Anda di halaman 1dari 21

DAMPAK LOCKDOWN COVID-19 PADA FENOMENA KURANG GIZI

Dosen Pengampu:

Dr. Syafrawati., SKM., Mcomm Health

Dr. Isniati., SKM., MPH

Dr. Sri Siswati., Apt

Disusun Oleh:

Salma

PROGRAM STUDI MAGISTER EPIDEMIOLOGI


UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS
KESEHATAN MASYARAKAT
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadurat tuhan yme karena atas kasih sayangnya kami
diijinkan untuk menyelesaikan ulisan yang berjudul dampak lockdown covid-19 pada
fenomena kurang gizi. Dengan mengusung tulisan berdesain deskriptif kualitatif dengan
pendekatan eksplanatori, kami mencoba mengurai seperti apa dampak dari pandemi Covid-19
pada taran global khususnya negara miskin dan berkembang pada sektor kecukupan gizi atau
ketahanan pangan. Kebijakan yang menyertai pandemi tempo hari haitu lockdown sudah
barang tentu akan memberikan dampak yang sangat signifikan terkhusus di sektor ekonomi.
Lalu setali tiga uang dengan makin terpuruknya kemapanan ekonomi maka akan berbanding
lurus pula kondisi ketahanan pangan karena apa yang akan digunakan membeli kebutuhan
pangan dan lain sebagainya kalau bukan dengan menggunakan uang yang didapatkan dari
bekerja.

Adanya Covid-19 berati akan diiringi juga dengan adanya sistem lockdown, issu ini
akan sangat berkaitan mengingat dengan sistem lockdown inilah angka penyebaran pnyakit
Covid-19 bisa kita tekan. Namun kemudian yang terjadi bukannya makin membaik justru
akan semakin menyengsarakan masyarakat terutama kelas ekonomi menengah kebawah yang
terpaksa harus dirumahkan atau work from home. Konsekwensi penghematan biaya
operasional kantor/tempat kerja melalui lockdown pada gilirannya akan menjadi penyumbang
terbesar peningkatan kasus ketidaktercapaiannya pemenuhan gizi, selain karena kita tidak
bisa melakukan apa-apa kita juga tidak bisa kemana-mana sesuai dengan arti dasar dari
lockdown itu sendiri yang berarti pemberhentian jika dimaknai secara harfiah. Tulisan ini
mencoba mengurai bagaimana isu lockdown saat pandemi kemarin pada pengaruhnya
terhadap pemenuhan kecukupan gizi dan pangan masyarakat khususnya pada negara miskin
dan berkembang sebagai sasaran utama yang begitu sangat besar terdampak “bencana
sistematus” ini. Golongan menengah keatas mungkin tidak terlalu mempedulikan issu seperti
ini mengingat mereka mungkin memiliki akses tidak terbatas pada aspek ekonomi sekalipun
mereka sedang tidak bekerja.

Penulis
BAB I

Penduhuluan

A. LATAR BELAKANG
Tindakan ini dilakukan sebagai kebijakan sistematis untuk mengendalikan
penyebaran hal buruk (biasanya virus penyebab penyakit) dengan cara mengendalikan
dan menahan diri untuk tidak keluar berinteraksi dengan orang lain selain dari lingkaran
terdekat kita. Istilah lockdown sejatinya belum memiliki arti yang pasti dan disepakati
secara umum. Meskipun begitu, dalam penggunaannya selama masa pandemi COVID-
19, lockdown menunjukkan suatu usaha untuk mengendalikan penyebaran virus
penyebab infeksi. Dengan penerapan lockdown ini, dilakukan penutupan akses masuk
ataupun keluar dari suatu wilayah tertentu. Selama proses lockdown ini, tidak ada
masyarakat yang diperbolehkan keluar rumah, berada di area publik, hingga berada di
kerumunan. Tidak hanya itu saja, proses lockdown mensyaratkan tiada satu pun aktivitas
di luar rumah tangga yang beroperasi, termasuk semua jenis transportasi, sekolah, pasar,
pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga tempat wisata dan tempat ibadah.
Meskipun begitu, karena belum disetujui secara luas, hingga kini sebenarnya tidak
ada aturan ataupun persyaratan khusus yang disepakati dunia internasional terkait
penerapan lockdown. Menurut FAO jumlah penduduk yang menderita kekurangan gizi di
dunia mencapai 768 juta orang pada 2020, naik 18,1% dari tahun sebelumnya sebesar
650,3 juta orang. Meningkatnya penderita kekurangan gizi disebabkan oleh akses pangan
dibeberapa wilayah dunia yang semakin buruk,khususnya Asia dan Afrika. Ini tak lepas
dari pandemi Covid-19. Fenomena inilah yang melatar belakangi kami untuk membuat
tulisan ini. Kami ingin memberikan kontribusi pemikiran baik secara praktis maupun
teoritis tentang bagaimana menindaklanjuti lockdown dan menjinakkannya agar nanti kita
tidak berkhir sama seperti negara-negara miskin di daratan afrika sana yang sudah secara
ekonomi sengsara bahkan sebelum pandemi, dan tentunya menjadi tambah sengsara
setelah dan selama pandemi berlangsung. Negara kita Indonesia bisa saja mengalami
demikian jika kiranya kita abai dalam mengatur serta melakukan menejemen sempurna
dari sumber daya alam maupun manusia kita di kondisi carut-marut tersebut sehingga
efek buruknya bisa untuk kemudian diminimalisasi.
B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dari makalah yang berjudul dampak lockdown covid-19 pada
fenomena kurang gizi adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh lockdown covid-19 pada masyarakat ?
2. Bagaimana gambaran fenomena kurang gizi pada masyarakat ?
3. Bagaimana pengaruh lockdown covid-19 pada fenomena kurang gizi ?

