Anda di halaman 1dari 11

MODUL

STRATEGI
Cognitive Modeling
Disusun oleh:
Kelompok 3
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi TUHAN YME yang telah memberikan rahmat
sehingga penulis dapat menyelesaikan buku panduan ini.
Panduan ini merupakan acuan, pedoman, maupun petunjuk
dalam pemberian layanan konseling individual menggunakan
pendekatan behavioristik dengan teknik shaping untuk
mengatasi perilaku terlambat datang ke sekolah bagi siswa.
Panduan ini memuat beberapa materi dan mekanisme layanan
konseling individu/ perorangan yang mencakup tujuan,
indikator keberhasilan, waktu, langkah-langkah, materi, dan
evaluasi. Semoga panduan ini dapat digunakan oleh guru BK/
konselor untuk membantu siswa dalam memberikan layanan
konseling individu/ perorangan untuk mengatasi perilaku
terlambat datang ke sekolah bagi siswa. Harapan dengan
ditulisnya buku panduan ini, sebagai referensi bagi konselor
sekolah atau masyarakat umum untuk membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman. Panduan pelaksanaan layanan
konseling individu menggunakan pendekatan behavioristik
dengan teknik shaping untuk mengatasi perilaku terlambat
datang ke sekolah bagi siswa ini kemungkinan masih banyak
kekurangan, oleh karena itu saya berharap masukan yang
bersifat membangun dari para pembaca untuk
kesempurnaan panduan ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian strategi cognitive modelling
Menurut pendapat Sarason strategi pemodelan kognitif yaitu sesuatu
prosedur dimana seorang konselor menunjukkan kepada seseorang tentang apa
yang harus dilakukan pada diri sendiri pada saat melaksanakan sebuah tugas.
Sedangkan menurut cormier strategi pemodelan kognitif yaitu salah satu teknik
dalam konseling dengan menggabungkan latihan pemodelan kognitif dengan
latihan instruksi diri (self intruction training). Michenbaum dan Goodman
menyebutkan bahwa setrategi pemodelan kognitif adalah strategi yang digunakan
untuk mengembangkan control diri (self control) pada anak-anak yang usianya
masih muda. Sedangkan menurut Kendall dan Braswell trategi pemodelan
kognitif dirancang untuk membantu guru dalam menangani siswa-siswinya.
Menurut kazdin & Mascitelli dalam Cormier (1985), strategi
pemodelan kognitif sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan-
kemampuan siswa terutama kemampuan asertifnya, termasuk kemampuan siswa
dalam bertanya pada guru. Penggunaan strategi pemodelan kognitif ini bertujuan
agar individu atau konseli dapat mengamati langsung seorang model dan
diperkuat untuk mencontoh segala tingkah laku model dan kalimat-kalimat verbal
yang diucapkannya. Dengan demikian, pikiran-pikiran negatif yang ada dapat
dikontrol sehingga individu tersebut dapat melakukan tugasnya dengan baik. Jadi
kecakapan-kecakapan sosial tertentu dapat diperoleh dengan mengamati dan
mencoba tingkah laku serta kalimat-kalimat model yang ada.
Dalam pemodelan kognitif, keaktifan konseling sangat berperan
penting dalam mengubah perilakunya sendiri, dengan membisikkan perintah-
perintah pada diri sendiri secara tidak langsung konseli telah mencoba utuk
melawan dan merubah pemikiran-pemikiran negatif yang dipikirkan ketika akan
berbicara dikelas, dalam membentuk perilaku adalah dengan meniru sehingga hal
ini akan sesuai jika pemodelan kognitif digunakan untuk merubah perilaku
kurang berani berbicara di depan kelas karena konseli juga meniru model dalam
merubah perilaku. Apabila akan memberikan latihan ini pada anak-anak
hendaknya para pembimbing terlebih dahulu merencanakan program untuk self
instructional, misalnya kita perlu memperhatikan tingkat kematangan berfikir, IQ
dan sebagainya. Keunikan dari strategi pemodelan kognitif ini ialah respon-
respon yang tentu dapat ditampilkan (dimodelkan). Menurut kazdin dan
mascitelli strategi pemodelan kognitif ini penggunaannya hendaknya
dikombinasikan dengan latihan dan tugas pekerjaan rumah, hal ini akan sangat
efektif untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan asertifnya. Simpulan
dari pendapat diatas, strategi pemodelan kognitif merupakan salah satu latihan
atau terapi pendekatan kognitif untuk membantu individu agar mampu
melakukan sesuatu yang harus dilakukan saat dihadapkan pada sebuah tugas,
dengan cara memodelkan pikiran atau penilaian dirinya sendiri sehingga individu
dapat berfikir dan dapat membuat rencana tentang apa yang harus dilakukannya
ketika dihadapkan pada sebuah tugas.
