Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU ORANG TUA DENGAN KEJADIAN

STUNTING USIA 24 – 60 BULAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS ANTANG PERUMNAS KOTA MAKASSAR

DEDE MAHENDRA PRATAMA

2116011

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2020

i
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU ORANG TUA DENGAN KEJADIAN

STUNTING USIA 24 – 60 BULAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS ANTANG PERUMNAS KOTA MAKASSAR

Skripsi
Untuk Melengkapi Tugas Tugas Dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

DEDE MAHENDRA PRATAMA


2116011

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

GEMA INSAN AKADEMIK

MAKASSAR

2020

ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU ORANG TUA DENGAN KEJADIAN

STUNTING USIA 24 – 60 BULAN DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS ANTANG PERUMNAS KOTA MAKASSAR

Disetujui Oleh

Pembimbing 1 pembimbing 2

Dr. Suriani Bahrun S.Kep, Ns, M.Kes VIvi Adriani Suardi S.Kep, Ns, M.Kes

Makassar, 10 November 2020

iii
ABSTRAK
DEDE MAHENDRA PRATAMA “Hubungan Pengetahuan Dan Perilaku Orang Tua
Terhadap Kejadian Stunting Usia 24 – 60 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Perumnas Antang Kota Makassar” ( Dibimbing Oleh “Suriani Bahrun dan Vivi Adriani
Suardi).
kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Balita pendek
(stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita dengan panjang badan
(PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya dibandingkan dengan standar baku
WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) 2006. Sedangkan definisi stunting
menurut Kementerian Kesehatan (Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-
scorenya kurang dari -2SD/standar deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely
stunted). (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil
Presiden, 2017).Tujuan Penelitian ini yaitu untuk mengetahui adakah Hubungan
Pengetahuan Dan Perilaku Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Usia 24-60 Bulan Di
Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Antang Kota Makassar. Desain penelitian ini
adalah Observasioal dengan rancangan Survei Analitik melalui pendekatan Cross-
Sectional study. Populasi dalam penelitian ini adalah semua responden yang memiliki
anak usia 24 – 60 bulan, yaitu sebanyak 26 orang tua, sampel diambil dengan
menggunakan non probability Sampling, jenis total sampling sebanyak 26 responden.
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji statistik yaitu Somers’D. Dimana hasil
penelitiannya adalah untuk variabel Pengetahuan terhadap Kejadian Stunting
berdasarkan hasil uji Somers’D di dapatkan nilai p=0,060,>α=0,05dan nilai rata-rata
1,380 hal ini berarti bahwa H0 di tolak dan Ha diterima, dan untuk variabel Perilaku
terhadap Kejadian Stunting berdasarkan hasil uji Somers’D di dapatkan nilai
p=0,060>α=0,05 dan nilai rata-rata 1,120, hal ini berarti bahwa H 0 ditolak dan Ha
diterima. Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Tidak ada
Hubungan antara Pengetahuan Dan Perilaku Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting.

Kata kunci :Pengetahuan, Perilaku, orang tua, Stunting, 24-60 bulan.


Referensi : 17 (2010-2019)
KATA PENGANTAR

iv
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…
Puji dan syukur Penulis Panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala
Limpahan rahmat, pertolongan, kasih saying serta hidayah-Nya sehingga Penulis
akhirnya dapat menyelesaikan Proposal penelitian ini dengan judul “Hubungan
Pengetahuan dan Perilaku Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Usia 24-60
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar” sebagai salah
satu persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan pada
program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Gema Insan
Akademik Makassar.
Dalam penyusunan Proposal ini, Penulis menyadari bahwa hasil yang di capai
masih jauh dari kesempurnaan dan tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan yang
sangat berharga dari berbagai pihak terutama Ayahanda saya Hadi Purbaya dan Ibu
saya Indra Marlina, serta semua saudara saya yang tanpa kenal lelah memberikan
motivasi dan dorongan kepada penulis, baik secara moril maupun material. Oleh karena
itu penulis mengucapkan Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak H. Andi Iwan Darmawan Aras, S.E. M.Si., selaku Ketua Yayasan STIK
GIA MAKASSAR
2. Bapak Rasdin, S.Kep, Ns, M.Kep. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Gema Insan Akademik Makassar
3. Ibu Eka Suprapti, S.Kep, Ns, M.Kes. selaku Ketua Program Studi S1
Keperawatan di STIK GIA MAKASSAR
4. Ibu Dr. Suriani Bahrun,S.Kep, Ns,M.Kes. selaku pembimbing 1 yang dengan rela
dan tulus memberikan bimbingan dalam menyelesaikan proposal ini.
5. Ibu Vivi Adriani Suardi , S.Kep, Ns, M.Kes. selaku pembimbing 2 yang dengan
rela dan tulus memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Proposal ini.
6. Pengelola dan seluruh Staf Dosen STIK GIA MAKASSAR.
7. Pimpinan Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar yang telah memberikan
ijin kepada Penulis untuk melakukan penelitian

8. Seluruh kawan-kawan mahasiswa STIK GIA Makassar terutama angkata “2016”


sahabat perjuangan yang tidak di sebutkan satu persatu. Atas bantuan dan

v
dukungan selama ini penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga Tuhan
senantiasa melindungi dan memberikan kita damai sejahtera. AMIN

Makassar, Mei 2020


Penulis

(DEDE MAHENDRA PRATAMA)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................ i

vi
KATA PENGANTAR......................................................................................... v

DAFTAR ISI....................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xii

DAFTAR ISTILAH............................................................................................. xiii

DAFTAR ARTI GAMBAR DAN SINGKATAN................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ..................................................................................... 1

b. Rumusan Masalah................................................................................. 3

c. Tujuan Penelitian.................................................................................... 3

d. Manfaat Peneliti...................................................................................... 4

e. Hipotesis Penelitian………………………………………………………… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Stunting ................................................................................................. 6

1. Definsi Stunting...................................................................................... 6

2. Cara Pengukuran Balita Stunting (TB/U)............................................... 7

3. Dampak Stunting Pada Balita................................................................ 8

4. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Stunting......................................... 9

b. Pengetahuan.......................................................................................... 26

1. Definisi Pengetahuan........................................................................... 26

2. Tingkat Pengetahuan........................................................................... 27

3. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan.............................. 28

vii
4. Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kejadian Stunting............... 29

c. Perilaku................................................................................................... 30

1. Definisi Perilaku................................................................................... 30

2. Jenis-Jenis Perilaku............................................................................. 31

3. Bentuk-Bentuk Perilaku....................................................................... 31

4. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku....................................... 32

5. Hubungan Antara Perilaku Dengan Kejadian Stunting....................... 34

d. Kerangka Teori......................................................................................... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

a. Kerangka Konsep .................................................................................... 37

b. Defenisi Operasional................................................................................ 38

c. Desain Penelitian...................................................................................... 40

d. Waktu dan Tempat Penelitian................................................................... 40

e. Populasi dan sampel................................................................................. 40

f. Instrumen Penelitian....................................................................................

41

g. Pengambilan Data Penelitian.................................................................... 42

h. Pengolahan Data Penelitian..................................................................... 44

i. Analisis Data Penelitian...............................................................................

44

j. Etika Penelitian............................................................................................

45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

viii
a. Hasil Penelitian………………………………………………………………… 46

b. Pembahasan………………………………………………………………….. 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan…………………………………………………………………………... 53

b. Saran………………………………………………………………………………… 53

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 54

LAMPIRAN........................................................................................................ 56

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional………………………………………………………… 38


Tabel 4.1 karakteristik umur…………………………………………………………… 46
Tabel 4.2 Karakteristik Pendidikan Terakhir......................................................... 47
Tabel 4.3 Karakteristik Pengetahuan.................................................................... 48
Tabel 4.4 Karakteristik Perilaku............................................................................ 48
Tabel 4.5 Karakteristik Status Gizi........................................................................ 49
Tabel 4.6 Hasil Uji Hubungan pengetahuan Dan Status GIzi............................... 49
Tabel 4.7 Hasil Uji Hubungan Perilaku Dan Status Gizi....................................... 50

x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori................................................................................... 36
Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................................... 37
Gambar 3.2 Kategori Dan Ambang Batas Status Gizi Anak……………………….. 39

xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Lembar Persetujuan Responden................................................ 56

Lampiran 2 : Instrument Penelitian Pengetahuan............................................ 57

Lampiran 3 : Instrumen Penelitian Perilaku..................................................... 63

Lampiran 4 : hasil uji validitas dan reliabilitas kuesioner ................................. 64

Lampiran 5 : Master Tabel............................................................................... 69

Lampiran 6 : Hasil Analisis SPSS Versi 22.0................................................... 71

Lampiran 7 : Dokumentasi Penelitian.............................................................. 74

Lampiran 8 : Time Schedule Penelitian........................................................... 75

xii
DAFTAR ISTILAH
Lambang / SIngkatan Arti

Prevalensi Jumlah keseluruhan

Defisiensi Kekurangan

Stunted Pendek

Severly stunted Sangat pendek

Growth faltering Kondisi dimana pertumbuhan anak sangat


lamban
Cath up growth Perbaikan gizi agar tumbuh kembang anak
stunting dapat dikejar
Golden period Masa emas

Loss generation Generasi yang hilang

Absorbsi Penyerapan

Bioavailabilitas Fraksi dari dosis obat diberikan yang dapat


mencapai sirkulasi sistemik
Hemoglobin Sel darah merah

Kolostrum ASI ASI yang keluar pertama kali yang


berwarna kekungan dan kental

xiii
Pathogen Agen biologis yang menyebabkan penyakit
pada inang nya
Invasi Masuknya kuman atau serangan penyakit
kedalam tubuh
Infeksi enteric Bakteri yang umumnya berada pada
saluran pencernaan manusia baik sebagai
penyebab penyakit ataupun tidak..
Katabolisme Proses memecah molekul – molekul besar
dan kompleks menjadi bentuk yang lebih
sederhana, kebanyakan diubah menjadi
energy.
Prematuritas Kelahiran yang terjadi sebelum minggu ke
37 atau lebih awal dari hari perkiraan
Abortus Keguguran

Mola hidatidosa Kehamilan yang tidak wajar berupa tumor


jinak yang terbentuk akibat kegagalan
pembentukan janin atau biasa disebut
hamil anggur.
Hyperemesis gravidum Mual dan muntah yang muncul secara
berlebihan selama kehamilan.

xiv
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
lambang/ singakatan Arti

LILA Lingkar lengan atas


WUS Wanita usia subur

KEK Kekurangan energy kronis

WHO World Health Organisation

SEAR South-East Asia Regional

TB/U Tinggi Badan per Umur

BB/U Berat Badan per Umur

UNICEF United Nations Children’s Fund

IUCR Intraunterine Growth Retardation

KPD Ketuban Pecah DIni

BBLR Berat Badan Lahir Rendah

xv
xvi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian balita pendek atau biasa disebut dengan stunting merupakan salah satu

masalah gizi yang dialami oleh balita di dunia saat ini. Pada tahun 2017 22,2% atau

sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Namun angka ini sudah

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka stunting pada tahun 2000 yaitu

32,6%.

Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia di Dunia berasal dari

Asia (55%) sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6 juta

balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan

proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%).

