Dosen Pengampu :
Abdul Kholiq, MA
Penyusun
Armin Asri
Ahmad Ifdal Sy
FAKULTAS USHULUDDIN
JAKARTA
2022 M / 1444 H
Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul Teknik Menerjemahkan Isim dapat selesai..
Begitu pula shalawat dan salam semoga senantiasa kita lantunkan kepada baginda
RASULULLAH SAW yang menjadi suri tauladan dari segala aspek dalam
kehidupan ini.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap dosen dan teman-
teman yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca dan teman-teman sekalian.
Penyusun
i
Daftar Isi
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi.............................................................................................................. ii
BAB 1 ................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB 2 ................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN .................................................................................................. 3
2.1.1 Pola Jamak Beraturan (Jamak Mudzakkar salim & Muannats Salim)
3
ii
2.5.4 Sebab-Sebab Taqdim dan Takhir ........................................... 22
BAB 3 ............................................................................................................... 26
PENUTUP ......................................................................................................... 26
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 26
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam menerjemahkan suatu bahasa tentu seorang penerjemah harus faham
dan menguasai ilmu-ilmu kaidah dasar bahasa , baik bahasa asal dan bahasa ynag
diterjemahkan, karena dengan begitu seorang penerjemah akan lebih mudah
menerjemahkan dengan baik dan benar, dan penikmat bacaan juga akan lebih
mudah memahami hasil dari penerjemahaan tersebut.
Menerjemah merupakan seni yang rumit dan menuntut adanya bakat serta
pengetahuan mendalam tentang bahasa Ibu dan bahasa sasaran yang akan
diterjemahkan di samping menuntut penguasaan kosa kata bahasa sasaran, rasa
bahasa, susunan, dan strukturnya. 1
Penerjemahan adalah upaya mengalihkan pesan dari satu bahasa ke bahasa
yang lain. Secara luas, terjemah dapat diartikan sebagai semua kegiatan manusia
dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan balik verbal maupun non-
verbal, dari informasi asal atau informasi sumber ke dalam informasi sasaran.
Sedangkan, secara keseharian dalam pengertian dan cakupan yang lebih sempit
terjemah bisa diartikan sebagai suatu proses pengalihan pesan yang terdapat dalam
teks bahasa pertama atau bahasa sumber dengan padanannya di dalam bahasa kedua
atau bahasa sasaran. 2
Didalam bahasa arab terbagi menjadi tiga bagian dasar yaitu isim, fi’il dan
huruf, dan pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang penerjemahan
bahasa arab kedalam bahasa indonesia dari segi penerjemahan isim, agar tidak
terjadi kesalahfahaman dalam menerjemahkan bahasa asal kedalam bahasa sasaran.
1
Dr. Achmad Satori, Problematika Menterjemah (Suatu Tinjauan Linguistik Kontrast), hlm. I
2
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah, Pengantar ke Arah Pendekatan Linguistik, (Bandung: Mandar
Maju, 1994), hlm. 8
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pola Jamak Beraturan dan Tidak beraturan
2.1.1 Pola Jamak Beraturan (Jamak Mudzakkar salim & Muannats Salim)
a. Jamak Muzakkar Salim
Jamak mudzakkar salim adalah jamak yang diperuntukan untuk laki-
laki menunjukkan makna lebih dari dua, ditandai dengan adanya huruf
tambahan berupa wawu+nun ketika rafa', dan ya'+nun ketika nashab dan jer.
Penyematan kata salim pada jenis isim jamak ini sebab ketika perubahan
bentuknya dari mufrad ke jamak susunannya tidak rusak. Contohnya kata
زيد, ketika dibuat jamak mudzakkar salim menjadi زيدين/ وزيدونtanpa
merusak susunan awal. Oleh karena itulah, isim mudzakar jenis jamak ini
disebut salim yang berarti selamat, lawan kata dari taksir (rusak).
1.) Cara pembentukan jama' muadzakkar salim
3
dan begitu sebaliknya. Jika ada isim jamak muannats salim digunakan untuk
mudzakkar, maka hukumnya adalah syadz atau langka. 3
Contoh :
Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti
kepadanya istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang berserah diri, yang
beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, dan yang berpuasa, baik yang
janda maupun yang perawan. (At-Tahrim/66:5)
3
Nahwu shoraf online, Contoh Jamak Muannats Salim, dalam https://www.maskuns.my.id.
Diakses pada 03 Juni 2021.
