yang
mampu menghubungkan secara visual

Menghubungkan secara langsung dua tempat dengan satu Pada gambar diatas dapat terlihat memiliki garis yang
deretan massa menghubungkan Jalan Jendral Sudriman dan Jalan Margo
Utomo yang membuat linkage visual pada Tugu Yogyakarta
menjadi sangat dominan.
Dibentuk oleh dua deretan massa yang membentuk ruang

Kawasan Tugu Yogyakarta ini merupakan salah satu point of


interest pada Kota Yogyakarta yang disekelilingnya dilalui
oleh akses sirkulasi yang sangat baik dan dengan adanya
sirkulasi tersebut menjadikan sebuah ruang dari tersusunnya
massa bangunan yang menyerupai koridor pada sebuah
gedung
kawasan Tugu Yogyakarta ini memiliki elemen struktur
tambahan, karena pada dasarnya tugu ini merupakan
tambahan dari massa bangunan yang sudah ada. Tidak
hanya itu penambahan bangunan lainnya seperti hotel
yang ramai sirkulasinya dan mobilitasnya, dan juga
penambahan pedestrian yang asri, sehingga terlihatnya
keseimbangan dalam kawasan ini
Pada area Tugu Yogyakarta ini adalah bagian dari
compotional form yang dimana Tugu Yogyakarta ini berdiri
sendiri tetapi tetap ada hubungannya dengan wilayah lain
sehingga memiliki linkage yang cukup baik
Teori ini berkaitan dengan space terletak pada 1. Imageability
pemahaman atau pengertian terhadap budaya dan Artinya kualitas secara fisik suatu obyek yang memberikan
karakteristik manusia terhadap ruang fisik. Space adalah peluang yang besar untuk timbulnya image yang kuat yang
voidyang hidup mempunyai suatu keterkaitan secara fisik. diterima orang. Image ditekankan pada kualitas fisik suatu
Spaceini akan menjadi place apabila diberikan makna kawasan atau lingkungan yang menghubungkan atribut
kontekstual dari muatan budaya atau potensi muatan identitas dengan strukturnya. Image kota dibentuk oleh 5
lokalnya elemen Pembentuk wajah kota, yaitu, Paths, Edges, Districts,
Nodes & Landmark
2. Legibility (Kejelasan)
Sebuah kejelasan emosional suatu kota yang dirasakan
secara jelas oleh warga kotanya. Artinya suatu kota atau
bagian kota atau kawasan bisa dikenali dengan cepat dan
jelas mengenai distriknya, landmarknya atau jalur jalannya
dan bisa langsung dilihat pola keseluruhannya.

Contohnya yaitu Tugu Pal Putih/Tugu Jogja yang merupakan


landmark kota Yogyakarta. Monumen ini tepat berada di
tengah perempatan Jalan Margo Mulyo, Jalan Jenderal
Sudirman, Jalan Pangeran Mangkubumi, dan Jalan
Diponegoro
3. Identitas dan susunan
Identitas artinya image orang akan menuntut suatu
pengenalan atas suatu obyek dimana didalamnya harus
tersirat perbedaan obyek tersebut dengan obyek yang
lainnya, sehingga orang dengan mudah bisa
mengenalinya. Susunan artinya adanya kemudahan
pemahaman pola suatu blok-blok kota yang menyatu antar
bangunan dan ruang terbukanya

Contohnya adalah Alun-alun Lor. Alun-alun Lor menjadi


sebuah ruang publik yang bisa dimanfaatkan oleh setiap
orang. Di sini dapat dijumpai berbagai macam pedagang
kaki lima yang mengelilingi alun-alun dari pagi hingga
malam. Pada waktu-waktu tertentu, seperti Pekan Raya
Sekaten, Perayaan Grebeg Maulud Nabi, serta upacara
keraton lainnya.
Jalan Malioboro adalah nama salah satu kawasan jalan
dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari
Tugu Yogyakarta hingga ke perempatan Kantor Pos
Yogyakarta. Secara keseluruhan terdiri dari Jalan Margo
Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margo Mulyo. Jalan ini
merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta.

