FARMAKOLOGI II
OBAT YANG BEKERJA PADA DARAH
DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGAMPU :
PROGRAM STUDI S1
FARMASI UNIVERSITAS
DHARMA ANDALAS
PADANG
2022
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Farmakologi II dengan judul :
“OBAT YANG BEKERJA PADA DARAH”
Banyak terima kasih kami ucapkan kepada Dosen Pengampu, Ibu Apt. Helmice
Afriyeni,M,Farm. yang telah membantu kami dalam pengarahan materi untuk
menyusun makalah ini. Terima kasih kepada anggota kelompok dan semua pihak yang
tidak dapat penulis rinci satu per satu yang telah menbantu dalam proses penyusunan
makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kam miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
................................................................................................................
DAFTAR
ISI...............................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
BAB III.
PENUTUP
Antikoagulan memiliki efek anti-pembekuan darah dan digunakan untuk mencegah atau
menyembuhkan tromboemboli vena (VTE) (berulang). Obat-obatan yang mencegah
penggumpalan darah telah digunakan selama lebih dari satu abad, dan saat ini dokter memiliki
beragam obat pengencer darah untuk memenuhi kebutuhan setiap pasien.
Antikoagulan pertama yang mencegah VTE, heparin tak terfraksi dan warfarin, diidentifikasi
secara kebetulan pada awal abad ke-20. Pada tahun-tahun berikutnya, obat-obatan ini
dioptimalkan untuk mencegah atau mengobati VTE dengan lebih efektif. Baru-baru ini,
antikoagulan generasi baru telah diperkenalkan, dirancang untuk menargetkan faktor koagulasi
IIa (trombin) dan faktor koagulasi Xa (FXa), dua enzim penting untuk pembekuan darah.
Tergantung pada indikasi medisnya, dokter kini dapat meresepkan berbagai jenis antikoagulan
yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien. Namun, meskipun antikoagulan efektif dalam
mencegah VTE, antikoagulan mempunyai keterbatasan dalam hal efektivitas dan risiko
perdarahan yang terkait.
Gangguan perdarahan dan koagulasi sering terjadi pada pasien sakit kritis karena berbagai
penyebab. Ini termasuk kehilangan darah, hemodilusi, disfungsi trombosit didapat, konsumsi
faktor koagulasi dalam sirkuit ekstraseluler, aktivasi jalur fibrinolitik, fibrinolitik dan inflamasi,
hipotermia, dll. Defek koagulasi pada pasien kritis dapat bersifat kongenital atau didapat.
Koagulopati didapat umumnya terjadi pada pasien sakit kritis yang menerima antikoagulan oral
(misalnya warfarin, dabigatran, rivaroxaban, apixaban, edoxaban) dan obat antiplatelet
(misalnya,
Penghambat reseptor P2Y12-clopidogrel, prasugrel, orticagrelor). Syok hemoragik tetap menjadi
penyebab utama kematian pada pasien, terutama mereka yang mengalami trauma, meskipun
terdapat kemajuan pesat dalam pengobatan perawatan akut. Pertama
Penatalaksanaan perdarahan dan koagulopati harus mencakup identifikasi pasien yang berisiko,
memahami dampak berbagai intervensi invasif pada hemostasis, melakukan pengujian darah dan
alogenik, dan mengelola laboratorium di lokasi serta memahami keterbatasan teknik
pemantauan, pengobatan dengan konsentrat, dan penggunaan. berbagai agen hemostatik. 1 Saat
menangani gangguan koagulasi, penting untuk diingat bahwa kondisi hiperkoagulabilitas dan
hipokoagulasi sering terjadi bersamaan dan hemostasis adalah keseimbangan antara kedua
kondisi tersebut.