4
Bahauddin Abdullah Ibnu Aqil, Terjemahan Alfiyyah 2, (Bandung: Sinar Baru Algens indo,
2006), hlm. 855
4
Dengan kata lain, bentuk jamak taksir mengalami banyak perubahan dari bentuk
tunggalnya. Isim jamak taksir ini juga tidak memiliki tanda khusus, sehingga pola-
polanya perlu dihafal.
Penulis telah merangkum beberapa pola yang biasa digunakan dalam jama’
taksir sebagai berikut :
1. Pola أ َ ْفعَال- فعل
Pola pertama ini adalah pola yang paling banyak ditemui. Wazan bentuk mufrodnya
adalah fa'alun dan bentuk jamaknya adalah af'aalun.
Polanya : Dari huruf fa, ain, lam -> ditambah huruf awal hamzah qatha (alif dan
hamzah) serta tambahan huruf alif sebelum huruf terakhir.
Contoh:
Mufrad: ( َبابbaabun) = pintu
Jamak: ( أَب َْوابabwaabun) = pintu-pintu
2. Pola ُ ا َ ْفعُل- فعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah fa'lun dan bentuk jamaknya adalah af'ulu.
Polanya : Dari huruf fa, ain, lam -> ditambah huruf awal hamzah qatha (alif dan
hamzah) serta mengganti harakat fa' menjadi sukun, dan ain menjadi dhommah
Contoh:
Mufrad : ( نَ ْفسnafsun) = seorang diri
ُ ُ( ا َ ْنفanfusu) = banyak orang
Jamak: س
3. Pola فِ ْعلَة- فعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah fa'lun dan bentuk jamaknya adalah fi'latun.
Polanya: Dari huruf fa, ain, lam -> ditambah huruf ta' marbutah di akhir
Contoh:
Mufrad: ( فَت َىfataa) = pemuda
Jamak: ( فِتْيَةfityatun) = banyak pemuda
4. Pola فُعَّال- فاعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah faa'ilun dan bentuk jamaknya adalah fu'aalun.
Contoh:
Mufrod: ( كَاتِبkaatibun) = penulis
Jama': ( كُتَّابkuttaabun) = penulis-penulis
5
5. Pola فِعَال- فعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah fa'alun dan bentuk jamaknya adalah fi'aalun.
Polanya: dari huruf dasar fa, ain, lam -> hampir sama dengan huruf dasarnya, hanya
saja ditambah huruf alif sebelum huruf akhir.
Contoh:
Mufrad: ( َج َبلjabalun) = gunung
Jamak: ( ِجبَالjibaalun) = gunung-gunung
6. Pola فُعُ ْول- فعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah fa'lun dan bentuk jamaknya adalah fu'uulun.
Polanya: dari huruf dasar -> ditambah huruf waw sebelum akhirnya.
Contoh:
Mufrad: ( قَ ْلبqalbun) = hati
Jamak: ( قُلُوبquluubun) = banyak hati
7. Pola فُعُل- فعال
Wazan bentuk mufrodnya adalah fi'aalun dan bentuk jamaknya adalah fu'ulun.
Contoh:
Mufrod س ْول
ُ ( َرrasuulun) = utusan
Jamak: ( ُرسُلrusulun) = banyak utusan
8. Pola فُعَ ََل ُء- فاعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah faa'ilun dan bentuk jamaknya adalah fu'alaa-u.
Contoh:
Mufrad: عالِم
َ ('aalimun) = orang alim
jamak: علَ َما ُء
ُ ('ulamaa-u) = orang-orang alim
9. Pola أ َ ْف ِعَلَ ُء- فعيل
Wazan bentuk mufrodnya adalah fa'iilun dan bentuk jamaknya adalah af'ilaa-u.
Contoh:
Mufrad: ص ِديْق
َ (shadiiqun) = teman
ْ َ ( أashdiqaa-u) = teman-teman
Jamak: ص ِدقَا ُء
10. Pola ُ فَعَائِل- فعيلة
Wazan bentuk mufrodnya adalah fa'iilatun dan bentuk jamaknya adalah fa'aa-ilu.
Contoh:
6
Mufrod : ( َح ِق ْيقَةhaqiiqatun) = hakikat; fakta
Jamak : ُ( َحقَائِقhaqaa-iqu) = fakta-fakta
11. Pola ُ َمفَا ِعل- مفعل
Wazan bentuk mufrodnya adalah maf'alun dan bentuk jamaknya adalah mafaa'ilu.
Contoh:
Mufrad: ( َم ْركَزmarkazun) = markas; pusat
Jamak: ( َم َراك ُِزmaraakizu) = markas-markas
12. Pola ُ َمفَا ِع ْيل- مفعال
Wazan bentuk mufrodnya adalah maf'aalun dan bentuk jamaknya adalah
mafaa'iilu.
Contoh:
Mufrod: ( ِم ْفت َاحmiftahhun) = kunci
Jama': ( َمفَاتِي ُحmafaatiihu) = kunci-kunci
Setiap kalimat isim yang berkedudukan sebagai fa’il pada jumlah fi’liyyah
harus dibaca rafa’ (marfu’), dan jika Fa’il itu berupa isim zhahir, maka tanda
Rafa’nya tergantung kepada bentuk kalimatnya.
5
Ahmad Fauzan, Qoidah-qoisah ilmu nahwu dan contoh-contoh kalimatnya beserta I’rabnya,
2017, hlm 6.
7
Terdapat beberapa ketentuan isim fa’il dalam fi’il tsulasi mujarrad, yang akan
penulis jaabarkan dibawah ini.
Ketentuan yang pertama adalah pada pola 1, 2, 3 atau pola fa-‘a-la, berikan
tambahan huruf Alif pada huruf setelah kata pertama. Cara ini akan mengubah
pola menjadi fa-a-‘a-la atau dalam kode huruf yaitu huruf 1, a, 2, 3.
Ketentuan lainnya adalah, ketika terdapat pola fa-‘a’-la dengan huruf tengahnya
adalah huruf Alif, maka huruf Alif tersebut diganti dengan huruf hamzah.
Selanjutnya pola akan berubah menjadi fa-a-‘a-la akan menjadi fa-hamzah-‘a-
la.
Ketentuan untuk kedua syarat di atas adalah, merubah harakat pada huruf
tengah atau huruf dua dari fathah sehingga menjadi kasrah.
Contoh:
Orang yang
ب
َ ض َر
َ memukul ارب
ِ ضَ
memukul
َ َكت
َب menulis َكاتِب yang menulis
Pada Isim Tsulatsi Mazid dan Isim Ruba’i memiliki kesamaan dalam
merubah fa’il.
Merubah bentuk fi’il madhiy pada bentuk fi’il mudhari. Cara ini akan
merubah pola dari fa-‘a-la kemudian menjadi yu-fa-‘a-la.
Merubah huruf “yu” sehingga menjadi “mim” berharakatmu (dhammah).
Merubah harakat ‘a dari fathah, akan menjadi kasar atau dari ‘a menjadi ‘i.
8
Mudhari Isim Fa’il Bahasa Indonesia
أ َ ْك َر َم – يُ ْك ِر ُم ُم ْك ِرم orang yang memuliakan
Contoh :
Anak itu telah memulis pelajaran : الدرس الولد كتب
Maful bih adalah objek penderita, yang dikenai suatu perbuatan. Jika fi'ilnya
"memukul berarti maful bih-nya "yang dipukul". Jika fi'ilnya "menolong" maka
maful bib-nya "yang ditolong". 6
Pembagian Maf’ul bih
Maf’ul bih terbagi dua yaitu maf’ul bih yang sharih dan yang ghairu sharih. Adapun
penjelasannya sebagai berikut :
1. Maf’ul bih sharih,
Maf’ul bih sharih ada dua bagian, yaitu :
a. Maf’ul bih Zhahir
Yaitu Maf’ul bih yang terdiri dari isim zhahir (bukan kataganti).
Contoh : Ali memukul anjing: ضر ٌَ ب عل ٌي كلبا
6
Syekh Syamsuddin Muhammad Arazini. 2004, Ilmu Nahwu Terjemahan Mutummimah
Ajurumiyyah, hlm. 123
9
Yaitu Maf’ul bih yang terdiri dari isim dhamir (kata ganti). Maf’ul bih
dhamir terbagi menjadi dua, yaitu :
1.) Dhamir Muttashil (bersambung)
Maf’ul bih dhamir muttashil ada dua belas,yaitu :
ٌَُُ ضر َبه ُ ٌَ وضر َبكُ ٌَ وضر َب ُكماُ ٌَ و ٌَ ضرب ُكمُ ٌَ و ٌَ ضرب ُكنُ ٌَ و
وضر َبنِي ُ ٌَ و ٌَ ضر َبنَاٌَُ وضربك. ٌَ و ُ ٌَ وضربهمُ ٌَ وضر َبهن
ٌَ ضر َبهماُو ٌَ ضر َبها
ُوا ُ وا ٌَ ٌيا ٌُ كمُ وايَّا ُكنُ وا ٌيَاهُُ وا ٌَ ياهاُ وا ٌَ ٌياهماُ وايَّا ٌُ هم
وايَّاهُن. ٌٌَ ياكماُ وايَّا ٌِكُ وا ٌَ يا ٌَ كُ وا ٌ َيانَا ُا ٌيا ٌَ ي
10
Contoh:
دَخلت البَيت
Kata Al-Baita menjadi Maf’ul bih Manshub binaz’il
Khafid yaitu membuang huruf yang menjarkannya.
