Anda di halaman 1dari 11

Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


DALAM PENGEMBANGAN JAWA BARAT BAGIAN SELATAN

Oleh
Gunawan Undang1)*
1)UniversitasPembinaan Masyarakat Indonesia, Kota Medan
*Email: gunawanundang@gmail.com

ABSTRAK. Kebijakan pembangunan di Provinsi Jawa Barat antara lain menetapkan bahwa
provinsi ini membagi empat kawasan pengembangan wilayah, yakni Jawa Barat Bagian Barat
(JBBB), Jawa Barat Bagian Tengah (JBBT), Jawa Barat Bagian Utara (JBBU), dan Jawa Barat
Bagian Selatan (JBBS). JBBB, JBBT, dan JBBU pada umumnya bercirikan perkotaan,
sedangkan JBBS pada umumnya bercirikan perdesaan. Pengembangan wilayah di empat
kawasan tersebut sudah memiliki berbagai kebijakan, baik kebijakan pemerintah pusat
maupun kebijakan pemerintah daerah provinsi. Dalam mengimplementasikan kebijakan-
kebijakan tersebut masih menyisakan berbagai masalah, di antaranya ketimpangan antara
kawasan perkotaan dengan perdesaan, ketimpangan regional, dan ketimpangan lokal. Indeks
pembangunan jalan dan jembatan di kawasan JBBS – misalnya - hanya 28,24%, sedangkan
di JBBU 71,76%. Sebagai upaya meminimalisasi masalah tersebut, kami menawarkan tiga
framework untuk pengembangan masing-masing PPW tersebut. Sebagai temuan (novelty),
ketiga framework tersebut diharapkan menjadi bahan evaluasi kebijakan pemerintah pusat,
provinsi, dan masing-masing kabupaten dalam mengimplementasikan kebijakan yang sudah
ditetapkan. Jika dianggap perlu, beberapa kebijakan tersebut perlu dilakukan reformulasi
kebijakan. Faktor dampak (impact) kajian ini denarian dapat meminimalisasi ketimpangan
regional dan ketimpangan lokal di kawasan JBBS.
Kata KKunci: Evaluasi Implementasi Kebijakan, Pengembangan Wilayah, Jawa Barat
Bagian Selatan

ABSTRACT. The development policy in West Java Province, among others, stipulates that this
province divides four regional development areas, namely West West Java (JBBB), Central
West Java (JBBT), North West Java (JBBU), and Southern West Java (JBBS). ). JBBB, JBBT,
and JBBU are generally characterized by urban areas, while JBBS are generally characterized
by rural areas. Regional development in the four regions already has various policies, both
central government policies and provincial government policies. In implementing these policies,
there are still various problems, including inequality between urban and rural areas, regional
inequality, and local inequality. The index of road and bridge construction in the JBBS area –
for example – is only 28.24%, while in JBBU it is 71.76%. In an effort to minimize these
problems, we offer three frameworks for the development of each PPW. As anovelty, the three
frameworks are expected to be used as material for evaluating the policies of the central,
provincial and district governments in implementing the policies that have been set. If deemed
necessary, some of these policies need to be reformulated. The impact factor of.this study is
that it can minimize regional and local inequality in the JBBS area
Keywords: Evaluation of Policy Implementation, Regional Development, Southern West
Java