Untuk memahami mekanisme berbagai agen hemostatik, penting untuk meninjau fisiologi dasar
hemostasis. Hemostasis adalah interaksi yang kompleks dan rumit antara protein plasma,
trombosit, aliran darah, dan endotelium. Lima faktor penting dalam menjaga dan mengatur
hemostasis. Termasuk:
(1) sel endotel; (2) trombosit membentuk sumbat; (3) faktor koagulasi membentuk bekuan fibrin
yang tidak larut; (4) penghambat koagulasi; dan (5) fibrinolisis. Keseluruhan proses dapat
diklasifikasikan menjadi:
1.3. Tujuan
2.1. koagulan
Obat kelornpok ini pada penggunaan lokal menimbulkan hernostasis dengan dua
cara, yaitu dengan mempercepat perubahan protrombin menjadi trombin dan secara langsung
menggumpalkan fibrinogen.
a. vitamin K
Vitamin K merupakan suatu kofaktor enzim mikrosom hati yang penting untuk
mengaktivasi prekursor faktor pembekuan darah, dengan mengubah residu asam
glutamat dekat amino terminal tiap prekursor menjadi residu y-
karboksilglutamil. Pembentukan asam amino baru yaitu asam
ykarboksiglutamat, memungkinkan protein tersebut mengikat ion kalsium
(Ca2+) dan selanjutnya dapat terikat pada permukaan fosfolipid.Perubahan
tersebut diperlukan untuk rangkaian tahapan selanjut- nya untuk pembekuan
darah. Vitamin K hidrokuinon nampaknya merupakan bentuk aktif vitamin K.
Selain daripada faktor pembekuan darah yang vitamin K dependent
karboksiglutamat juga didapatkan pada berbagai protein antara lain pada
osteocalcin tulang yang diekskresi oleh osteoblast. Sintesis osteocalcin diatur
oleh kalsitriol dan kadarnya tergantung pada turnover rate tulang.
FARMAKOKINETIK
Absorpsi vitamin K melalui usus sangat tergantung dari kelarutannya. Absorpsi
filokuinon dan menakuinon hanya berlangsung baik bila terdapat garamgaram
empedu, sedangkan menadion dan derivatnya yang larut air dapat diabsorpsi
walaupun tidak ada empedu. Berbeda dengan filokuinon dan menakuinon yang
harus melalui saluran limfe lebih dahulu, menadion dan derivatnya yang larut
air dapat langsung masuk ke sirkulasi darah. Vitamin K alam dan sintetik
diabsorpsi dengan mudah setelah penyuntikan IM. Bila terdapat gangguan
absorpsi vitamin K akan terjadi hipoprotrombinemia setelah beberapa mingebab
diann vitan in K di dalara ubuh handikit Metabolisme vitamin K di dalam tubuh
tidak banyak diketahui. Pada empedu dan urin hampir tidak ditemukan bentuk
bebas, sebagian besar di konjugasi dengan asam glukuronat.Pemakaian
antibiotik sangat mengurangi jumlah vitamin K dalam tinja, yang terutama
merupakan hasil sintesis bakteri usus.
Posologi.
Dosis yang dianjurkan 0,5 - 1 g, diberikan 2-3 kali sehari secara lV lambat
sekurang-kurangnya dalam waktu 5 menit. Cara pemberian lain per oral 'l -1 ,5
g,2-3 kali per hari. Pada pasien gagalginjal dosis dikurangi.
2.2. antikoagulan
Antikoagulan digunakan untuk mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan atau menghambat fungsi beberapa faktor pembekuan darah. Atas
dasar ini antiko- agulan diperlukan untuk mencegah terbentuk dan meluasnya trombus dan
emboli, maupun untuk mencegah bekunya darah in vitro pada pemerik- saan laboratorium atau
transfusi. Antikoagulan oral dan heparin menghambat pembentukan fibrin dan digunakan
secara profilaktik untuk mengurangi insidens tromboemboli terutama pada vena. Kedua macam
antikoagulan ini juga bermanfaat untuk pengobatan trombosis arteri karena mempenga ruhi
pembentukan fibrin yang diperlukan untuk mempertahankan gumpalan trombosit. Pada trom-
bus yang sudah terbentuk, antikoagulan hanya mencegah membesamya trombus dan
mengurangi kemungkinan terjadinya emboll, tetapi tidak memperkecil trombus.
a. heparin
Heparin endogen merupakan suatu mukopoli- sakarida yang mengandung sulfat. Zat ini
disintesis di dalam sel mast dan terutama banyak terdapat di paru. Heparin nampaknya
dibutuhkan untuk penyim panan histamin dan protease tertentu di dalam granul sel mast.
Bila dilepaskan dari sel mast heparin dengan cepat dihancurkan oleh makrofag. Dalam
keadaan normal heparin tidak dapat di- deteksi dalam darah, tetapi pada pasien masto-
sitosis sistemik yang mengalami degranulasi masif sel mast dapat terjadi perpanjangan
aPTT (activated partial thromboplastin time) nampaknya sebagai akibat penglepasan
heparin ke dalam sirkulasi.