C. TUJUAN
Tujuan dari makalah yang berjudul dampak lockdown covid-19 pada fenomena
kurang gizi adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh lockdown covid-19 pada masyarakat.
2. Mengetahui gambaran fenomena kurang gizi pada masyarakat.
3. Mengetahui pengaruh lockdown covid-19 pada fenomena kurang gizi.
BAB II

Pembahasan

A. Lockdown
1. Pengertian Lockdown
Definisi lockdown, yang dikutip dari Cambridge, dapat diartikan sebagai sebuah
situasi di mana orang tidak diperbolehkan masuk atau meninggalkan sebuah
kawasan secara bebas karena sedang dalam kondisi darurat. Pemerintah sudah
berupaya dengan maksimal mengurangi penyebaran virus. Namun jika akan
menerapkan lockdown, pemerintah harus melakukan kajian secara baik agar
segalanya berjalan dengan optimal. Lockdown dapat diartikan sebagai penutupan
akses di sebuah area, baik itu akses masuk maupun akses keluar. Ketika sebuah area
memberlakukan lockdown, baik itu negara, provinsi, kota atau kabupaten, bahkan
hingga wilayah yang lebih kecil seperti kecamatan dan desa, masyarakat yang
tinggal di sana tidak hanya dilarang untuk bepergian ke luar area, tapi juga tidak
diperbolehkan untuk beraktivitas di luar ruangan.
2. Fungsi Lockdown
Kebijakan lockdown merupakan upaya penutupan wilayah guna mencegah
penyebaran wabah penyakit yang terjadi. Secara yuridis, kebijakan “lockdown”
dapat disebut sebagai karantina wilayah, yang diikuti dengan adanya Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) demi memotong rantai penyebaran penyakit atau
sumber keburukan lain dalam suatu komunitas masyarakat. Perlu kiranya untuk
dikaji secara komprehensif berkaitan dengan kewenangan Pemerintah Daerah untuk
menetapkan kebijakan “lockdown”, tanpa harus melalui persetujuan Pemerintah
Pusat. lockdown mewajibkan suatu wilayah untuk menutup akses untuk keluar
maupun masuk secara total. Sisi positif dari lockdown tadi memanglah membawa
manfaat kesehatan bagi masyarakat karena memberikan potensi pengurangan
penyebaran virus, mengurangi jumlah infeksi, dan memungkinkan tenaga kesehatan
untuk mengobati mereka yang terinfeksi dengan lebih baik. Namun di sisi lain,
lockdown dapat mengganggu atau merusak perekonomian, karena kegiatan-kegiatan
ekonomi dihentikan. Intinya segala sesuatu memanglah memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Teruntuk lockdown, kekurangan terdapat pada
terputusnya kita pada beberapa aspek apalagi pemenuhan kebutuhan pokok tentunya.
3. Dampak Lockdown
Banyak negara di dunia saat ini sudah menerapkan atau sedang mempertimbangkan
lockdown terhadap sebagian besar kegiatan ekonomi negaranya untuk menahan
penyebaran pandemi COVID-19. Di negaranegara yang telah menerapkannya,
perdebatan beralih menjadi kapan dan bagaimana keluar dari lockdown, sehingga
ekonomi dapat dimulai dan diperbaiki kembali. Sampai saat ini semua masih sangat
tergantung dari situasi negaranya masing-masing. WHO menyatakan terdapat
dampak lockdown bagi masyarakat seperti kesehatan mental, stress terhadap
terganggunya kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat, keberlangsungan bisnis, serta
pertumbuhan ekonomi. Namun untuk kondisi dalam mencegah penyebaran virus
Covid -19 tidak menyebar secara lebih luas, lockdown dapat berguna, serta sebagai
langkah dalam mempersiapkan kesiapsiagaan sarana kesehatan yang lebih baik dan
lebih banyak tentunya dengan pondasi dan manajemen lebih baik terkait regulasi
bahan pokok konsumsi utama mengingat saat lockdown dilakukan kita sama sekali
akan terbatas pada akses untuk melakukan apapun dan kemanapun.
4. Dampak lockdown bagi warga negara Indonesia
Diakhir tahun 2019 terjadi kejadian yang mengejutkan seluruh penduduk dunia,
yaitu menyebarnya virus baru pnemunia corona (COVID-19) dengan sangat cepat ke
seluruh dunia. Di beberapa negara yang terdampak COVID-19, seperti China,
Inggris, Italia, Spanyol, Prancis, Malaysia dan Filiphina telah menerapkan status
lockdown secara menyeluruh. Studi ini ingin menganalisa strategi lockdown atau
tidak, berdasarkan strategi manajemen perubahan yang dilakukan oleh pemimpin
yang memiliki otoritas penuh, dengan menggunakan pemikiran teori ekonomi yang
dikembangkan, agar analisa yang dilakukan oleh para pengambil kebijakan lebih
mendasar dan fundamental. Penelitian ini masih sangat awal, karena wabah baru
terjadi di akhir 2019 sehingga metodologi yang dilakukan adalah dengan metode
kualitatif. Perdebatan terhadap kebijakan dikotomi antara lockdown (pembatasan
secara kuat terhadap pergerakan dan kegiatan manusia) atau tidak lockdown
(pembatasan lemah) sangatlah menyesatkan jika tidak direncanakan secara hati-hati.
Kebijakan lockdown ini hanya merupakan kebijakan “antara” dalam mencegah virus
COVID-19 lebih meluas penyebarannya. Strategi terbaik bagi Indonesia adalah
dengan melakukan pembatasan secara bertahap, tidak langsung kuat. Ini menjadi
petimbangan tersendiri bagi bangsa kita dalam penanganan pandemi global ini.
Indonesia tidak mengenal lockdown, namun lebih mengenal istilah karantina
wilayah berdasarkan Undang-Undang No.6/2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Menurut Peraturan Pemerintah No.21/2020, karantina wilayah adalah pembatasan
penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu Masuk beserta isinya yang
diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah
kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi dimana yang sedang dilakukan
di Indonesia adalah physical distancing atau sebagian ahli mengatakan semi
lockdown, atau lockdown sebagian, atau lockdown yang diperlunak. Implementasi
physical distancing ini berdasarkan data bahwa 1 orang positif corona bisa
menularkan penyakit ini pada 2-3 orang baru, dengan jumlah penduduk terinfeksi
yang mencapai ribuan orang. Jika implementasi physical distancing tidak dilakukan
secara disiplin, interaksi antar manusia berjalan normal, maka dapat dibayangkan
akan ada berapa banyak interaksi yang terjadi setiap hari, dan berapa banyak orang
baru yang akan terinfeksi setiap hari. Ketika implementasi physical distancing
dilakukan secara serius dan disiplin, interaksi antar manusia bisa seminim mungkin
sehingga menyelamatkan banyak orang dari terinveksi virus. Karena itu perlu
adanya intervensi pemerintah, seperti menutup tempat hiburan dan memberlakukan
work from home untuk mengurangi interaksi antarmanusia.
5. Belajar kebijakan lockdown dari China
China melakukan respon yang sangat cepat dengan melakukan penguncian wilayah
atau kebijakan lockdown. Kebijakan lockdown tersebut pertama kali diterapkan pada
tanggal 23 Januari 2020 di kota Wuhan, yaitu dengan menutup semua akses keluar
masuk dari dan ke kota Wuhan, serta mengisolasi semua penduduk kota,
mewajibkan setiap penduduk untuk tidak keluar rumah dan melarang bepergian,
termasuk di beberapa kota lain di propinsi Hubei. Kebijakan ini dilakukan untuk
memutus mata rantai meluasnya penyebaran virus corona atau COVID-19.
Kekhawatiran akan meluasnya virus ini ke kota lain di China, membuat pemerintah
kembali mengambil kebijakan cepat dengan melakukan penguncian atau lockdown
total terhadap Propinsi Hunan, yaitu menutup semua jalur penerbangan dalam dan
luar negeri secara nasional. Pemerintah China juga menshutdown area publik seperti
sekolah, universitas, dan tempat-tempat wisata, meniadakan semua kegiatan yang
bersifat keramaian, serta menerapkan pembatasan perjalanan. Lockdown yang
diterapkan pemerintah China terlihat sangat terstruktur, sistematis, dan tetap
mengedepankan sisi humanis. Beberapa yang dapat dipelajari dari kebijakan
pemerintah China terutama dari segi pengaturan waktu dimana pemerintah dengan
cekatan harus memberlakukan kebijakan isolasi untuk memastikan jarak sosial dan
menggunakan karantina yang ketat.
Disamping itu China juga memiliki transparansi informasi yang bagus, karena
memanfaatkan teknologi digital, big data, dan teknologi cloud computing bisa sangat
membantu dalam menyediakan informasi real-time dan tepat untuk mengatasi
kesalahan informasi, kurangnya komunikasi dan penundaan pelaporan atau
pelaporan yang salah. Berdasarkan laporan The Straits Times, tindakan cepat dan
sistematis yang dilakukan Pemerintah China membuahkan hasil, dalam waktu tidak
lebih dari tiga bulan telah berhasil dengan kebijakan lockdown mereka. Cina tidak
hanya memberikan dukungan fiskal, tetapi juga menciptakan kebijakan moneter dan
keuangan untuk mencegah resesi ekonomi makro akibat permintaan yang tak
terduga dan guncangan pasokan. Tabungan dari usaha kecil menengah merupakan
langkah yang sangat strategis dalam mendorong permintaan domestik, jaringan
produksi, dan rantai nilai global. Tindakan cekatan dan prventif inilah yang
kemudian membuat China terkhusus kota Wuhan yang bahkan menjadi awal dan
cikal-bakal dari Covid-19 dapat dengan cepat bisa beralih.
B. Gizi Buruk
1. Pengertian Gizi Buruk
Gizi buruk diartikan sebagai suatu keadaan kekurangan konsumsi zat gizi yang
disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan sehari-hari,
yang ditandai dengan berat dan tinggi badan tidak sesuai umur (dibawah rata-rata)
dan harus ditetapkan oleh tenaga medis. Gangguan gizi buruk menggambarkan suatu
keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak terpenuhinya antara zat
gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi dalam jangka
waktu yang relatif lama. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun
yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling
bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi
yang sangat mempengaruhi kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa
timbul dalam bentuk penyakit dengan tingkat yang tinggi. Gizi adalah suatu proses
organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat – zat
yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi
normal dari organ – organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka
simpanan zat gizi pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila
keadaan ini berlangsung lama maka simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya
terjadi kemerosotan jaringan. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada
tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan yang akan mereka
konsumsi dalam setiap harinya. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke
dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang
bisa berhubungan dengan gangguan gizi.
2. Jenis-Jenis Gizi Buruk
Fenomena gizi buruk biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari
karbohidrat atau protein (protein-energy malnutrition–PEM). Kurangnya pasokan
energi sangat mempengaruhi kerja masing-masing organ tubuh. Keadaan gizi buruk
ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan Kwashiorkor-
Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara
berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui. Perbedaan antara
marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas menurut perbedaan
kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati dari gejala yang
ditunjukkan penderita dengan penjelasan sebagai berikut:
a. Kwasiorkhor
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan
anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang
menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat
maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang
menyertai di antaranya:
1) Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak
terlihat sangat pasif.
2) Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
3) Anemia
4) Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena
berkurangnya produksi laktase dan enzim penting lainnya
5) Kelainan kulit yang khas
6) Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari
luar tubuh, terasa licin dan Kenya
7) Edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki
8) Wajah membulat dan sembab serta pandangan mata sayu
9) Bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas
10) Menolak segala jenis makanan (anoreksia)
11) Otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk
12) Rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut
13) Pandangan mata sayu
b. Marasmus
Marasmus adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak
dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah
berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati, sangat kurus karena
kehilangan sebagian lemak dan otot. Anak-anak penderita marasmus secara fisik
mudah dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan
mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak
umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa
lapar. Ketidakseimbangan elektrolit juga terdeteksi dalam keadaan marasmus.
Upaya rehidrasi ( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah pada periode
ini dapat mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan
terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan
seksama. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah sebagai berikut:
1) Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya
2) Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur
3) Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
4) Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
5) Sering menderita diare atau konstipasi
6) Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar
hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya
7) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
8) Wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput
c. Marasmus-Kwasiorkhor
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan
gabungan gejala yang menyertai dengan penjelasan sebagai berikut:
1) Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal.
Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan
rambut, kelainan kulit dan sebagainya
2) Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan
otot
3) Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan
metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pankreas
4) Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan
d. Stunting
Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka
waktu panjang sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada
anak. Stunting juga menjadi salah satu penyebab tinggi badan anak terhambat,
sehingga lebih rendah dibandingkan anak-anak seusianya. Tidak jarang
masyarakat menganggap kondisi tubuh pendek merupakan faktor genetika dan
tidak ada kaitannya dengan masalah kesehatan. Faktanya, faktor genetika
memiliki pengaruh kecil terhadap kondisi kesehatan seseorang dibandingkan
dengan faktor lingkungan dan pelayanan kesehatan. Biasanya, stunting mulai
terjadi saat anak masih berada dalam kandungan dan terlihat saat mereka
memasuki usia dua tahun. Beberapa ciri dari stunting adalah sebagai berikut:
1) Tinggi dan berat badan lebih kecil dibandingkan dengan anak seusianya
2) Anak rentan mengalami gangguan pada tulang
3) Mengalami gangguan tumbuh kembang
4) Rentan mengalami gangguan kesehatat
5) Terlihat lemas terus menerus
6) Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
7) Pertumbuhan tubuh dan gigi yang terlambat
8) Memiliki kemampuan fokus dan memori belajar yang buruk
9) Pubertas yang lambat
10) Saat menginjak usia 8-10 tahun, anak cenderung lebih pendiam dan tidak
banyak melakukan kontak mata dengan orang sekitarnya
11) Berat badan lebih ringan untuk anak seusianya
3. Faktor penyebab gizi buruk
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.
Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Tubuh
memerlukan minimal tiga kandungan makanan atau nutrien utama yaitu
karbohodrat, lemak, dan protein agar pembentukan jaringan tubuh tetap bisa
dilakukan meski tanpapelengkap yang disebut mikronutrien. Di Indonesia, kasus
KEP (Kurang Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak
dijumpai pada balita. Faktor – faktor penyebab penyakit gizi buruk adalah sebagai
berikut:
a. Menurut UNICEF
1) Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya
jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur
gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan
2) Infeksi penyakit yang terdapat atau mewabah di suatu tempat
3) Ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
4) Budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak.
5) Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
b. Menurut IDI
1) Status ekonomi dan kemandirian finansial
2) Ketidaktahuan orang tua atas pemberian gizi yang baik bagi anak
3) Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS,
saluran pernapasan dan diare
4. Jenis-jenis gizi buruk
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut
malnutrisi/gizi buruk primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan
rendahnya pengetahuan. Gejala klinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung
derajat dan lamanya kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya
gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada
anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari
kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun,
pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi
menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas
berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi
primer dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga mengganggu
pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap perkembangan mental
dan kecerdasan anak.
Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada penderita malnutri primer yang
berat. Malnutrisi/gizi buruk sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan
berat badan yang bukan disebabkan penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak
karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem tubuh yang mengakibatkan gagal
tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme,
kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi buruk di
kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini
gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan
di sistem tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa
diam atau sangat aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi
sekunder justru tampak lebih cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan
wajah atau kulit muka tampak segar.
5. Pengobatan gizi buruk
Pengobatan pada penderita gizi buruk tentu saja harus disesuaikan dengan
tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan
perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein sekitar
2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Langkah penanganan harus didasarkan
pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya. Sedangkan pengobatan gizi buruk
berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang menyertai
harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk
mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit
penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga
sembuh. Memulihkan keadaan gizinya dengan cara mengobati penyakit penyerta,
peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala atau kekambuhan dari gizi buruk.
6. Pencegahan gizi buruk
Pencegahan primer :
a. Promosi kesehatan
Dengan penyuluhan gizi masyarakat baik di Puskesmas maupun di luar
Puskesmas tentang pentingnya vitamin A dan zat besi dan sumber makanan
yang mengandung zat tersebut serta tentang pentingnya ASI eksklusif.
b. Proteksi Spesifik :
Pemberian kapsul vitamin A untuk mencegah kekurangan vitamin A pada bayi,
balita dan ibu nifas serta pemberian tablet Fe untuk mencegah anemia pada ibu
hamil. Tablet Fe diberikan secara rutin kepada bumil melalui bidan desa yang
sudah ditunjuk sehingga tidak perlu lagi ke puskesmas.
Pencegahan sekunder
a. Deteksi Dini :
1) Pemantauan tumbuh kembang balita (penimbangan dan pelayanan terpadu)
di Posyandu setiap bulan
2) Pemantauan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), kurang energi
kalori (KEK), kurang energi protein (KEP) dan pemantauan status gizi
(PSG)
3) Pemantauan pola konsumsi pangan keluarga
4) Pemantauan bumil KEK dari saat hamil hingga melahirkan
5) Pemantauan garam beryodium dan distribusi kapsul yodium
6) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb) dan berat badan (BB) pada ibu hamil secara
rutin.
b. Pengobatan Tepat :
1) Pengobatan kasus gizi buruk, kunjungan rumah bila menemukan kasus
2) Memberikan bahan makanan kepada keluarga dengan anggota gizi kurang.
Pencegahan tersier
Pemberian pendidikan di sekolah luar biasa kepada penderita dengan gizi kurang
yang mengalami kecacatan seperti kebutaan, idiot atau retardasi mental.
C. Fenomena dan urgensi gizi buruk di Indonesia
Angka gizi buruk di Indonesia masih tinggi, bahkan dari tahun ke tahun