Tujuan Pemodelan Kognitif
Setiap proses latihan atau proses belajar pasti ada tujuan yang diinginkan. Sesuai
dengan pengertian strategi pemodelan kognitif yang sudah dijelaskan dimuka
maka pada dasarnya latihan pemodelan kognitif bertujuan untuk membantu
mengoptimalkan kemampuan siswa ketika melakukan sesuatu atau saat
menghadapi tugas. Dalam pemodelan kognitif ditunjukan sebagai usaha model
untuk menegaskan kepada pengamat atau konseli tentang proses dimana kita
memperoleh respon terbuka yang telah dia buat.
Hal ini sesuai dengan pernyataan meichenbaum dan goodman yang dikutip oleh
cormier, salah satu tujuan dari penggunaan pemodelan kognitif ialah untuk
mengembangkan kontrol diri pada anak-anak remaja, terutama anak-anak yang
impulsif. Dengan latihan pemodelan kognitif anak-anak dapat melihat seorang
model yang telah diatur perkataan dan tingkah lakunya yang dapat membantu
mereka dalam melaksanakan sebuah tugas.
Prosedur
Menurut Meichenbaum dan goodman dkk, dalam melaksanakan strategi
pemodelan kognitif ini ada beberapa langkah yang harus dilaksanakan oleh
konselor, yaitu :
a. Konselor bertindak sebagai model dan langkah pertama
melaksanakan tugas sambil berbicara pada diri sendiri secara keras atau lantang.
b. Konseli melaksanakan tugas yang sama (seperti yang diharapkan
oleh konselor) sambil konselor memberikan perintah secara keras dan lantang.
c. Konseli diperintahkan untuk melaksanakan tugas yang sama
kembali sambal menginstruksikan diri sendiri dengan keras dan lantang.
d. Konseli membisikkan perintah-perintah tersebut pada diri sendiri
sambil melaksanakan tugasnya.
e. Akhirnya konseli melaksanakan tugasnya sambal memerintahkan
diri secara tersembunyi (covertly / dalam hati).
Perlu diketahui bahwa strategi pemodelan kognitif ini tergambar dalam langkah
1, sedangkan langkah 2 sampai 5 merupakan latihan untuk konseli pada self-
verbalization (bisik diri) sambil melaksanakan tugasnya. atau tingkah lakunya,
pernyataan-pernyataan konseli ini diucapkan berangsur-angsur secara terbuka
atau jelas sampai secara tertutup (dalam hati).
Dalam pengimplementasian pemodelan kognitif dan self-instructional ada 7
langkah yang harus diperhatikan :
1. Memberikan Rasional
2. Pemodelan penugasan secara kognitif dan self-verbalization (bisik diri),
yaitu dengan melatihkan pada konseli.
3. Bimbingan secara terbuka dari konselor
4. Bimbingan secara terbuka dari konseli sendiri.
5. Bimbingan pada diri sendiri secara terbuka.
6. Bimbingan pada diri sendiri secara tertutup.
7. Pekerjaan rumah dan tindak lanjut.

•Rasional
Sebelum menerapkan suatu strategi kepada konseli, konselor hendaknya
menjelaskan rasional strategi tersebut kepada konseli. Suatu rasionalisasi yang
baik dari strategi, terdiri dari alasan dari prosedur tersebut dan suatu tinjauan
singkat (overview) dari komponen-komponenya. Setelah memberikan rasional,
konselor hendaknya mengetahui sejauh mana kemampuan konseli untuk
mencobanya. Seperti kita ketahui, konseli hendaknya jangan dipaksa untuk
menggunakan suatu strategi.
Setelah rasional disampaikan oleh konselor dan beberapa pertanyaan telah
diklarifikasi, maka konselor dapat memulai menampilkan latihan pemodelan
kognitif.