INDIKASI
Heparin diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan trombosis vena dan emboli
paru. Heparin digunakan untuk pengobatan trombosis vena dan emboli paru karena mula
kerjanya cepat. Pada saat permulaan pengobatan biasanya juga diberikan suatu
antikoagulan oral, dan heparin dilanjutkan sekurang-kurangnya 4-5 hari untuk
memungkinkan antikoagulan oral mencapai efek tera- . peutik. Penggunaan heparin
jangka panjang juga dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami tromboemboli
berulang meskipun telah mendapat antikoagulan oral. Heparin digunakan untuk
pengelolaan awal pasien angina tidak stabil atau infark miokard akut, selama dan sesudah
angioplasti koroner atau pemasangan stent, dan selama operasi yang membutuhkan
bypass kardiopulmonar. Heparin juga digunakan untuk pasien disseminated intravascu/ar
coagulation (DIC) tertentu.
FARMAKODINAMIK
Efek antikoagulan heparin • tlmbul karena ikatannya dengan AT-III. AT-III berfungsl
menghambat protease faktor pembekuan termasuk faktor IIa (trombln), Xa dan IXa,
dengan cara membentuk kompleks yang stabil dengan protease faktor pembekuan Heparin
yang terikat dengan AT-III mempercepat pembentukan kompleks tersebut sampal 1000
kali. Bila kompleks AT-III- protease sudah . terbentuk heparin dilepaskan untuk
selanjutnya membentuk ikatan bani dengan antitrombin.
Hanya ada sekitar 1/3 dari kemungkinan molekul heparin kuat dikaitkan dengan AT-Ill.
Berat molekul heparin tinggi (5.000 - 3<>000) memiliki afinitas yang kuat terhadap
antitrombin dan secara signifikan menghambat pembekuan darah. Heparin memiliki efek
molekuler yang lemah Antikoagulasinya terutama dilakukan dengan penghambatan faktor
Xa oleh antitrombin, karena secara umum Molekulnya tidak cukup panjang untuk
mengkatalisis penghambatan trombin.
FARMAKOKINETIK.
Heparin tidak diserap secara oral sehingga harus diberikan SK atau IV. Ketersediaan
hayati SK bervariasi, mulai bekerja dalam 1-2 jam tetapi durasi kerjanya lebih lama.
Heparin dengan berat molekul rendah diserap lebih sering. Suntikan IM dapat
menyebabkan hematoma besar di tempat suntikan dan penyerapan yang tidak konsisten
dan tidak dapat diprediksi. Efek antikoagulan terjadi segera setelah injeksi bolus IV dosis
terapeutik dan terjadi sekitar 20 hingga 30 menit setelah injeksi SK. Heparin
dimetabolisme dengan cepat, terutama di hati. Waktu paruh tergantung pada dosis yang
digunakan; dosis injeksi 1\100, 400 atau 800 unit/kgBB memiliki waktu paruh masing-
masing sekitar 1,2 hingga 5 jam. Waktu paruh dapat dipersingkat pada pasien dengan
emboli paru dan memanjang pada pasien dengan sirosis atau penyakit ginjal berat.
Heparin dengan berat molekul rendah memiliki waktu paruh lebih lama dibandingkan
heparin standar. Metabolit tidak aktif diekskresikan dalam urin. Heparin hanya diekskresi
utuh melalui urin bila digunakan dosis IV yang besar. Pasien dengan emboli paru
memerlukan dosis heparin yang lebih tinggi karena eliminasi yang lebih cepat. Terdapat
perbedaan dalam efek antikoagulan dan tingkat pembersihan obat. Heparin tidak melewati
plasenta dan tidak terdapat dalam ASI.
EFEK SAMPING.
