Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQIH

FIKIH DI ZAMAN NABI, SAHABAT, DAN MUJTAHID

Guru Pembimbing : Fakhruddin, S.Ag., M.Pd

Oleh ;

Syahrul Taufik

Kelas :

XII IPA 3

MADRASAH ALIYAH NEGERI INSAN CENDEKIA PADANG


PARIAMAN

TAHUN PELAJARAN 2023/2024


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji dan Syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan Nikmat
dan Rahmat serta Karunia-Nya sehingga saya dapat membuat makalah ini dengan
baik dan benar. Dalam makalah ini saya akan membahas bagaimana “ fikih di zaman
nabi, sahabat dan para mujtahid”

Makalah ini disusun dengan tujuan dan harapan untuk menambah wawasan
mengenai “fikih di zaman nabi, sahabat dan para mujtahid“ serta dengan tujuan untuk
memenuhi tugas pada bidang studi FIQIH.

Pemakalah mengucapkan terima kasih kepada Syekh Fakhruddin, S.Ag.,


M.Pd. selaku guru dibidang Fiqih yang telah membimbing serta memberikan saya
tugas ini sehingga dapat menambah wawasan saya di bidang studi ini.

Terlepas dari semua itu pemakalah menyadari kenyataan masih ada kesalahan
dalam penyusunan kata dalam makalah ini. Oleh karena itu, pemakalah menerima
segala kritikan dan saran dari pembaca agar pemakalah dapat memperbaiki makalah
ini. Pemakalah berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Padang Pariaman, 27 Juli 2023

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………………

Kata Pengantar………………………………………………………………………….

Daftar Isi ……………………………………………………………………………….

Bab I : Pendahuluan ……………………………………………………………………

a. Latar Belakang ………………………………………………………………………

b. Rumusan Masalah…………………………………………………………………...

c. Tujuan………………………………………………………………………………..

Bab II : Pembahasan……………………………………………………………………

a. Fikih pada zaman nabi, sahabat, dan mujtahid...…………………………………….

b. Perkembangan dan transformasi fikih……………………………………………….

c. Metode interpretasi fikih ...………………….……………………………………….

d. Sumber sumber hukum………………………………………………………………

e. Pengembangan fikih setelah wafatnya nabi………………………………………….

f. Inspirasi perjalanan fikih dari waktu ke waktu………………………………………

Bab III : Penutup………………………………………………………………………..

Kesimpulan …………………………………………………………………………...

Daftar Pustaka…………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Fikih, sebagai cabang utama dalam ilmu agama Islam yang membahas
tentang hukum-hukum syariat dan tata cara ibadah, memiliki akar sejarah
yang dalam dan kompleks. Kajian fikih mengenai bagaimana umat Islam
harus menjalankan ajaran agama dalam berbagai aspek kehidupan telah
mengalami perkembangan dan transformasi seiring berjalannya waktu. Tiga
periode penting dalam sejarah fikih adalah zaman Nabi Muhammad SAW,
periode sahabat, dan era para mujtahid.
Zaman Nabi Muhammad SAW:
Pada periode awal Islam, Nabi Muhammad SAW sebagai pewahyu
dan pembawa risalah Ilahi memainkan peran sentral dalam mengajarkan
hukum-hukum Allah kepada umatnya. Dalam periode ini, fikih bersumber
langsung dari ajaran dan tindakan Nabi, baik dalam bentuk kata-kata,
tindakan, maupun persetujuannya terhadap praktek-praktek tertentu. Zaman
ini menjadi dasar utama pembentukan prinsip-prinsip fikih yang membentuk
dasar hukum Islam.
Periode Sahabat:
Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para sahabat sebagai
generasi pertama umat Islam meneruskan warisan ajaran Islam. Mereka
adalah sumber berharga dalam memahami dan mengimplementasikan fikih.
Sahabat terlibat langsung dalam banyak peristiwa dan pertanyaan hukum yang
muncul setelah Nabi wafat, dan pemahaman mereka tentang ajaran Nabi
menjadi pedoman bagi perkembangan fikih. Periode ini menandai fase awal
pembentukan madzhab-madzhab fikih.
Era Para Mujtahid:
Seiring dengan ekspansi Islam ke berbagai wilayah, situasi sosial,
politik, dan ekonomi umat Islam semakin kompleks. Dalam menghadapi
tantangan baru ini, para mujtahid, yaitu para cendekiawan hukum Islam yang
memiliki pengetahuan mendalam tentang Al-Quran, Hadis, dan prinsip-
prinsip fikih, mulai berperan dalam merumuskan hukum-hukum yang sesuai
dengan konteks zaman mereka. Mereka membentuk berbagai madzhab fikih,
seperti Hanafi, Maliki, Shafi'i, dan Hanbali, yang memberikan pandangan
yang beragam namun tetap berakar pada ajaran Islam yang murni.
Dalam makalah ini, saya akan membahas perbandingan antara tiga
periode ini, dengan fokus pada perkembangan fikih, metode interpretasi,
sumber hukum, dan peran para cendekiawan dalam mengembangkan
pemahaman hukum Islam. Saya juga akan menyoroti bagaimana konsep-
konsep fikih dari masa tersebut masih relevan dan dapat diterapkan dalam
konteks masyarakat Muslim modern. Melalui pemahaman yang mendalam
terhadap perjalanan fikih di zaman Nabi, sahabat, dan para mujtahid, kita
dapat mengambil pelajaran berharga untuk menghadapi tantangan sekarang
ini dengan tetap berpegang pada nilai-nilai universal Islam.