Terdapat beberapa objek bersejarah di kawasan tiga jalan


ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung
Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg, dan
Monumen Serangan Umum 1 Maret.
District merupakan kawasan kota yang memiliki ciri khas
dominasi serupa dalam bentuk, pola, dan batasan.
Dari aspek tata ruang kota, Kawasan Malioboro merupakan
pusat dan inti dari tata ruang kota Yogyakarta, mencakup
sekitar 10,06 % dari keseluiruhan luas kota, dimana
menumpuk kegiatan ekonomis, komersial, berjangkauan
Lokal dan Regional.

Secara administratif, Kawasan Malioboro meliputi kawasan


pusat kota Yogyakarta serta kawasan di sekitarnya dengan
Dari sudut Administratife pemerintahan, Kawasan Malioboro
batas batas sebagai berikut:
terdiri atas seluruh wilayah administatif Kecamatan
• Sebelah Utara : Jl. P. Diponegoro Dan Jl. Jend.
Gedongtengen dan sebagian wilayah administratif
Sudirman.
Kecamatan Jetis, Danurejan, Ngampilan, dan
• Sebelah Timur : Lembah Sungai Code.
Gondomanan, dengan luas keseluruihan kawasan 322,88
• Sebelah Barat : Lembah Sungai Winongo.
Ha.
• Sebelah Selatan : Jl. KHA. Dahlan dan Jl. P. Senopati.
Edges adalah elemen linear yang tidak digunakan atau
dipertimbangkan sebagai path oleh pengamat. Edges
adalah batas-batas antara dua wilayah, sela-sela linier
dalam kontinuitas: pantai, potongan jalur kereta api, tepian
bangunan, dinding.

Edges juga merupakan elemen linier yang dikenali manusia


pada saat dia berjalan, tapi bukan merupakan jalur/paths.
Batas bisa berupa pantai, dinding, deretan bangunan, atau
jajaran pohon/ lansekap. Batas juga bisa berupa barrier
antara dua kawasan yang berbeda, seperti pagar, tembok, Kota Yogyakarta dibatasi 4 arah mata angin yang dimana
atau sungai. Fungsi dari elemen ini adalah untuk jalur arah mata angin tersebut menuju kepusat yaitu kota
memberikan batasan terhadap suatu area kota dalam Yogyakarta dengan 3 sungai induk pada bagian barat
menjaga privasi dan identitas kawasan, meskipun adalah sungai winongo ,bagian tengah sungai code
pemahaman elemen ini tidak semudah memahami paths ,bagian timur sungai winongo .
Path merupakan rute sirkulasi yang digunakan orang untuk
melakukan pergerakan. Path dapat berupa jalan raya,
trotoar, jalan transit,dan rel kereta api. Elemen path menjadi
elemen penting citra kota. Bagi sebagian besar masyarakat,
path merupakan elemen citra kota yang paling mudah
dikenali. Hal ini disebabkan karena masyarakat mengamati
kota pada saat mereka berjalan.
Oleh karena itu, path harus dapat diidentifikasi. Selain itu,
elemen path harus berkelanjutan dan memiliki kualitas arah
Path harus memiliki identitas yang jelas. Hal ini dapat
yang baik. Ketika berpegian, orang cenderung memikirkan
dilakukan dengan cara menonjolkan fasade bangunan
tujuan dan titik asal mereka. Mereka ingin mengetahui
yang membatasinya, pengaturan trotoar yang baik, dan
tempat asal jalur dan arah jalur. Jika path memiliki kualitas
pengaturan tanaman di sekitar. Path akan lebih baik jika
arah, maka seseorang mungkin dapat merasakan posisinya
mengarah ke tempat penting dan juga memiliki belokan
disepanjang perjalanan
yang jelas. Apabila elemen path tidak memiliki identitas
yang jelas, maka seluruh citra kota dapat diragukan.
Yogyakarta memiliki jalan-jalan yang terhubung satu sama
lain sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk
melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat
lainnya. Salah satu jalan yang terkenal di Yogyakarta
adalah Jalan Malioboro. Jalan ini selalu ramai dilewati oleh
masyarakat sekitar dan juga wisatawan. Pada Jalan
Malioboro, terdapat trotoar yang dapat digunakan oleh
pejalan kaki. Selain itu, terdapat tanaman di samping Jalan
Malioboro yang dapat menjadi pembatas antara jalur
kendaraan dengan jalur pejalan kaki.
Node merupakan simpul/lingkaran daerah pertemuan
arah/aktivitas yang dapat diubah ke arah/aktivitas yang
lain, misalnya persimpangan lalu lintas, stasiun, lapangan
terbang, jembatan, kota secara keseluruhan dalam skala
makro besar, pasar, taman, square. Tidak semua
persimpangan jalan merupakan suatu node, namun yang
menetukan adalan citra place terhadapnya.

Node merupakan suatu tempat dimana orang memiliki


perasaan ’masuk’ dan ’keluar’ dalam tempat yang sama.
Node akan mempunayi identitas yang loebih baik jika
tempatnya memilki bentuk yang jelas, mudah diingat serta Persimpangan jalan pada Kawasan Tugu Jogja menjadi titik
memiliki tampilan visual yang berbeda dari lingkungannya pertemuan dari sirkulasi kendaraan, dan focus dari
(fungsi, bentuk). persimpangan ini adalah Tugu Jogja.
Tugu Jogja merupakan landmark Kota
Yogyakarta yang paling terkenal. Monumen ini
berada tepat di tengah perempatan Jalan
Pangeran Mangkubumi, Jalan Jendral
Soedirman, Jalan A.M Sangaji dan Jalan
Landmark adalah elemen eksternal dan Diponegoro. Tugu Jogja yang berusia hampir 3
merupakan bentuk visual yang menonjol dari abad memiliki makna yang dalam sekaligus
kota. Landmark dapat membantu orang untuk menyimpan beberapa rekaman sejarah kota
mengorientasikan diri di dalam kota dan Yogyakarta.
membantu orang mengenali suatu daerah.
Landmark mempunyai identitas yang lebih baik Tugu dibuat dengan bentuk persegi dengan tiap
jika bentuknya jelas dan unik dalam sisi dihiasi semacam prasasti yang menunjukkan
lingkungannya, terdapat sekuens dan siapa saja yang terlibat dalam renovasi itu.
perbedaan skala dari beberapa landmark Bagian puncak tugu tak lagi bulat, tetapi
sehingga tercipta rasa nyaman dalam orientasi. berbentuk kerucut yang runcing. Ketinggian
bangunan juga menjadi lebih rendah, hanya
setinggi 15 meter atau 10 meter lebih rendah
dari bangunan semula. Tugu ini disebut juga
sebagai De Witt Paal atau Tugu Pal Putih.
• Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. (1984). Rencana Pengembanagan Kawasan Malioboro.Diakses pada 22 Januari 2022,
dari https://kitlv-docs.library.leiden.edu/open/IHS/371110807.pdf
• Wikipedia. (2021). Diakses pada 22 Januari 2022. Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pembicaraan:Jalan_Malioboro
• Nugroho, Cahyo Agung Nugroho, Ari Widyati Purwantiasning dan Dedi Hantono. 2017. PENERAPAN TEORI LINKAGE DALAM
PENATAAN KAWASAN WISATA PUSAKA SOEKARNO DI BLITAR. Jurnal Arsitektur PURWARUPA Volume 01 No 2.
• Wikipedia. (2021). Diakses pada 22 Januari 2022. Dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tugu_Yogyakarta
• https://arcaban.blogspot.com/2011/03/teori-linkage.html
• Lynch , .K ( 1964). The Image of The City. MIT press
• Suwanto.Noor ( 2018 ) . Arcade Jurnal Arsitektur .Semarang.UNDIP
• https://ilmutatakota.wordpress.com/2011/04/10/konsep-citra-kota-dalam-urban-design/
Disusun Oleh:

Zulkhifli Firly Zaktie


Bassya Saquf Turmudzi
Hilman Anshori
Muhammad Rizki Nurapriliansyah
Ananda Zaidan Faqih
Muhammad Rizki Firdaus
Adam Harisma
Galang Arkan Prartama
Krisda Feronika M

Anda mungkin juga menyukai