Karena heparin berasal dari jaringan hewan, maka penggunaannya harus hati-hati pada
pasien alergi. Reaksi hipersensitivitas termasuk menggigil, demam, gatal-gatal atau syok
anafilaksis. Dengan penggunaan jangka panjang, nyeri otot, nyeri tulang, dan osteoporosis
dapat terjadi. Osteoporosis dan patah tulang spontan dapat terjadi jika dosis yang
digunakan lebih dari 20.000 unit/hari selama 4 bulan atau kurang. Terkadang rambut
rontok sementara dan sensasi terbakar di kaki bisa terjadi. Trombositopenia sementara
ringan dapat terjadi pada 25% pasien; dan pada beberapa pasien, trombositopenia parah
dapat terjadi. Terkadang kemerahan kulit yang cukup parah bisa terjadi di tempat suntikan
SK. Menggunakan Heparin selama kehamilan tampaknya tidak lebih aman dibandingkan
antikoagulan oral. Insiden perdarahan ibu, lahir mati, dan kelahiran prematur diyakini
meningkat seiring dengan penggunaan heparin.
b. Antikoagulan oral
Dalam golongan ini dikenal derivat 4-hidroksi-kumarin dan derivat indan-1,3-dion. Perbedaan
utama antara kedua derivat tersebut terletak pada dosis, mula kerja, masa kerja, dan efek
sampingnya, sedangkan mekanisme kerjanya sama. Antikoagulan oral merupakan antagonis
vitamin K. Vitamin K ialah kolaktor yang berperan dalam aktivasi faktor pembekuan darah ll,
Vll, lX, X yaitu dalam mengubah residu asam glutamat menjadi residu asam gama-karbok-
siglutamat. Untuk berfungsi vitamin K mengalami siklus oksidasi dan reduksi dihati.
Antikoagulan oral mencegah reduksi vitamin K teroksidasi sehingga aktivasi faktor- laktor
pembekuan darah terganggu/tidak terjadi.
INDIKASI
Seperti halnya heparin, antikoagulan oral berguna untuk pencegahan dan pengobatan
tromboemboli. Untuk pencegahan, umumnya obat ini digunakan dalam jangka panjang.
Terhadap trombosis vena, efek antikoagulan oral sama dengan heparin, tetapi terhadap
tromboemboli sistem arteri antikoagulan oral kurang efektif. Antikoagulan oral diindikasikan
untuk penyakit dengan kecenderungan timbulnya tromboemboli, antara lain infark miokard,
penyakit jantung reumatik, serangan iskemia selintas (transient ischemic attacts, TIA), trombosis
vena, emboli paru dan DlC.
FARMAKODINAMIK
Karena efek antikoagulan oral berdasarkan penghambatan produksi faktor pembekuan, jelas-
lah bahwa efeknya baru nyata setelah sedikitnya 12-24 jam, yaitu setelah kadar faktor-faktor
tersebut menurun sampai suatu nilai tertentu. Demikian juga perdarahan akibat takar lajak
antikoagulan oral, tidak dapat diatasi dengan segera oleh vitamin K. Untuk ini diperlukan
transfusi darah segar atau plasma.
FARMAKOKINETIK
Dalam darah dikumarol dan warfarin hampir seluruhnya terikat pada albumin plasma; ikatan ini
tidak kuat dan mudah digeser oleh obat tertentu misalnya fenilbutazon dan asarir mefenamat.
Hanya sebagian kecil dikumarol dan warfarin yang terdapat dalam bentuk bebas dalam darah,
sehingga degradasi dan ekskresi menjadi lambat. Masa paruh warfarin 48 jam, sedangkan nasa
paruh dikumarol 10-30 jam, Masa paruh dikumarol sangat bergantung dosis dan berdasarkan
faktor genetik berbeda pada masing-masing individu. Dikumarol dan warfarin ditimbun terutama
dalam paru-paru, hati, limpa dan ginjal. Efek hipoprotrombinemiknya berkorelasi dengan
lamanya obat tinggal di hati.
EFEK SAMPING
Efek toksik yang paling sering akibat pemakaian antikoagulan oral ialah perdarahan dengan
lrekuensi kejadian 2- 4%. Namun, perdarahan juga dapat terjadi pada dosis terapi karena itu
pemberian antikoagulan oral harus disertai pemeriksaan waktu protrombin dan pengawasan
terhadap terjadinya perdarahan. Dikumarol atau warfarin dapat menyebabkan anoreksia, mual,
muntah, lesi kulit berupa purpura dan urtikaria, alopesia, nekrosis kelenlar mama dan kulit;
kadang-kadang jari kaki menjadi ungu. Pada penggunaan lenprokumon dapat timbul diare dan
dermatitis, sedangkan asenokumarol dapat menye-
babkan tukak pada mulut dan gangguan salurancerna. Fenindion dapat menyebabkan leukopenia,
agranulositosis, demam, ruam kulit, ikterus, hepatitis, diare, paralisis akomodasi, tukak pada
mulut, neuropati dan urin berwarna merah jingga, sedangkan difenadion menyebabkan mual, dan
anisindion menyebabkan urin berwarna jingga.
