Anda di halaman 1dari 57

Penanganan Gangguan

Psikososial pada
Peserta Didik
RR. Rahajeng Ikawahyu Indrawati, M.Si., Psikolog
dr. Shelly Iskandar, Sp.KJ., SpAkp., M.Si., Ph.D
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang

a.Ketika anak memasuki lingkungan


Siswa SMP dan SMA mengalami kesulitan
baru (sekolah) anak dituntut untuk
untuk mengelola emosi atau masalah
mampu beradaptasi. Jika anak tidak
lainnya karena memang mereka masih
mandiri dari rumah, hal ini akan
berproses untuk bisa mengelola diri.
menantang

Diperlukan kerja sama dari Ketika gangguan


berbagai pihak di sekolah psikososial terjadi, Ketika proses ini tidak
untuk membantu siswa berbagai konteks didukung oleh
lepas dari risiko gangguan kehidupan terkena lingkungan yang
psikososial. Sekolah yang pengaruhnya, kondusif, maka rentan
aman dan tenang termasuk prestasi untuk mengalami
membantu siswa dan guru dan sosialisasi di gangguan psikososial.
berfungsi dengan optimal. sekolah.
Tujuan
● Memperluas wawasan guru, terutama guru BK dan PJOK, dalam upaya
deteksi dini gangguan psikososial pada peserta didik dan memberikan
penanganan yang tepat.
● Meningkatkan pemahaman guru, terutama guru BK dan PJOK mengenai
tahap perkembangan emosi dan sosial peserta didik dan risiko gangguan
psikososial yang mungkin terjadi.
● Mewujudkan sinergi berbagai/seluruh pihak di sekolah dalam
membangun ekosistem sekolah yang aman, tenang, dan nyaman sehingga
gangguan psikososial pada peserta didik dapat diminimalisasi
Sasaran
● Buku ini disusun untuk guru dan seluruh pihak yang
berkegiatan di sekolah pada jenjang SMP dan SMA, khususnya
untuk guru BK dan PJOK dalam memahami tahap
perkembangan dan risiko masalah gangguan psikososial yang
mungkin terjadi.

● Mengapa SMP-SMA?
Peserta didik pada usia SMP dan SMA (kira-kira 12 – 18 tahun)
ditemukan rentan terhadap gangguan psikososial, seperti cemas,
depresi, hingga bunuh diri.
BAB 2
Mengenal Perkembangan
Psikososial Usia Remaja
(SMP-SMA)
TAHAP PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL REMAJA
PERKEMBANGAN PENALARAN MORAL
Tingkatan Tahap Keterangan

Pra-Konvensional Kepatuhan dan Hukuman Menaati peraturan karena takut dihukum.


(sampai usia 9 tahun)
Sudut pandang individual Melihat sudut pandang lain: ‘’benar’’ tidak hanya .

Konvensional Membangun hubungan baik Mematuhi peraturan karena ingin dilihat baik
(remaja dan dewasa)
Pemeliharaan aturan sosial Mulai sadar bahwa aturan yang bersifat lebih luas.

Pasca-Konvensional 1. Kesepakatan sosial dan Seseorang menyadari bahwa peraturan/hukum


hak-hak individu dibuat demi kebaikan orang banyak.

1. Prinsip universal Seseorang sudah mengembangkan nilai-nilai moral


yang bersifat universal.
Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

Internal Eksternal

Fisik, kognitif, emosi, Pengasuhan, disiplin,


sosialisasi, resiliensi pertemanan, nilai-nilai,
peraturan, konten media,
sistem pendidikan, pengalaman
hidup lainnya.
PERAN GURU DALAM MENDUKUNG PERKEMBANGAN

01 02
Suasana belajar Student active
yang tenang, aman,
nyaman

03 04 05
Menjadi contoh Membantu siswa Memberi
mengenal diri dan dukungan
merancang masa depan
BAB 3
Mengenal Gangguan Psikososial
Terdapat beberapa gangguan psikososial yang tercantum dalam UU No. 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yaitu:
• Gangguan kecemasan
• Depresi
• Bipolar
• Gangguan Kepribadian
• Skizofrenia