Ditakdirkan kepada دَخلت في البَيت
2.3 Pola Masdar Tsulazi Mazid
A.Pengertian Fi’il Tsulasi Mazid
Secara sederhana, fi’il tsulasi mazid dapat kita artikan sebagai fi’il yang
terdiri dari tiga huruf dan selanjutnya berubah ruba’i ( ( )خماسىKhumasi, )رباعى
dan sudasi ( .karena adanya penambahan huruf pada fi’il tersebut)سداسى
Penambahan huruf pada fi’il tsulasi terbagi tiga yaitu:
1. Fi’il tsulasi yang bertambah satu huruf ( بحرف )ثَّلث مزيد
Tsulatsi mazid biharfin (tambahan 1 huruf) adalah setiap kalimah atau kata kerja
yang tersusun dari 3 huruf asli sedangkan huruf yang satunya adalah sebagai (tambahan).
Pada kelompok tsulasi mazid biharfin ini juga bisa disebut Fi’il Ruba’i, dikarenakan
jumlah keseluruhan hurufnya menjadi empat bukan tiga lagi, adapun wazannya ada tiga
macam, yaitu antara lain :
a. ُ يُ ْف ِع-)أ َ ْفعَ َل
Af’ala-yuf’ilu (ل
Pada wazan yang pertama ini fi’il ruba’i yaitu Af’ala-yuf’ilu “يُ ْف ِع ُل-”أ َ ْفعَ َل.
Mempunyai tambahan satu huruf hamzah didepan fa' fi'ilnya yang berharokat
fatkah. Adapun faedah dari Wazan tsulasi mazid biharfin ini secara umum memiliki
faedah ta’diyah. Artinya merubah fi’il yang semula lazim (tidak memerlukan
ma’mul manshub) menjadi muta’addi (membutuhkan ma’mul manshub).
Sebagai contoh pada kata kerja karuma-yakrumu “يَ ْك ُر ُم-( ”ك َُر َمmulia), ketika
diikutkan wazan af’ala-yuf’ilu “يُ ْف ِع ُل- ”أ َ ْفعَ َلmenjadi akroma-yukrimu (memuliakan).
Akan tetapi ada juga beberapa fi’il tsulatsi mujarrod biharfin yang menjadi lazim
(tidak butuh ma’mul manshub), seperti ashbaha-yushbihu “صبِ ُح ْ َ ( ”أterjaga di
ْ ُي-ص َب َح
waktu pagi).
11
b. Fä’ala-yufä’ilu (ُيُفَ ِعل-)فَعَّ َل
Untuk bab yang kedua dari fi’il tsulasi mazid biharfin, yaitu dengan wazan
fä’ala-yufä’ilu “يُف َِع ُل- َ”فَعَّل. Dengan perbedaan yang khusus adanya tambahan huruf
sejenis atau sama di antara fa’ fi’il dan ain fi’il, yang digantikan dengan tasdid.
Kebanyakan pada fi’il yang mengikuti wazan ini mempunyai faedah taktsir “”تكثير
(menunjukkan suatu perbuatan yang berulang-ulang).
Yang mengikuti wazan pada bab ini seperti contoh kata qaththa’a-
َّ َ( ”قmemotong-motong), asal kata dari fi’il qatha’a-yaqtha’u
yuqaththi’u “يُقَ ِط ُع-ط َع
َ يَ ْق-ط َع
“ط ُع َ َ( ”قmemotong). Untuk bab dua wazan tsulatsi mazid biharfin ini terkadang
ada pula yang mempunyai faedah sebagai ta’diyah. Sebagaimana contoh pada fi’il
ُ َي ْف َر-( ”فَ ِر َحbahagia), ketika mengikuti wazan fä’ala-yufä’ilu “- َفَعَّل
fariha-yafrahu “ح
ُ يُف َِر-”فَ َّر َح, bermakna membuat
”يُف َِع ُلmaka akan berubah menjadi farraha-yufarrihu “ح
bahagia atau membahagiakan.
c. َ )فَا
Faa’ala-yufaa’ilu (يُفَا ِع ُل-ع َل
Bab yang paling akhir dari fi’il ruba’i atau tsulatsi mazid biharfin (1 huruf
َ ”فَا. Setiap fi'il yang
tambahan) adalah memakai wazan faa’ala-yufaa’ilu “يُفَا ِع ُل- َعل
mengikuti pada wazan ini ditandai dengan alif zaidah (tambahan) yang letaknya
setelah fa’ fi’il. Umumnya berfaedah musyarakah “( ”مشاركةsaling melakukan
perbuatan).