kecenderungannya semakin meningkat. Berdasarkan data statistik Departemen
Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, 6% atau sekitar 14,5
juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di
bawah usia lima tahun (balita). Departemen Kesehatan juga telah melakukan pemetaan
dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di
Indonesia. Indikasinya 2–4 dari 10 balita menderita gizi kurang. Fakta ini memaksa
banyak pihak untuk kembali melakukan evaluasi terhadap program penanggulangan
masalah gizi yang pernah digulirkan. Dampak gizi buruk tidak hanya berbahaya bagi
penderita, namun dalam lingkup lebih luas berakibat pada kelangsungan generasi bangsa
Indonesia. Kondisi ini sangat mungkin terjadi karena mayoritas penderita gizi buruk
adalah anak-anak. Jika angka gizi buruk tidak segera ditekan, maka angka kematian bayi
dan balita juga terus meningkat. Kalaupun ada yang bertahan hidup anak yang
mempunyai riwayat gizi buruk akan terganggu. Pada dasarnya terdapat dua penyebab
utama terjadinya gizi buruk yaitu jumlah konsumsi yang kurang dan adanya gangguan
utilisasi akibat penyakit infeksi maupun kurang, sering dikorelasikan dengan kondisi
ekonomi keluarga yang rendah.
Maka program pemberian makanan tambahan dan usaha peningkatan pendapatan
keluarga diyakini sebagai langkah tepat untuk menyelasaikan masalah gizi buruk.
Realitasnya tidak semua masalah gizi buruk diderita oleh anak dari keluarga miskin.
Beberapa daerah di Indonesia penyakit gizi buruk juga diderita oleh anak dari keluarga
berkecukupan. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang lebih komperehensif karena
masalah gizi tidak hanya masalah ekonomi dan kesehatan, tetapi juga masalah budaya,
ekologi dan faktor psikososial lainnya. Umumnya masalah gizi buruk diderita oleh
kelompok masyarakat dengan ekonomi lemah karena rendahnya daya beli mereka
terhadap pangan padat gizi. Namun demikian terdapat penyimpangan dari pendapat
umum, di mana masyarakat dengan status ekonomi baik ternyata anaknya juga banyak
menderita gizi buruk. Adanya penyimpangan ini menunjukkan bahwa masalah ekonomi
keluarga bukan faktor mendasar yang menentukan baik buruknya status gizi seorang
anak. Ada faktor lain yang juga mempunyai pengaruh kuat terhadap fenomena gizi buruk
di kalangan anak-anak
D. Pennganan gizi buruk di Indonesia
Gizi buruk di Indonesia boleh dikatakan fenomenanya juga juga tidak bisa disepelakan
oleh karena karena itu menjadi prioritas aksi dari pemrintah untuk menanganinya agar
tidak berubah menjadi krisis nasional. Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah kita adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan gizi masyarakat, Pengetahuan tentang bahaya gizi buruk terhadap
perkembangan anak perlu dipublikasikan dengan luas. Masyarakat harus mulai
dipahamkan tentang pentingnya gizi bagi anak-anak melalui Posyandu, iklan,
pelajaran di sekolah maupun sarana lain yang dianggap efektif agar kesadaran dai
masyarakat bertambah
2. Pemerataan distribusi pangan, bahan pangan yang tidak terdapat di suatu daerah bisa
melimpah di daerah lain. Misalnya, ikan yang sulit diperoleh di daerah
pegununngan, merupakan bahan pangan yang melimpah di daerah pantai. Untuk
memeratakan hasil pangan tersebut, perlu adanya sarana yang mendukung seperti
sistem perdagangan yang sehat dan transportasi yang memadai. Tentunya hal ini
bukan hanya menjadi tanggung jawab orang kesehatan, tetapi juga tanggung jawab
pemerintah untuk menyediakan sarana infrastruktur yang baik
3. Pendekatan sosial budaya, pada suatu masyarakat, umumnya terdapat tokoh resmi
maupun tidak resmi yang sangat mempengaruhi pola hidup mereka. Keberadaan
tokohtokoh ini merupakan peluang yang baik untuk dapat mensosialisasikan
masalah gizi kepada masyarakat.
4. Fortifikasi, Penambahan zat gizi pada makanan yang lazim disebu fortifikasi
bukanlah fenomena baru. Hal ini dapat dilakukan pada makanan yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat luas. Keuntungan dari fortifikasi adalah, penambahan
zat gizi tidak mengubah sifat dasar dari makanan seperti bau, rasa maupun warna.
Tetapi harus diusahakan biaya terjangkau oleh masyarakat luas.
5. Optimalisasi peran posyandu, sebuah posyandu idealnya menjadi garda depan untuk
masalah kesehatan, termasuk masalah gizi. Munculnya kasus gizi buruk, termasuk
negative deviance, seharusnya tidak terjadi jika fungsi Posyandu berjalan
sebagaimana mestinya. Di Posyandu telah terdapat mekanisme kontrol terhadap gizi
balita dan batita melalui penimbangan
6. Pemantapan pola asuh, pola asuh mempunyai pengaruh besar terhadap kondisi anak
termasuk masalah makan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang
diasuh ibunya dengan kasih sayang dan perhatian memiliki status gizi yang baik
meskipun kondisi ekonominya lemah
E. Kebijakan pemerintah Indonesia terkait gizi buruk
Pemerintah dalam meregulasi dan menjaga ketahanan pangan untuk mencegah gizi buruk
di Indonesia, cara paling aplikatif yang bisa dilakukan adalah mengeluarkan kebijakan
UU, PERPRES, dan PERMENKES yang sifatnya mengikat dimana beberapa
diantaranya adalah sebagai berikut:

No Kebijakan Identifikasi Konten Kebijakan

1. Perpres Nomor 83 Tahun 2017 Kebijakan Strategis Pangan


dan Gizi

2. Permenkes Nomor 51 Tahun 2016 Standar Produk Suplementasi


Gizi

3. Perpres Nomor 17 Tahun 2015 Ketahanan Pangan dan Gizi

4. Permenkes Nomr 23 Tahun 2014 Upaya Perbaikan Gizi


5. Permenkes Nomor 41 Tahun 2014 Pedoman Gizi Seimbang

6. Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 Pencantuman Informasi


Kandungan Gula, Garam,
Dan…

7. Permenkes Nomor 75 Tahun 2013 Angka Kecukupan Gizi Yang


Dianjurkan Bagi Bangsa
Indonesia

8. Permenkes Nomor 028 Tahun 2012 Standar Bubuk Tabur Gizi

9. Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 Bahan Tambahan Pangan

10. Permenkes Nomor 034 Tahun 2012 Batas Maksimum Melamin


Dalam Pangan

11. UU Nomor 18 Tahun 2012 Pangan

12. Permenkes 1031/MENKES/PER/V/2011 Batas Maksimum Cemaran


Radioaktif Dalam Pangan

13. Permenkes 701/MENKES/PER/VIII/2009 Pangan Radiasi

14. Kepmenkes 374/MENKES/SK/III/2007 Standar Profesi Gizi

15. Perpres Nomor 28 Tahun 2004 Keamanan, Mutu dan Gizi


Pangan

16. PP Nomor 69 Tahun 1999 Label dan Iklan Pangan

17. Permenkes Nomor 28 Tahun 2019 Angka Kecukupan Gizi yang


Dianjurkan untuk Masyarakat
Indonesia

F. Bentuk-bentuk kebijakan yang dapat dilakukan saat lockdown agar tidak terjadi
peningkatan gizi buruk
Lockdown disadari atau tidak tentunya memiliki dampak berbeda pada setiap orang di
setiap negara. Pembatasan yang dilakukan saat lockdown ini tentunya akan berpengaruh
besar terlebih saat terjadi pada daerah yang memiliki sumber daya alam dan manusia
yang terbatas. Beberapa yang bisa kita lakukan untuk menekan angka gizi buruk saat
lockdown dilakukan adalah:
1. Mencari dan mengeksplorasi sumber bahan pangan lain yang memiliki kandungan
gizi yang sama
2. Membatasi dan mengurangi aktivitas yang memerlukan banyak energi
3. Membangun beberapa fasilitas kesehatan umum untuk kepentingan bersama yang bisa
di akses dengan mudah dan murah oleh semua orang
4. Menjadi pribadi yang mampu melakukan tindakan preventif dan efektif dari 3R
(RECYCLE, REMAKE, REUSE)
5. Berani berekperimen dan memiliki edukasi tertentu pada opsi serta alternatif lain
dalam pemenuhan kebutuhan pangan dengan kandungan gizi minimal berskalas
tandar.
6. Memiliki kejujuran dan integritas tinggi saat diberikan amanah oengelolaan biaya
untuk mengatur regulasi pangan saat terjadi pembatasan
7. Mengikuti dan menyelenggarakan pelatihan keterampilan atau skilltertentu agar kita
memiliki banyak kerampilan dalam berhanan hidup
8. Selalu optimis dan berusaha keras atas segala sesuatu
G. Alasan lockdown bisa menjadi pemicu gizi buruk
Tentunya espektasi jarang bertemu dan sama dengan realitia jika dikaitkan dengan isus
sosial kemasyarakatan terutama perihal hubungan anatar lockdown tadi dengan
penjagaan ketahanan pangan dalam suatu masyarakat. Terlalu banyak faktor dan variabel
yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu negara dalam melakukan itu
semua, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Adaptasi dan daya lenting masyarakat untuk keluar dari zona nyaman masih sangat
rendah
2. Budaya KKN para aparatur negara masih sangat mayoritas dalam kaitannya terhadap
regulasi kebutuhan pokok dari masyarakat yang terdampak musibah
3. Ketergatungan berlebih masyarakat terhadap aparatur pemerintah sehingga membuat
kreativitasnya dalam pemenuha ebutuhan dasar tadi menjadi sangat terhambat
4. Kurangnya kerjasama dan gotong royong serta komunikasi positif antara arga
dengan pmangku kebijakan sehingga benturan kepentingan pribadi sangat mustahil
untuk kita hindari
5. Budaya untuk melakukan sesuatu nani setelah dampaknya kelihatan juga berperan
aktif dalam memaksa kita memiliki mentalitas untuk merasakan penderitaan terlebih
dahulu baru melakukan sesuatu
6. Cenderung ingin langsung mengaplikasikan tindakan dan keberhasilan tempat lain
tanpa memikirkan kesesuaian derahnya dengan daerah yang ingin dicontohnya tadi
terutaka pada sektor kemapanan SDA dan SDM
BAB III