2. Rumusan masalah

A. Bagaimana perkembangan dan transformasi fikih dari masa Nabi Muhammad


SAW hingga era para mujtahid, serta bagaimana pengaruhnya terhadap
pandangan hukum Islam?
B. Apa saja metode interpretasi yang digunakan dalam periode fikih Nabi,
sahabat, dan para mujtahid? Bagaimana perbedaan pendekatan interpretasi di
antara ketiga periode tersebut?
C. Apa saja sumber-sumber hukum yang dijadikan dasar dalam perkembangan
fikih pada masa Nabi, sahabat, dan para mujtahid? Bagaimana sumber-sumber
ini dipergunakan dalam konteks pengambilan keputusan hukum?
D. Bagaimana peran sahabat dalam mengembangkan dan meneruskan ajaran
fikih setelah wafatnya Nabi? Bagaimana mereka menghadapi perubahan
sosial dan tantangan baru dalam memahami serta mengimplementasikan
hukum Islam?
E. Bagaimana para mujtahid memahami dan mengembangkan fikih dalam
konteks zaman mereka? Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan
pandangan di antara madzhab-madzhab fikih yang muncul pada era ini?
F. Bagaimana pemahaman dan aplikasi fikih di masa Nabi, sahabat, dan para
mujtahid dapat memberikan inspirasi dalam mengatasi tantangan dan
perubahan zaman dalam konteks kehidupan umat Islam saat ini?

3. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan makalah ini adalah :


1. Mengidentifikasi bagaimana fikih mengalami perkembangan dari zaman
Nabi hingga era para mujtahid,
2. Menganalisis perbedaan dalam metode interpretasi yang digunakan dalam
tiga periode tersebut,
3. Mengidentifikasi dan memahami perubahan dalam sumber-sumber hukum
yang digunakan dalam pengembangan fikih pada masa Nabi, sahabat, dan
para mujtahid
4. Mengeksplorasi peran para sahabat dalam mengembangkan dan
meneruskan ajaran fikih setelah wafatnya Nabi, serta bagaimana kontribusi
mereka membentuk landasan bagi pemahaman hukum Islam.
5. Menganalisis peran para mujtahid dalam merumuskan hukum-hukum Islam
yang sesuai dengan konteks zaman mereka, serta bagaimana variasi
pandangan di antara madzhab-madzhab mereka mempengaruhi
pemahaman hukum Islam.
6. mengambil inspirasi dari perjalanan fikih dalam menghadapi tantangan
zaman sebelumnya, dan menerapkannya pada zaman sekarang.
BAB II PEMBAHASAN

1. FIKIH PADA ZAMAN NABI,SAHABAT,DAN MUJTAHID


 Fikih pada Zaman Nabi:

Pada zaman Nabi Muhammad SAW, fikih berkembang sebagai hasil dari
ajaran langsung yang diberikan oleh beliau melalui wahyu Allah. Sumber utama fikih
pada masa ini adalah Al-Quran dan Hadis. Nabi Muhammad adalah sumber hukum
yang hidup, dan sahabat-sahabatnya mendengarkan dan mengamati beliau secara
langsung, sehingga bisa mengambil contoh dari tindakan dan perkataannya.

Fikih pada masa Nabi sangat berkaitan dengan praktek ibadah dan kehidupan
sehari-hari. Nabi memberikan bimbingan dalam bentuk perintah dan larangan
langsung, dan sahabat-sahabatnya belajar untuk mengaplikasikan ajaran tersebut
dalam situasi konkret. Contohnya adalah ketika Nabi memberikan instruksi terkait
salat, puasa, zakat, dan haji. Beberapa masalah fikih juga diatasi dengan pendekatan
langsung dan interaksi antara Nabi dan para sahabat.

 Fikih pada Zaman Sahabat:

Setelah wafatnya Nabi, sahabat-sahabatnya meneruskan ajaran Islam dengan


mempraktikkan apa yang telah mereka pelajari dari beliau. Mereka menghadapi
tantangan baru dalam memahami ajaran Islam dan menghadapkan situasi yang belum
pernah ada pada masa Nabi. Keterlibatan sahabat dalam menyelesaikan masalah-
masalah hukum menjadi landasan bagi perkembangan fikih.

Sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan, dan Ali bin Abi Thalib memiliki peran penting dalam menyusun prinsip-
prinsip hukum yang lebih rinci. Mereka seringkali mengambil keputusan berdasarkan
pengamalan langsung mereka terhadap Nabi atau berdasarkan konsensus di antara
mereka. Sumber-sumber hukum yang digunakan masih Al-Quran dan Hadis, dan di
samping itu, tindakan dan persetujuan sahabat menjadi acuan.

 Fikih pada Zaman Para Mujtahid:

Pada era para mujtahid, yang mencakup periode setelah masa sahabat hingga
sekitar abad ke-10 Masehi, fikih mengalami pengembangan yang lebih sistematis.
Munculnya berbagai masalah hukum baru yang berkaitan dengan perkembangan
masyarakat dan perluasan wilayah Islam mendorong para cendekiawan hukum
(mujtahid) untuk mengembangkan metode interpretasi yang lebih formal.

Para mujtahid mengembangkan pendekatan ijtihad, yaitu usaha kreatif dalam


mengeluarkan hukum dari sumber-sumber hukum yang ada. Mereka mengajukan
argumen-argumen hukum berdasarkan Al-Quran, Hadis, qiyas (analogi), ijma
(kesepakatan ulama), dan istihsan (pemilihan hukum berdasarkan keadilan). Inilah
saat dimulainya pembentukan madzhab-madzhab fikih seperti Hanafi, Maliki, Shafi'i,
dan Hanbali, yang memiliki pendekatan yang berbeda dalam menghadapi situasi
hukum yang kompleks.

Pada masa ini, terjadi variasi pendapat dalam menangani masalah-masalah


baru. Meskipun ada kesamaan prinsip-prinsip dasar, perbedaan pendapat ini
mencerminkan upaya para mujtahid dalam menghadapi konteks sosial yang beragam.
Dalam hal ini, para mujtahid memainkan peran sentral dalam merumuskan hukum-
hukum yang sesuai dengan kebutuhan dan perubahan zaman.