•Pemodelan Penugasan dan Self-Guidance
Pertama-tama konselor memerintahkan konseli untuk mendengarkan apa yang
dikatakan oleh konselor kepada dirinya pada saat melaksanakan tugas, kemudian
pada waktu melaksanakan tugas itu konselor sambil berbicara keras atau lantang
(Meichenbaum & Goodman:1971).
•Bimbingan Secara Terbuka dari Konselor (Overt External Guidance)
Setelah konselor memperagakan verbalisasinya, konseli diminta untuk
melaksanakan tugas (seperti yang diperagakan oleh konselor ), sementara
konselor sambil melatihnya. Disini konselor dalam melatih konseli dengan
menggunakan kata “kamu” sebagai pengganti kata “saya” (contoh : Apa yang
kamu...., atau kamu harus hati-hati). Apabila saat konseli berlatih, ada kehadiran
orang lain yang dapat menjadikan konseli terganggu, maka konselor dapat
berkata “ orang-orang itu mungkin dapat mengganggu kamu. Jangan dihiraukan,
tetap pusatkan perhatianmu pada apa yang kamu kerjakan sekarang. Kata- kata
seperti ini dapat diucapkan konselor ketika menggunakan overt external
guidance, agar prosedur ini nanti. diharapkan serupa dengan apa yang akan
dihadapi oleh konseli pada kehidupan sebenarnya.
•Bimbingan Secara Terbuka dari Konseli Sendiri (Overt Self-Guidance) Konselor
selanjutnya memerintahkan konseli untuk melaksanakan tugas sambil
membimbing diri sendiri dengan suara yang keras atau lantang. Tujuan dari
langkah ini adalah untuk memberikan latihan kepada konseli jenis self-talk yang
akan memperkuat perhatian terhadap tuntutan tugas dan akan meminimalkan
gangguan dari luar. Seperti pada dua (2) langkah yang telah disebutkan diatas,
verbalisasi ini harus mengandung lima (5) komponen dan konseli harus
diyakinkan untuk menggunakan kalimatnya sendiri. Andai kata konseli kehabisan
kata-kata, maka konselor dapat membantu dan melatihnya. Jika perlu konselor
dapat kembali kelangkah sebelumnya (bisa memberikan contoh atau peragaan
lagi atau melatih lagi overt external guidance).
Setelah konseli melengkapi langkah ini, konselor harus memberikan tanggapan
tentang bagaimana latihan tersebut yang dapat diselesaikan dengan baik oleh
konseli dan tentang kesalahan atau kekurangan yang diperbuat.
•Bimbingan pada Diri Sendiri Secara Terbuka (Faded overt Self-Guidance)
Selanjutnya konseli melakukan tugas sambil berbisik (menggunakan bibir).
Pemodelan kognitif pada bagian ini diberikan sebagai langkah pertengahan antara
menjadikan konseli mengungkap kata-katanya sampai konseli
mengungkapkannya tanpa kata-kata, seperti langkah pada berikutnya, yaitu
convert self guidance. Self guidance adalah salah satu cara bagi konseli untuk
meraih dengan sukses hasil akhir dari prosedur berfikir terhadap diri sendiri pada
saat melaksanakan sesuatu.
•Bimbingan pada Diri Secara Tertutup (Convert Self-Guidance)
Pada tahap ini konseli melakukan tugas dengan membimbing atau memerintah
secara tertutup (convertly), atau “didalam kepala”. Hal ini sangat penting bagi
konseli untuk mempraktekkan self instruction secara terbuka. Jika gangguan dan
hambatan mulai muncul, konselor dapat menyarankan mencari kata-kata yang
lebih cocok agar dapat berinisiatif untuk praktek tambahan, sehingga konseli siap
ntuk menerapkan prosedur tersebut di luar sesi (pertemuan konselor dan konseli).
•Pekerjaan Rumah dan Tindak Lanjut
Selanjutnya pada tahap ini konselor hendaknya menyuruh konseli untuk
menggunakan verbalisasi tertutup pada saat melaksanakan tindakan yang
diinginkan, di luar hubungan konseling. Tugas pekerjaan rumah ini harus dirinci:
a. Apa yang harus dilakukan konseli
b. Berapa banyak dan berapa sering perilaku tidak mampu berbicara di
depan kelas.
c. Apa yang dipikirkan saat itu serta perintah-perintah apa yang diberikan
pada diri sendiri dalam menetralisir ketakutan-ketakutannya.