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 76


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

Percepatan Pembangunan Kawasan


PENDAHULUAN
Rebana dan Kawasan Jawa Barat Bagian
Provinsi Jawa Barat memiliki 27
Selatan dan Peraturan Daerah Provinsi
daerah kabupaten dan kota, yang terdiri
Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2010 tentang
dari 18 kabupaten dan 9 kota. Daerah
Pengembangan Wilayah Jawa Barat
kapupaten meliputi Kabupaten Bandung,
Bagian Selatan 2009—2029. Dalam
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor,
mengimplementasikan kebijakan tersebut
Kabupaten Ciamis, Kabupaten Cianjur,
masih menghadapi sejumlah masalah,
Kabupaten Cirebon, Kabupaten Garut,
terutama ketimpangan sosial -
Kabupaten Indramayu, Kabupaten
pembangunan antara kawasan perkotaan
Karawang, Kabupaten Kuningan,
dengan kawasan perdesaan di JJBS. Hal
Kabupaten Majalengka, Kabupaten
tersebut perlu dievaluasi lebih mendalam.
Purwakarta, Kabupaten Subang,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Proses kebijakan publik meliputi
Pangandaran. Sedangkan daerah kota ‘formulasi kebijakan’, ‘implementasi
terdiri dari Kota Bandung, Kota Bogor, Kota kebijakan’, dan ‘evaluasi kebijakan’
Cirebon, Kota Sukabumi, Kota Bekasi, (Almeida & Báscolo, 2006). Tahap
Kota Depok, Kota Tasikmalaya, Kota ‘formulasi kebijakan’ meliputi perumusan
Cimahi, dan Kota Banjar. masalah, agenda kebijakan, pemilihan
Secara geografis, dari 27 daerah alternatif kebijakan untuk memecahkan
kabupaten dan kota, dibagi menjadi empat masalah, dan penetapan kebijakan (Bintari,
kawasan, yakni JBBB, JBBT, JBBU, dan 2016). Formulasi kebijakan publik dapat
JJBS. JBBB, JBBT, dan JJBU pada digunakan untuk semua bidang ilmu
umumnya bercirikan perkotaan, kebijakan. Beberapa kajian dan teori
sedangkan JBBS pada umumnya masih tentang perumusan kebijakan dapat
bercirikan perdesaan. Jumlah penduduk di mengatasi semua masalah kebijakan yang
Jawa Barat sangat besar, yakni 49,94 juta dihadapi oleh lembaga maupun institusi
jiwa (2020), pada tahun 2035 diroyeksikan pemerintah maupun swasta (MH & Muadi,
menjadi 52,7 juta jiwa ( BPS Jaw Barat, 2016). Proses implementasi kebijakan
2021) dipandang sebagai kekuatan pembangkit
ketegangan di masyarakat, meliputi
Provinsi Jawa Barat memiliki
kebijakan ideal, organisasi pelaksana,
beberapa kebijakan pembangunan untuk
kelompok sasaran, dan faktor lingkungan.
pengembangan JJBS antara lain
Implementasi kebijakan dapat berupa
Peraturan Presiden Republik Indonesia
umpan balik kepada pembuat kebijakan
Nomor 87 Tahun 2021 tentang
dan pelaksana kebijakan. Pembuat

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 77


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

kebijakan dan pelaksana kebijakan dapat bukanlah melakukan apa yang benar,
mendukung atau menolak implementasi tetapi mengetahui apa yang benar.” (Dunn,
kebijakan lebih lanjut. Dalam Penerapan 2018).
model tersebut, pembuat kebijakan dapat Berkaitan dengan kebijakantatakelola
mencoba untuk meminimalkan ketegangan lingkungan, sangat penting melibatkan
yang mengganggu yang dapat aktor pemerintah, pengelola lingkungan,
mengakibatkan kegagalan hasil kebijakan dan lembaga swadayamasyarakat (Vaas et
untuk memenuhiharapan kebijakan (Smith, al., 2017). Pengelolaan konservasi sangat
1973). Implementasi kebijakan penting sebagai arus utama kebijakan
memerlukan kolaborasi antara pusat dan pengelolaan lingkungan. Dukungan
daerah (Honig, 2006). Evaluasi kebijakan kebijakan undang-undang yang masih
publik merupakan kegiatan sine qua non berdasarkan pada pendekatan yang
dan tidak dapat dihindari bagi setiapnegara tradisional, perlu berpusat pada
bangsa di dunia, yakni evaluasipada saat kesejahteraan manusia (Noe et al., 2017).
perumusan, implementasi, dan pasca Jika ingin berhasil, praktik kebijakan
implementasi atau penilaian dampak konservasi lingkungan di dunia global dalam
(evaluasi) (Khan & Rahman, 2017). beberapadekade terakhir harus melibatkan
Sedangkan analisis kebijakan masyarakat lokal (Wali et al., 2017).
sangat tergantung pada penyebab dan
konsekuensi dari kebijakan; untuk menilai METODE
‘apa yang seharusnya’, bukan ‘apa Artikel ini menggunakan metode
adanya’. Berkaitan dengan masalah kualitatif. Untuk menghasilkan sebuah teori
efisiensi dan keadilan, analisis kebijakan (atau paradigma/framework) dalam metode
mengacu pada ekonomi normatif dan kualitatif, dilakukan melalui pendekatan
analisis keputusan, serta etika dan cabang induktif (khusus-umum). Pendekatan model
lain dari filsafat sosial dan politik, yakni ini perlu diawali dari pengamatan empiris
tentang apa yang seharusnya terjadi. (data), menguji hipotesis, mengembangkan
Konsekuensi (tujuan) yang diinginkan dan teori yang valid (Gabriel, 2007).
tindakan yang diinginkan (sarana) Pendekatan ini pun relevan dengan
merupakan bagian penting dari analisis grounded theory, karena memerlukan
kebijakan. Nilai-nilai efisiensi, kesetaraan, validitas analisis isi (content analysis),
keamanan, kebebasan, demokrasi, dan generalisasi untuk penemuan teori induktif
pencerahan yang bersaing merupakan didasarkan pada data yang dianalisis
salahsatu pilihan tujuan analisis kebijakan secara sistematis sehingga menghasilkan
yang berkelanjutan. Mengutif Robert C. hipotetis-deduktif untuk menguji dan
Wood (1968), penalaran normatif dalam membangun teori ilmu sosial (Allan, 2003);
analisis kebijakan adalah “masalah kita (Haig, 1995); (Henwood & Pidgeon, 1992);