2. PERKEMBANGAN DAN TRANFORMASI FIKIH

Perkembangan dan Transformasi Fikih: Perkembangan fikih dari zaman Nabi,


sahabat, hingga era para mujtahid mencerminkan respons terhadap perubahan sosial,
politik, dan ekonomi yang terjadi sepanjang sejarah Islam. Pada masa Nabi, fikih
terutama bersumber dari ajaran langsung beliau dan diterapkan dalam konteks
komunitas awal. Fikih pada masa ini lebih fokus pada prinsip-prinsip dasar dan
hukum-hukum pokok. Di era para sahabat, mereka berperan penting dalam
menyebarkan dan mempraktikkan ajaran Islam. Hal ini menghasilkan interpretasi
praktis tentang bagaimana mengimplementasikan ajaran dalam situasi sehari-hari.
Pada era para mujtahid, fikih mengalami perluasan karena munculnya berbagai
konteks sosial dan situasi yang lebih kompleks. Para mujtahid mengembangkan
metode interpretasi yang lebih sistematis dan memadukan sumber-sumber hukum
dengan realitas kehidupan masyarakat.

3. METODE INTERPRETASI

Metode interpretasi dalam tiga periode tersebut memiliki perbedaan yang


mencerminkan perubahan konteks dan kebutuhan. Pada masa Nabi, interpretasi
dilakukan dengan merujuk langsung pada ucapan, tindakan, dan persetujuan beliau.
Pada era sahabat, muncul upaya untuk menghubungkan kasus-kasus baru dengan
prinsip-prinsip yang sudah ada, menggunakan qiyas dan ijma. Di era para mujtahid,
metode ijtihad berkembang, memungkinkan ulama untuk memberikan pendapat
hukum dalam situasi baru yang belum ada preseden sebelumnya.

4. SUMBER SUMBER HUKUM

Pada masa Nabi, sumber utama adalah Al-Quran dan Hadis, yang menjadi
acuan dalam menentukan hukum. Para sahabat juga melihat tindakan dan persetujuan
Nabi sebagai sumber hukum. Di era sahabat, sumber tambahan seperti ijma
(kesepakatan ulama) dan qiyas (analogi) mulai digunakan. Pada masa para mujtahid,
sumber-sumber ini diperluas dengan memasukkan istihsan (pemilihan hukum
berdasarkan keadilan) dan maslahah mursalah (kemaslahatan umum) sebagai dasar
interpretasi.

5. PENGEMBANGAN FIKIH SETELAH WAFATNYA NABI


Sahabat memiliki peran kunci dalam menggambarkan praktek hidup Nabi dan
menyebarkan ajaran Islam. Mereka tidak hanya menghafal ayat-ayat Al-Quran dan
Hadis, tetapi juga menyaksikan secara langsung bagaimana Nabi
mengimplementasikan hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Sahabat
juga dihadapkan pada situasi baru setelah wafatnya Nabi, yang memerlukan
interpretasi lebih lanjut dan aplikasi prinsip-prinsip hukum Islam.

Para mujtahid memiliki peran sentral dalam mengembangkan fikih lebih


lanjut dan menghadapi perubahan zaman. Mereka mengembangkan pendekatan yang
lebih sistematis dan berbagai metode ijtihad yang membantu merumuskan hukum
dalam situasi baru. Meskipun mereka berasal dari berbagai latar belakang geografis
dan kultural, mereka mencoba menjaga kesinambungan dengan prinsip-prinsip Islam
sambil mengakomodasi perubahan konteks sosial dan budaya.

6. INSPIRASI DARI PERJALANAN FIKIH

Inspirasi dari perjalanan fikih dalam menghadapi tantangan zaman


sebelumnya dapat memberikan panduan berharga dalam mengatasi tantangan dan
perubahan zaman modern. Prinsip-prinsip fikih yang telah teruji dan diterapkan
selama berabad-abad dapat diaplikasikan dengan bijak dalam realitas sosial,
politik, dan ekonomi yang terus berubah. Beberapa inspirasi yang dapat diambil
adalah:

Fleksibilitas dan Kontekstualisasi: Fikih pada masa Nabi, sahabat, dan para
mujtahid telah menunjukkan fleksibilitas dalam menghadapi situasi baru dan
konteks yang berubah. Inspirasi ini mengajarkan bahwa prinsip-prinsip Islam
dapat diaplikasikan dengan mempertimbangkan perubahan sosial dan teknologi,
tetapi tetap memegang teguh nilai-nilai Islam yang mendasar.