Contohnya kata qatala-yaqtulu “ َي ْقت ُ ُل-( ” َقت َ َلmenghabisi), apabila setelah
ditambahkan huruf alif di antara fa’ fi’il dan ain fi’il menjadi qaatala-yuqaatilu “- َقات َ َل
( ”يُقَاتِ ُلsaling menghabisi).
12
a. Infa’ala-Yanfa’ilu (يَ ْنفَ ِع ُل-)إِ ْنفَعَ َل
Pada bab ini untuk yang pertama tsulatsi mazid biharfain (2 huruf) atau
Khumasi (5 Huruf), kita dipertemukan dengan wazan infa’ala-yanfa’ilu “- َِإ ْنفَ َعل
“ َي ْنفَ ِع ُل. Untuk khumasi ini mempunyai tanda penambahan hamzah dan nun pada
awal kalimah. Semua kata yang termasuk ke dalam bab ini merupakan fi’il lazim,
sehingga berfaedah muthawa’ah “( ”مطاوعةterjadinya sesuatu sebab sesuatu yang
lain).
Seperti lafadz inqasama-yanqasimu “يَ ْنقَ ِس ُم-س َم
َ َ( ”إِ ْنقterbagi), berasal dari fi’il
qasama-yaqsimu “يَ ْق ِس ُم-س َم
َ َ( ”قmembagi). Contoh lain adalah kata inkasara-yankasiru
“ َي ْن َكس ُِر-س َر
َ ” ِإ ْن َك (pecah), berangkat dari wazan kasara-yaksiru “ َي ْكس ُِر-س َر
َ ” َك
(memecahkan).
13
d. Tafä’ala-Yatafä’alu (يَتَفَعَّ ُل-)تَفَعَّ َل
Wazan tafä’ala-yatafä’alu “يَتَفَعَّ ُل- ”تَفَعَّ َلmempunyai faedah takalluf “”تكلف,
yaitu hasilnya suatu perbuatan sebab sesuatu yang lain. Tandanya adalah ziyadah
huruf ta’ di awal kata dan ziyadah huruf yang sejenis dengan ain fi’il.
Contohnya kalimat ta’allamtu al-ilma al-mas’alata ba’da mas’alah “ ُت َ َعلَّ ْمت
( ”الع ِْل َم ال َم ْسأَلَةَ بَ ْعدَ َم ْسأَلَ ٍةaku mempelajari ilmu penyelesaian masalah setelah ada
masalah). Ada juga yang mengatakan wazan ini berfaedah muthawa’ah, sama
seperti wazan bab 1 dan dua tsulatsi mazid biharfain sebelumnya. Seperti fi’il
takassara-yatakassaru “يَت َ َكس َُّر-( ”ت َ َكس ََّرpatah), dampak dari pekerjaan kassara-
yukassiru “يُكَس ُِر-( ” َكس ََّرmematahkan).
e. َ يَتَفَا-ع َل
Tafaa’ala-Yatafaa’alu (ع ُل َ )تَفَا
Bab terakhir tsulatsi mazid biharfain (2 huruf) adalah wazan tafaa’ala-
yatafaa’alu “ع ُل
َ يَتَفَا-ع َل
َ ”تَفَا, yang berfaedah musyarakah sama seperti wazan faa’ala-
yufaa’ilu “يُفَا ِع ُل- َ( ”فَا َعلbab 3 tsulasi mazid biharfin).
Akan tetapi, terdapat perbedaan di antara kedua wazan tersebut. Letak
perbedaannya adalah pada pelaku atau subyek. Wazan faa’ala-yufaa’ilu “يُفَا ِع ُل-”فَا َع َل
berfaedah musyarakah bainal itsnaini “( ”مشاركة بين اإلثنينsaling berbuat di antara dua
orang), ada juga musyarakah lil wahid “( ”مشاركة للواحدuntuk Dzat yang satu).
Sedangkan wazan tafaa’ala-yatafaa’alu “ َيتَفَا َع ُل- َعل
َ ”تَفَاberfaedah musyarakah
bainal isnaini fashaaidan “( ”مشاركة بين اإلثنين فصاعداdi antara dua orang bahkan
lebih).