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 78


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

(Cho & Lee, 2014); (Liu et al., 2022); 2008 tentang Rencana Tata Ruang
(Bengtsson, n.d.); (Downe‐Wamboldt, Wilayah Nasinonal;
1992); (Campos & Turato, 2009). (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2021 tentang Percepatan
Dalam penelitian lanjutan di masa
Pembangunan Kawasan Rebana dan
yang akan datang – baik oleh penulis
maupun oleh peneliti lainnya – hasil Kawasan Jawa Barat Bagian Selatan; (3)

analisis grounded theory atau content Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
analysis ini diharapkan dapat berkembang Nomor 22 Tahun 2010, tentang Rencana
menjadi paradigma baru (new paradigm) Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat
berdasarkan perspektif epistemologi, Tahun 2009—2029; (4) Peraturan Daerah
ontologi dan metodologi (Campos & Provinsi Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2010

Turato, 2009) berdasarkan data kualitatif tentang Pengembangan Wilayah Jawa


seperti wawancara, indepth interview, Barat Bagian Selatan 2009—2029, dan (5)
participatory research atau focus group Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
discussion (FGD) (Liu et al., 2022) atau Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
menggunakan mix method (qualitative & Pembangunan dan Pengembangan
quantitative hybrid) (Allan, 2003); (Hayes et Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di
al., 2013); (Abowitz & Toole, 2010); Jawa Barat. Bahkan dalam bidang
(Sandelowski, 2000). Sedangkan dari pariwisata, beberapa daerahkabupaten dan
aspek jenis keilmuannya, metode kota sudah menetapkan regulasi.

penelitian ini termasuk penelitian sosial Kabupaten Garut – misalnya – telah

yang mengaplikasikan metodeilmiah untuk memberlakukan Peraturan Daerah


mempelajari masalah-masalah sosial [25]. Kabupaten Garut Nomor 2 Tahun 2019
Bertitik tolak dari teori tersebut, model tentang Rencana Induk Pengembangan
induktif-deduktif dalam penelitian ini Pariwisata Daerah. Daerah tersebut
diharapkan menghasilkan paradigma baru memiliki sepuluh unggulan tempat
untuk pengembangan kawasan JBBS yang pariwisata alam (Rizal, 2021).
tertinggal. Pada intinya, beberapa kebijakan
tersebut mengatur pola ruang
pengembangan kawasan lindung dan
HASIL DAN PEMBAHASAN
pengembangan kawasan budidaya serta
Kebijakan Pembangunan pengendalian kawasan perkotaan dan
Beberapa kebijakan pengembangan mendorong pertumbuhan sosial ekonomi di
pembangunan di Jawa Barat, antara lain, wilayah yang belum berkembang
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 13 (perdesaan). Selain itu, kebijakan tersebut
Tahun 2017, tentang Perubahan Atas bertujuan untuk meminimalisasi
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 79


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

kesenjangan pembangunan antara pembangunan, dibagi lagi menjadi 6


kawasan perkotaan (JBBB, JBBT, dan Wilayah Pengembangan (WP), yaitu
JBBU) dengan kawasan perdesaan pertama, WP Bodebekpunjur (kawasan
(JBBS). perkotaan), mencakup Kota Bogor,
Kebijakan pengembangan pola Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, Kabupaten
ruang di Provinsi Jawa Barat diarahkan Bekasi, KotaDepok, dan sebagian wilayah
pada: (a) pengembangan kawasan lindung di KabupatenCianjur. WP tersebut berada
dan (b) pengembangan kawasanbudidaya. di kawasan JBBB. WP Bodebekpunjur
Rambu-rambu terpenting yang harus berpusat di Kota Bogor. Kedua, WP
ditaati dalam mengimplementasikan Purwasuka, mencakup Kabupaten
kebijakan pengembangan kawasan Purwakarta, Kabupaten Subang, dan
lindung antara lain bahwa pencapaian luas Kabupaten Karawang.
kawasan lindung minimal sebesar 45% dan Kabupaten Purwakarta merupakan
kualitas kawasan lindung harus tetap pusat WP Purwasuka. Ketiga, WP
terjaga. Adapun dalam pengembangan Ciayumajakuning, mencakup Kabupaten
kawasan budidaya beberapa hal terpenting Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten
yang harus terimplementasi, antara lain, Indramayu, Kabupaten Majalengka,
(a) lahan sawah, pertanian, perkebunan, Kabupaten Kuningan, dan sebagian wilayah
kehutanan, peternakan dan perikanan; (b) di Kabupaten Sumedang. WP Purwasuka
pengelolaan wilayah pesisir yang terpadu dan WP Ciayumajakuning sebagian besar
dan berkelanjutan; (c) pengembangan terletak di kawasan JBBU. WP
lahan budidaya dan sumberdaya alam di Ciayumajakuning berpusat di Kota Cirebon.
wilayah yang belum berkembang Keempat, WP Kawasan Khusus Cekungan
(perdesaan); (d) hunian vertikal Bandung (wilayah perkotaan), mencakup
perkotaan; dan (e) pertahanan dan Kota Bandung, Kabupaten Bandung,
keamanan negara (Perda Prov. Jabar Kabupaten Bandung Barat, KotaCimahi dan
Nomor 22 Tahun 2010 Tentang Rencana sebagian wilayah di Kabupaten Sumedang.
Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat WP berpusat di Kota Bandung(JBBT); pusat
Tahun 2009-2029); (PP No. 13/2017 Ibukota Provinsi Jawa Barat. Kelima, WP
tentang Perubahan Atas PP No. 26/2oo8 Priangan Timur (Priatim)- Pangandaran,
Tentang RTRW Nasional). mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten
Tasikmalaya, Kota Tasikmalaya,
Cakupan Wilayah dan Arah
Kabupaten Ciamis, dan Kota Banjar. WP
Pengembangan
tersebut berpusat di Kabupaten Garut.
Dari empat kawasan di Provinsi Jawa
Keenam, WP Sukabumi dan sekitarnya,
Barat (JBBB, JBBT, JBBU, dan JBBS),
mencakup Kabupaten Sukabumi, Kota
dalam proses pelaksanaan

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 80


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

Sukabumi, dan sebagian wilayah di Wilayah Pengembangan Sukabumi dan


Kabupaten Cianjur. Kota Sukabumi sekitarnya merupakan dua kawasan
merupakan pusat kegiatan pembangunan andalan di JBBS. Sedangkan Wilayah
WP ini. WP Priatim-Pangandaran dan WP Pengembangan Bodebekpunjur, Wilayah
Sukabumi pada umumnya berada di Pengembangan Purwasuka, Wilayah
kawasan perdesaan (JBBS); kecuali Kota Pengembangan Ciayumajakuning, dan
Sukabumi. Wilayah Pengembangan Cekungan
Hierarki Rencana Struktur Ruang Bandung - yang bercirikan perkotaan –
pembangunan Provinsi Jawa Barat secara empirik diarahkan pada
meliputi: tiga buah Pusat Kegiatan pengembangan kawasan metropolitan,
Nasional (PKN), tiga buah Pusat Kegiatan seperti Jakarta. Sedangkan JBBS
Wilayah (PKW), satu buah Pusat Kegiatan diarahkan menjadi Kawasan Agropolitan
Wilayah Promosi (PKWp), dan dua buah dan Minapolitan.
Pusat Kegiatan Lokal (PKL). PKN meliputi Pengembangan Metropolitan dan
PKN Metro Bodebek, PKN Metro Bandung, Pusat Pertumbuhan Wilayah (PPW) di
dan PKN Metro Cirebon. Khususnya dalam Provinsi Jawa Barat mengacu pada
pengembangan JBBS, ditetapkan dua Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
PKW dan satu PKWp, yaitu PKW Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Pelabuhanratu (di bagian Barat), PKW Pembangunan dan Pengembangan
Pangadaran (di bagian Timur), dan PKWp Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di
Rancabuaya (di bagian Tengah). Jawa Barat. Cakupan Metropolitan meliputi
Sedangkan PKL meliputi PKL Metropolitan Bodebekkarpur, Metropolitan
Sindangbarang dan PKL Pameungpeuk. Bandung Raya, dan Metropolitan Cirebon
Kebijakan pemerintah Indonesia Raya. Sedangkan PPW yang
membatasi pengembangan tata guna dikembangkan di kawasan JBBS mencakup
lahan terbangun di kawasan metropolitan PPW Palabuhanratu, PPW Rancabuaya,
dan kota besar bertujuan untuk menjaga dan PPW Pangandaran.
keseimbangan pembangunan perkotaan- PPW Palabuhanratu meliputi lima
perdesaan. Demikian pula kebijakan di kecamatan (dari total 47 kecamatan) di
Provinsi Jawa Barat, pengembangan Kabupaten Sukabumi, yakni Kecamatan
koservasi kawasan budidaya diarahkan Cisolok, Kecamatan Cikakak, Kecamatan
pada pengembangan kawasan yang Palabuanratu, Kecamatan Simpenan, dan
ramah lingkungan. Kawasan JBBS Kecamatan Ciemas. PPW Rancabuaya
merupakan kawasan andalan dalam meliputi lima kecamatan, yakni empat
pengembangan pembangunan kawasan kecamatan (dari 42 kecamatan) di
yang ramah lingkungan. Wilayah Kabupaten Garut, yaitu Kecamatan
Pengembangan Priatim-Pangandaran dan

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 81


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

Caringin, Kecamatan Cisewu, Kecamatan daerah bidang peternakan, perikanan,


Bungbulang, dan Kecamatan Mekatmukti kelautan, dan pariwisata (PP No. 87 Tahun
dan 1 kecamatan (dari 32 kecamatan) di 2021 Tentang Percepatan Pembangunan
Kabupaten Cianjur, yakni Kecamatan Kawasan Rebana dan Jabseld). Padahal
Cidaun. Sedangkan PPW Pangandaran kawasan tersebut memiliki beberapa
meliputi lima kecamatan (dari 10 potensi kewilayahan seperti, agribisnis,
kecamatan) di Kabupaten Pangandaran, agroindustri, industri kelautan, dan
yakni Kecamatan Cijulang, Kecamatan pariwisata terpadu. Selain itu, kawasan
Parigi, Kecamatan Sidamulih, Kecamatan JBBS memiliki potensi sumber daya
Pangandaran, dan Kecamatan Kalipucang. perikanan yang sangat melimpah (Rizal &
Nurruhwati, 2019). Pengembangan potensi
Data Ketimpangan Regional Kawasan di JBBS tersebut belum ditunjang oleh
JBBS infrastruktur dan alat produksi yang

Provinsi Jawa Barat mengalami memadai, seperti teknologi tepat guna

ketimpangan regional yang relatif ekstrim, dalam pengolahan agribisnis, perikanan,

seperti ketimpangan pendapatan; sarana pariwisata, dan sebagainya

ketimpangan antar-wilayah seperti antara (Suherman Diki, Sugandi yogi, 2021).

wilayah JBBU (0,0261) dengan wilayah Ketimpangan yang sangat kontras di

JBBS (0,0085) (Fatimah, 2020). Di Jawa bidang infrastruktur antara kawasan

Barat, daerah ‘relatif tertinggal’ 36,6%, perkotaan (JBBB, JBBT, dan JBBU)

‘berkembang cepat’ 32,6%, ‘maju dan dengan perdesan (JBBS) antara lain

tumbuh cepat’ 16,3%, dan ‘maju tetapi sarana dan prasarana jalan dan jembatan.

tertekan’ 14,5% (Masli, 2006). Daerah Kawasan JBBB memiliki jalan bebas

‘relatif tertinggal’ berpotensi berkembang hambatan seperti Jalan Tol Jagorawi

luas di JBBS, seperti di Garut Selatan (Jakarta-Bogor-Ciawi); Jalan Tol Jakarta-

(Verbeke et al., 2016). Pengelolaan Cikampek, dan tol dalam kota seperti Tol

sumber daya pertanian pedesaan di JBBS Bogor-Serpong. Kawasan JBBB pun - yang

masih didominasi oleh kekuatan orang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta -

kaya (White, 1997); terjadinya eksploitasi diuntungkan pula oleh Jalan Tol Lingkar

petani kecil (penyewa) dari pihak yang Dalam Jakarta. Kawasan JBBU sudah

menyewakan diJBBS (Sulistyowati et al., memiliki akses Jalan Tol Jakarta-

2019). Ketimpangan regional konektivitas Cikampek-Palimanan, dan akses tol

jalan dan jembatan dialami di JBBS (hanya Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-

28,24%), sedangkan di JBBU (71,76%). Dawuan). Demikian pula kawasan JBBT –

Selain itu, kawasan JBBS mengalami selain memiliki poros jalan nasional dan

ketimpangan pengelolaan unggulan jalan skala provinsi – kawasan perkotaan


ini menikmati mulusnya Jalan Tol

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 82


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

Cikampek-Purwakarta-Padalarang - (bupper zone). Sedangkan Kecamatan


Bandung, tol yang menghubungkan JBBT- Cikakak dan KecamatanCisolok difungsikan
sebagai daerah pengembangan
(development zone). Usulan framework
tersebut tercantun dalam gambar berikut:
Gambar 1. Framework Strategi
Pengembangan PPW Palabuanratu

Kedua, Mengingat PPW


Rancabuaya (Garut Selatan) lebih
tertinggal daripada PPW Palabuanratu dan
JBBU, seperti tol Cileunyi-Sumedang- PPW Pangandaran, maka pusat
Dawuan (Cisumdawu). Sedangkan pertumbuhannya (core zone) perlu tetap
sarana transfortasi di kawasan JBBS dipertahankan di Kecamatan Caringin,
sangat tertinggal, bahkan masih ada Kecamatan Cidaun dan Kecamatan
desa yang belum memiliki akses Bungbulang berungsi sebagai daerah
kendaraan rodaempat. penyangga (bupper zone), sedangkan
Kecamatan Cisewu dan Kecamatan
Kerangka Kerja (Framework) Mekarmukti berfungsi sebagai daerah
Pengembangan Wilayah pengembangan (development zone).
Bertitik tolak dari kebijakan Usulan framework tersebut tercantun
pemerintah ; teori kebijakan (Wali et al., dalam gambar berikut:
2017); (Almeida & Báscolo, 2006), Gambar 2. Framework Strategi
metode yang kami gunakan (Gabriel, Pengembangan PPW Rancabuaya
2007); (Silalahi & Atif, 2015), serta data
yang diperoleh (Rizal & Nurruhwati, 2019),
kami menawarkan tiga model framework
pengembangan wilayah PPW di kawasan
JBBS, yakni: Pertama, Pusat pertumbuhan
PPW Palabuanratu (Sukabumi Selatan)
selama ini berpusat di Kecamatan
Palabuanratu. Untuk mengatasi
ketimpangan lokal, pusat pertumbuhannya
(core zone) perlu digeser ke Kecamatan
Cimemas. Kecamatan Simpenan dan Ketiga, Pusat pertumbuhan PPW
Kecamatan Palabuanratu (Ibukota Pangandaan (Kabupaten Pangandaran)
Kabupaten dan sudah tumbuh kembang) selama ini berpusat di Kecamatan
difungsikan sebagai daerah penyangga

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 83


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

Pangandaran. Untuk mengatasi tentang Percepatan Pembangunan


ketimpangan lokal, pusat Kawasan Rebana dan Kawasan Jawa
pertumbuhannya (core zone) perlu Barat Bagian Selatan; (3) Peraturan
digeser ke Kecamatan Cijulang. Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22
Kecamatan Parigi (Ibukota Kabupaten dan Tahun 2010, tentang Rencana Tata Ruang
sudah tumbuh kembang) dan Kecamatan Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun
Sidamulih difungsikan sebagai daerah 2009—2029; (4) Peraturan DaerahProvinsi
penyangga (bupper zone). Sedangkan Jawa Barat Nomor 28 Tahun 2010, tentang
Kecamatan Pangandaran (yang sudah Pengembangan Wilayah Jawa Barat
tumbuh kembang) dan Kecamatan Bagian Selatan 2009—2029, dan (5)
Kalipucang difungsikan sebagai daerah Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat
pengembangan (development zone). Nomor 12 Tahun 2014 tentang
Usulan framework tersebut tercantun Pengelolaan Pembangunan dan
dalam gambar berikut: Pengembangan Metropolitan dan Pusat
Gambar 3. Framework Strategi Pertumbuhan di Jawa Barat.
Pengembangan PPW Pangandaran
Lima kebijakan tersebut pada intinya
bertujuan untuk menimalisasi ketimpangan
regional, yakni antara kawasan yang
bercirikan perkotaan (JBBB, JBBT, dan
JBBU) dengan kawasan perdesaan
(JBBS). Beberapa kebijakan tersebut
sudah diimplementasikan lebih dari 10
tahaun. Namun masih menyisakan
berbagai masalah, di antaranya
ketimpangan antar-kawasan perkotaan
dengan perdesaan, ketimpangan
KESIMPULAN infrastruktur wilayah, kualitas sumber daya
Pemerintah Provinsi Jawa Barat manusia, ekonomi, pendidikan, kesehatan
sudah menetapkan beberapa kebijakan serta pemanfaatan potensi agribinis,
dalam pengembangan kawasan JBBS agroindustri, industri kelautan, pariwisata
antara lain, (1) Peraturan Pemerintah dan sejenisnya. Tiga PPW pun di JBBS,
Nomor 13 Tahun 2017, tentang Perubahan yakni PPW Palabuanratu, PPW
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Rancabuaya, dan PPW Pangandaan
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang mengalami ketimpangan yang relatif
Wilayah Nasinonal; (2) Peraturan Presiden serius. Untuk itu, kami menawarkan tiga
Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2021 framework untuk pengembangan masing-

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 84


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

masing PPW tersebut. Sebagai temuan Content analysis in studies using the
clinical-qualitative method: application
(novelty) ketiga framework tersebut
and perspectives. Revista Latino-
diharapkan menjadi bahan evaluasi Americana de Enfermagem, 17, 259–
264.
kebijakan pemerintah pusat, provinsi, dan
Cho, J. Y., & Lee, E.-H. (2014). Reducing
masing-masing kabupaten dalam
confusion about grounded theory and
mengimplementasikan kebijakan yang qualitative content analysis: Similarities
and differences. Qualitative Report,
sudah ditetapkan. Jika dianggap perlu,
19(32).
beberapa kebijakan tersebut perlu
Downe‐ Wamboldt, B. (1992). Content
dilakukan reformulasi kebijakan. Faktor analysis: method, applications, and
dampak (impact) kajian ini diharapkan issues. Health Care for Women
International, 13(3), 313–321.
dapat meminimalisasi ketimpangan
Dunn, W. N. (2018). Public Policy Analysis An
regional dan ketimpangan lokal di Integrated Approach (6th ed.).
kawasan JBBS. Routledge Taylor and Francis Group.
Fatimah, A. (2020). Economic Disparity
Analysis of Coastal Areas of Java Island.
Bina Ekon, 24(1), 61–70.
DAFTAR PUSTAKA
Gabriel, Y. (2007). Qualitative research in
Abowitz, D. A., & Toole, T. M. (2010). Mixed organizations and management: An
method research: Fundamental issues article information. An International
of design, validity, and reliability in Journal, 10(4), 332–336.
construction research. Journal of Haig, B. D. (1995). Grounded theory as
Construction Engineering and scientific method. Philosophy of
Management, 136(1), 108. Education, 28(1), 1–11.
Allan, G. (2003). A critique of using grounded Hayes, B., Bonner, A., & Douglas, C. (2013).
theory as a research method. Electronic An introduction to mixed methods
Journal of Business Research Methods, research for nephrology nurses. Renal
2(1), pp1-10. Society of Australasia Journal, 9(1), 8–
Almeida, C., & Báscolo, E. (2006). Use of 14.
research results in policy decision- Henwood, K. L., & Pidgeon, N. F. (1992).
making, formulation, and Qualitative research and psychological
implementation: a review of the theorizing. British Journal of Psychology,
literature. Cadernos de Saúde Pública, 83(1), 97–111.
22(suppl), S7–S19.
Honig, M. I. (2006). Street-level bureaucracy
Bengtsson, M. (n.d.). How to plan and revisited: Frontline district central-office
perform a qualitative study using administrators as boundary spanners in
content analysis. NursingPlus Open 2, education policy implementation.
8–14 (2016). Educational Evaluation and Policy
Bintari, A. (2016). Government Policy Analysis, 28(4), 357–383.
Formulation Regarding the Khan, A. R., & Rahman, M. M. (2017). The
Establishment of Regional-Owned role of evaluation at the stages of policy
Enterprises (BUMD) Limited Liability formulation, implementation, and impact
Company (PT) Mass Rapid Transit assessment. Agathos, 8(1), 173.
(MRT) in DKI Jakarta Province. J. Ilmu
Pemerintah, 2(2), 220–238. Liu, B., Tian, Y., Guo, M., Tran, D., Alwah, A.
A. Q., & Xu, D. (2022). Evaluating the
Campos, C. J. G., & Turato, E. R. (2009). disparity between supply and demand of