Berpegang pada Prinsip Keadilan: Prinsip keadilan dalam Islam dapat diambil
sebagai pedoman dalam mengatasi isu-isu modern seperti ketidaksetaraan,
diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia. Inspirasi ini mengajarkan
bahwa setiap hukum atau kebijakan haruslah adil dan merata untuk semua orang.

Mempertimbangkan Kemaslahatan Umum: Konsep maslahah mursalah, yaitu


kemaslahatan umum, dapat diaplikasikan dalam menghadapi perubahan zaman
modern. Inspirasi ini mengajarkan bahwa tindakan atau kebijakan yang diambil
haruslah menghasilkan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan.

Penggunaan Ijtihad dengan Bijak: Para mujtahid dalam sejarah Islam telah
mempraktikkan ijtihad untuk menghadapi situasi baru. Inspirasi ini mengajarkan
bahwa ulama dan cendekiawan Islam modern juga harus menerapkan ijtihad
dengan bijak untuk menjawab isu-isu yang belum pernah ada sebelumnya.

Pentingnya Akhlak dan Etika: Prinsip-prinsip akhlak dan etika Islam yang
diajarkan dalam fikih dapat menjadi panduan dalam menghadapi isu-isu moral
dan perilaku dalam masyarakat modern. Inspirasi ini mengajarkan pentingnya
menjaga integritas, kejujuran, dan kasih sayang dalam semua aspek kehidupan.

Penghargaan terhadap Ilmu dan Pengetahuan: Perjalanan fikih menunjukkan


pentingnya ilmu dan pengetahuan dalam memahami ajaran Islam dengan
mendalam. Inspirasi ini mengajarkan bahwa pendekatan berdasarkan ilmu dan
pengetahuan yang baik harus diadopsi dalam menjawab isu-isu kontemporer.

Pentingnya Dialog dan Konsensus: Sejarah fikih menunjukkan pentingnya


dialog dan konsensus dalam mengatasi perbedaan pendapat. Inspirasi ini
mengajarkan bahwa pendekatan berbasis dialog dan kesepakatan harus
diutamakan dalam merumuskan solusi untuk isu-isu yang kompleks dan
kontroversial.

Pentingnya Spiritualitas dan Kepatuhan: Inspirasi dari fikih masa lalu


mengingatkan kita akan pentingnya menjaga hubungan spiritual dengan Allah dan
taat terhadap ajaran-Nya dalam menghadapi segala tantangan. Pengamalan agama
yang benar akan menjadi dasar kuat dalam menjawab isu-isu modern.

Dengan mengambil inspirasi dari perjalanan fikih masa lalu dan


menerapkannya dalam konteks zaman modern, umat Islam dapat
mempertahankan esensi nilai-nilai Islam yang kokoh sambil menghadapi
tantangan-tantangan baru dengan kepala tegak. Ini juga memungkinkan Islam
untuk tetap relevan dan bermanfaat dalam membangun masyarakat yang adil,
inklusif, dan berdampingan dengan perkembangan dunia saat ini.
BAB III KESIMPULAN

Kesimpulan penting mengenai perjalanan fikih dalam zaman Nabi, sahabat,


dan para mujtahid, serta relevansinya dalam menghadapi tantangan zaman modern:

Kontinuitas Perkembangan Fikih: Sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga


era para mujtahid, perkembangan fikih telah mengalami transformasi yang
mencerminkan respons terhadap perubahan sosial, politik, dan ekonomi. Perjalanan
ini menunjukkan adanya kontinuitas dalam upaya memahami dan menerapkan
prinsip-prinsip Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

Peran Sentral Sahabat dan Para Mujtahid: Sahabat Nabi dan para mujtahid
memiliki peran penting dalam mengembangkan dan meneruskan ajaran fikih. Mereka
merumuskan metode interpretasi, mengatasi situasi baru, dan memadukan prinsip-
prinsip Islam dengan realitas sosial yang berkembang. Kontribusi mereka menjadi
dasar bagi pemahaman hukum Islam saat ini.