Contoh fi’il tsulatsi mazid faedah musyarakah bainal itsnaini:
ع ْم ٌرو قَات ََال
َ زَ ْيد ٌ َو
Artinya Zaid dan Amr saling menghabisi
Contoh fi’il tsulatsi mazid faedah musyarakah lil wahid:
ٰ قَاتَلَ ُه ُم
َّللاُ اَنٰى ي ُۡـؤفَكُ ۡون
Artinya Allah membinasakan mereka, bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan (dari kebenaran.) QS. Al-Munafiqun Ayat 4
Contoh fi’il tsulatsi mazid faedah musyarakah bainal itsnaini fashaaidan:
14
َ ع ْن
ع ْم ٍرو َ ٌ عدَ زَ ْيد
َ تَبَاArtinya Zaid menjauh dari Amr.
َ ) ِإ ْف َع ْو
ِ َي ْف َع ْو-ع َل
b. Ifau’ala-yafau’ilu ( ُُعل
15
d. If’aalla-yaf’aallu (يَ ْف َعال-) ِإ ْف َعا َّل
Wazan ini juga memiliki faedah yang sama dengan wazan ifau’ala-yafau’ilu
َ ”إِ ْفعَ ْو, yaitu mubalaghah dan semuanya adalah lazim.
“يَ ْفعَ ْو ِع ُل-ع َل
Contohnya ihmaarra-yahmaarru “ار
ُّ يَ ْح َم-ار
َّ ” ِإ ْح َم. Wazan barusan hampir
serupa dengan ihmarra-yahmarru “ َيحْ َم ُّر-” ِإ ْح َم َّر, padahal jika kita teliti maknanya
berbeda. Lalu di mana letak perbedaannya, fi’il ihmaarra “ار
َّ ” ِإ ْح َمitu lebih kuat atau
lebih banyak tingkat kemerahannya dibandingkan ihmarra “إِ ْح َم َّر.
7
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu; Terjemahan Al-Jurumiyah dan Imrithy Berikut Penjelasannya, (
Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005 ),hlm.108
16
1. Isim dhamir (kata ganti) ialah lafadz yang menunjukkan pada mutakallim,
mukhathab dan ghaib.
Contoh: , ٌِهي, هُما, هُن, أ َ ٌْنت, أ َ ٌْنتُما, أ َ ٌْنتُم, أ َ ٌْنت, أ َ ٌْنتُما, أ َ ٌْنتُن, أَنَا, ٌَ نحن
2. Isim ‘alam (nama) ialah isim yang menentukan sesuatu barang yang diberi nama
secaramutlak.
Contoh: ٌْيب ب
ِ ح ,فَاطمة
3. Isim isyarah (kata tunjuk) ialah isim yang digunakan untuk sesuatu yang
diisyaratkan/ditunjuk.
4. Isim maushul (kata sambung) ialah isim yang menunjukkan suatu kalimat
tertentudan membutuhkan jumlah (kalimat).
17
2.4.2 Isim Nakirah
Menurut Moch. Anwar dalam Ilmu Nahwu; Terjemahan Al-Jurumiyah dan
Imrithy Berikut Penjelasannya, isim nakiroh ialah isim yang jenisnya bersifat
umum yang tidak menentukan suatu perkara dan lainnya.11 Isim nakiroh atau
dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan kata indefinite (belum pasti). Secara
sederhana, definisi atau ta’rifnya adalah isim yang memiliki arti yang bersifat
umumatauglobal. 8
Pakar nahwu lainnya memndefinisikan isim nakirah sebagai isim yang layak
masuk alif lam (artinya laki-laki (yang tidak ditentukan siapa ٌَ ر ٌُ جلContoh. )ال
di atas maknanya ٌَ ر ٌُ جلlaki-lakiitu sehingga masih bersifat umum). Pada kata
masih umum dan masih butuh penjelasan, oleh karena itu isim nakirah harus diberi
.yang bisa mema’rifatkan (mengkhususkan) isim tersebut ( )الalif lam9
8
Moch. Anwar, Ilmu Nahwu; Terjemahan Al-Jurumiyah dan Imrithy Berikut Penjelasannya,
( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2005 ),hlm.108
9
Iman Saiful Mu’minin, Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 254
18
هي التي يكون معناها شائعا لكنها بتقييد
Nakirah tammah merupakan nakirah yang mempunyai makna luas dan tidak
ada batasannya. Misalnya kata ()ر ُج ٌل,
َ yang artinya laki-laki dari sekian banyaknya
kaum laki-laki yang tidak diketahui secara pasti oleh pembicara. Lelaki tersebut
tanpa dikenali apabila terdapat suatu tanda pengenal.
19
Taqhir
Taqhir atau meremehkan adalah terpojoknya nilai suatu benda hingga dalam
kondisi tidak pantas untuk dijelaskan.
