Anda di halaman 1dari 13

ASPEK PSIKOLOGIS PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN

(MOTIVASI, KEBIASAAN, DAN SIKAP) SERTA IMPLIKASINYA


DALAM DUNIA PENDIDIKAN

MAKALAH
Diajukan guna memenuhi Tugas Kelompok mata kuliah Perkembangan Peserta
Didik

Dosen Pengampu :
Dr. Nurul Umamah, M.Pd

Oleh :

1. Rio Candra Kusuma 230210302039


2. Aninda Febiola Sandi 230210302045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN PENGETAHUAN ILMU SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Adapun penulisan makalah ini yang berjudul “Aspek Psikologis Peserta Didik Dalam
Pembelajaran (Motivasi, Kebiasaan, dan Sikap) Serta Implikasinya Dalam Dunia
Pendidikan” bertujuan untuk memenuhi tugas dari Ibu Dr. Nurul Umamah, M.Pd selaku
dosen mata kuliah Pendidikan Peserta Didik. Dalam penulisan makalah ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah memberi dukungan dan juga
memberi bantuan untuk menyelesaikan makalah ini.
Penulis memberi harapan semoga dengan adanya makalah ini bisa memberikan
tambahan ilmu. Selain itu penulis menyadari makalah ini yang jauh dari kata sempurna, maka
dari itu penulis juga ingin menyampaikan permohonan maaf jika terdapat kekurangan dan
kesalahan dalam pemilihan kata.

Jember, 30 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan ………………………………………………………………………………. 1
1.4 Manfaat ……………………………………………………………………………... 1
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………….. 2
2.1 Motivasi …………………………………………………………………………. 2
2.1.1 Memahami motifasi dari beberapa teori ……………………………… 2
2.1.2 Memahami motifasi dari beberapa parspektif ……………………….. 3
2.2 Kebiasaan ………………………………………………………………………. 3
2.2.1 Habitual Action, Automaticity, and Intentionality (Tindakan Kebiasaan,
Otomatisitas, dan Kesengajaan) ………………………………………. 3
2.2.2 Hubungan antara kebiasaan dan keterampilan ……………………… 4
2.3 Sikap …………………………………………………………………………….. 4
2.3.1 Hubungan sikap dan nilai ……………………………………………… 5
2.4 Implikasi dalam Dunia Pendidikan …………………………………………… 6
2.4.1 Implikasi kebiasaan dalam dunia pendidikan………………………… 6
2.4.2 Implikasi motivasi dalam dunia pendidikan. …………………………. 6
2.4.3 Implikasi sikap dalam dunia pendidikan. …………………………….. 7
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………... 9
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………. 9
3.2 Saran ………………………………………………………………………………… 9
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada banyak faktor yang berasal dari dalam maupun luar yang memengaruhi proses
menimba ilmu dan menggapai cita-cita, hingga bersangkutan pada keberhasilan seorang
peserta didik dalam mencapainya. Rincian dari faktor tersebut antara lain adalah motivasi,
kebiasaan belajar, dan sikap dari peserta didik tersebut. Satu dari faktor tersebut saling
komprehensif dengan faktor yang lain, sebab masing-masingnya memiliki peran penting
dalam proses pembentukan belajar seorang peserta didik. Oleh sebab itu, aspek psikologis ini
cukup penting untuk dipelajari bagi para calon pendidik agar bisa mengetahui lebih
mendalam terkait implikasi aspek motivasi, kebiasaan serta sikap dalam dunia pendidikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian aspek-aspek psikologis (motivasi, kebiasaan, dan sikap) peserta didik
dalam pembelajaran?
2. Bagaimana implikasi ketiga aspek tersebut dalam dunia pendidikan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian aspek-aspek psikologis (motivasi, kebiasaan, dan sikap)
peserta didik dalam pembelajaran
2. Untuk mengetahui implikasi ketiga aspek dalam dunia pendidikan

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa memahami pengertian aspek-aspek spikologis (motivasi, kebiasaan, dan
sikap) peserta didik dalam pembelajaran
2. Mahasiswa memahami implikasi ketiga aspek dalam dunia Pendidikan