Ketangguhan dan Fleksibilitas Fikih: Inspirasi dari perjalanan fikih masa lalu
menunjukkan ketangguhan dalam menghadapi tantangan dan fleksibilitas dalam
mengatasi perubahan zaman. Prinsip-prinsip Islam yang mendasar tetap relevan,
sementara aplikasi rinci dapat disesuaikan dengan konteks sosial dan teknologi yang
terus berkembang.

Pentingnya Keadilan dan Kemaslahatan Umum: Prinsip keadilan dan


kemaslahatan umum menjadi landasan penting dalam merumuskan hukum-hukum
Islam. Inspirasi ini dapat diterapkan dalam menanggapi isu-isu kontemporer seperti
hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan lingkungan.

Penggunaan Ijtihad dan Dialog: Penggunaan ijtihad yang bijak dan dialog
yang konstruktif dapat membantu umat Islam dalam menjawab isu-isu baru yang
muncul dalam zaman modern. Pendekatan ini memungkinkan keragaman pandangan
untuk disatukan dalam pencarian solusi yang terbaik.

Integritas dan Etika dalam Konteks Modern: Inspirasi dari fikih masa lalu
mengingatkan bahwa integritas, etika, dan prinsip-prinsip moral Islam tetap relevan
dalam konteks modern. Menjunjung tinggi nilai-nilai ini membantu menjawab
tantangan etika dan moral yang muncul dalam masyarakat modern.

Dengan mengambil inspirasi dari perjalanan fikih masa lalu, umat Islam dapat
melihat bagaimana prinsip-prinsip Islam yang kokoh dapat diterapkan dalam situasi
yang terus berkembang. Dalam menghadapi tantangan dan perubahan zaman modern,
penting bagi umat Islam untuk menjaga akar-akar nilai-nilai Islam yang telah
terbentuk sejak masa Nabi dan sahabat, sambil memahami bagaimana prinsip-prinsip
tersebut dapat diaplikasikan dengan bijak dan relevan dalam realitas masyarakat
modern yang kompleks.

BAB VI PENUTUP

Demikianlah makalah tentang Fikih pada zaman Nabi,sahabat,dan mujtahid


yang telah penulis paparkan. Penulis menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka
dari itu kritik yang membangun dari pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan.
Harapan pemakalah, semoga makalah ini dapat memberi pengetahuan baru dan
bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR PUSTAKA

ibn Rushd. (1190). "Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtasid" (The Distinguished Jurist's
Primer). Terjemahan oleh Imran Ahsan Khan Nyazee.

Al-Qarafi, Shihab al-Din. (2010). "Al-Furuq: A Commentary on the Jurisprudence of Ibn al-
Qayyim." Terjemahan oleh Abdassamad Clarke.

Al-Shafi'i, Muhammad ibn Idris. (n.d.). "Kitab al-Umm." Terjemahan oleh Prof. Ahmad Hasan.

Al-Ghazali, Abu Hamid. (2000). "Ihya Ulum al-Din" (The Revival of Religious Sciences).
Terjemahan oleh Fazl-ul-Karim.

Al-Quran Hadis dari koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim, dan koleksi hadis lainnya.

Brown, J. A. C. (2014). "Misquoting Muhammad: The Challenge and Choices of Interpreting


the Prophet's Legacy." Oneworld Publications.

Cook, M. A. (2000). "Commanding Right and Forbidding Wrong in Islamic Thought."


Cambridge University Press.

Kamali, M. H. (2008). "Principles of Islamic Jurisprudence." Islamic Texts Society.

Al-Azmeh, A. (2002). "Islams and Modernities." Verso.

Hallaq, W. B. (2009). "Shari'a: Theory, Practice, Transformations." Cambridge University


Press.

Rahman, F. (1996). "Major Themes of the Qur'an." University of Chicago Press.

Anda mungkin juga menyukai