Data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO),

Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia

Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di

Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

Stunting merupakan status gizi yang berdasarkan indeks tinggi badan menurut

umur. Persentase anak usia di bawah lima tahun (balita) sangat pendek dan pendek

usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8% dan 19,8%. Kondisi ini meningkat

dari tahun sebelumnya yaitu persentase balita sangat pendek sebesar 8,57% dan balita

pendek sebesar 18,97%. Provinsi dengan persentase tertinggi balita sangat pendek

dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur.

1
Sedangkan Provinsi Jawa Tengah persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-

59 bulan sebesar 7,90% dan 20,60% (Depkes RI, 2017).

Kurang gizi khususnya stunting, merupakan permasalahan yang tak kunjung selesai

dan menjadi perhatian serius Pemerintah Indonesia. Prevalensi stunting pada anak usia

di bawah lima (5) tahun relatif tinggi. Proporsi status gizi pendek pada balita di kalangan

anak usia di bawah lima tahun sebesar 18,0%, 19,2% dan 19,3% dan proporsi status

gizi sangat pendek pada balita dikalangan anak usia di bawah lima tahun sebesar

18,8%, 18,0% dan 11,5% berturut-turut pada tahun 2007, 2013 dan 2018 (Riskesdas,

2018).

stunting di Kota Makassar mencapai 5,14 persen. Pencapaian itu diperoleh setelah

intens dilakukan berbagai upaya mengantisipasinya.Jika dibandingkan dengan angka

stunting nasional yang baru saja turun dari 37 persen ke 27 persen, apa yang ada di

Kota Makassar saat ini cukup kecil.“Angka 5,14 persen stunting di Makassar

merupakan capaian kita di 2019. Jadi kita cukup rendah dibanding angka nasional 37

persen yang baru saja turun ke 27 persen,” jelasnya.

Stunting di Puskesmas Antang Perumnas mencapai 5 persen. Pencapaian itu

diperoleh setelah intens dilakukan berbagai macam penyuluhan dan mengontrol gizi

anak. Angka 5 persen didapatkan dari jumlah keseluruhan anak yang ada di kecamatan

Manggala dengan penjabaran anak laki-laki berjumlah 1016 orang atau sekitar 52

persen sedangkan anak perempuan berjumlah 952 orang atau sekitar 48 persen.

Anak stunting berisiko mengalami peningkatan kesakitan dan kematian,

terhambatnya perkembangan motorik dan mental, penurunan intelektual dan

produktivitas, peningkatan risiko penyakit degeneratif, obesitas serta lebih rentan

2
terhadap penyakit infeksi.Stunting pada anak sekolah dasar merupakan manifestasi

dari stunting pada masa balita yang mengalami kegagalan dalam tumbuh kejar (catch

upgrowth), defisiensi zat gizi dalam jangka waktu lama, serta adanya penyakit infeksi.

Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi disebabkan oleh banyak

faktor yang saling berhubungan satu dengan lain. Diantara faktor yang mempengaruhi

kejadian stunting, pola asuh memegang peranan penting terhadap terjadinya gangguan

pertumbuhan pada anak. Pola asuh yang buruk dapat menyebabkan masalah gizi di

masyarakat..

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan masalah penelitian

sebagai berikut “Adakah hubungan pengetahuan dan perilaku orang tua dengan

kejadian stunting pada usia balita di wilayah kerja Puskesmas Antang Perumnas Kota

Makassar ?”

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan perilaku orang tua terhadap

kejadian stunting pada usia balita Usia 24 – 60 bulan di wilayah kerja Puskesmas

Antang Perumnas kota Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan pengetahuan orang tua dengan kejadian stunting usia

24-60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar.

3
b. Mengetahui hubungan perilaku orang tua dengan kejadian stunting usia 24-60

bulan di wilayah kerja Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar

D. Manfaat Penelitiaan

1. Bagi Ibu

Dengan adanya penelitian ini orang tua dapat mengetahui serta mampu

meningkatkan pengetahuan dan perilaku terhadap kejadian stunting.

2. Bagi Puskesmas

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi tambahan serta

masukan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, untuk mengurangi angka

kejadian stunting di wilayah PUSKESMAS ANTANG PERUMNAS Kota Makassar.

3. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti mengenai pengetahuan dan perilaku Orang Tua

terhadap kejadian Stuntng pada usia 24 - 60 bulan sebagai pembelajaran dan

pengembangan kompetensi diri sesuai dengan keilmuan yang diperoleh selama

perkuliahan berlangsung dan dapat mengaplikasikan metodologi penelitian.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan, masukan dan

perbandingan dalam mengembangkan dan melakukan penelitian tentang hubungan

pengetahuan dan perlaku orang tua terhadap kejadian stunting.

E. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis alternative (Ha)

4
a. Ada hubungan pengetahuan dengan kejadian stunting pada usia 24-60 bulan

pada balita.

b. Ada hubungan perilaku dengan kejadian stunting pada usia 24-60 bulan pada

balita.

2. Hipotesis Nul (H0)

a. Tidak ada hubungan pengetahuan dengan kejadian stunting pada usia 24-60

bulan pada balita.

b. Tidak ada hubungan perilaku dengan kejadian stunting pada usia 24-60 bulan

pada balita.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan umum tentang stunting

1. Defenisi Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima

tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk

usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal

setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2

tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely stunted) adalah balita

dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya

dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference

Study) 2006. Sedangkan definisi stunting menurut Kementerian Kesehatan

(Kemenkes) adalah anak balita dengan nilai z-scorenya kurang dari -2SD/standar

deviasi (stunted) dan kurang dari – 3SD (severely stunted). (Tim Nasional

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Sekretariat Wakil Presiden, 2017)

Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth

(tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan. Masalah stunting

merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan

meningkatnya risiko kesakitan, kematian, dan hambatan pada pertumbuhan baik

motorik maupun mental.Stunting dibentuk oleh growth faltering dan catcth up

growth yang tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai

pertumbuhan optimal.Hal tersebut mengungkapkan bahwa kelompok balita yang

6
lahir dengan berat badan normal dapat mengalami stunting bila pemenuhan

kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan baik. (Kemenkes 2013).

2. Cara Pengukuran Balita Stunting (TB/U)

Stunting merupakan suatu indikator kependekan dengan menggunakan

rumus tinggi badan menurut umur (TB/U) Panjang Badan Menurut Umur (PB/U)

memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan

yang berlangsung lama, misalnya kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola

asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak dilahirkan yang mengakibatkan

stunting. (Achadi LA. 2012)

Keuntungan indeks TB/U yaitu merupakan indikator yang baik untuk

mengetahui kurang gizi masa lampau, alat mudah dibawa kemana-mana, jarang

orang tua keberatan diukur anaknya.Kelemahan indeks TB/U yaitu tinggi badan

tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun, dapat terjadi kesalahan yang

mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran.Sumber kesalahan bisa

berasal dari tenaga yang kurang terlatih, kesalahan pada alat dan tingkat kesulitan

pengukuran.TB/U dapat digunakan sebagai indeks status gizi populasi karena

merupakan estimasi keadaan yang telah lalu atau status gizi kronik.

Seorang yang tergolong pendek tak sesuai umurnya (PTSU) kemungkinan

keadaan gizi masa lalu tidak baik, seharusnya dalam keadaan normal tinggi badan

tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur.Pengaruh kurang gizi terhadap

pertumbuhan tinggi badan baru terlihat dalam waktu yang cukup lama. (Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. 2011).

7
3. Dampak Stunting Pada Balita

Laporan UNICEF tahun 2010, beberapa fakta terkait stunting dan pengaruhnya

adalah sebagai berikut :

a. Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan,

akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunting yang

parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan

mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di sekolah

dibandingkan anak dengan tinggi badan normal. Anak dengan stunting cenderung

lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak

dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan

dalam kehidupannya dimasa yang akan datang. Stunting akan sangat

mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang

menyebabkan stunting dapat menganggu pertumbuhan dan perkembangan

intelektual.Penyebab dari stunting adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak

memadai, makanan tambahan yang tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi

pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak dengan stunting

mengkonsumsi makanan yang berbeda di bawah ketentuan rekomendasi kadar

gizi, berasal dari keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan

komunitas pedesaan.

b. Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat menganggu

pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang. stuntingpada usia lima

tahun cenderung menetap sepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan usia dini

berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang

8
stunting dan mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,

sehingga meningkatkan peluang melahirkan BBLR.

c. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung

menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat

melahirkan. Akibat lainnya kekurangan gizi/stunting terhadap perkembangan

sangat merugikan performance anak.Jika kondisi buruk terjadi pada masa golden

period perkembangan otak (0-2 tahun) maka tidak dapat berkembang dan kondisi

ini sulit untuk dapat pulih kembali. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel

otak terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 (dua) tahun.

Apabila gangguan tersebut terus berlangsung maka akan terjadi penurunan skor

tes IQ sebesar 10-13 point. Penurunan perkembangan kognitif, gangguan

pemusatan perhatian dan manghambat prestasi belajar serta produktifitas menurun

sebesar 20-30%, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya

anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan,

ekonomi dan lainnya. Generasi demikian hanya akan menjadi beban masyarakat

dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan pemerintah harus mengeluarkan

biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya mudah sakit. (Supariasa, 2011).

4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting

Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu: makanan yang

dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas makanan seorang

tergantung pada kandungan zat gizi makanan tersebut, ada tidaknya pemberian

makanan tambahan di keluarga, daya beli keluarga dan karakteristik ibu tentang

9
makanan dan kesehatan.Keadaan kesehatan juga berhubungan dengan karakteristik

ibu terhadap makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit

infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan (Pramuditya SW, 2010).

1. Asupan Zat Gizi

Defisiensi zat gizi yang paling berat dan meluas terutama di kalangan balita

ialah akibat kekurangan zat gizi sebagai akibat kekurangan konsumsi makanan dan

hambatan mengabsorbsi zat gizi.Zat energi digunakan oleh tubuh sebagai sumber

tenaga yang tersedia pada makanan yang mengandung karbohidrat, protein yang

digunakan oleh tubuh sebagai pembangun yang berfungsi memperbaiki sel-sel

tubuh.Kekurangan zat gizi pada disebabkan karena mendapat makanan yang tidak

sesuai dengan kebutuhan pertumbuhan badan atau adanya ketidakseimbangan

antara konsumsi zat gizi dan kebutuhan gizi dari segi kuantitatif maupun kualitatif

(Irianton A, 2015).

Asupan makan yang tidak adekuat merupakan penyebab langsung terjadinya

stunting pada balita.Kurangnya asupan energi dan protein menjadi penyebab gagal

tumbuh telah banyak diketahui.Kurangnya beberapa mikronutrien juga berpengaruh

terhadap terjadinya retardasi pertumbuhan linear. Kekurangan mikronutrien dapat

terjadi karena rendahnya asupan bahan makanan sumber mikronutrien tersebut

dalam konsumsi balita sehari-hari serta disebabkan karenabioavailabilitas yang

rendah (Mikhail,et al., 2013)

10
Faktor-faktor yang mempengaruhi asupan zat gizi yaitu :

a. Daya Beli Keluarga

Daya beli keluarga sangat ditentukan oleh tingkat pendapatan keluarga. Orang

miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk

makanan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang

orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan.Ada pula

keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya

berstatus kurang gizi (Irianton A, 2015).