BAB II
PEMBAHASAN
iii
2.1 Motivasi
Motivasi merupakan salah satu komponen pembelajaran yang penting namun sulit
diukur. Sebab motivasi ini berkaitan dengan kesediaan untuk berusaha dalam belajar
yang dipengaruhi oleh faktor mulai dari kepribadian siswa dan kemampuan terhadap
karakteristik tugas belajar tertentu. Psikolog mendefinisikan motivasi sebagai proses
internal yang mengaktifkan, membimbing, dan mempertahankan perilaku dari waktu ke
waktu (Murphy & Alexander, 2000; Pintrich, 2003; Schunk, 2000; Stipek, 2000). Secara
sederhana motivasi ini berarti sesuatu yang membuat anda terus maju dan menentukan
arah kemana anda pergi.
Menurut Slavin (2009: 106) menuliskan motivasi adalah sesuatu yang menyebabkan
anda berjalan, membuat anda tetap berjalan, dan menentukan kemana anda berusaha
berjalan. Pada bagian ini akan disajikan teori teori motivasi kontemporer, yang
menjabarkan penyebab seseorang termotivasi untuk melakukan suatu hal.
2.1.1 Memahami motifasi dari beberapa teori
2.1.1.1 Teori Motivasi dan Perilaku Belajar
Konsep motivasi terkait erat dengan prinsip bahwa perilaku yang
telah diperkuat di masa lalu lebih mungkin untuk diulang dibandingkan
perilaku yang tidak diperkuat atau dihukum (lihat Bandura, 1986; Bigge
& Shermis, 2004).
2.1.1.2 Motivasi dan Kebutuhan Manusia
Motivasi bisa diartikan sebagai pendorong guna memenuhi
kebutuhan, seperti kebutuhan akan tempat tinggal, makanan, cinta, dan
cara memelihara harga diri secara positif. Setiap manusia memiliki
tingkat kepentingan yang berbeda yang mereka lekatkan pada setiap
kebutuhan ini. Selain itu, orang yang orang yang sama mempunyai
kebutuhan yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Segelas air putih
akan sangat lebih berharga ketika kita selesai melakukan lari 4 mil
dibandingkan dengan setelah makan 4 hidangan.

2.1.2 Memahami motifasi dari beberapa parspektif

iv
2.1.2.1 Perspektif Perilaku
Perspektif perilaku lebih berfokus pada faktor eksternal, yaitu dalam
menentukan motivasi peserta didik, memberi penghargaan dan hukuman
adalah kuncinya. Insentif merupakan rangsangan secara positif dan
negatif yang bisa memunculkan motivasi peserta didik dalam
berperilaku. Para pendukung insentif meyakinkan bahwa insentif bisa
memperbanyak minat juga kegembiraan kelas dan mengarahkan
perhatian pada perilaku yang sesuai dan menjauhkan dari perilaku yang
tidak sesuai (Emmer & Everston, 2009).
2.1.2.2 Perspektif Kognitif
Motivasi menurut perspektif kognitif adalah pikiran peserta didik
yang memandu motivasi peserta didik itu sendiri. Perspektif kognitif
meyakinkan bahwa penting untuk menetapkan perencanaan, tujuan, dan
pemantauan kemajuan menuju tujuan (Urdan, 2010). Jika dalam
perspektif perilaku mengatakan bahwa motivasi peserta didik sebagai
konsekuensi dari insentif eksternal, namun perspektif kognitif
mengatakan bahwa tekanan secara eksternal harus dikurangi.
2.2 Kebiasaan
Pengertian kebiasaan dari beberapa pendekatan
2.2.1 Habitual Action, Automaticity, and Intentionality (Tindakan Kebiasaan,
Otomatisitas, dan Kesengajaan)
Ryle (1949/2009, bab 2): Kebiasaan adalah "disposisi jalur tunggal", yang
dihasilkan melalui latihan tanpa berpikir dan pengulangan hafalan, yang
menghasilkan manifestasi yang seragam. Dari perspektif ini, tindakan otomatis
adalah "replika pendahulu", salinan otomatis dari perilaku otomatis masa lalu
Apabila diamati dari pendapat di atas, terutama definisi dari Ryle, memahami
tindakan kebiasaan sebagai reaksi yang tidak perlu dipikirkan dan otomatis
terhadap stimulus yang sudah dikenal. Semacam refleks yang didapat, tindakan
kebiasaan tidak memerlukan pertimbangan sebelumnya, tidak ada representasi
tujuan, dan tidak ada perhatian terhadap apa yang dilakukan seseorang.