Penutup

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah yang berjudul dampak lockdown covid-19 pada
fenomena kurang gizi adalah sebagai berikut:
1. Lockdown adalah pilihan dan alternatif yang dapat kita ambil untuk mencegah serta
menekan semua aktivitas dan fenomena buruk yang ingin dan akan menyebar pada
suatu masyarakat dengan segala konsekwensi baik itu baik maupun buruk yang
menyertainya
2. Gizi buruk merupakan kondisi tidak tercapai dan terpenuhinya kebutuhan dasar dari
nutrisi seorang manusia sehingga secara anatomi, morfologi, dan fisiologi
mempengaruhi fungsi dan kerja tubuh dari manuisia tersebut.
3. Lockdown akan memicu terjadinya peninkatan kasus gizi buruk jika masyarakat
yang diberlakukan lockdown memiliki kreativitas dan daya lenting yang minim
terhadap perubahan yang ada di kehidupan mereka
B. Saran
Saran dari makalah yang berjudul dampak lockdown covid-19 pada fenomena kurang
gizi adalah sebagai berikut:
1. Seharusnya pemerintah rajin dan gencar melakukan penetrasi serta pendekatan
sntropologis pada warganya sehingga saat terjadi bencana apapaun itu sudah terjalin
komunikasi dua arah yang baik
2. Sebaiknya warga memiliki kesadaran diri untuk mengapgade ilmu dan pengetahuan
pada berbagai jenis keterampilan sehingga mampu bertahan setidaknya pada hampir
semua jenis kondisi
3. Semustinya tujuan lockdown pada dasarnya tidak memutus kreativitas seseorang
sepanjang ada intreaksi positif antara warga dan pemangku kebijakan saat ada
bencana alam maupun bencana sosial terjadi, terutama jika aspek yang terdampak
yaitu pemenuhan kebutuhan pangan
Daftar Pustaka

1. Abdul Mukti, M. W. R. (2020). Lockdown Policy As a Corona Desease (Covid19)


Management Efforts Asked From The Environmental Aspect Of Life Based On Law
Act No. 32 Of 2009 Concerning Protection And Management Of Environment.
Veteran Law Review, 3(1), 22–36

2. Aquarini. (2020). Pengaruh Kebijakan Politik Terhadap Kepatuhan Physical


Distancing Mencegah Penyebaran Covid-19. Anterior Jurnal, 19(2), 86-93.

3. Aritonang, I. 2002. Krisis Ekonomi : Akar Masalah Gizi. Yogyakarta : Yogyakarta


Media Pressindo

4. Biswas, T., Mandal, PK., Biswas, S. 2011. Assessment of Health, Nutrition and
Immunisation status amongst under -5 children in migratory brick klin population of
periurban Kolkata, India. Sudanese journal of Public Health.

5. Bhanot, S, dan DJ Hopkins. (2020). “Partisan Polarization and Resistance to Elite


Messages: Results from a Survey Experiment on Social Distancing,”
https://ssrn.com/abstract=3593450 atau http://dx.doi.org/10.2139/ ssrn.3593450.

6. Dwi Mardhia, Neri Kautsari, Lalu Ilham Syaputra, Wahyu Ramdhani, C. O. R.


(2020). Penerapan Protokol Kesehatan Dan Dampak Covid-19 Terhadap Harga
Komoditas Perikanan Dan Aktivitas Penangkapan. Indonesia Journal of Applied
Science and Technology, ke-1(9), 80–87. Retrieved from
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

7. Depkes RI. 2006. Status Gizi dan Imunisasi Ibu dan Anak di Indonesia. Jakarta :
Departemen Kesehatan.

8. Ernawati, A. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi Lingkungan,


Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak Usia 2-5 Tahun di Kabupaten
Semarang Tahun 2003. Thesis. Universitas Diponegoro

9. Gustomy, R (2020), "Pandemi ke Infodemi: Polarisasi Politik dalam Wacana Covid-


19 Pengguna Twitter," JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, vol. 5, no. 2, pp. 190-
205, https://doi.org/10.14710/jiip.v5i2.8781
10. Khomsan, A. 2004. Pangan dan gizi untuk kesehatan. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada

11. Maharibe, C., Kawengian, S.,Bolang, A. 2013. Hubungan Pengetahuan Gizi


Seimbang Dengan Praktik Gizi Seimbang Mahasiswa Program Studi Pendidikan
Dokter Angkatan 2013 Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Journal e-
biomedik. Vol 2 no 1 2014

Anda mungkin juga menyukai