Pada umumnya tingkat pendapatan naik jumlah dan jenis makanan cenderung untuk

membaik tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Aditianti, 2010). Anak yang

tumbuh dalam suatu keluarga miskin paling rentan terhadap kurang gizi diantara

seluruh anggota keluarga dan yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh

kekurangan pangan. Jumlah keluarga juga mempengaruhi keadaan gizi (Welassih

BD, The Indonesian Journal of Public Health. 2012;8. 70).

b. Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan ibu merupakan modal utama dalam menunjang ekonomi keluarga juga

berperan dalam penyusunan makan keluarga, serta pengasuhaan dan perawatan

anak. Bagi keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah

menerima informasi kesehatan khususnya dibidang gizi, sehingga dapat menambah

pengetahuannya dan mampu menerapkan dalam kehidupan sehari- hari (Depkes RI,

2015).

Tingkat pendidikan yang dimiliki wanita bukan hanya bermanfaat bagi penambahan

pengetahuan dan peningkatan kesempatan kerja yang dimilikinya, tetapi juga

11
merupakan bekal atau sumbangan dalam upaya memenuhi kebutuhan dirinya serta

mereka yang tergantung padanya.Wanita dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi

cenderung lebih baik taraf kesehatannya (Pramudtya SW, 210).

Jika pendidikan ibu dan pengetahuan ibu rendah akibatnya ia tidak mampu untuk

memilih hingga menyajikan makanan untuk keluarga memenuhi syarat gizi seimbang

(UNICEF, 2010). Hal ini senada dengan hasil penelitian di Meksiko bahwa

pendidikan ibu sangat penting dalam hubungannya dengan pengetahuan gizi dan

pemenuhan gizi keluarga khususnya anak, karena ibu dengan pendidikan rendah

antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga dapat berisiko mengalami

resiko stunting (Hizni, et al .2010).

c) Pengetahuan Gizi Ibu

Gizi kurang banyak menimpa balita sehingga golongan ini disebut golongan

rawan.Masa peralihan antara saat disapih dan mengikuti pola makan orang dewasa

atau bukan anak, merupakan masa rawan karena ibu atau pengasuh mengikuti

kebiasaan yang keliru.Penyuluhan gizi dengan bukti-bukti perbaikan gizi pada dapat

memperbaiki sikap ibu yang kurang menguntungkan pertumbuhan anak (Rahayu A,

2014).

Pengetahuan gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor.Di samping pendidikan yang

pernah dijalani, faktor lingkungan sosial dan frekuensi kontak dengan media masa

juga mempengaruhi pengetahuan gizi.Salah satu penyebab terjadinya gangguan gizi

adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi

tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo, 2007).

12
Tingkat pengetahuan gizi seseorang besar pengaruhnya bagi perubahan sikap dan

perilaku di dalam pemilihan bahan makanan, yang selanjutnya akan berpengaruh

pula pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Keadaan gizi yang rendah di

suatu daerah akan menentukan tingginya angka kurang gizi secara nasional (Mulyati,

2009). Hasil Penelitian Taufiqurrahman (2013) dan Pormes dkk (2014) yang

menyatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang pemenuhan gizi berpengaruh

dengan kejadian stunting.

2. Riwayat Kehamilan

a. Usia Ibu Hamil

Usia ibu mempunyai hubungan erat dengan berat bayi lahir, pada usia ibu yang

masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologisnya

belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga

pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menghadapi kehamilannya secara

sempurna, dan sering terjadi komplikasi-komplikasi.

Telah dibuktikan pula bahwa angka kejadian persalinan kurang bulan akan tinggi

pada usia dibawah 20 tahun dan kejadian paling rendah pada usia 26–35 tahun,

semakin muda usia ibu maka yang dilahirkan akan semakin ringan. Risiko

kehamilan akan terjadi pada ibu yang melahirkan dengan usia kurang dari 20

tahun dan lebih dari 35 tahun erat kaitannya dengan terjadinya kanker rahim dan

BBLR. Usia ibu yang beresiko akan berpotensi untuk melahirkan bayi BBLR, bayi

yang BBLR akan berpotensi untuk menjadi stunting (Depkes RI, 2013)

13
b. Hamil dengan KEK (Kurang Energi Kronis)

Kurang energi kronis merupakan keadaan di mana ibu penderita kekurangan

makanan yang berlangsung menahun (kronis) yang mengakibatkan timbulnya

gangguan kesehatan pada ibu (Depkes RI 2012). Kekurangan energi kronik dapat

terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan pada ibu hamil (bumil). Kurang gizi akut

disebabkan oleh tidak mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang cukup atau

makanan yang baik (dari segi kandungan gizi) untuk satu periode tertentu untuk

mendapatkan tambahan kalori dan protein (untuk melawan) muntah dan mencret

(muntaber) dan infeksi lainnya.Lingkar Lengan Atas (LILA) sudah digunakan

secara umum di Indonesia untuk mengidentifikas ibu hamil risiko Kurang Energi

Kronis (KEK).

Menurut Departemen kesehatan batas ibu hamil yang disebut resiko KEK jika

ukuran LILA < 23,5 cm, dalam pedoman Depkes tersebut disebutkan intervensi

yang diperlukan untuk WUS atau ibu hamil yang menderita risiko KEK. Sampai

saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi, khususnya gizi

kurang seperti KEK dan anemia, sehingga mempunyai kecenderungan melahirkan

bayi dengan berat badan lahir kurang.Gizi kurang pada ibu hamil dapat

menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu, antara lain anemia, perdarahan,

mempersulit persalinan sehingga terjadi persalinan lama, prematuritas,

perdarahan setelah persalinan, bahkan kematian ibu (Muliarini, 2010).Ibu hamil

yang menderita KEK dan anemia berisiko mengalami Intrauterine Growth

Retardation (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, dan bayi yang dilahirkan

14
mempunyai BBLR (Depkes RI, 2010).Asupan energi dan protein yang tidak

mencukupi pada hamil dapat menyebabkan KEK.

Wanita hamil berisiko mengalami KEK jika memiliki Lingkar Lengan Atas (LILA) <

23,5cm. Ibu hamil dengan KEK berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR)

yang jika tidak segera ditangani dengan baik akan berisiko mengalami stunting

(Pusat dan Data Informasi Kementerian Kesehatan RI).

c. Kadar Hb (Hemoglobin)

Masa kehamilan sering sekali terjadi kekurangan zat besi dalam tubuh.Zat besi

merupakan mineral yang sangat dibutuhkan untuk membentuk sel darah merah

(hemoglobin). Selain itu mineral ini juga berperan sebagai komponen untuk

membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot) , kolagen (protein

yang terdapat ditulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung) serta enzim zat

besi juga berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh (Dewi, 2013).

Saat hamil kebutuhan zat besi meningkat dua kali lipat dari kebutuhan sebelum

hamil. Hal ini terjadi karena selama hamil, volume darah meningkat sampai 50%

sehingga perlu lebih banyak zat besi untuk membentuk hemoglobin.Volume darah

meningkat disebabkan karena terjadi pengenceran darah, kebutuhan

pembentukan plasenta, dan pertumbuhan janin. Hemoglobin (sel darah merah)

yang disingkat dengan Hb adalah metaloprotein atau protein yang mengandung

zat besi dalam sel darah merah yang berfungsi mengangkut oksigen dari paru–

paru ke seluruh tubuh.Selain itu hemoglobin juga memainkan peran penting dalam

menjaga bentuk sel darah merah. Pada dasarnya, berat bayi lahir memang tidak

mutlak dipengaruhi oleh kadar hemoglobin ibu hamil. Berat bayi lahir dipengaruhi

15
oleh dua faktor ibu yang mempengaruhi pertumbuhan janin intrauterin, yaitu faktor

internal dan eksternal ibu hamil.Kadar hemoglobin termasuk ke dalam faktor

internal ibu hamil (Nurkhasanah, 2008). Kadar Hb wanita sehat seharusnya punya

kadar Hb sekitar 12mg/dl. Kekurangan Hb biasanya disebut anemia.Kadar

hemoglobin menggunakan satuan gram/dl, yang artinya banyaknya gram

hemoglobin dalam 100 mililiter. Dikatakan anemia ringan pada keadaan Hb

dibawah 11gr%, yaitu 9-11 gr%, dan anemia berat yaitu Hb dibawah 7 gr%.

Anemia pada kehamilan dapat berakibat persalinan prematuritas, abortus, infeksi,

mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, dan KPD.

Pemeriksaan Hb dilakukan minimal dua kali selama kehamilan yaitu pada trimester

I dan trimester ke III. Tinggi rendahnya kadar hemoglobin selama kehamilan

mempunyai pengaruh terhadap berat bayi lahir karena dapat mengakibatkan

gangguan pertumbuhan janin di dalam kandungan. Suatu penelitian cohort

prospective di Kota Semarang saat trimester III kehamilan menemukan bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara kadar hemoglobin ibu hamil dengan

berat bayi lahir. Trimester III kehamilan memang merupakan masa dimana

terjadinya pertumbuhan janin yang lebih cepat dibandingkan trimester

sebelumnya.Kadar hemoglobin ibu hamil trimester III yang rendah dapat

mengakibatkan pertumbuhan janin terhambat/kecil/BBLR dan berpotensi stunting.

(Makhoul, 2007, Utami, 2013)

16
d. Frekuensi Antenatal Care (ANC)

Pemeriksaan selama kehamilan bertujuan untuk menelusuri hal-hal yang sekecil

kecilnya mengenai segala sesuatu yang mungkin dapat mempengaruhi kesehatan

ibu dan bayinya (Oswari E, 2008).Antenatal care adalah perawatan yang diberikan

kepada ibu hamil, selama kehamilan secara berkala yang diikuti dengan upaya

koreksi terhadap kelainan yang ditemukan sesuai dengan pedoman pelayanan

antenatal yang ditentukan. Pelayanan ANC yang diberikan kepada ibu hamil sesuai

dengan pedoman pelayanan KIA yaitu pemeriksaan antenatal care minimal 4 kali

selama kehamilan dengan ketentuan 1 kali pada tribulan I, 1 kali pada tribulan II, dan

2 kali pada tribulan III (Depkes RI.2013). Pemeriksaan selama hamil sangat penting,

dalam hal ini tidak hanya jumlah kunjungan tetapi juga kualitas dari pelayanan ANC

itu sendiri sangat menentukan hasil yang akan dicapai.

Pemeriksaan kehamilan bertujuan untuk mengenal atau mengidentifikasi masalah

yang timbul selama kehamilan, sehingga kesehatan selama masa kehamilan dapat

dipelihara dan yang terpenting adalah ibu dan berada dalam keadaan sebaik

mungkin pada saat persalinan. Hubungan antara frekuensi pemeriksaan kehamilan

dengan kejadian BBLR adalah semakin kurang frekuensi pemeriksaan kehamilan

maka semakin meningkat resiko sebesar 1,5–5 kali untuk mendapat BBLR (Anonim,

2013). Berat Bayi lahir rendah berpotensi menjadi stunting.

3. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Secara individual, BBLR merupakan prediktor penting dengan umur kehamilan

kurang dari 37 minggu dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Bila bayi yang

17
lahir dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat badannya kurang dari

seharusnya desebut dengan dismatur kurang bulan kecil untuk masa kehamilan.

Semakin awal bayi lahir, semakin belum sempurna perkembangan organ organ

tubuhnya, dan semakin rendah berat badannya saat lahir dan semakin tinggi

risikonya mengalami berbagai komplikasi berbahaya.Dampak Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) sangat erat kaitannya dengan mortalitas janin.Keadaan ini dapat

menghambat pertumbuhan dan perkembangan kognitif, kerentanan terhadap

penyakit kronis di kemudian hari.Secara individual, BBLR merupakan prediktor

penting dalam kesehatan dan kelangsungan hidup bayi yang baru lahir dan

berhubungan dengan risiko tinggi pada kematian bayi dan anak (WHO, 2017).