Pekerjaan rumah dan tindak lajut ini harus terjadwal dengan baik
Tujuan Konseling
Tujuan konseling strategi kognitif modelling adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa serta meningkatkan rasa percaya diri
siswa dalam bertanya pada guru
Berikut adalah tujuan konseling strategi kognitif modelling yang dapat
dijabarkan:

• Meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa dalam


menyelesaikan masalah yang kompleks dan menantang.
• Meningkatkan rasa percaya diri siswa dalam bertanya pada guru atau
mengemukakan pendapat di depan kelas.
• Meningkatkan kemampuan siswa dalam mengamati dan memahami strategi
berpikir kritis dan kreatif yang digunakan oleh guru atau model.
• Meningkatkan kemampuan siswa dalam mempraktekkan strategi berpikir
kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah yang serupa atau berbeda.
• Meningkatkan kemampuan siswa dalam menerima umpan balik dan
bimbingan dari guru atau konselor dalam menggunakan strategi berpikir kritis
dan kreatif.
Dalam konseling strategi kognitif modelling, tujuan utama adalah untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif serta
meningkatkan rasa percaya diri mereka dalam menghadapi masalah dan situasi
yang kompleks. Selain itu, tujuan konseling juga dapat disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi siswa yang sedang dibimbing.
Kegunaan
Meichenbaum & Goodman (1971), menggunakan model ini untuk
mengembangkan kontrol diri (self-control) pada anak-anak yang usianya masih
muda. Kendall & Braswell (1982) menemukan bahwa anak-anak yang
bermasalah antara usia 8-12 tahun, dengan latihan ini dapat membantu guru
dalam menangani siswanya.
Apabila akan memberikan latihan ini pada anak-anak hendaknya para
pembimbing terlebih dahulu merencanakan program untuk self-instructional,
terutama bagi anak-anak yang lebih bersifat impulsif, misalnya: kita perlu
memperhatikan tingkat kematangan berpikir, umur, IQ, dan sebagainya.
Cognitive self-instruction ini penggunaannya hendaknya dikombinasikan dengan
latihan dan tugas pekerjaan rumah, hal ini akan sangat efektif untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan asertifnya (Kazdin &
Mascitelli, 1982).
B. Pengertian Teori Kognitif
Teori Kognitif menurut Jerome Bruner
Menurut Jerome Brunner, pembelajaran hendaknya dapat menciptakan situasi
agar mahasiswa dapat belajar dari diri sendiri melalui pengalaman dan
eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan baru yang khas
baginya. Dari sudut pandang psikologi kognitif, bahwa cara yang dipandang
efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan adalah pengembangan
program-program pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental
intelektual pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana
direkomendasikan Merril, bahwa jenjang belajar bergerak dari tahapan
mengingat, dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep,
prosedur atau prinsip baru di bidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang
dipelajari. Dalam teori belajar, Jerome Bruner berpendapat bahwa kegiatan
belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu
aturan atau kesimpulan tertentu. Dalam hal ini Bruner membedakan menjadi tiga
tahap, yaitu :
a. Tahap informasi, yaitu tahap awal untuk memperoleh pengetahuan atau
pengalaman baru,
b. Tahap transformasi, yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis
pengetahuan baru serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang
mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang lain, dan
c. Tahap evaluasi, yaitu untuk mengetahui apakah hasil tranformasi pada
tahap kedua tadi benar atau tidak. (Syah, 2009)
Jerome Bruner juga memandang belajar sebagai “instrumental conceptualisme”
yang mengandung makna adanya alam semesta sebagai realita, hanya dalam
pikiran manusia. Oleh karena itu, pikiran manusia dapat membangun gambaran
mental yang sesuai dengan pikiran umum pada konsep yang bersifat khusus.
Semakin bertambah dewasa kemampuan kognitif seseorang, maka semakin bebas
seseorang memberikan respon terhadap stimulus yang dihadapi.
Definisi pembelajaran cognitive
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan
dengan “knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas
kognition/kognisi ialah perolahan penataan, penggunaan pengetahuan
(Muhibbin, 2005: 65). Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar itu sendiri. Baharudin menerangkan teori ini lebih
menaruh perhatian dari pada peristiwa-peristiwa Internal.
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya
(Bahruddin, dkk. 2012: 87). Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa
belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Model
belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya.