2.2.2 Hubungan antara kebiasaan dan keterampilan

v
Douskos (2019): meskipun kebiasaan dan keterampilan keduanya melibatkan
otomatisitas, keduanya otomatis dalam dua pengertian yang berbeda: otomatisitas
kebiasaan adalah impulsif: kecenderungan untuk merespons keadaan yang sudah
dikenal dengan cara yang spesifik dan sudah dipraktikkan dengan baik; tetapi
otomatisitas keterampilan adalah spontanitas: kapasitas untuk merespons berbagai
keadaan dengan cara yang kondusif untuk tujuan agen.
Apabila diamati dari pendapat di atas, Spontanitas keterampilan membutuhkan
perhatian bagi pelaku untuk menemukan cara yang tepat untuk merespons dalam
keadaan tertentu, sedangkan impulsif kebiasaan tidak bergantung pada perhatian.
Bahkan, sejauh tindakan kebiasaan bersifat impulsif, tindakan itu dilakukan tanpa
perhatian. Keotomatisan keterampilan melibatkan perhatian, tetapi keotomatisan
kebiasaan menolak perhatian. Tindakan yang sudah menjadi kebiasaan dapat
dilakukan dengan tidak terlalu impulsif dan lebih penuh perhatian
contohnya: ketika membuat kopi pagi karena saya ingin membuat tamu saya
terkesan, saya akan memperhatikan bagaimana bertindak dan tindakan tersebut
sesuai dengan tujuan saya. tetapi ketika kita bertindak secara kebiasaan, kita sering
bertindak dengan tingkat impulsif yang tinggi, dan hal ini membuat kita kurang
atau bahkan tidak memperhatikan tujuan kita melakukan tindakan itu.

2.3 Sikap
Sikap berpacu terhadap keyakinan dan pendirian evaluatif pada suatu objek sikap
yang bisa berupa apapun seperti manusia sampai benda mati. Sejak satu abad terakhir,
definisi sikap telah berubah, dengan konstruk yang didefinisikan sebagai disposisi,
alternatif Pendidikan, evaluasi, kecenderungan, dan siapnya fisik guna beraktifitas.
Menurut Allport (1935) sesuatu yang menjadikan konsep sikap bisa diterima untuk
penelitian ilmiah yaitu netralitasnya kepada perdebatan anatara nature dengan nature.
Sikap merupakan konsep yang sangat dibutuhkan dalam psikologi sosial. Ukuran sikap
eksplisit adalah sikap yang bisa diakui (see Harré & Secord 1972, p. 303). Dalam
psikologi, sikap implisit diukur dengan cara memakai ukuran ilmu saraf dan
psikofisiologis. Seiring berkembangnya zaman, mempelajari sikap dengan ukuran yang
berbeda-beda lebih diakui, juga tiap cara ukurnya memiliki kelebihan dan kekurangan
yang berdeda. Hal tersebut terjadi karena sikap hanya bisa disimpulkan dan tidak
dilakukan pengamatan secara langsung. (Himmelfarb 1993, p.23).
2.3.1 Hubungan sikap dan nilai

vi
Sikap adalah suka dan tidak suka kita terhadap apa pun dan siapa pun yang
dapat dinilai. Hal ini bisa berupa sesuatu yang konkrit seperti nyamuk yang
menyiksa Anda di malam hari atau sesuatu yang abstrak dan luas seperti
kapitalisme atau komunisme. Sebaliknya, nilai-nilai kemanusiaan diartikan sebagai
cita-cita abstrak dan prinsip-prinsip panduan dalam hidup kita, dan dianggap
abstrak serta bersifat trans-situasi. Jadi, meskipun sikap dan nilai merupakan
konstruksi penting dalam psikologi yang saling terkait, terdapat juga sejumlah
perbedaan di antara keduanya. Sikap adalah penilaian spesifik terhadap suatu
objek, nilai bersifat abstrak dan trans-situasi; sikap bisa positif dan negatif, nilai-
nilai sebagian besar positif; dan sikap kurang relevan dengan konsep diri kita
dibandingkan dengan nilai.
Berbagai penelitian telah menyelidiki bagaimana nilai dan sikap terhadap topik
tertentu berhubungan.
”Dasar pemikiran dari sebagian besar penelitian adalah bahwa nilai-nilai yang
dianut seseorang memandu apakah mereka menyukai orang, objek, atau ide
tertentu”.
Sebagai contoh, semakin orang menghargai universalisme (misalnya,
kesetaraan, pemikiran yang luas), semakin mereka mendukung kesetaraan hak
untuk kelompok yang biasanya kurang beruntung. Namun, asosiasi ini juga bisa
menjadi kompleks. Jika orang tidak menganggap suatu sikap sebagai ekspresi
yang relevan dari suatu nilai, maka kecil kemungkinannya nilai tersebut
memprediksi sikap tersebut. Selain itu, sikap kita juga dapat dipengaruhi oleh
apakah nilai-nilai kita sesuai terhadap nilai yang dipercaya oleh masyarakat di
negara kita, serupa dengan kelompok sosial lain (misalnya, imigran), dan apakah
kita menganggap nilai-nilai kelompok kita serupa atau berbeda dengan nilai-nilai
kelompok lain. Singkatnya, literatur menunjukkan bahwa hubungan antara nilai
dan sikap adalah sesuatu yang mengakar dan mudah dibentuk, dan bahwa
keterkaitan ini memiliki banyak konsekuensi penting untuk memahami perpecahan
sosial-politik dan kesejahteraan.

vii
2.4 Implikasi dalam Dunia Pendidikan
2.4.1 Implikasi kebiasaan dalam dunia pendidikan.
Saya menggunakan jurnal The Science of Habit and Its Implications for
Student Learning and Well-being (Ilmu tentang Kebiasaan dan Implikasinya
bagi Pembelajaran dan Kesejahteraan Siswa) sebagai referensi untuk
menentukan Implikasi kebiasaan dalam dunia pendidikan.
Menurut Logan Fiorella (2020,1) “Kebiasaan sangat penting untuk
mendukung pencapaian tujuan jangka panjang, termasuk hasil yang terkait
dengan pembelajaran dan kesejahteraan siswa”.
Membangun kebiasaan baik dapat membuat perilaku yang bermanfaat
(belajar, berolahraga, tidur, dll.) menjadi pilihan bawaan (atau pilihan standar),
menghindari kebutuhan untuk pertimbangan sadar atau kemauan, serta
melindungi dari godaan. Namun, penelitian dan praktik pendidikan cenderung
mengabaikan peran kebiasaan dalam pengaturan diri siswa, lebih berfokus pada
peran motivasi dan metakognisi dalam mendorong perilaku secara aktif. Teori
kebiasaan dapat membantu menjelaskan kegagalan motivasi atau pengendalian
diri yang tampak dalam hal faktor kontekstual yang mempertahankan kebiasaan
buruk. Selain itu, intervensi berbasis kebiasaan dapat mendukung perubahan
jangka panjang pada perilaku berulang siswa dengan mengganggu isyarat yang
mengaktifkan kebiasaan buruk dan menciptakan konteks yang mendukung dan
stabil untuk kebiasaan yang bermanfaat.