Dampak lanjutan dari BBLR dapat berupa gagal tumbuh (growth faltering), penelitian

Sirajudin dkk tahun 2011 menyatakan bahwa bayi BBLR memiliki potensi menjadi

pendek 3 kali lebih besar dibanding non BBLR, pertumbuhan terganggu, penyebab

wasting, dan risiko malnutrisi.

a) Pencegahan BBLR

Upaya-upaya pencegahan merupakan hal yang sangat penting dalam

menurunkan insiden atau kejadian berat badan lahir rendah di masyarakat. Menurut

Suprayanto 2013, upaya-upaya ini dapat dilakukan dengan sebagai berikut :

1. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal empat kali

selama periode kehamilan yakni 1 kali pada trimester pertama, 1 kali pada

trimester kedua, dan 2 kali pada trimester ketiga.

2. Pada ibu hamil dianjurkan mengkonsumsi diet seimbang serat dan rendah

lemak, kalori cukup, vitamin, dan mineral termasuk 400 mikrogram vitamin B

18
asam folat setiap hari. Pengontrolan berat badan selama kehamilan dari

pertambahan berat badan awal dikisaran 12,5 kg sampai dengan 15 kg.

3. Hindari rokok atau asap rokok dan jenis polusi lain, minuman beralkohol,

aktivitas fisik yang berlebihan.

4. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim, faktor risiko tinggi dalam kehamilan, dan perawatan diri selama kehamilan

agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan

baik.

5. Pengontrolan oleh bidan secara berkesinambungan sehingga ibu dapat

merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat .

4. ASI Eksklusif

Pemberian ASI secara dini dan ekslusif sekurang-kurangnya 4-6 bulan akan

membantu mencegah berbagai penyakit anak, termasuk gangguan lambung dan

saluran nafas, terutama asma pada anak-anak. Hal ini disebabkan adanya antibody

penting yang ada dalam kolostrum ASI (dalam jumlah yang lebih sedikit), akan

melindungi bayi baru lahir dan mencegah timbulnya alergi. Untuk alasan tersebut,

semua bayi baru lahir harus mendapatkan kolostrum (Rahmi (2008) dalam Aprilia,

2009). Inisiasi menyusu dini dan ASI ekslusif selama 6 bulan pertama dapat

mencegah kematian bayi dan infant yang lebih besar dengan mereduksi risiko

penyakit infeksi, hal ini karena (WHO, 2010):

a. Adanya kolostrum yang merupakan susu pertama yang mengandung

sejumlah besar faktor protektif yang memberikan proteksi aktif dan pasif

terhadap berbagai jenis pathogen.

19
b. ASI esklusif dapat mengeliminasi mikroorganisme pathogen yang yang

terkontaminasi melalui air, makanan, atau cairan lainnya. Juga dapat mencegah

kerusakan barier imunologi dari kontaminasi atau zat-zat penyebab alergi pada

susu formula atau makanan.

1).Komposisi ASI :

a. Kolostrum

Kolostrum terbentuk selama periode terakhir kehamilan dan minggu pertama

setelah bayi lahir, merupakan ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke 4

yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi.

Kandungan proteinnya 3 kali lebih banyak dari ASI mature. Cairan emas ini encer

dan seringkali berwarna kuning atau dapat pula jernih yang mengandung sel

hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman

penyakit.Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan

mekonium dari usus bayi yang baru lahir. Volumenya bervariasi antara 2 dan 10

ml per feeding per hari selama 3 hari pertama, tergantung dari paritas ibu

(Anonim, 2010).

b. ASI peralihan/transisi

Merupakan ASI yang dibuat setelah kolostrum dan sebelum ASI mature(kadang

antara hari ke 4 dan 10 setelah melahirkan). Kadar protein makin merendah,

sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin tinggi. Volumenya juga akan

makin meningkat

20
c. ASI mature

ASI matang merupakan ASI yang keluar pada sekitar hari ke 14 dan seterusnya,

komposisi relative konstan.Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI

merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup untuk bayi

sampai umur enam bulan.

2). Kandungan Nutrisi Dalam ASI

ASI mengandung komponen makro dan mikro nutrisi yaitu :

a) Karbohidrat

b) Protein

c) Lemak

d) Mineral

e) Vitamin

3). Volume ASI

Pada bulan-bulan terakhir kehamilan sering ada sekresi kolostrum pada

payudara ibu hamil. Setelah persalinan apabila bayi mulai mengisap payudara,

maka produksi ASI bertambah secara cepat.Dalam kondisi normal, ASI diproduksi

sebanyak 10- ± 100 cc pada hari-hari pertama.Produksi ASI menjadi konstan

setelah hari ke 10 sampai ke 14.Bayi yang sehat selanjutnya mengkonsumsi

sebanyak 700-800 cc ASI per hari. Namun kadang-kadang ada yang mengkonsumsi

kurang dari 600 cc atau bahkan hampir 1 liter per hari dan tetap menunjukkan

tingkat pertumbuhan yang sama. Keadaan kurang gizi pada ibu pada tingkat yang

berat, baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat mempengaruhi volume ASI.

Produksi ASI menjadi lebih sedikit yaitu hanya berkisar antara 500-700 cc pada 6

21
bulan pertama usia bayi, 400-600 cc pada bulan kedua dan 300-500 cc pada tahun

kedua usia (Depkes, 2010).

4.Manfaat ASI

a) Manfaat ASI bagi bayi

Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI ekslusif yang dapat dirasakan

yaitu (1) ASI sebagai nutrisi, (2) ASI meningkatkan daya tahan tubuh, (3)

Menurunkan risiko mortalitas, risiko penyakit akut dan kronis, (4) Meningkatkan

kecerdasan, (5) Menyusui meningkatkan jalinan kasih sayang, (6) Sebagai

makanan tunggal untuk memenuhi semua kebutuhan pertumbuhan bayi sampai

usia selama enam bulan, (7) Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk

untuk pertumbuhan otak sehingga bayi yang diberi ASI eksklusif lebih pandai, (8)

Mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker, dan mengurangi

kemungkinan menderita penyakit jantung, (9) Menunjang perkembangan motorik

(Notoatmodjo, 2010).

5. MP ASI

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan atau minuman

yang mengandung zat gizi yang diberikan pada bayi atau usia 6-24 bulan guna

memenuhi kebutuhan gizi selain ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari

ASI ke makanan keluarga.Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan

secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan

bayi.Pemberian MP-ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk

pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan yang sangat pesat pada periode

22
ini, tetapi sangat diperlukan hygienitas dalam pemberian MP-ASI tersebut (Anonim,

2013).

Sanitasi dan hygienitas MP-ASI yang rendah memungkinkan terjadinya

kontaminasi mikroba yang dapat meningkatkan risiko atau infeksi lain pada bayi.

Selama kurun waktu 4-6 bulan pertama ASI masih mampu memberikan kebutuhan

gizi bayi, setelah 6 bulan produksi ASI menurun sehingga kebutuhan gizi tidak lagi

dipenuhi dari ASI saja. Peranan makanan tambahan menjadi sangat penting untuk

memenuhi kebutuhan gizi bayi tersebut . Makanan pendamping ASI dapat disiapkan

secara khusus untuk bayi atau makanannya sama dengan makanan keluarga,

namun teksturnya disesuaikan dengan usia bayi dan kemampuan bayi dalam

menerima makanan (Mufida, dkk 2015).

a) Tujuan Pemberian MP-ASI

Umur 0-6 bulan pertama dilahirkan, ASI merupakan makanan yang terbaik bagi

bayi, namun setelah usia tersebut bayi mulai membutuhkan makanan tambahan

selain ASI yang disebut makanan pendamping ASI. Pemberian makanan

pendamping ASI mempunyai tujuan memberikan zat gizi yang cukup bagi

kebutuhan bayi atau balita guna pertumbuhan dan perkembangan fisik dan

psikomotorik yang optimal, selain itu untuk mendidik bayi supaya memiliki

kebiasaan makan yang baik.Tujuan tersebut dapat tercapai dengan baik jika

dalam pemberian MP-ASI sesuai pertambahan umur, kualitas dan kuantitas

makanan baik serta jenis makanan yang beraneka ragam. MP-ASI diberikan

sebagai pelengkap ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan

kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik. Tujuan

23
pemberian MP-ASI adalah untuk menambah energi dan zat-zat gizi yang

diperlukan bayi karena ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi secara terus

menerus, dengan demikian makanan tambahan diberikan untuk mengisi

kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total dengan jumlah yang didapatkan dari

ASI (Mufida,dkk. 2015).

b) Persyaratan MP-ASI

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) diberikan sejak bayi berusia 6 bulan.

Makanan ini diberikan karena kebutuhan bayi akan nutrien-nutrien untuk

pertumbuhan dan perkembangannya tidak dapat dipenuhi lagi hanya dengan

pemberian ASI. MP-ASI hendaknya bersifat padat gizi, kandungan serat kasar

dan bahan lain yang sukar dicerna seminimal mungkin, sebab serat yang terlalu

banyak jumlahnya akan mengganggu proses pencernaan dan penyerapan zat-

zat gizi. Selain itu juga tidak boleh bersifat kamba, sebab akan cepat memberi

rasa kenyang pada bayi. MP-ASI jarang dibuat dari satu jenis bahan pangan,

tetapi merupakan suatu campuran dari beberapa bahan pangan dengan

perbandingan tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi.

Pencampuran bahan pangan hendaknya didasarkan atas konsep komplementasi

protein, sehingga masing-masing bahan akan saling menutupi kekurangan

asam-asam amino esensial, serta diperlukan suplementasi vitamin, mineral serta

energi dari minyak atau gula untuk menambah kebutuhan gizi (Depkes RI,2013).

c). Resiko Pemberian MP-ASI Terlalu Dini

Pemberian MP-ASI harus memperhatikan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang

dianjurkan berdasarkan kelompok umur dan tekstur makanan yang sesuai

24
perkembangan usia balita. Terkadang ada ibu-ibu yang sudah memberikannya

pada usia dua atau tiga bulan, padahal di usia tersebut kemampuan pencernaan

bayi belum siap menerima makanan tambahan. Akibatnya banyak bayi yang

mengalami diare. Masalah gangguan pertumbuhan pada usia dini yang terjadi di

Indonesia diduga kuat berhubungan dengan banyaknya bayi yang sudah diberi

MP-ASI sejak usia satu bulan, bahkan sebelumnya. Pemberian MP-ASI terlalu

dini juga akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila terlambat akan menyebabkan

bayi kurang gizi. Bayi yang mengkonsumsi ASI, makanan tambahan dapat

diberikan setelah usia enam bulan (Mufida,dkk 2015). Salah satu permasalahan

dalam pemberian makanan pada bayi adalah terhentinya pemberian air susu ibu

dan pemberian MP-ASI yang tidak cukup (Depkes RI, 2010). WHO

merekomendasikan pemberian ASI eksklusif 6 bulan pertama kehidupan dan

dilanjutkan dengan pengenalan MP-ASI dengan terus memberikan ASI sampai

usia 2 tahun. Menurut penelitian Teshome, yang diberi MP-ASI terlalu dini (< 4

bulan) berisiko menderita kejadian stunting.