2.3. obat hemostatik
Hemostatik ialah zat atau obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan. Obat-obat ini
diperlukan unluk mengatasi perdarahan yang meliputi daerah yang luas. Perdarahan dapat
disebabkan oleh delisiensi
satu faktor pembekuan darah yang bersifat heriditer misalnya delisiensi faktor antihemolilik
(faktor Vlll),
dan dapat pula akibat defisiensi banyak faktor yang mungkin sulit untuk didiagnosis dan diobati.
Defisiensi satu laktor pembekuan darah dapat diatasi dengan memberikan laktor yang kurang
yang berupa konsentrat darah manusia, misalnya faktor antihemofilik (faktor Vlll),
Cryoprecipitated antihemophilic factor, kompleks laktor lX (komponen tromboplastin plasma).
Perdarahan dapat pula dihentikan dengan memberikan obat yang dapat meningkatkan
pembentukan faktor-faktor pembekuan darah misalnya vitamin K, atau yang menghambat
mekanisme fibrinolitik seperti asam aminokaproat. Selain hemostatik sistemik di atas terdapat
pula hemostatik yang digunakan lokal (hemostatik lokal).
a. Hemostatik lokal
b. Asam aminokaproat
INDIKASI
Asam aminokaproat digunakan untuk mengatasi hematuria yang berasal dari kandung
kemih, prostat atau uretra. Pada penderita yang mengalami prostatektomi transuretral atau
suprapubik, asam aminokaproat mengurangi hematuria pasca bedah secara bermakna.
Akan tetapi penggunaannya harus dibatasi pada penderita dengan perdarahan berat dan
yang penyebab perdarahannya tidak dapat diperbaiki. Asam aminokaproat juga dapat
digunakan sebagai antidotum untuk melawan efek trombolitik streptokinase dan
urokinase yang merupakan aktivator plasminogen. Asam aminokaproat dilaporkan
bermanfaat untuk pasien hemofilia sebelum dan sesudah ekstraksi gigi dan perdarahan
lain karena trauma di dalam mulut.
FARMAKOKINETIK
Asam aminokaproat diabsorpsi secara baik per oral dan juga dapat diberikan lV. Obat ini
diekskresi dengan cepat melalui urin, sebagian besar dalam bentuk asal. Kadar puncak
setelah pemberian per oral dicapai kurang lebih 2 jam setelah dosis tunggal.
EFEK SAMPING
Kedua zat ini bermanfaat untuk mencegah atau mengatasi perdarahan pada penderita
hemofilia A (defisiensi laktor Vlll yang silatnya heriditer) dan pada penderita yang
darahnya mengandung inhibitor lakto r V lll. C ryopreci pitated antihemophiIic factor
didapat dari plasma donor tunggal dan kaya akan faktor Vlll, fibrinogen dan protein
plasma lain. Akan tetapi jumlah laktor Vlll yang dikandung bervariasi dan hal ini berbeda
dengan preparat konsentrat faktor antihemofilik yang mengandung faktor Vlll dalam
jumlah baku. Selain untuk penderita hemofilia A cryoprecipitated antihemophilic factor
juga dapat digunakan untuk pasien dengan penyakit von Willebrand, penyakit heriditer
yang selain terdapat defisiensi faktor Vlll juga terdapat gangguan suatu laktor plasma
yaitu kofaktor rislosetin yang penting untuk adhesi trombosit dan stabilitas.
EFEK SAMPING
3.1 Kesimpulan
1. Diharapkan pembaca dan penulis dapat memahami materi obat yang bekerja
pada darah.
Das SK, Reddy MM, Ray S. Hemostatic Agents in Critically Ill Patients. Indian J
Crit Care Med. 2019;23(Suppl 3):S226-S229. doi:10.5005/jp-journals-10071-
23258
Gunawan, Sulistia Gan dkk. 2012. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : FKUI Press.