2.4.2 Implikasi motivasi dalam dunia pendidikan.


Saya menggunakan jurnal a study on teachers' efforts in motivating
students to learn english at grade viii of smpn 1 tembilahan hulu (Studi
Tentang Upaya Guru Dalam Memotivasi Siswa Belajar Bahasa Inggris Di
Kelas VIII Smpn 1 Tembilahan Hulu) sebagai referensi untuk menentukan
Implikasi motivasi dalam dunia pendidikan.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki upaya guru dalam memotivasi
siswa untuk belajar bahasa Inggris di kelas VIII SMPN 1 Tembilahan Hulu.
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, terlihat bahwa
motivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris cukup baik, oleh karena itu peneliti
ingin mengetahui apa saja upaya guru dalam memotivasi mereka. Sehingga,

viii
untuk mencapai tujuan tersebut, peneliti menggunakan kuesioner dan wawancara
sebagai instrumen penelitian. Hasilnya, kedua instrumen tersebut dijawab oleh
para siswa dan guru bahasa Inggris di sekolah ini, terutama kelas VIII. A (kelas
unggulan).
Menurut Indah Indriyah (2021,74)”Setelah melakukan penelitian dan
mendapatkan data tentang hal tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa guru
memiliki upaya yang wajar untuk memotivasi siswa dalam belajar bahasa Inggris.
Baik guru maupun siswa menegaskan bahwa guru peduli dengan siswa saat
proses belajar mengajar.”
Hal ini terbukti dengan guru menggunakan berbagai kegiatan dalam
mengajar, menyiapkan beberapa media yang menarik, memberikan tugas kepada
siswa berdasarkan apa yang telah mereka pelajari, mengaitkan topik-topik dalam
pengajaran dengan kegiatan sehari-hari siswa, meminta siswa untuk berpikir
tentang pengalaman mereka, memberikan kata ulang kepada siswa, mengucapkan
kata-kata positif, siswa diberikan kesempatan untuk mempresentasikan tugas
mereka, dan memberikan nilai yang berkesan saat siswa menyelesaikan tugas
kelompok dengan segera. Hal-hal di atas merupakan upaya guru untuk membuat
siswa termotivasi dalam belajar bahasa Inggris.

2.4.3 Implikasi sikap dalam dunia pendidikan.


Saya menggunakan jurnal Student attitude towards Mathematics and
performance: Does the teacher attitude matter? (Sikap siswa terhadap
Matematika dan kinerja: Apakah sikap guru itu penting?) sebagai referensi
untuk menentukan Implikasi sikap dalam dunia pendidikan.
Menurut Mensah, J. K., Okyere M. and Kuranchie, A. (2013,137)”Studi ini
telah mengungkapkan bahwa sikap guru Matematika terkait dengan sikap siswa
terhadap mata pelajaran tersebut”
Hubungan yang signifikan ditemukan antara sikap guru dan sikap siswa
terhadap Matematika. Hal ini menunjukkan bahwa terlepas dari kemampuan
Matematika siswa, jika guru menunjukkan sikap negatif terhadap Matematika,
siswa tidak dapat mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran tersebut
dan sebaliknya. Ketika guru lebih memperlihatkan sikap positif dalam
pembelajaran, maka sikap peserta didik juga akan lebih positif terhadap
pembelajaran tersebut. Sikap guru akan tercermin dalam sikap murid-muridnya

ix
terhadap mata pelajaran tersebut. Oleh karena itu, sikap guru terhadap
Matematika sangat penting karena memiliki pengaruh yang kuat terhadap
pembentukan sikap siswa.
Korelasi positif antara sikap siswa dan kinerja siswa, serta sikap guru dan
kinerja siswa dalam Matematika lebih lanjut menunjukkan bahwa sikap
memainkan peran sentral dalam pembelajaran siswa. Khususnya sikap guru
terhadap pengajaran Matematika dipandang sebagai faktor penting dalam
pembentukan sikap siswa terhadap pembelajaran mata pelajaran tersebut. Oleh
karena itu, guru matematika dapat secara positif mempengaruhi sikap siswa siswa
terhadap Matematika dengan menunjukkan sikap positif terhadap pengajaran
mata pelajaran tersebut di kelas.
Oleh karena itu, bagi guru Matematika mengembangkan sikap yang positif
terhadap mata pelajaran tersebut adalah hal yang penting dan wajib. Membuat
Matematika menarik dan menyenangkan bagi siswa untuk membantu mereka
mengembangkan sikap positif terhadap mata pelajaran tersebut. Menciptakan
lingkungan yang menarik merupakan hal yang wajib dilakukan oleh guru dan
tidak mengancam di kelas Matematika mereka dan memberikan contoh
antusiasme dalam pengajaran dan pembelajaran mata pelajaran tersebut. Hal ini
mungkin dapat membantu pengembangan sikap positif peserta didik terhadap
mata pelajaran tersebut, mempelajarinya tanpa hambatan apa pun meningkatkan
kinerja mereka.