6. Infeksi

Infeksi adalah invasi (masuk ke dalam tubuh) dan multiplikasi (pertumbuhan dan

perkembangan) mikroorganisme patogen dibagian tubuh atau jaringan, yang dapat

menghasilkan cedera jaringan berikutnya dan kemajuan untuk terbuka penyakit

melalui berbagai mekanisme seluler atau beracun (Notoadmojo, 2010).

Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,

enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA),

malaria, berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi. Konsumsi

25
diet yang cukup tidak menjamin pertumbuhan fisik yang normal karena kejadian

penyakit lain, seperti infeksi akut atau kronis, dapat mempengaruhi proses yang

kompleks terhadap terjadinya atau pemeliharaan defisit pertumbuhan pada (Anisa,

2012).

Menurut Suiraoka et al. (2011) hubungan penyakit infeksi dengan keadaan gizi

kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat.Penyakit infeksi dapat

memperburuk keadaan gizi dan keadaan gizi yang kurang dapat mempermudah

seseorang terkena penyakit infeksi yang akibatnya dapat menurunkan nafsu makan,

adanya gangguan penyerapan dalam saluran pencernaan atau peningkatan

kebutuhan zat gizi oleh adanya penyakit sehingga kebutuhan zat gizi tidak terpenuhi.

Menurut Supariasa et al. (2012) ada hubungan yang sangat erat antara infeksi

(bakteri, virus, dan parasit) dengan kejadian malnutrisi. Mereka menekankan

interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi dan juga infeksi

akan mempengaruhi zat gizi dan mempercepat malnutrisi. Tando (2012) dalam

penelitiannya menyebutkan bahwa status kesehatan berupa frekuensi dan durasi

sakit pada balita memberikan resiko kemungkinan terjadinya stunting pada SD di

Kecamatan Malayan Kota Manado.Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik

seperti penumonia, diare persisten, disentri dan penyakit kronis seperti kecacingan

mempengaruhi pertumbuhan linear. Infeksi akan menyebabkan asupan makanan

menurun, gangguan absorpsi nutrien, kehilangan mikronutrien secara langsung,

metabolisme meningkat, kehilangan nutrien akibat katabolisme yang meningkat,

gangguan transportasi nutrien ke jaringan (WHO). Sebuah penelitian di Peru

26
menunjukkan infeksi parasit merupakan faktor risiko sebagai penyebab perawakan

pendek atau stunting (Anisa, 2012)

B. Tinjauan umum mengenai pengetahuan

1. Definisi

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia, uakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba.Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

dibagi menjadi 6 tingkat, yaitu:

(1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang

dipelajari anta lain: Menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan, dan sebagainya. Contoh: Dapat menyebutkan tanda – tanda

kekurangan kalori dan protein pada anak baduta.

(2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar, dengan cara menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.

27
(3) Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang real (sebenarnya).

(4) Analisi (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

obyek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

(5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dan formulasi – formulasi yang ada.

(6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek.Penilaian – penilaian itu

didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau

menggunakan kriteria – kriteria yang telah ada.

3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2014) faktor yang mempengaruhi pengetahuan, yaitu:

(1) Umur

(2) Intelegensi

(3) Lingkungan

28
(4) Sosial Budaya

(5) Pendidikan .

(6) Informasi

(7) Pengalaman

4. Hubungan Antara Pengetahuan Orang Tua Dengan Kejadian Stunting

Pengetahuan orang tua tentang gejala, dampak dan cara pencegahan stunting

dapat menentukan sikap dan perilaku orang tua dalam pemeliharaan kesehatan

pencegahan stunting sehingga kejadian stunting dapat ditekan. Penelitian

Kusumawati, et mal. (2015) menunjukkan pengetahuan ibu merupakan salah satu

faktor resiko kejadian stunting, anak yang termasuk dalam kategori stunting

cenderung terjadi pada ibu yang mempunyai pengetahuan kurang.

Upaya pencegahan stunting tidak bisa lepas dari pengetahuan orang tua tentang

stunting. Dengan pengetahuan yang baik, dapat memunculkan kesadaran orang tua

akan pentingnya pencegahan stunting. Kesadaran orang tua akan membentuk pola

atau perilaku kesehatan terutama dalam pencegahan stunting seperti dalam

pemenuhan gizi mulai dari ibu hamil, gizi anak, menjaga lingkungan dan sanitasi

rumah yang baik, dan perilaku hidup bersih dan sehat (Harmoko, 2017)

29
C. Tinjauan Umum Mengenai Perilaku

1. Definisi Perilaku

Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu

sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan,

berbicara, beraksi, berpikir, persepsi, dan emosi. Perilaku juga dapat diartikan

sebagai aktivitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun

tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).

Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi

dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak

tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang tidak dirasakan (Okviana,

2015).

Notoatmodjo (2011) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau

reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Pengertian ini

dikenal dengan teori „S-O‟R” atau “Stimulus-Organisme-Respon”. Respon

dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Respon respondent atau reflektif Adalah respon yang dihasilkan oleh

rangsangan-rangsangan tertentu. Biasanya respon yang dihasilkan bersifat

relatif tetap disebut juga eliciting stimuli. Perilaku emosional yang menetap

misalnya orang 11 akan tertawa apabila mendengar kabar gembira atau lucu,

sedih jika mendengar musibah, kehilangan dan gagal serta minum jika terasa

haus.

b. Operan Respon Respon operant atau instrumental respon yang timbul dan

berkembang diikuti oleh stimulus atau rangsangan lain berupa penguatan.

30
Perangsang perilakunya disebut reinforcing stimuli yang berfungsi memperkuat

respon. Misalnya, petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik

dikarenakan gaji yang diterima cukup, kerjanya yang baik menjadi stimulus untuk

memperoleh promosi jabatan.

2. Jenis-jenis perilaku

Jenis-jenis perilaku individu menurut Okviana(2015):

a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf,

b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif,

c. Perilaku tampak dan tidak tampak,

d. Perilaku sederhana dan kompleks,

e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.

3. Bentuk-bentuk perilaku

Menurut Notoatmodjo (2011), dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus,

maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua.

a. Bentuk pasif /Perilaku tertutup (covert behavior) Respons seseorang terhadap

stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respons atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau

kesadaran dan sikap yang terjadi pada seseorang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

31
b. Perilaku terbuka (overt behavior) Respons terhadap stimulus tersebut sudah

jelas dalam bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati

atau dilihat orang lain

4. Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku

faktor yang dapat mempengaruhi perilaku menurut Sunaryo (2004) dalam

Hariyanti (2015) dibagi menjadi 2 yaitu

a. Faktor Genetik atau Faktor Endogen

Faktor genetik atau faktor keturunan merupakan konsep dasar atau modal

untuk kelanjutan perkembangan perilaku makhluk hidup itu. Faktor genetik

berasal dari dalam individu (endogen), antara lain:

a). Jenis Ras

Semua ras di dunia memiliki perilaku yang spesifik, saling berbeda

dengan yang lainnya, ketiga kelompok terbesar yaitu ras kulit putih

(Kaukasia), ras kulit hitam (Negroid) dan ras kulit kuning (Mongoloid).

b). Jenis Kelamin

Perbedaan perilaku pria dan wanita dapat dilihat dari cara berpakaian dan

melakukan pekerjaan sehari-hari, pria berperilaku berdasarkan

pertimbangan rasional. Sedangkan wanita berperilaku berdasarkan

emosional.

c). Sifat Fisik

Perilaku individu akan berbeda-beda karena sifat fisiknya.

32
d). Sifat

Kepribadian Perilaku individu merupakan manifestasi dari kepribadian yang

dimilikinya sebagai pengaduan antara faktor genetik dan lingkungan. Perilaku

manusia tidak ada yang sama karena adanya perbedaan kepribadian yang

dimiliki individu.

e). Intelegensi

Intelegensi sangat berpengaruh terhadap perilaku individu, oleh karena itu

kita kenal ada individu yang intelegensi tinggi yaitu individu yang dalam

pengambilan keputusan dapat bertindak tepat, cepat dan mudah. Sedangkan

individu yang memiliki intelegensi rendah dalam pengambilan keputusan

akan bertindak lambat.

b. Faktor Eksogen atau Faktor Dari Luar Individu

Faktor yang berasal dari luar individu antara lain:

a) Faktor Lingkungan

Lingkungan disini menyangkut segala sesuatu yang ada disekitar individu.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap individu karena lingkungan

merupakan lahan untuk perkembangan perilaku. Menurut Notoatmodjo

(2003),

33
perilaku itu dibentuk melalui suatu proses dalam interkasi manusia

dengan lingkungan.

1) Usia

2) Pendidikan

3) Pekerjaan

4) Agama

5) Sosial

6) Kebudayaan

5. Hubungan Antara Perilaku Orang Tua Dengan Kejadian Stunting

Peranan orang tua dan keluarga penting untuk mengembangkan peran sosial,

salah satunya adalah pola asuh orang tua seperti contoh sikap dan perilaku orang

tua terhadap anak dalam berinteraksi dan berkomunikasi, orang tua bisa

memberikan pengetahuan untuk anak-anaknya tentang pentingnya kesehatan bagi

tubuh, sehingga anak tersebut bisa membawa sifat tersebut sampai dewasa. [10]

misalnya kebiasaan anak makan jajanan di sekolah, Makanan jajanan adalah

makanan yang dijual oleh pedagang di sekolah, di jalanan bahkan di tempat umum.

baik langsung dimakan maupun harus di olah terlebih dahulu. Peran orang tua di

sini adalah memberitahu kepada anaknya bahwa makanan jajanan diluar bisa saja

tidak sehat bagi tubuh. [11] kesalahan seorang ibu salah satunya adalah anak bisa

terkena stunting , penyebab stunting adalah kekurangan asupan gizi mulai dari saat

masih dalam kandungan, dan juga lingkungan yang tidak sehat, seperti tempat

pembuangan tinja di rumah tangga. Dan di indonesia terdpat beberapa rumah

34
tangga yang tempat pembuangan akhir tinjanya melalui SPAL dan hal itu

mempengaruhi sanitasi air (Balita, n.d.).

