(Harus ditekankan disini bahwa kaum anarkis melawan semua bentuk ekonomi
yang didasarkan pada dominasi dan eksploitasi, termasuk feodalisme,
“sosialisme” gaya Sovyet dan lain-lain. Kami memusatkan pada kapitalisme
karena saat ini kapitalisme lah yang sedang mendominasi dunia.)
Bagi sebagian besar kaum sosialis, “Satu-satunya jaminan agar hasil kerjamu
tidak dirampok adalah memiliki alat produksi”. (Peter Kropotkin, The Conquest
of Breath, hal.145) Untuk alasan inilah Proudhon, sebagai contoh, mendukung
serikat buruh, di mana “setiap individu pekerja yang tergabung dalam serikat…
memiliki andil yang sama dalam kepemilikan perusahaan” karena dengan
“partisipasi dalam untung dan rugi… kekuatan kolektif (contoh: surplus) tidak
lagi menjadi sumber keuntungan sejumlah kecil manajer dan menjadi hak milik
semua pekerja”. (The General Idea of The Revolution, hal 222 dan 223) Dan
lagi, selain merindukan berakhirnya eksploitasi buruh oleh kapital, sosialis
sejati juga merindukan masyarakat yang di dalamnya alat produksi dimiliki dan
dikontrol oleh produsen. Cara yang akan dipergunakan produsen untuk
melakukannya menjadi perdebatan di kalangan kaum anarkis dan sosialis
lainnya, namun keinginan mereka tetap sama. Kaum anarkis mendukung kontrol
langsung para pekerja dan juga kepemilikan oleh serikat buruh maupun
komunitas.
Lagipula kaum anarkis juga menolak kapitalisme karena sifatnya yang otoriter
dan eksploitatif. Di bawah kapitalisme pekerja tidak memerintah dirinya sendiri
selama proses produksi, atau memiliki kontrol terhadap hasil kerja. Situasi
seperti ini sulit untuk didasarkan pada kebebasan yang sama, maupun bersifat
non eksploitatif, dan karenanya dilawan oleh kaum anarkis. Penjelasan yang
paling baik mengenai perspektif ini dapat ditemukan dalam karya Proudhon
(yang menginspirasi Tucker dan Bakunin), di mana ia berpendapat bahwa
anarkisme melihat “eksploitasi kapitalistis dan kepemilikan berhenti di mana-
mana (dan) sistem upah dihapuskan”. Karena “baik pekerja … akan dengan
mudahnya bekerja pada pemilik-kapitalis-penyelenggara; atau ia akan ikut
serta… pada kasus pertama pekerja disubordinasi, tereksploitasi : kondisi
permanennya adalah kepatuhan…dalam kasus kedua ia mengembalikan
martabatnya sebagai seorang manusia dan warga negara… ia merupakan
bagian organisasi produksi, di mana ia berada sebelumnya namun sebagai
buruh… kita tidak perlu ragu, karena kita tidak punya pilihan… memang perlu
membentuk suatu SERIKAT di antara para buruh… karena tanpa itu, mereka
akan tetap berhubungan sebagai sub ordinat dan superior, dan akan muncul
dua… kasta tuan dan buruh upahan, yang merupakan hal menjijikkan bagi
masyarakat yang bebas dan demokratis”. (op.cit., hal 233 dan 215-216)
Oleh karenanya semua kaum kaum anarkis anti kapitalis [“Jika buruh memiliki
kesejahteraan yang dihasilkan, tidak ada kapitalisme”(Alexander Berkman.,
What is Communist Anarchism?, hal 37)] Benjamin Tucker, sebagai contoh--
anarkis yang sangat terpengaruh oleh liberalisme (seperti yang akan kita
bicarakan nanti)—menyebut pemikirannya “Sosialisme anarkis” dan mencela
kapitalisme sebagai sistem yang didasarkan “tukang riba, penerima bunga,
pinjaman dan keuntungan.” Tucker berpendapat bahwa dalam suatu mayarakat
pasar bebas yang anarkis dan non kapitalis, kapitalis akan menjadi berlebihan
dan eksploitasi kapital terhadap buruh akan dihentikan, karena “buruh …akan
menyelamatkan upah normalnya, seluruh hasilnya”. (The Individualis Anarchist,
hal 82dan 85) Perekonomian seperti itu akan didasarkan pada perbankan milik
bersama dan pertukaran hasil secara bebas diantara serikat-serikat, pengrajin,
dan petani. Bagi Tucker, dan anarkis individualis lainnya, kapitalisme bukanlah
pasar bebas sejati, ditandai dengan berlakunya bermacam-macam hukum dan
monopoli yang memastikan kapitalis mendapatkan keuntungan dari pekerjanya,
juga, eksploitasi yang mengiringinya lewat keuntungan, bunga dan pinjaman.