x
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Motivasi merupakan sesuatu yang membuat peserta didik tetap berjalan, dan
menentukan tujuan kemana peserta didik berusaha berjalan. Sedangkan kebiasaan
merupakan tindakan yang tidak memerlukan pertimbangan sebelumnya, tidak ada
representasi tujuan, dan tidak ada perhatian terhadap apa yang dilakukan seseorang
seperti semacam refleks yang menyebabkan tindakan tertentu. Sikap mengacu pada
keyakinan evaluatif tentang suatu objek, perasaan tentang objek, dan kecenderungan
perilaku kepada objek itu.
2. Implikasi aspek psikologis menjelaskan Pentingnya menbangun kebiasaan positif
untuk mendukung pencapaian tujuan jangka panjang, termasuk hasil yang terkait
dengan pembelajaran dan kesejahteraan siswa. Membangun kebiasaan baik dapat
menghindari kebutuhan untuk pertimbangan sadar atau kemauan, serta melindungi
dari godaan. Implikasi aspek psikologi motivasi menjelaskan upaya guru dalam
memotivasi siswa untuk belajar bahasa dapat meningkatkan motivasi siswa dalam
mempelajari suatu topik secara lebih baik. Implikasi aspek psikologi sikap
mengungkapkan bahwa sikap guru terhadap mata pelajaran terkait dengan sikap siswa
terhadap mata pelajaran tersebut”. Semakin positif sikap guru terhadap mata pelajaran
akan menyebabkan semakin positif pula sikap siswa terhadap mata pelajaran tersebut.

3.2 Saran
1. Setiap peserta didik dan guru harus mempunyai motivasi, kebiasaan dan sikap yang
baik dalam pembelajaran, agar kegiatan pembelajaran bisa berjalan dengan baik dan
mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Pentingnya membangun motivasi, kebiasaan dan sikap yang baik oleh guru dan
peserta didik untuk meningkatkan kualitas Pendidikan di Indonesia.

xi
DAFTAR PUSTAKA

Slavin. 2014. Educational Psychology. London: Pearson.

Santrock, John. Educational Psychology. New York: McGraw-Hill.

Bermudez J. P, Felletti Flavia. “Introduction: Habitual Action, Automaticity, and Control”.


Topoi 40, (2021): 587-595

Buhagiar, L.J., & Sammut, G. (2020). Attitude Measurement. In G. Ritzer & C. Rojek (Eds.),
The Blackwell Encyclopedia of Sociology. Oxford, UK: John Wiley & Sons. DOI:
10.1002/9781405165518.wbeos1587

Hanel, Paul. Foad, Colin. Maio, Gregory. “Attitudes and Values” Oxford Research
Encyclopedia of Psychology. Oxford, UK: John Wiley & Sons.
DOI:10.1093/acrefore/9780190236557.013.248

Fiorella, Logan. “The Science of Habit and Its Implications for Student Learning and
Well-being”. Educational Psychology Review 32, (2020): 603–625

Indriyah, I. ., Maizarah, & Ardian, E. . (2021). A study on teachers’ efforts in motivating


students to learn english at grade viii of smpn 1 tembilahan hulu. J-Shelves of Indragiri
(JSI), 2(2), 68–75. https://doi.org/10.32520/jsi.v2i2.1557

Mensah, J. K., Okyere M. and Kuranchie, A.. “Student attitude towards Mathematics and
performance: Does the teacher attitude matter?”. Journal of Education and Practice 4, No.3
(2013): 132-139

xii

Anda mungkin juga menyukai