35
KERANGKA TEORI

Pengetahuan Perilaku

Kurangnya rasa ingin tahu Sanitasi lingkungan kurang bersih


terhadap pemenuhan gizi dan air bersih
anak usia 24 – 60 bulan

Meningkatnya paparan
penyakit
Tingkat pendidikan
Orang Tua

Ibu melahirkan premature Kurangnya daya beli kemiskinan


(kurang bulan ) keluarga
Pemberian ASI buruk

Hamil dengan KEK Asupan gizi tidak Pemberian MP ASI


Bayi BBLR
adekuat bukan pada bulannya
Kekurangan HB Pertumbuhan janin dalam
Kekurangan Gizi Kronis
kandungan terganggu Mengganggu
Asupan gizi tidak metabolisme anak
terpenuhi selama usia
Hambatan pertumbuhan Infeksi
kehamilan
tulang

Gambar 2.1 Kerangka Teori STUNTING

36
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Tahap penting dalam satu penelitian adalah menyusun kerangka konsep. Konsep

adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan membentuk suati

teori yang menjelaskan keterkaitan antara variable ( baik variable yang diteliti maupun

yang yang tidak diteliti). Kerangka konsep akan membantu peneliti menghubungkan

hasil penemuan dengan teori. (Nursalam, 2017)

INDEPENDEN DEPENDENT
PENGETAHUAN

KEJADIAN
STUNTING
PERILAKU

Keterangan:

= variable penelitian independen

=variable penelitian dependen

= garis penghubung

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

37
B ,Defenisi Opersional

Tabel Defenisi Operasional

no Variable Defenisi operasional Kriteria objektif Skala


1 Pengetahuan Segala sesuatu yang 1. Baik jika skor ≥
diketahui responden 10
tentang stunting. 2. Kurang baik jika Ordinal
skor <10.
2 Perilaku Tindakan yang dilakukan 1. Baik jika skor ≥
responden untuk 21
Ordinal
mencegah terjadinya 2. Kurang baik jika
stunting skor < 21
2 Kejadian Kondisi gagal tumbuh pada 1. Tidak terjadi jika
stunting anak balita (bayi di bawah PB dan TB
lima tahun) akibat dari menurut umur
kekurangan gizi kronis berada pada
sehingga anak terlalu ambang batas z
pendek untuk usianya score -3 sampai
<-2SD.
2. Terjadi jika PB Ordinal
dan TB menurut
umur berada pada
ambang batas z
score -2 sampai
2SD.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

38
Gambar 3.2 Kategori Dan Ambang Batas Status Gizi Anak

39
C. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey analitik ( survei atau penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi), dengan

pendekatan Cross sectional Study (studi epidemiologi yang mengukur beberapa

variabel dalam satu saat sekaligus) yang bertujuan untuk mengetahui hubungan

pengetahuan dan perilaku terhadap kejadian stunting usia 24-60 bulan di wilayah

Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 2 - 14 November 2020

2. Tempat Penelitian.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar.

E. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia/klien) yang memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi target penelitian ini adalah

orang tua balita berusia 24 bulan – 60 bulan di wilayah kerja Puskesmas Antang

Perumnas Kota Makassar.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subyek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2017).

40
Dalam penelitian ini pemilihan sampel dengan cara Probablity Sampling

dengan tehnik pengambilan purposive sampling yaitu tehnik pengambilan

sampel dengan pertimbangan tertentu

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan quisioner/pertanyaan yang berhubungan

dengan pengetahuan dan perilaku Orang Tua terhadap Stunting. Untuk memperoleh

informasi yang lebih lengkap, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

berbentuk kuesioner yang dibagikan kepada responden dengan menggunakan skala

Guttman. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

dibuat sendiri oleh peneliti sendiri dari 20 item pernyataan tentang pengetahuan

tentang kejadian stunting dengan pilihan jawaban benar dan salah. Untuk jawaban

benar diberi nilai 1 dan untuk jawaban salah diberi nilai 0, sehingga nilai median

sebagai berikut:

Skor terendah x jumlah pernyataan( 0 x 20 ) = 0

Skor tertinggix jumlah pernyataan ( 1 x 20 ) = 20

0-10 merupakan rentang nilai responden, jika nilai ini di urut dari terkecil sampai

terbesar maka nilai median = 10

Untuk mengukur perilaku menggunakan skala Likkert, dengan pemberian skor

pada setiap alternative jawaban untuk jawaban pernyatan yang positif maka STS=1,

TS=2, S=3, SS=4, sedangkan untuk jawaban pernyataan negative maka STS=4,

TS=3, S=2, SS=1, dimana STS :Sangat tidak setuju, TS : tidak setuju, S : Setuju, SS

41
: Sangat setuju, pernyataan tentang sikap sebayak 15 item, sehingga nilai median

sebagai berikut :

Jumlah Skor terendah = Skor terendah x jumlah pernyataan

= ( 1 x 14 ) = 14

Jumlah Skor tertinggi = Skor tertinggi x jumlah pernyataan

= ( 4 x 14 ) = 56

Kriteria objektifnya = jumlah skor tertinggi-jumlah skor terendah

Kategori = 56 – 14 = 28
2

jika nilai ini diurut dari yang terkecil sampai besar maka nilai median = 28

Sedangkan, Untuk menetapkan status gizi, Tehnik yang digunakan ialah

menggunakan alat ukur z-Score dengan catatan normal jika PB dan TB menurut

umur berada pada ambang batas z score -3 sampai <-2SD. Pendek jika PB dan TB

menurut umur berada pada ambang batas z score -2 sampai 2SD. alat ukur yang

digunakan untuk mengetahui terjadinya stunting, dapat diukur menggunakan alat

pengukur tinggi badan (microtaise) dan timbangan injak (bathroom scale).

G. Pengambilan Data Penelitian

1. Data Primer

Pengumpulan data secara langsung kepeda responden di Puskesmas

Antang Perumnas Kota Makassar sebagai berikut:

42
Mengurus kelengkapan surat pengantar atau surat izin penelitian kepada

Kepala Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar untuk melaksanakan

penelitian

a. Mencari sampel dengan teknik Probability Sampling yaitu purposive

sampling.

b. Penelitian menjelaskan tentang tujuan penelitian kepada responden sebelum

memberikan lembar quisioner.

c. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden diminta

kesediaannya untuk menandatangani lembar persetujuan partisipan.

d. Jika responden bersedia dan menandatangani lembar persetujuan partisipan,

maka peneliti memberikan lembar quisioner yang telah disediakan oleh

peneliti.

e. Setelah itu dilakukan pengumpulan data hasil jawaban dari observasi untuk

diolah dan dianalisis.

2. Data Sekunder

Data diperoleh dari Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar yang

digunakan sebagai data pelengkap dan penunjang data primer yang ada

relevansinya untuk keperluan penelitian.

43
H. Pengolahan Data Penelitian

1. Seleksi Data (Editing)

Penulis akan melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh dan diteliti.

Hasilnya tidak terdapat kekeliruan terhadap data yang diperoleh maupun diteliti.

2. Pengelompokan Data (Tabulating)

Setelah data diedit dalam master tabel, kemudian data dimasukkan kedalam

tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki. Setiap data yang dimasukkan ke proram

SPSS kemudian ditabulasi agar lebih mempermudah penyajian data dalam

bentuk distribusi frekuensi.

I. Analisis Data Penelitian

Setelah memperoleh nilai dari masing-masing table kemudian selanjutnya data

dianlisa program yang diguakan untuk menganalisa data penelitian yaitu Program

Statitical Package For Social Science (SPSS) versi 22.0.

1. Analisis Univariat

Dilakukan untuk mendapatkan hubungan umum dengan cara mendeskripsikan

tiap variabel yang digunakan dalam penelitian yaitu distribusi frekuensinya.Pada

analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum karakteristik,

pengetahuan dan perilaku orang tua dengan kejadian stunting.

2. Analisis Bivariat

Analisa ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian dan menguji hipotesis

penelitian untuk mengetahui adanya hubungan variabel independen dan dependen

dengan menggunakan uji Spearman Rank.

44
J. Etika Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian, peneliti perlu memandang adanya rekomendasi

dari pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat

penelitian dalam hal ini Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar.

Etika Penelitian bertujuan untuk melindungi hak-hak subjek antara lain menjamin

kerahasiaan identitas responden dan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap

responden maka segi etika penelitian harus diperhatikan.

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebaga berikut:

1. Informed Consent / Lembar Pesetujuan

Lembar persetujuan ini akan diberikan kepada responden yang diteliti yang

memenuhi kriteria disertai judul penelitian dan manfaat penelitian.

Terdapat satu responden yang menolak untuk diteliti tetapi setelah diberikan

pengertian tentang tindakan atau intervensi yang akan dilakukan maka responden

tersebut merubah keputusan dan mau dan mau untuk diteliti selain tersebut tidak ada

hambatan untuk yang lainnya.

2. Anonimity / Kerahasiaan identitas

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden

tetapi lembar tersebut diisi dengan inisial nama responden untuk menjaga privasi dan

kehormatan responden.

3. Confidentiality/ Kerahasiaan Informasi

kerahasiaan informasi akan dijamin oleh peneliti dan hanya melaporkan data

tersebut yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penilitian
Penelitian ini menggunakan Penelitian Observasional dengan rancangan
Survei Analitik melalui pendekatan Cross-Sectional study, tujuan dari penelitian
ini yaitu mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Perilaku terhadap kejadian
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Antang. Hasil penelitian ini
diperoleh dari Kuesioner yang diberikan kepada responden. Penelitian ini
melibatkan 20 responden.
Setelah data terkumpul dilakukan pemeriksaan kelengkapan kemudian data
diolah melalui Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 22.0, maka
berikut peneliti akan menyajikan analisa data univariat terhadap setiap variabel
dengan menghasilkan distribusi frekuensi dan persentasi serta analisa bivariat
untuk mengetahui adanya hubungan variabel independen dengan dependen
dengan menggunakan statistic uji Somers’d.
1. Analisis Univariat
Pada tahap ini data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi variabel
tunggal antara lain

a. Karakteristik berdasarkan Umur

Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Antang Kota Makassar
Su mber,
Data Cumulative Primer
Frequency Percent Valid Percent
2020 Percent
23-28 Tahun 6 23.1% 23.1% 23.1%
29-33 Tahun 6 23.1% 23.1% 46.2%
Valid 34-38 Tahun 5 19.2% 19.2% 65.4%
39 Tahun Keatas 9 34.6% 34.6% 100%
Total 26 100% 100%
46
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa responden dengan rentan usia 23-
28 tahun (23,1%). Responden dengan rentan usia 29-33 tahun (23,1%). Responden
dengan rentan usia 34-38 tahun (19,2%). Responden dengan rentan usia 39 tahun
keatas (34,5%).

b. Karakteristik berdasarkan pendidikan terakhir

Tabel 4.2
Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir
Di wilayah kerja Puskesmas Perumnas Antang kota Makassar

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
SD 1 3.8% 3.8% 3.8%
SMP 2 7.7% 7.7% 11.5%
SMA/SMK 16 61.5% 61.5% 73.1%
Valid
DIPLOMA 3 11.5% 11.5% 84.6%
SARJANA 4 15.4% 15.4% 100%
Total 26 100% 100%
Sumber, Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa responden dengan pendidikan terakhir SD
(3,8%). Responden dengan pendidikan terakhir SMP (7,7%). Responden dengan
pendidikan terakhir SMA/SMK ( 61,5%). Responden dengan pendidikan terakhir
DIPLOMA (11,5%). Responden dengan pendidikan terakhir Sarjana (15,4%).

47
c. Karakteristik berdasarkan pengetahuan

Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
Di Wilayah Kerja Puskesmas Perumnas Antang Kota Makassar

Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Baik 16 61.5 % 61.5% 61.5%
Kurang
10 38.5% 38.5% 100%
Baik
Total 26 100% 100%
Sumber, Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa responden yang dapat mengetahui
sebesar (61,5%) dan responden yang kurang mengetahui sebesar (38,5%).

d. Karakteristik responden berdasarkan perilaku

Tabel 4.4
Distribusi Berdasarkan Perilaku
Diwilayah Kerja Puskesmas Perumnas Antang Kota Makassar

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Baik 23 88.5% 88.5% 88.5%
Kurang Baik 3 11.5% 11.5% 100%
Total 26 100% 100%
Sumber, Data primer 2020

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa perilaku baik sebesar (88,5%).
Sedangkan perilaku kurang baik sebesar (11,5%).