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 85


Volume 3, Nomor 1, Tahun 2022.

park green space using a multi- http://jurnal.unpad.ac.id/jmpp/article/vie


dimensional spatial equity evaluation w/31362/pdf_1
framework. Cities, 121, 103484.
Sulistyowati, L., Noor, T. I., Karmana, M. H.,
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.
& Nugraha, A. (2019). Economics
cities.2021.103484
efficiency of share cropping system,
Masli, L. (2006). Analysis of Factors Affecting evidence from West-Java Indonesia.
Economic Growth and Regional International Journal of Innovation,
Inequality Between Regencies/Cities in Creativity and Change, 10(2), 56–74.
West Java Province (Analisis Faktor-
Vaas, J., Driessen, P. P. J., Giezen, M., van
faktor yang Mempengaruhi
Laerhoven, F., & Wassen, M. J. (2017).
Pertumbuhan Ekonomi dan
Who’s in charge here anyway?
Ketimpangan Regional Antar
Polycentric governance configurations
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat-
and the development of policy on
Ind.). Econ. Dev, 1(32), 1–14.
invasive alien species in the
MH, I., & Muadi, S. (2016). KONSEP DAN semisovereign Caribbean. Ecology and
KAJIAN TEORI PERUMUSAN Society, 22(4).
KEBIJAKAN PUBLIK. Jurnal Review
Verbeke, A., Kano, L., & Yuan, W. (2016).
Politik, 6(2), 195–224.
Inside the regional multinationals: A new
Noe, R. R., Keeler, B. L., Kilgore, M. A., Taff, value chain perspective on subsidiary
S. J., & Polasky, S. (2017). capabilities. International Business
Mainstreaming ecosystem services in Review, 25(3), 785–793.
state-level conservation planning. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.i
Ecology and Society, 22(4). busrev.2016.01.019
Rizal, A. (2021). Implementation of Tourism Wali, A., Alvira, D., Tallman, P., Ravikumar,
Development Policies in Garut District, A., & Macedo, M. (2017). A new
West Java Province, Indonesia. The approach to conservation: using
Institute of Biopaleogeography Named community empowerment for
under Charles R. Darwin, 5, 1–40. sustainable well-being. Ecology and
Society, 22(4).
Rizal, A., & Nurruhwati, I. (2019). New
Methodological Approaches for Change White, B. (1997). Agroindustry and contract
in Traditional Sectors: The Case of the farmers in upland West Java. The
West Java Fisheries Socio Economic Journal of Peasant Studies, 24(3), 100–
System. World News of Natural 136.
Sciences, 22, 41–51.
Sandelowski, M. (2000). Background
document for medium and heavy truck
noise emission regulations. Research in
Nursing & Health, 23, 245–255.
Silalahi, U., & Atif, N. F. (2015). Metode
penelitian sosial kuantitatif. Refika
Aditama.
Smith, T. B. (1973). The policy
implementation process. Policy
Sciences, 4(2), 197–209.
Suherman Diki, Sugandi yogi, B. M. (2021).
The Expansion of the New Autonomous
Region of South Garut Regency as an
Alternative to Realize the Effectiveness
of Public Services. Jurnal Manajemen
Pelayanan Publik, 04, 128–237.

Jurnal Ilmiah “Neo Politea” FISIP Universitas Al-Ghifari 86

Anda mungkin juga menyukai