Selain itu, terdapat beberapa gangguan lain yang juga patut menjadi
perhatian pada masa remaja, yaitu masalah penyalahgunaan zat,
gangguan makan (anoreksia, bulimia), dan gangguan stres pasca trauma.
Dalam hal ‘’diagnosis klinis’’ masalah atau gangguan kejiwaan yang
dialami seseorang, sesuai dengan pasal 19 UU No. 18 Tahun 2014
tentang Kesehatan Jiwa, penegakan diagnosis terhadap seseorang
dengan masalah kejiwaan, meliputi pemeriksaan kondisi kejiwaan dan
tindak lanjut penatalaksanaan dilakukan berdasarkan kriteria diagnostik
oleh dokter umum, psikolog, atau dokter spesialis kedokteran jiwa.

Peran guru BK dalam hal ini dapat disesuaikan dengan Permendikbud


Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Faktor Risiko Gangguan Psikososial
1. Kerentanan kondisi fisik
2. Kehilangan salah satu atau kedua figur orang tuanya atau kehilangan anggota keluarga.
3. Kehidupan sosial-ekonomi rendah sehingga berdampak pada gizi atau pendidikan.
4. Tidak dipenuhi kebutuhan (fisik maupun kasih sayang).
5. Tidak mendapatkan dukungan pendidikan yang cukup
6. Berasal dari keluarga yang bercerai tanpa penanganan yang baik.
7. Mengalami kekerasan dalam bentuk apapun di rumah dan/atau di sekolah.
8. Menjadi penyintas atau pernah mengalami bencana tetapi tidak ditangani dengan baik.
9. Mendapatkan penilaian atau perlakuan negatif dari lingkungan.
10. Berbeda secara orientasi seksual, seperti homoseksual, biseksual, transgender.
11. Kecanduan game, gadget, internet, minum-minuman keras, narkotika, dll.
12. Memiliki orang tua atau kerabat dekat lainnya dengan riwayat gangguan psikososial
Tanda-tanda Kerentanan
1. Perkembangan emosi dan sosialnya terganggu. Tidak jarang, hal ini pun berpengaruh pada
perkembangan fisik dan kemampuan berpikirnya.
2. Memiliki hambatan dalam menjalankan perannya sehari-hari sebagai remaja: sekolah,
bersih diri, membantu orang tua.
3. Sulit bergaul dengan teman sebaya maupun dengan orang lainnya.
4. Mendapat penilaian buruk dari lingkungan.
5. Melakukan tindakan yang membahayakan dirinya atau orang lain, seperti mengejek,
memukul, berbicara yang menyakitkan, merusak, membakar, mencuri, dan lain-lain.
6. Memunculkan ledakan emosi yang ditunjukkan dengan menangis dengan suara keras,
menjerit, membangkang atau melakukan kekerasan ketika kemauannya tidak dituruti.
7. Melanggar peraturan di rumah maupun di sekolah.
8. Sedih yang berkepanjangan (menangis setiap hari) karena berbagai alasan.
9. Perubahan pola tidur dan pola makan
shelly@unpad.ac.id
 telah mendapatkan asesmen (pemeriksaan) klinis oleh
psikolog/ psikiater dan dinyatakan mengalami
gangguan psikososial tertentu
 diagnosis klinis berdasarkan Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ)/
International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems (ICD)/ International
Statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems (DSM)

18
Pasien dengan bipolar mengalami pengurangan jumlah bagian otak abu-abu di otak bagian depan yang berfungsi dalam
pengontrolan diri (warna oranye), sementara bagian penginderaan normal (warna abu-abu)
Sumber : D.P. Hibar, O. A. Andreassen, et al. Cortical abnormalities in bipolar disorder: an MRI analysis of 6503 individuals
from the ENIGMA Bipolar Disorder Working Group. Mol Psychiatry. 2018 Apr;23(4):932-942. 19
cemas

Gagal memenuhi Tidak masuk


tugas

lebih Ketinggalan
cemas pelajaran

20
cemas

Menarik diri Sulit bergaul

lebih cemas Dipandang aneh

21
22
 Semua peserta didik yang membutuhkan kegiatan pencegahan
 Setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing
 Setiap orang memiliki perbedaan satu sama lain
 kondisi fisik berpengaruh terhadap kondisi psikososial demikian sebaliknya

 Peserta didik yang membutuhkan kegiatan pendampingan


 perubahan negatif dalam berpikir, berbicara, dan bersikap
 menetap dalam waktu 2 minggu atau lebih

 Peserta didik yang membutuhkan rujukan ahli


 Peserta didik yang setelah didampingi tidak menunjukan adanya perbaikan
 Peserta didik yang menunjukkan adanya perubahan fungsi perawatan diri, fungsi sosial,
fungsi pekerjaan
 Peserta didik yang mengalami keadaan kegawatdaruratan psikiatri :
 Ide bunuh diri, percobaan bunuh diri, atau menyakiti diri sendiri
 Keracunan/ intoksikasi obat
 Agresivitas
 Serangan panik
 Psikotik (halusinasi, bicara kacau, tidak bisa membedakan yang nyata dan tidak nyata)

23
Panduan Deteksi Dini Gangguan Psikososial
No Pernyataan Y/T

1 Terlalu pasif dan tidak mau terlibat dalam kegiatan di sekolah, seperti partisipasi di
kelas, olahraga, atau ekstrakurikuler.

2 Mengantuk atau tertidur saat mengikuti pelajaran di kelas

3 Tidak diajak atau tidak dipilih oleh teman-teman pada saat bekerja kelompok

4 Penampilan seperti tidak terawat (baju kotor, tidak rapi)

5 Selalu mendapatkan nilai yang buruk di kelas (pada setiap mata pelajaran)

6 Tiba-tiba menunjukkan penurunan nilai akademik dan berlangsung sedikitnya 1 bulan


terakhir.
7 Tidak atau hanya sedikit memiliki teman (kurang dari 5 teman di rumah dan di sekolah).
Panduan Deteksi Dini Gangguan Psikososial
No Pernyataan Y/T

8 Berkali-kali diganggu oleh anak-anak lain dan memiliki pengalaman yang sama di
jenjang sekolah sebelumnya..

9 Tidak dapat membela diri ketika mengalami hal yang tidak menyenangkan.

10 Tiba-tiba menunjukkan perubahan sikap dan perilaku, baik di sekolah maupun di rumah.
Contoh: menjadi lebih pendiam, suka keluar rumah di malam hari, dll.
11 Tiba-tiba menolak atau bolos masuk sekolah (satu kali atau berkali-kali).

12 Tidak atau selalu terlambat mengumpulkan tugas-tugas yang diberikan oleh guru tanpa
alasan yang jelas
13 Sering berbohong atau berbuat curang, untuk keuntungan pribadi.

14 Memulai atau memancing keributan/pertengkaran dengan orang lain.


Panduan Deteksi Dini Gangguan Psikososial
No Pernyataan Y/T

15 Berkata atau bertindak kasar terhadap figur otoritas (orangtua, guru, kakak kelas, orang
yang dituakan) atau teman sebaya atau adik atau adik kelas.

16 Mencuri, melakukan pemalakan, membakar, atau mengambil milik orang lain (di
rumah/sekolah/toko) tanpa ijin dan digunakan untuk kepentingan/keuntungan pribadi.
17 Menyakiti binatang yang tergolong binatang peliharaan atau yang tidak berbahaya.

18 Merasa ketakutan tanpa kehadiran penyebab yang jelas

19 Sering sakit kepala, sakit perut atau sakit lainnya.

20 Merasa sulit tidur dan atau sering mengalami mimpi buruk

21 Mengalami perubahan emosi yang sangat cepat (mudah sedih, mudah marah) baik
dalam waktu yang singkat/sering maupun panjang.
Panduan Deteksi Dini Gangguan Psikososial
No Pernyataan Y/T

22 Menyakiti diri sendiri dan menceritakan ide bunuh diri

23 Orangtua berpisah atau pernah berpisah.

24 Tidak suka tinggal di rumah atau memiliki riwayat melarikan diri dari rumah

25 Tinggal dengan orang lain atau hanya dengan salah satu orangtua kandung.

26 Mempunyai pengalaman traumatik/pernah mengalami peristiwa traumatik

1. Apabila ada 3 jawaban “Ya”, maka guru patut mengajak peserta didik
berbicara mengenai masalah yang dihadapinya. Gunakan prinsip DEKAP.
2. Apabila ada jawaban ‘’Ya’’ pada salah satu item nomor 14, 15, 16, 17, dan 22,
maka sejak awal masalah diketahui, sudah perlu melibatkan orang tua.
 Skala penilaian global terhadap fungsi
 Selama 1 bulan terakhir
 Fungsi yang dinilai
 fungsi perawatan diri
 fungsi psikologis
 fungsisosial
 fungsi pekerjaan

28
Kegiatan yang dinilai Mandiri Perlu diingatkan/ Tidak
dibantu dilakukan
Perawatan diri
Kebersihan diri

Makan
Tidur
Berbelanja
Menggunakan transportasi publik
Mengelola keuangan
Interaksi sosial
Menggunakan telepon
Berinteraksi dengan teman
Berinteraksi dengan keluarga
Pekerjaan rutin di sekolah
Datang tepat waktu
Mengerjakan tugas
29
Mengerjakan ujian
 Tidak ada sistem skoring pada ceklis di atas. Ceklis ini
dipergunakan sebagai alat bantu untuk dapat
mempertimbangkan skala penilaian global terhadap fungsi
atau GAF (Global Assesment of Functioning Scale)

 90-81 sebaiknya sudah mendapatkan pendampingan


 80-71 sudah perlu dirujuk ke Psikiater dan/ atau Psikolog

30
Nilai Makna Contoh
100 – 91 Gejala tidak ada, berfungsi maksimal, Bisa melakukan semua tugas dari sekolah
tidak ada masalah yang tak dan memiliki hubungan yang baik
tertanggulangi dengan teman dan keluarga
90 – 81 Gejala minimal, berfungsi baik, cukup Sedikit cemas saat presentasi, kadang
puas, tidak lebih dari masalah harian bedebat dengan teman
biasa
80 – 71 Beberapa gejala ringan & dapat diatasi, Kurang motivasi, terlambat datang ke
disabilitas ringan dalam sosial, sekolah/ terlambat mengumpulkan tugas
pekerjaan, sekolah dll sesekali,
70 – 61 Beberapa gejala ringan & menetap, Terlihat murung, senang menyendiri,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara penurunan prestasi belajar
umum masih baik
60-51 Gejala sedang (moderate), disabilitas Kadangkala mengalami serangan panik,
31
sedang menarik diri dari pergaulan
Nilai Makna Contoh

50-41 Gejala berat (serious), disabilitas berat Memiliki ide bunuh diri atau ide menyakiti diri
sendiri, kemarahan/ agresivitas

40-31 Beberapa disabilitas dalam hubungan Tidak masuk sekolah, tidak mampu untuk
dengan realita & komunikasi, disabilitas mengerjakan tugas, menghindari teman
berat dalam beberapa fungsi

30-21 Disabilitas berat dalam komunikasi dan Perilaku yang tidak layak, bicara tidak
daya nilai, tidak mampu berfungsi hampir nyambung, banyak menghabiskan waktu di
semua bidang tempat tidur

20-11 Bahaya mencederai diri/ orang lain, Tindakan bunuh atau menyakiti diri sendiri,
disabilitas sangat berat dalam komunikasi tidak mampu berkomunikasi
dan mengurus diri

32
BAB 4
Peran Guru dalam Penanganan
Peserta Didik yang Memiliki
Kecenderungan Gangguan
Psikososial
Sumber Informasi adanya
Masalah pada Siswa

• Anak langsung melapor


• Siswa lain melapor
• Pengamatan guru atau tenaga
kependidikan lainnya
• Adanya peristiwa tertentu di sekolah
• Kotak surat atau media sosial
Modal Sekolah dalam Merespon
Masalah Siswa

• Memahami gejala atau ciri gangguan psikososial


• Memiliki kemampuan untuk mendengar aktif dan memilah informasi.
• Memiliki kemampuan untuk bicara secara positif, seperti menyesuaikan
informasi dan pandangan mata setara dengan peserta didik.
• Tidak memberikan label negatif terhadap peserta didik, seperti “siswa nakal”.
• Berupaya untuk mengutamakan kenyamanan peserta didik ketika sedang
bercerita, seperti ruangan yang nyaman, tisu, dan minum.
Kerja sama seluruh pihak sangat dibutuhkan.
Sinergi Guru BK dan PJOK
• Menyediakan lingkungan yang aman, suportif, melindungi terhadap bahaya fisik
maupun emosi, tidak melabel, bertanya secara positif.
• Melakukan pendekatan menyeluruh terhadap peserta didik dengan
mempertimbangkan keluhan hingga latar belakang kehidupan dan budaya
• Kolaborasi berkelanjutan antara guru BK dan PJOK, ketika guru BK memberikan
penguatan secara emosi, guru PJOK dapat memfasilitasi untuk lebih sering
bergerak atau mendukung kesehatan fisik.
• Mendorong peserta didik melakukan self care dalam keseharian.
• Bekerja sama untuk memberikan psikoedukasi tentang pentingnya menjaga
kesehatan fisik dan mental kepada guru-guru dan juga peserta didik.
Langkah-Langkah Ketika menemukan tanda-tanda
masalah psikososial pada peserta didik di sekolah
KUNCI: Kerja sama semua pihak 

01 02 03
Wawancara Anak Tanya pihak lain Orang Tua
Gunakan Prinsip DEKAP Guru, siswa, cek media Terutama jika masalah
sosial, dll membahayakan anak

04 05 06
Konseling & Stabilisasi Psikoedukasi Rujuk ke ahli
Gunakan teknik di Bab 5 Kepada guru atau siswa Ketika masalah tidak
lainnya yang terlibat selesai dalam 1 minggu
dengan anak tentang atau memenuhi kriteria
kondisi anak rujukan
Peserta didik yang terdiagnosis
mengalami gangguan
psikososial dan keluarga

Memberi dukungan, bantuan,


Lapor dan harapan
Mendukung melanjutkan terapi
ke psikiater/ psikolog

Guru BP

Menerangkan Memberi
tentang gangguan informasi
dan penanganan tentang
yang dibutuhkan perkembangan
peserta didik
Memberi
Wali kelas, guru-guru lain, dan dukungan,
guru PJOK bantuan, dan
harapan
Mendukung
Membantu siswa melanjutkan
mengenali kelebihan terapi ke
dan kekuarangan diri Memberi
psikiater/
informasi
Menciptakan lingkungan psikolog
belajar mengajar yang
menyenangkan

Seluruh siswa

38
 Pemberian dukungan untuk melanjutkan terapi dengan Psikiater dan Psikolog
 Meningkatkan motivasi peserta didik untuk terus mengkonsumsi obat-obatannya
 Penerapan pola hidup sehat

39
 Pemberian pemahaman tentang gangguan psikososial kepada seluruh peserta
didik lain agar mereka dapat menjadi sumber dukungan bukan sumber stres
 Membantu peserta didik meningkatkan kemampuan mengatasi masalah (problem
solving)
 Avoid
 Alter
 Adapt
 Accept

 Mencari kelebihan dari peserta didik tersebut agar rasa percaya diri dan
penerimaan diri peserta didik menjadi lebih baik

40
 Pertolongan Pertama Mempertahankan Kesehatan
Mental (P2MKM) dengan tujuan untuk :
 Menolong orang yang mengalami stress, krisis, atau
gangguan mental
 Diberikan hingga terapi yang optimal didapatkan/
hilangnya gangguan
 Bukan sebagai pengganti terapi oleh profesional
(psikiater/ psikolog)

41
DEKAP
Dengarkan dan nilai kegawatan

Empati, berikan Informasi dan


dukungan
Kerjakan (bantu solusi dan mencari
pertolongan Profesional)
Pertahankan kesehatan mental

4.42
CARA MELAKUKAN DEKAP DENGAN
TEKNIK OARS
 O : Open ended questions (pertanyaan terbuka)

 A : Affirmation (afirmasi/ mendukung/ mencari hal positif dari

klien)

 R : Reflective Listening (merespon terhadap yang disampaikan)

 S : Summarizing (menyimpulkan apa yang sudah dibahas)

43
BAB 5
Aktivitas-Aktivitas yang Bisa
Dilakukan Guru BK dan PJOK
bersama Peserta Didik
Berlatih Teknik Pernapasan
Hembuskan Nafas: 1…2…3…4

Tahan Nafas: 1…2…3…4


Mengatur nafas menjadi lebih
Tahan Nafas: 1…2…3…4

lambat dan teratur membuat


lebih banyak oksigen yang
masuk ke otak. Hal ini
menstimulasi sistem saraf
parasimpatis yang membuat
tubuh menjadi lebih tenang

Tarik Nafas: 1…2…3…4


Relaksasi Otot

Gerakan teratur pada otot


membuat tubuh menjadi
lebih relaks. Ketika tubuh
relaks, maka emosi pun
juga ikut menjadi tenang
dan kecemasan menjadi
menurun.
Simulasi Bilateral

Tepukan atau sentuhan


secara teratur pada
tubuh bagian kanan dan
kiri dapat membantu
seseorang untuk
memproses informasi
dengan lebih baik.
Menggambar Tempat yang Aman

Melihat gambar yang aman,


tenang, dan nyaman membuat
otak berfokus pada kondisi
tersebut walaupun tidak benar-
benar dirasakan. Kemudian,
stimulasi bilateral yang
dilakukan membantu otak
untuk memproses informasi
mengenai situasi pada gambar
agar seperti hal yang benar-
benar dirasakan.
Safety Hand

Ketika kita merasa sendiri, maka


beban masalah terasa lebih
berat. Mengingat bahwa kita
memiliki orang-orang yang
dapat menolong, membuat kita
merasa beban tersebut bisa
dibagi dan diatasi bersama-
sama.
Body Scan Body Map

Ketika seseorang menyadari hal


yang terjadi pada diri, termasuk
emosi yang dirasakan,
seseorang bisa lebih terbantu
untuk menerima emosi
tersebut, menemukan
penyebabnya hingga muncul,
dan mencari solusinya agar
emosi itu bisa mereda.
Balon Air

Ketika marah, ada energi di dalam


tubuh yang ingin dikeluarkan.
Cara ini bisa membantu
mengeluarkan energi tersebut
tanpa membahayakan diri
sendiri dan orang lain.
Berkegiatan dengan air juga
dapat membuat seseorang
menjadi lebih tenang.
Mengenali Kejadian Positif

mengingat pengalaman positif


membuat otak berfokus pada
kondisi tersebut. Kemudian,
stimulasi bilateral yang
dilakukan membantu otak
untuk memproses informasi
mengenai situasi pada saat itu
agar rasa tenang dan
senangnya kembali dirasakan.
Aktivitas
Guru PJOK
 Metode Bermain dalam Pembelajaran PJOK
 Olah raga
 Outbond/ mancakrida
 Evaluasi
 kebugaran jasmani
 kesehatan mental

54
Kecepatan (speed)
Kekuatan (strength)
Daya tahan (endurance)

55
Kebugaran emosi
Kebugaran sosial
Mampu menemukan potensi diri

56
Terima
Kasih

CREDITS: This presentation template was created by Slidesgo,


including icons by Flaticon, and infographics & images by Freepik.

Please keep this slide for attribution.

Anda mungkin juga menyukai