48
e. Karakteristik Berdasarkan Status Gizi (Stunting)

Tabel 4.5
Distribusi Berdasarkan Status Gizi
Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Terjadi 12 46.2% 46.2% 46.2%
Tidak Terjadi 14 53.8% 53.8% 100%
Total 26 100% 100%
Sumber, Data Primer 2020
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa kejadian Stunting terjadi (46,2%).
Sedangkan kejadian Stunting Tidak Terjadi sebesar (53,2%)

2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat ini dilakukan dengan maksud untuk mengetahui adanya hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen yang dilakukan dengan
menggunakan uji Somers’D.

a. Hubungan Pengetahuan dengan kejadian Stunting

Tabel 4.6
Hubungan Pengetahuan dengan kejadian Stunting
Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar

Status gizi
Terjadi Tidak Terjadi Total
Pengetahuan Baik 7 9 16
Kurang Baik 5 5 10
Total 12 14 26
Somer’s d p=0.060

Sumber: Data Primer 2020

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat responden dengan kategori mengetahui


mengalami kejadian stunting terjadi sebanyak 7 responden dan yang tidak terjadi
sebanyak 9 responden. Sedangkan kategori yang tidak mengetahui mengalami
49
kejadian stunting terjadi sebanyak 5 responden dan yang tidak terjadi sebanyak 5
orang.

Hasil Uji Somers’D di peroleh angka p=0,060 sedangkan nilai signifikasi p<0,05
dan Nilai mean =1.380. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dan kejadian stunting.

b. Hubungan Perilaku dengan kejadian Stunting

Tabel 4.7

Hubungan Perilaku dengan kejadian Stunting


Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Kota Makassar

Status gizi
Total
Terjadi Tidak Terjadi
Baik 11 12 23 Sumber :Data
Perilaku
Kurang Baik 1 2 3
Primer 2020
Total 12 14 26
Somers’D P = 0,060 Berdasarkan
tabel 4.7 dapat dilihat responden dengan kategori perilaku Baik mengalami
kejadian stunting terjadi sebanyak 11 responden dan yang tidak terjadi sebanyak
12 responden. Sedangkan kategori perilaku yang kurang baik mengalami kejadian
stunting terjadi sebanyak 1 responden dan yang tidak terjadi sebanyak 2 orang.

Hasil Uji Somers’D di peroleh angka P=0,060 sedangkan nilai signifikasi


P<0,05 dan Nilai mean =1.120. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara perilaku dan kejadian stunting.

B. Pembahasan

1. Hubungan pengetahuan dan kejadian stunting

Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, maka hasil penelitian


tentang hubungan pengetahuan dengan kejadian stunting yaitu sebagian besar

50
mengetahui tentang stunting namun anaknya tetap mengalami stunting sebanyak
7 responden dan tidak mengalami stunting sebanyak 9 responden. Sedangkan
yang tidak mengetahui tentang stunting namun anaknya mengalami stunting
sebanyak 5 responden dan yang tidak mengalami stunting sebanyak 5 responden.

Berdasarkan hasil analisis bivariate pada tabel 4.6 menyatakan Uji Somers’D
menunjukkan hasil p value = 0,060 >(0,05) dan nilai mean = 1.380. Hal ini
menunjukkan tidak adanya hubungan antara pengetahuan dan kejadian stunting.

Hasil penelitian sejalan dengan peneliitian menurut Herni Oktaviana (2016)


dengan judul Hubungan Pengetahuan Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita
Usia 7 – 24 Bulan Di Desa Hargorejo Kulon Progo dengan responden berjumlah
47 orang dan diperoleh nilai (p=0,237).

Menurut peneliti, banyak responden yang mengetahui tentang pengetahuan


Stunting namun dalam mengimplemetasikan hal tersebut mungkin ada factor-
faktor lain yang membuat responden memiliki anak yang terkena Stunting.

Namun Hasil penelitian yang didapatkan tidak sejalan dengan hasil pemelitian
yang dilakukan oleh Edwin Danie Olsa, Delmi Sulastri, dan Eliza Anas (2018)
dengan judul Hubungan Sikap Dan Pengetahuan Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar Di Kecamatan Nanggalo dari jumlah
responden 232 orang didapatkan nilai P<0,05(p=0,000).

2. Hubungan Perilaku dengan Kejadian Stunting

Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, maka hasil penelitian


tentang hubungan perilaku dengan kejadian stunting yaitu sebagian besar
berperilaku baik tentang stunting namun anaknya tetap mengalami stunting
sebanyak 11 responden dan tidak mengalami stunting sebanyak 12 responden.
Sedangkan yang berperilaku kurang baik tentang stunting namun anaknya
mengalami stunting sebanyak 1 responden dan yang tidak mengalami stunting
sebanyak 2 responden.

51
Berdasarkan hasil analisis bivariate pada tabel 4.7 menyatakan Uji Somers’d
menunjukkan hasil p value = 0,060 >(0,05) dan nilai mean = 1.120. Hal ini
menunjukkan tidak adanya hubungan antara perilaku dan kejadian stunting.

Menurut peneliti, banyak responden yang berperilaku baik dalam mencegah


terjadinya Stunting namun dalam mengimplemetasikan hal tersebut mungkin ada
factor-faktor lain yang membuat responden memiliki anak yang terkena Stunting.

Hasil penelitian yang di dapatkan tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Hanik Rahmawati, Susi Dyah Puspowati (2018) dengan hubungan perilaku
KADARZI dengan kejadian stunting di desa Nyemoh Kecamatan Bringin
Kabupaten Semarang dengan 47 responden ibu balita, di peroleh nilai (P=0,000).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

52
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang hubungan pengetahuan
dan perilaku terhadapkan kejadian stunting usia 24 – 60 bulan di wilayah kerja
puskesmas oerumnas antang kota Makassar, maka peneliti menyimpulkan sebagai
berikut :
1. Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan Stunting,
dimana pada uji Somers’d diperoleh p-value= 0,060
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara Perilaku dengan Stunting dimana
pada uji Somers’d diperoleh p-value= 0,060.

B. Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan
pengembangan ilmu pengetahuan terkait dengan masalah Stunting usia 24 – 60
bulan di wilayah kerja Puskesmas Antang Kota Makassar .
2. Bagi Profesi
Diharapkan dapat menambah kepustakaan ilmu pengetahuan dalam
bidang keperawatan khususnya keperawatan anak terhadap kejadian Stunting
usia 24 – 60 bulan.
3. Bagi Peneliti
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan
untuk mengidentifikasi lebih jelas mengenai pengetahuan dan perilaku Orang
Tua terhadap kejadian stunting dan dapat dibandingkan dengan yang tidak
terkena stunting.

DAFTAR PUSTAKA

Cetthakrikul, N., Topothai, C., Suphanchaimat, R., Tisayaticom, K., Limwattananon,


S., & Tangcharoensathien, V. (2018). Childhood stunting in Thailand: When
prolonged breastfeeding interacts with household poverty. BMC Pediatrics, 18(1),
1–9. https://doi.org/10.1186/s12887-018-1375-5

53
1. Feng, G. (2011). 高峰 1 ,张树礼 2 ,郭二果 3 ((1. 97–99.
2. Francisco, A. R. L. (2013). 済無No Title No Title. Journal of Chemical Information
and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
3. goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). 済 無 No Title No Title.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
4. Kesehatan, K., & Indonesia, R. (2018). Ini Penyebab Stunting Pada Anak.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 1–2. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/article/view/18052800006/ini-penyebab-stunting-pada-
anak.html
5. Lestari, W., Rezeki, S. H. I., Siregar, D. M., & Manggabarani, S. (2018). Faktor
Yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Anak Sekolah Dasar Negeri
014610 Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan. Jurnal Dunia
Gizi, 1(1), 59. https://doi.org/10.33085/jdg.v1i1.2926
6. Nursalam. (2017). metodologi penelitian ilmu keperawatan (peny puji lestari, ed.).
jakarta: salemba medika.
7. Olsa, E. D., Sulastri, D., & Anas, E. (2017). Hubungan Sikap dan Pengetahuan
Ibu Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk Sekolah Dasar di
Kecamanatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas, 6(3), 523–529. Retrieved
from http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/733
8. https://beritakotamakassar.fajar.co.id/berita/2019/11/15/dinkes-tekan-stunting-
hingga-514-persen/

(Nadhiroh, Siti Rahayu; Ni’mah, 2010)Kementrian Kesehatan. (2010). Standar


Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. In Standar Antropometri Penilaian
Status Gizi Anak (p. 40).
9. Lestari, W., Rezeki, S. H. I., Siregar, D. M., & Manggabarani, S. (2018). Faktor
Yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Pada Anak Sekolah Dasar Negeri
014610 Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan. Jurnal Dunia
Gizi, 1(1), 59. https://doi.org/10.33085/jdg.v1i1.2926
10. Nadhiroh, Siti Rahayu; Ni’mah, K. (2010). Faktor yang berhubungan dengan
kejadian. Media Gizi Indonesia, 1, 13–19.
https://e-journal.unair.ac.id/MGI/article/download/3117/2264
11. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting)
di Indonesia. Buletin Jendela Data Dan Informasi Kesehatan, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
12. Rahmawati, A. (2019). Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orang

54
Tua tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners Dan Kebidanan (Journal of Ners
and Midwifery), 6(3), 389–395. https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.art.p389-395
13. Setyaningsih, S. R., & Agustini, N. (2014). Pengetahuan, Sikap dan Prilaku Ibu
dalam Memenuhi Gizi Balita. Jurnal Keperawatan Indonesia, 17(3), 88–94.
(Kementrian Kesehatan, 2010)Kementrian Kesehatan. (2010). Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak. In Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak
(p. 40).
(Utami et al., 2013)Utami, R. P., Suhartono, Nurjazuli, Kartini, A., & Rasipin. (2013).
Faktor Lingkungan dan Perilaku yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting
pada Siswa SD di Wilayah Pertanian ( Penelitian di Kecamatan Bulakamba
Kabupaten Brebes ) Environmental and Behaviour Factors Associated to The
Incidence of Stunting In Elementary. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
12(2), 127–131.

Lampiran 1
ANGKET / KUESIONER PENELITIAN
Kepada yth.
Ibu-ibu Orang tua Balita

55
Di Tempat

Sehubungan dengan penulisan proposal yang meneliti tentang Hubungan


Pengetahuan Dan Perilaku Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Usia 24-60
Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Antang Perumnas Kota Makassar , maka dengan
segala kerendahan hati saya mohon kesediaan dan keikhlasan ibu untuk mengisi
angket yang berisi pertanyaan yang terlampir.

Semua jawaban dan keterangan yang ibu berikan benar-benar hanya untuk
keperluan penelitian yang berorientasi ilmiah dan sama sekali tidak akan
mempengaruhi status, keamanan dan keselamatan ibu. Setiap jawaban yang ibu
berikan merupakan bantuan yang berharga bagi penelitian ini.

Atas kesediaan ibu meluangkan waktu untuk mengisi angket ini saya ucapkan
terima kasih.

Makassar, Mei 2020


Peneliti

Dede Mahendra Pratama


NIM 21 16 011

Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN

Identitas Responden
1. Nama Ibu : .......................................................

56
2. Usia Ibu : .......................................................
3. Pendidikan terakhir Ibu : SD / SMP / SMA / Diploma / S1 *)
4. Jumlah anak balita : .......................................................
5. Usia anak : .......................................................
6. Jumlah anggota keluarga : .......................................................
(*)lingkari yang sesuai

Pendapatan rumah tangga


Beri tanda () yang sesuai !
Jumlah Pendapatan Dalam 1 Bulan: ...............................

I.Kuesioner Pengetahuan Mengenai Stunting

Petunjuk dalam mengisi kuesioner, yaitu :

Berilah tanda (X) disalah satu jawaban yang menurut anda paling benar.