Bahkan Max Stirner, seorang anarkis egois, mencemooh masyarakat kapitalis
dan bermacam-macam “hantunya”, dan bagi Max hal tersebut dimaksudkan
sebagai pemikiran-pemikiran yang diperlakukan dengan suci dan religius,
seperti kepemilikan pribadi, persaingan, pembagian kerja dan lain-lain.
Jadi, kaum anarkis menganggap dirinya sebagai sosialis, namun sosialis jenis
tertentu—sosialis liberal. Seperti yang dikatakan seorang anarkis
individualis, Joseph A. Labadie (sejalan dengan Tucker dan Bakunin)
Jadi meski anarkis sosial dan individualis tidak sepakat dalam banyak hal –
contohnya, apakah benar pasar bebas yang non kapitalis menjadi sarana
terbaik untuk memaksimalkan kebebasan—mereka setuju bahwa kapitalisme
harus dilawan karena bersifat eksploitatif dan opresif, dan bahwa suatu
masyarakat anarkis, sesuai definisi, harus didasarkan pada perkumpulan buruh,
bukan upah. Hanya buruh yang berserikat yang akan “mengurangi kekuasaan
kehendak eksternal dan pemaksaan terhadap individu” selama jam kerja dan
manajemen diri terhadap pekerjaan oleh mereka yang bekerja menjadi cita-cita
utama dari sosialisme sejati. Perspektif ini dapat dilihat ketika Joseph Labadie
berpendapat bahwa perserikatan dagang adalah “contoh meraih kebebasan
dengan berserikat” dan bahwa “tanpa serikatnya, pekerja lebih merupakan
seorang budak majikannya dibandingkan jika ia berserikat.” (Different Phases
of The Labour Question)
Namun arti kata berubah setiap saat. Saat ini “sosialisme” hampir selalu
dihubungkan dengan sosialisme negara, suatu sistem yang mendapat
perlawanan dari semua anarkis karena mengingkari kebebasan dan cita-cita
sosialis sejati. Semua anarkis akan menyetujui pernyataan Noam Chomsky
dalam hal ini:
“Jika aliran kiri dipahami dengan memasukkan ‘Bolshevisme’, maka aku akan
dengan tegas memisahkan diri dari aliran kiri. Lenin adalah salah satu musuh
terbesar sosialisme.” (“Anarchism, Marxism and Hope for The Future”, Red and
Black Revolution, no.2)
Oleh karena itu pada dasarnya anarkisme merupakan bentuk sosialisme, yang
berdiri tegak sebagai oposisi langsung terhadap apa yang biasa didefinisikan
sebagai “sosialisme” (contoh: kepemilikan dan kontrol negara). Daripada
“rencana pemusatan” yang dihubungkan oleh banyak orang dengan kata
“sosialisme”, kaum anarkis membela kerjasama dan serikat bebas antara
individu, tempat kerja, dan komunitas sehingga dengan demikian melawan
sosialisme “negara” sebagai bentuk kapitalisme negara yang di dalamnya
“setiap pria (dan wanita) akan menjadi penerima upah, dan negara hanyalah
pembayarnya”. (Benjamin Tucker, The Individualis Anarchist, hal. 81) Jadi
penolakan kaum anarkis terhadap Marxisme (apa yang dipikirkan kebanyakan
orang sebagai “sosialisme”) hanya karena “pemikiran negara sebagai
kapitalis… yang mana fraksi sosial demokratik dari partai sosialis sedang
mencoba mereduksi sosialisme.” (Peter Kropotkin, The Great French
Revolution, hal 31) Keberatan kaum anarkis terhadap identifikasi Marxisme,
“perencanaan pusat”.