َ َِّإ ْن نَظُ ُّن ِإال
ظنَّا
“Kamu tidak beda hanya berprasangka dengan suatu prasangka”. Kata
‘prasangka’ dalam kalimat tersebut memiliki maksud prasangka hina yang tidak
bisa digunakan untuk pedoman
Taqlil
Taqlil memiliki arti menyedikitkan.
ُ َو ِرض َْوا ٌن مِنَ هللاِ أ َ ْكبَر
“Dan keridhoan dari Allah adalah lebih besar”. Maksud dari keridhoan
tersebut adalah tidak banyak namun nilainya sangat besar. Hal tersebut dikarenakan
keridhoan-Nya merupakan puncak kebahagiaan tiap orang.
20
berasal dari kata kerja yang dibendakan (mashdar) dari kata تقديما- قد ََّم – يق ِدمdan
يؤخر – تأخيرا
ِ – أ َّخ َر. Yakni sesuatu hal yang mendahulukan dan yang mengakhirkan.
21
Term ‘abada itu harus disandarkan kepada Allah Swt. Karena
tidak ada yang lebih berhak untuk disandarkan selain dari pada -Nya.
Dalam hal inilah kita sebagai manusia sudah semest inya untuk beribadah
dan mengabdi kepada Allah Swt.
Karena itu, sangat lah tepat meletakkan term na’budu lebih
dahulukan dari pada nasta’in. Karena melaksanakan tugas dan
kewajiban harus lebih didahulukan dari pada menuntut hak.
Kedua, kebiasaan orang Arab t idak akan mendahulukan suatu kata
kecuali apa yang telah me njadi perhat iannya. Penjelasan dari kaidah ini
yakni pada ungkapan yang menyatakan bahwa sebab-sebab suatu
perkataan didahulukan oleh karena kemuliaan, keagungan atau apa yang
menjadi perhat ian padanya.
Salah satu contoh ayat dari kaidah yang kedua ini ada lah firman Allah
Q.S. al-Baqarah ayat 43 yang art inya:
Dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang
yang rukuk.
Pada ayat di atas mengandung taqdim dan takhir, di mana kata
shalat didahulukan pengucapannya karena lebih diprioritaskan. M.
Quraish Shihab menjelaskan dalam kitab tafsirnya al-Misbah, bahwa
dua kewajiban pokok itu merupakan pertanda hubungan harmonis. Shalat
merupakan hubungan harmonis secara vert ikal (antara manusia dengan
Allah), dan zakat merupakan hubungan harmonis secara horizontal
(hubungan sesama manusia). Keduanya sama pent ingnya akan tetapi
shalat tentunya lebih didahulukan.
Kedua kaidah ini jika dikaitkan dengan al-Qur’an, maka dapat
dipahami bahwa keharmonisan dan keteraturan yang timbul dalam kata-
kata dan susunan kalimat dalam al-Qur’an selalu ada dalam set iap lafa l
dan ayatnya, baik yang didahulukan maupun yang diakhirkan. Dan
maknanya yang mendalam dapat diketahui melalui kajian takdim dan
takhir.
2.5.4 Sebab-Sebab Taqdim dan Takhir
22
Adapun sebab-sebab taqdim dan takhir menurut al-‘Allamah
Syamsu al-Din Ibn al-Soig yang dijelaskan dalam kit abnya al-
Muqaddimah fi Sir al-Fad al-Muqaddamah sebagaimana yang
dikemukakan oleh al-Suyut i dalam al-Itqon fi ‘ulumil Qur’an adala :
Pertama, at-Tabarruk sepert i mendahulukan nama Allah pada hal-hal
yang pent ing. Kedua, at-Ta’dzim, yakni kalimat yang mengandung
pengagungan. Ket iga, at-Tasyrif (pemuliaan) seperti penyebutan laki-
laki sebelum wanit a. Keempat, al-Munasabah (persesuaian), yait u
berupa penyesuaian terhadap yang lebih dahulu disebutkan dalam
konteks pembicaraan. Kelima, mendorong untuk mengerjakannya dan
mewant i-want i untuk tidak meremehkannya, seperti penyebutan wasiat
terlebih dahulu sebelum hutang. Keenam, keterdahuluan yait u bisa
berupa keterdahuluan masa. Sepert i penyebutan malam sebelum siang,
kegelapan sebelum cahaya, penyebutan malaikat sebelum manusia, atau
penyebutan mengantuk sebelum t idur.
Ketujuh, syababiyyah (menunjukkan sebab). Misalnya mendahulukan
sifat ‘alimnya Allah dari pada sifat bijaksananya, mendahulukan tobat
dari mensucikan diri karena tobat merupakan penyucian diri. Kedelepan,
menunjukkan yang lebih banyak. Sepert i mendahulukan orang kafir dar i
orang mukmin. Kesembilan, meninggikan (meningkat dari yang lebih
rendah kepada yang lebih t inggi). Kesepuluh, merendah dari yang lebih
tinggi kepada yang lebih rendah.
Kesepuluh sebab ini mengandung hikmah bahwa sesuatu yang
didahulukan lebih pent ing untuk dijelaskan dan untuk diperhat ikan.
Sekaligus merupakan pembukt ian bahwa bahasa al-Qur’an sangat tinggi
nilai keindahannya. Bahwa sampai kapanpun al-Qur’an akan
tetap survive, autent ik, baik aspek bahasa maupun nilai-nilai yang
terkandung didalamnya
23
2.6 Praktek Terjemah Qur’an Surah Nur ayat 3 – 5
24
kali cambukan, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-
lamanya dan mereka itulah, merekalah orang-orang fasik.
Terjemahan menurut Prof. Dr. Hamka :
Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan terhormat (berbuat zina),
kemudian itu tidak mengemukakan empat saksi, maka hendaklah mereka didera
delapan
puluh kali deraan, dan janganlah diterima kesaksian dari mereka selama lamanya.
itulah orang-orang fasik.
Qs. An-Nur Ayat 5
ٌ ُغف
ور َّر ِحي ٌم َ َّ وا فَإ ِ َّن
َ ٱَّلل ْ َ ُوا ِم ۢن بَ ْع ِد ٰذَلِكَ َوأ
۟ صلَ ُح ۟ إِ َّال ٱلَّذِينَ ت َاب
Terjemahan menurut Kementerian Agama RI :
kecuali mereka yang bertobat setelah itu dan memperbaiki (dirinya), maka
sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Terjemahan menurut Prof. Dr. Muhammad Quraish Shihab :
Kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki, maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Masa Penyayang.
Terjemahan menurut Prof. Dr. Hamka :
Kecuali orang yang taubat sesudah itu dan memperbaiki. Sesungguhnya
Tuhan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
25
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jamak Muzakkar Salim Jamak mudzakkar salim adalah jamak yang
diperuntukan untuk laki-laki menunjukkan makna lebih dari dua, ditandai dengan
adanya huruf tambahan berupa wawu+nun ketika rafa', dan ya'+nun ketika nashab
dan jer. Cara pembentukan jama' muadzakkar salim Tata cara pembentukan jama'
mudzakkar salim adalah dengan mengubah isim mufrod yang menunjukkan laki-
laki atau tidak ada ta' marbutoh ( ) ةdiakhirnya dengan menambahkan و & نdi
akhimya ketika rafa’ atau ي & نdiakhirnya ketika nashab dan jar. Jamak Muannats
Salim Jamak muannats salim adalah isim yang susunannya tidak rusak ketika
perubahannya dari bentuk mufrad ke jamak dan menunjukkan jamak perempuan.
Pola Isim Fail Fa’il (Subjek) adalah : Isim marfu’ yang terletak setelah Fi’il
Mabni Lil Ma’lum dan menunjukkan atas siapa yang melakukan perbuatan tersebut
atau yang disifatkan dengannya. Setiap kalimat isim yang berkedudukan sebagai
fa’il pada jumlah fi’liyyah harus dibaca rafa’ (marfu’), dan jika Fa’il itu berupa isim
zhahir, maka tanda Rafa’nya tergantung kepada bentuk kalimatnya.
26
Kaidah Taqdim dan Takhir Adapun kaidah-kaidah taqdim dan takhir itu ada
dua: Pertama, mendahulukan penyebutan pada satu lafaz atau pada satu ayat bukan
berarti lebih terjadi dalam realitas dan hukumnya Penjelasan dari kaidah ini yakni
pada ungkapan yang menyatakan bahwa sebab-sebab suatu perkataan didahulukan
oleh karena kemuliaan, keagungan atau apa yang menjadi perhatian padanya.
Kedua, kebiasaan orang Arab tidak akan mendahulukan suatu kata kecuali apa yang
telah menjadi perhatiannya
3.2 Saran
Sekiranya dalam makalah kami ini terdapat kesalahan maka kami mohon dari
teman-teman dan bapak dosen untuk memberikan kritikan yang bersifat
membangun dan dapat dijadikan acuan sehingga kedepannya kami dapat membuat
makalah yang lebih baik lagi.
27
Daftar Pustaka
Mu’minin, Iman Saiful. Kamus Ilmu Nahwu dan Sharaf, Jakarta: Amzah, 2009.
28