1. Apa yang dimaksud dengan stunting?

a. Keadaan gagal tumbuh kembang anak pada awal masa kehamilan

b. Keadaan gagal tumbuh kembang anak karena faktor kemiskinan

c. Keadaan gagal tumbuh kembang anak pada 1000 hari pertama

kehidupan

d. Keadaan gagal tumbuh kembang anak karena anak mengalami infeksi

2. Stunting adalah penyakit gagal tumbuh kembang. Apa yang menyebabkan hal

tersebut?

a. Kekurangan gizi secara kronik yang dipengaruhi oleh masalah

57
ekonomi keluarga

b. Masalah yang bisa menjadi gizi buruk

c. Kurangnya karbohidrat dalam tubuh anak

d. Anak dengan garis kurang dari -2 standar deviasi WHO\

3. Bagaimana ciri-ciri anak yang mengalami stunting?

a. Tubuh pendek

b. Tubuh kurus

c. Perut buncit

d. Wajah lebih muda

4. Bagaimana cara mengetahui seorang anak balita yang mengalami stunting?

a. Mengukur TB/U menurut z-score

b. Mengukur BB/U

c. Menghitung IMT

d. Menanyakan riwayat BB anak lahir

5. Faktor apakah yang mempengaruhi tingginya kejadian stunting?

a. Faktor genetik

b. Faktor asupan makanan yang bergizi

c. Faktor kehamilan

d. Faktor pengetahuan ibu

6. Manakah pernyataan di bawah ini yang paling benar mengenai pola

asuh orang tua?

a. Banyaknya informasi dari internet berpengaruh pada pola asuh

58
b. Pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap pola asuh orang tua

c. Pengalaman orang tua dalam mengasuh anak mempengaruhi kualitas

pola asuh

d. Mengikuti adat istiadat dalma suatu keluarga

7. Manakah dari penyakit di bawah ini yang dapat menyebabkan stunting?

a. Sakit kepala

b. Mata merah

c. Diare dengan dehidrasi

d. Diabetes Melitus (DM)

8. Manakah pernyataan yang benar mengenai faktor resiko anak stunting?

a. Faktor pengasuhan orang tua yang kurang baik

b. Faktor penyakit infeksi yang berulang

c. Faktor asupan yang bergizi harus cukup

d. Faktor air bersih yang cukup

9. Apa pencegahan orang tua terhadap stunting pada usia balita yang paling

benar?

a. Melakukan olahraga secara teratur

b. Suplementasi tablet penambah darah

c. Melakukan konsultasi tentang kesehatan

d. Memperhatikan zat gizi yang dikonsumsi anak

10. Apakah pencegahan yang dapat dilakukan pada kejadian stunting?

a. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) ekslusif

b. Pemberian Makanan Pengganti Air Susu Ibu (MP-ASI)

59
c. Melakukan intervensi gizi spesifik

d. Melakukan intervensi gizi sensitif

11. Bagaimana peran Ante Natal Care (ANC) terhadap kejadian stunting?

a. Datang ANC sebanyak 8 kali dalam pencegahan stunting

b. Datang ANC sebanyak 2-3 kali dalam pencegahan stunting

c. Datang ANC sebanyak 1-2 kali dalam pencegahan stunting

d. Tidak berperan sama sekali dalam pencegahan stunting

12. Apa intervensi spesifik pada ibu hamil terkait stunting?

a. Memberikan suplementasi zink

b. Memberikan suplementasi kapsul vitamin A

c. Memberikan suplementasi kalsium pada ibu hamil

d. Memberikan manajemen terpadu balita sakit (MTBS)

13. Apa program pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPJMD) untuk mengatasi stunting

a. Pengendalian penyakit

b. Meningkatkan mutu dan akses kesehatan

c. Meningkatkan pelayanan tenaga kesehatan

d. Meningkatkan status kesehatan gizi ibu dan anak

14. Manakah pernyataan di bawah ini yang paling benar mengenai pengaruh anak

stunting terhadap negara?

a. Anak stunting meningkatkan perekonomian negara

b. Anak stunting meningkatkan pengeluaran anggaran negara

c. Anak stunting menghambat perekonomian negara

60
d. Anak stunting menurunkan kualitas generasi muda Indonesia

16. Manakah pernyataan yang benar tentang dampak stunting?

a. Anak stunting memiliki kemampuan belajar rendah

b. Anak stunting memiliki kemampuan konsentrasi rendah

c. Anak stunting memiliki IQ rendah

d. Anak stunting memiliki kemampuan berfikir rendah

17. Manakah pertanyaan di bawah ini yang paling benar mengenai sistem

Kekebalan tubuh yang dimiliki anak stunting?

a. Anak stunting memiliki sistem imun yang lebih baik dari pada anak yang

tidak stunting

b. Anak stunting memiliki sistem imun yang sama dengan anak yang tidak

stunting

c. Anak stunting memiliki sistem imun yang sama dengan orang tuanya

d. Anak stunting memiliki sistem imun yang rentan terkena infeksi

dibandingkan dengan anak yang tidak stunting

18. Manakah pernyataan yang salah mengenai dampak dari anak stunting

a. Pertumbuhan secara tidak optimal

b. Anak stunting memiliki sistem imun yang baik

c. Perkembangan kognitif dan motorik terganggu

d. Anak stunting memiliki resiko penyakit tidak menular seperti

DM, hipertensi dan stroke

19. Manakah pernyataan dibawah ini yang paling benar mengenai tingkat kematian

dalam kondisi stunting?

61
a. Stunting menurunkan angka kematian

b. Stunting meningkatkan angka kematian

c. Stunting tidak menyebabkan kematian

d. Stunting tidak berhubungan dengan angka kematian

20. Apakah peran Orang tua dalam mengatasi stunting?

a. Mempelajari tindakan promotif dan preventif

b. Memberikan gizi yang cukup pada ibu hamil

c. Memanfaatkan penyediaan konseling kesehatan

d. Melakukan imunisasi agar anakanya terhindar dari stunting

Lampiran 3
KUESIONER PERILAKU TERHADAP KEJADIAN STUNTING

Petunjuk pengisian: Berilah tanda check () pada salah satu jawaban yang anda pilih.

62
Keterangan
- STS : Sangat tidak setuju
- TS : Tidak setuju
- S : Setuju
- SS : Sangat setuju

No Pernyataan STS TS S SS

1. Saat hamil, saya mengkonsumsi susu ibu hamil sebagai


perilaku pemenuhan kebutuhan ibu hamil dan janin
2. Saat hamil, saya mengkonsumsi zat besi dan asam folat untuk
pencegahan terhadap anemia

3. Saya mementingkan susu ibu hamil sebagai pemenuhan


kebutuhan ibu hamil
4. Saya menerima pemberian suplemen zat besi dan asam folat
saat hamil
5. Saya memenuhi kebutuhan iodium dengan mengkonsumsi ikan
dan kacang-kacangan pada saat hamil
6. Saat hamil, saya menghindari konsumsi ikan dan kacang-
Kacangan
7. Saya menambah asupan nutrisi saat hamil dengan
mengkonsumsi biskuit ibu hamil
8. Mengkonsumsi sayuran hijau saat hamil misalnya bayam dapat
meningkatkan asupan zat besi dan asam folat pada tubuh
9. Saat hamil, saya mengkonsumsi makanan harian tanpa diet
makanan tambahan ibu hamil
10. Saya memberikan imunisasi lengkap kepada anak saya
11 Melakukan pemeriksaan kehamilan di pelayanan kesehatan
terdekat tiap 3 bulan
12 Memperhatikan 1000 hari pertama kelahiran
13 Mengkonsumsi obat tradisional pada saat hamil
14 Berolahraga tiap minggu pada saat sedang hamil untuk
menjaga kebugaran tubuh

63
Lampiran 4 : Valliditas dan Realibilitas

64
65
66
67
68
REALIBILITY

Lampiran 5 : Master Tabel

69
Pengetahuan perilaku status
NO Nama Usia gizi
scoring scoring
anak
38 GK/ P
1 Dewi kusumawati 8 34
28 GK/ P
2 Devitrianna 15 41
36 BGM/P/K
3 Agnes M 14 42
67 N
4 Michael Santoso, M.Si 7 40
51 BGM/P
5 Rosdiana 11 34
38 GK/N
6 Esma 12 38
46 BGM/P
7 Kamaruddin 9 27
32 N
8 Nursia 10 31
31 N
9 Irma 7 27
30 N
10 Musdalifa 9 41
30 BGM
11 Cindy haiyyi ilmi 14 44
23 GK
12 Saqfan Mahfudzan 8 39
30 N
13 Rabiah 11 42
47 BGM/SP
14 Rosyida Ariesty Rasyid 5 36
60 BGM
15 Rukmin 11 39
38 N
16 Jeany shianoda 14 41
38 N
17 Jane 11 27
42 N
18 Eeni Jamal 13 30
28 N
20 Rosita Fitriani 9 41
26 N
21 Hk. Arty Wibowo 11 31
27 N
22 Nurul Hidayah 16 35
33 N
23 Sudiarni 9 32
40 BGM/P
24 Arieska Septiadamyanti 8 38
23 N
25 Aisah Lapabu 11 35

70
39 BGM/SP
26 Tiara yuni sasmita 13 36

Lampiran 6 : Hasil Uji SPSS 22

71
Pengetahuan
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Baik 16 61.5 % 61.5% 61.5%
Kurang
10 38.5% 38.5% 100%
Baik
Total 26 100% 100%

Perilaku
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Baik 23 88.5% 88.5% 88.5%
Kurang
3 11.5% 11.5% 100%
Baik
Total 26 100% 100%

Status gizi
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Terjadi 12 46.2% 46.2% 46.2%
Tidak
14 53.8% 53.8% 100%
Terjadi
Total 26 100% 100%

Pengetahuan * Status gizi

72
Crosstab
Status gizi
Terjadi Tidak Terjadi Total
Pengetahuan Baik 7 9 16
Kurang Baik 5 5 10
Total 12 14 26

Directional Measures
Asymp. Std. Approx.
Value Errora Approx. T b
Sig.
Ordinal by Ordinal Somers' d Symmetric -.061 .196 -.311 .756
Pengetahuan
-.060 .191 -.311 .756
Dependent
Status gizi Dependent -.063 .201 -.311 .756
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

Perilaku * Status gizi Crosstabulation


Terjadi Tidak Terjadi
Perilaku Baik 11 12 23
Kurang Baik 1 2 3
Total 12 14 26

Directional Measures
Asymp. Std. Approx.
Value Errora Approx. T b
Sig.
Ordinal by Somers' d Symmetric .084 .171 .484 .628
Ordinal Perilaku Dependent .060 .123 .484 .628
Status gizi
.145 .291 .484 .628
Dependent
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.

73
Lampiran 7 : Dokumentasi

74
75
Lampiran 8

TIME SCHEDULE
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERILAKU TERHADAP KEJADIAN STUNTING DI WILAYAH KERJA

Bulan februari – november 2020


Jenis kegiatan Februari Maret april Mei juni juli Agustus September Oktober November
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Identifikasi
dan justifikasi
masalah
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Pengumpulan
data
Pengolahan
dan analisa
data
Seminar Hasil
Penelitian

Perbaikan
Hasil

Publikasi

PUSKESMAS PERUMNAS ANTANG KOTA MAKASSAR

76

Anda mungkin juga menyukai