Tujuan Terapi Kognitif
Terapi kognitif memiliki tujuan eksplisit mengisi kembali energi reality- testing
system (sistem pengujian realitas) konseli. Dengan derajat yang bervariasi, klien
dengan berbagai macam gangguan psikopatologis dan pasangan dengan
hubungan yang mengalami distres telah kehilangan kemampuannya untuk
menguji-realitas interpretasi disfungsionalnya. Selain itu, terapi kognitif
bermaksud memberikan keterampilan perilaku yang relevan dengan masalah
klien, misalnya keterampilan mendengarkan atau keterampilan komunikasi bagi
pasangan yang mengalami distres atau keterampilan asertif untuk orang-
orang pemalu.
C. Teknik Modelling
Modeling merupakan belajar melalui observasi dengan menambahkan atau atau
mengurangi tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan
sekaligus. melibatkan proses kognitif. Modeling sebagai proses belajar melalui
observasi dimana tingkah laku dari seorang individu atau kelompok. sebagai
model, be9rperan sebagai rangsangan bagi pikiran-pikiran, skap-sikap, atau
tingkah laku sebagai bagian dari individu yang lain yang mengobservasi model
yang ditampilkan
Prinsip Dasar
Beberapa Prinsip dasar Teknik modelling adalah
1. Belajar dapat diperoleh secara tidak langsung dengan cara mengamati
tingkah laku orang lain berikut konsekuensinya-konsekuensinya.
2. Pemberian pengalaman belajar sebagai bentuk penghapusan hasil belajar
yang malasuai
3. Model diposisikan sebagai stimulus terjadinya perubhan pikiran, sikap,
dan perilaku bagi konseli
4. Individu/konseli mangamati tingkah laku model kemudian diperkuat
untuk mencontohnya.
5. Status dan posisi model amat berarti, karena keberhasilan teknik
modelling tergantung pada persepsi konseli terhadap model yang diamati
6. Adegan yang lebih dari satu dapat menggambarkan situasi-situasi yang
berbeda beda sebagai penegasan dari perilaku yang diinginkan.
Tujuan Teknik modelling
Teknik modeling bertujuan untuk membentuk tingkah laku- tingkah laku baru
pada klien. Teknik ini dilakukan agar klien dapat hidup dalam suatu model sosial
yang diharapkan dengan cara imitasi (meniru), mengobservasi, dan
menyesuaikan dirinya dan menginternalisasikan norma-norma dalam sistem
model sosial dengan masalah tertentu yang telah disiapkan oleh konselor.
Menurut Willis (2004:78) perilaku model digunakan untuk: (1) membentuk
perilaku baru pada klien, (2) memperkuat perilaku yang sudah terbentuk.
Menurut Corey (2007: 222) menyatakan bahwa kecakapan- kecakapan sosial
tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-
model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki
seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang
mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akib
akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya Dengan kata lain
dapat dijelaskan bahwa teknik modeling s berguna untuk membentuk perilaku-
perilaku baru klien melalui cara mengamati dan mencontoh tindakan orang lain
sebagai modelnya. Sangat berguna untuk membentuk perilaku baru klean/konseli
melalui cara mengamati dan mencontoh tindakan orang lain sebagai contohnya.
Sedangkan manfaat modeling menurut Bandura (dalam Gunarsa, 2007:221)
adalah:
(1) Pengambilan respon atau keterampilan baru dan diperlihatkan dalam
perilakunya setelah memadukan apa yang diperoleh dari pengamatannya
dengan pola perilaku baru.
(2) Hilangnya respon takut setelah melihat model melakukan sesuatu hal
yang selama ini menimbulkan rasa takut oleh individu.
(3) Pengambilan suatu respon dari respon-respon yang diperlihatkan oleh
tokoh yang memberikan jalan untuk ditiru
Dapat disimpulkan bahwa manfaat teknik modeling berupa:
(1) Didapatnya respon/keterampilan baru. Akibat dari belajar dengan
menggunakan teknik modeling ini adalah adanya pengintegrasian pola
perilaku baru yang didasarkan dengan cara mengamati model. Contohnya
adalah belajar keterampilan sosial, latihan berbicara pada anak-anak
disability, belajar keterampilan dalam berolah raga, dll.
(2) Mencegah datangnya perilaku yang tidak diinginkan.
(3) Untuk meningkatkan perilaku positif yang telah dimiliki sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai