Anda di halaman 1dari 23

MODUL AJAR

INFORMASI UMUM
A. IDENTITAS
NAMA : AFDAL AQZAMI, S.Pd
INSTITUSI : SMAN 7 PADANG
TAHUN : 2022
JENJANG SEKOLAH : SMA
KELAS : 11.F
ALOKASI WAKTU : 4 X 45 MENIT (2 X PERTEMUAN)

B. KOMPETENSI AWAL
Peserta didik mampu menganalisis kondisi Indonesia pasca proklamasi
kemerdekaan.

C. PROFIL PELAJAR PANCASILA


1) Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlaq mulia
2) Berkebhinekaan global
3) Bernalar kritis

D. SARANA DAN PRASARANA


1. Papan tulis
2. Spidol
3. Laptop
4. LCD
5. Jaringan Internet

E. TARGET PESERTA DIDIK : Fase F Kelas 11 Reguler

F. MODEL PEMBELAJARAN : Pembelajaran Tatap Muka (PTM) dengan model


pembelajaran discovery learning

KOMPONEN INTI
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Peserta didik mampu menganalisis perkembangan Bangsa Indonesia pada masa
Demokrasi Liberal serta dapat menyajikannya dalam bentuk tulisan ataupun
media lainnya.
B. PEMAHAMAN BERMAKNA
Dengan mempelajari materi perkembangan kehidupan Bangsa Indonesia pada
masa Demokrasi Liberal, peserta didik mampu menyelesaikan berbagai
persoalan yang dihadapi bangsa sehingga Indonesia masih tetap utuh sampai
sekarang ini.

C. PERTANYAAN PEMANTIK
Saat ini, kita rutin melaksanakan pemilu baik untuk memilih anggota legislatif
maupun eksekutif. Hajatan pemilu selalu dinantikan oleh segenap masyarakat.
Lalu tahukah ananda, kapan pemilu pertama kali dilaksanakan di Indonesia?
bagaimana kondisi Indonesia pada masa itu? Apa saja persoalan yang dihadapi
bangsa Indonesia pada masa itu?

D. KEGIATAN PEMBELAJARAN
PERTEMUAN 1
Tahap Pendahuluan (10 menit)
1. Menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran seperti
berdoa, absensi, menyiapkan buku pelajaran, bahan teks multimoda,
memasangkan LCD pada laptop.
2. Memotivasi peserta didik secara kontekstual sesuai dengan manfaat
pembelajaran.
3. Memberikan beberapa gambar yang menunjukan peninggalan-peninggalan
sejarah sekaligus menghubungkan dengan ayat-ayat Al Quran: surat
Muhammad ayat 10 tentang mengambil hikmah atas peristiwa masa lampau
4. Menjelaskan tujuan pembelajaran, kompetensi, literasi, dan karakater yang
harus dicapai.
5. Menyampaikan cakupan materi dan lingkup penilain serta penjelasan uraian
kegiatan sesuai silabus.

Tahap Inti (70 menit)


Stimulation
1. Peserta didik diberi motivasi untuk memusatkan perhatian pada topik materi
perkembangan Bangsa Indonesia pada masa Demokrasi Liberal
2. Peserta didik diminta untuk menjawab pertanyaan pemantik sebagai
pengantar pembelajaran ke arah materi yang akan dipelajari
3. Guru memberikan gambaran umum terhadap materi yang akan dipelajari
Problem Statement
4. Peserta didik dibimbing oleh guru merumuskan masalah yang akan dicari
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Data Collection
5. Peserta didik dibagi ke dalam beberapa kelompok dengan beberapa pokok
pembahasan yaitu: latar belakang munculnya demokrasi liberal,
perkembangan masa demokrasi liberal (kabinet), pemberontakan-
pemberontakan pada masa demokrasi liberal, akhir masa demokrasi liberal.
6. Peserta didik mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaan yang telah
teridentifikasi dengan cara mengamati objek atau kejadian dan membaca dari
berbagai sumber.
Data Processing
7. Peserta didik lalu berdiskusi dengan anggota kelompoknya untuk mengolah
data yang telah ditemukan dan mengerjakan LKPD yang sudah disediakan
oleh guru.

Tahap Penutup (10 menit)


1. Peserta didik diminta menyampaikan hambatan dan apa yang diperoleh
selama pembelajaran tadi
2. Guru memberikan arahan untuk persiapan pertemuan selanjutnya

PERTEMUAN 2
Tahap Pendahuluan (10 menit)
1. Menyiapkan peserta didik untuk mengikuti proses pembelajaran seperti
berdoa, absensi, menyiapkan buku pelajaran, bahan teks multimoda,
memasangkan LCD pada laptop.
2. Memotivasi peserta didik secara kontekstual sesuai dengan manfaat
pembelajaran.
3. Guru memberikan apersepsi kepada peserta didik

Tahap Inti (70 menit)


Verification
1. Perwakilan dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil dikusi
kelompoknya dengan sistem panel.
2. Peserta didik dari kelompok lain memperhatikan lalu diminta mengajukan
beberapa pertanyaan diakhir diskusi untuk memverifikasi informasi yang
disampaikan oleh kelompok yang tampil.
3. Peserta didik dibimbing oleh guru untuk membuat kesimpulan
Generalization
4. Masing-masing peserta didik mampu membuat kesimpulan di buku catatan
dari diskusi yang telah dilakukan.

Tahap Penutup (10 menit)


1. Peserta didik diminta menyampaikan hambatan dan apa yang diperoleh
selama pembelajaran tadi
2. Guru memberikan arahan untuk persiapan pertemuan selanjutnya
E. ASESMEN
Asesmen Sikap Profil Pelajar Pancasila
No Profil Pelajar Pancasila BT MT MB MK Keterangan
1. Beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha
Esa dan berakhlaq mulia

2. Berkebhinekaan global

3. Bernalar kritis

Keterangan
BT : Belum Terlihat MT : Mulai terlihat
MB : Mulai Berkembang MK : Membudaya

Asesmen Kognitif Formatif


Peserta didik diminta untuk mengerjakan LKPD yang sudah disediakan
sebagaimana terdapat di lampiran
Asesmen Kognitif Sumatif
Tes tertulis (soal di lampiran)

F. PENGAYAAN DAN REMEDIAL


Pengayaan: Bagi peserta didik yang sudah mencapai nilai ketuntasan diberikan
pembelajaran pengayaan sebagai berikut :
1. Peserta didik yang mencapai nilai n(ketuntasan) < n < n(maksimum)
diberikan materi masih dalam cakupan capaian pembelajaran dengan
pendalaman sebagai pengetahuan tambahan
2. Peserta didik yang mencapai nilai n > n(maksimum) diberikan materi
melebihi cakupan capaian pembelajaran dengan pendalaman sebagai
pengetahuan tambahan.

Remedial
Pembelajaran remedial dilakukan bagi peserta didik yang hasil capaian
pembelajaran rendah melalui:
1. Tahapan pembelajaran remedial dilaksanakan melalui remidial teaching
(klasikal), atau tutor sebaya, atau tugas dan diakhiri dengan tes
2. Tes remedial, dilakukan sebanyak 2 kali dan apabila setelah 2 kali tes
remedial belum mencapai ketuntasan, maka remedial dilakukan dalam
bentuk tugas tanpa tes tertulis kembali
G. REFLEKSI
 Apakah guru menyampaikan value (nilai-nilai) materi ini untuk
menumbuhkan nasionalisme?
 Penanaman karakter dari guru pada materi ini sangat diperluhkan untuk
cinta tanah air.
 Guru harus selalu memberi semangat kepada peserta didik untuk selalu
semangat belajar sejarah
 Perlu adanya media yang mempermudah peserta didik dalam memahami
pelajaran.
 Apakah peserta didik senang belajar sejarah dengan metode yang
diberikan guru?

Padang, Mei 2022


Mengetahui Disusun oleh
Kepala SMAN 7 Padang Guru Mata Pelajaran

Dra. ENNY SASMITA, M.Pd AFDAL AQZAMI, S,Pd


NIP. 196707041992032005
LAMPIRAN

A. LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK


ATP: perkembangan kehidupan bangsa Indonesia pada masa demokrasi liberal

Petunjuk Kegiatan Diskusi:

 Bentuklah 4 kelompok dalam kelas!

 Pembagian tema diskusi setiap kelompok:

1) latar belakang munculnya demokrasi liberal

2) perkembangan masa demokrasi liberal (kabinet)

3) ancaman disintegrasi bangsa pada masa demokrasi liberal

4) akhir masa demokrasi liberal.

 Masing-masing kelompok dibimbing oleh guru merumuskan masalah sesuai

tujuan pembelajaran

 Masing-masing kelompok mengumpulkan informasi dari berbagai sumber lalu

berdikusi untuk menjawab rumusan masalah

 Selama diskusi, kalian harus mengerjakan secara kolaboratif dalam kelompok

masing-masing.

 Sekretaris masing-masing kelompok membuat laporan hasil diskusi

 Masing-masing perwakilan kelompok menampilkan hasil diskusinya di depan

kelas

 Masing-masing peserta didik mencatat kesimpulan dan poin-poin penting dari

diskusi yang sudah dilakukan di buku catatan masing-masing.


B. BAHAN BACAAN GURU DAN PESERTA DIDIK
A. Pengertian Integrasi dan Integrasi nasional

Bangsa Indonesia yang sekarang tegak berdiri ini pernah diuji oleh masyarakat
atau sekelompok orang yang ingin merusak tatatanan integrasi nasional. Dalam
Kamus Bahasa Indonesia integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang
utuh atau bulat. Integrasi bisa juga diartikan penyatuan bangsa atau suku yang
berbeda di masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh untuk menjadi suatu
bangsa.

Integrasi akan semakin kukuh apabila tercapai dua hal yaitu pertama,
sebagian masyarakat bersepakat mengenai batas-batas teritorial negara sebagai
suatu wilayah politik. Kedua, sebagaian besar masyarakat bersepakat mengenai
struktur pemerintahan serta aturan- aturan proses politik, ekonomi, sosial, yang
berlaku di masyarakat.

Sedangkan apabila diteropong dengan kewilayahan muncul istilah integrasi


nasional atau integrasi bangsa. Kata bangsa (nation) merupakan sekelompok
manusia yang sifatnya heterogen (majemuk) tetapi mereka sebenarnya memiliki
kehendak yang sama dengan menempati daerah tertentu secara permanen. Untuk
itulah integrasi bangsa dapat diartikan usaha atau proses untuk mempersatukan
perbedaan-perbedaan dalam suatu negara berdasarkan bahasa, sejarah, adat istiadat
dengan tujuan yang sama yang hendak dicapai suatu bangsa.

B. Pengertian Disintegrasi Nasional

Disintegrasi dapat mengancam suatu masyarakat yang sudah mengalami proses


integrasi seperti Indonesia karena Indonesia terdiri dari banyak perbedaan suku,
agama, budaya, adat istiadat, ras, dan lain sebagainya. Faktor yang mengancam
integrasi bangsa adalah sikap yang tidak sesuai dengan masyarakat yang majemuk
dan heterogen. Misalnya sikap etnosentrisme, sikap primordialisme, dan sikap
fanatisme yang berlebihan. Bagaimana caranya jika bangsa mengalami disintegrasi
nasioanl? Langkah utama yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat adalah
reintegrasi.

Reintegrasi bangsa adalah proses pembentukan integrasi kembali agar sesuai


dengan nilai-nilai, kaidah-kaidah dan kesepakatan bersama pada suatu bangsa.
Reintegrasi bangsa adalah salah satu cara untuk menyelesaikan atau memecahkan
konflik pada bangsa yang mengalami konflik diantara anggota masyarakatnya.

C. Disintegrasi Pada masa Revolusi Fisik

1. Pemberontakan PKI Madiun 1948


Pemberontakan PKI Madiun terjadi di Kabupaten Madiun Jawa Timur.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Musso. Dia merupakan tokoh Partai Komunis
Indonesia yang pernah belajar di Uni Soviet untuk mendalami idiologi Komunis.
Musso ingin mendirikan Republik Soviet Indonesia. Selain Musso pemberontakan
ini juga melibatkan tokoh nasional mantan perdana menteri, Amir Syarifuddin.

a. Latar Belakang

Perjanjian Renville yang digadang-gadang bangsa Indonesia akan memecahkan


kebuntuhan persoalan antara Indonesia dengan Belanda ternyata berakhir dengan
bayak kekecewaan di pihak orang-orang Indonesia. Wilayah Indonesia yang semula
hanya meliputi Jawa, Sumatera, dan Madura sebagai hasil perjanjian Linggarjati,
kini setelah ada putusan perjanjian Renville bukan semakin besar malah semakin
sempit. Wilayah itu semakin sempit karena adanya garis van Mook. Untuk itulah
pasukan TNI yang berada di belakang garis demarkasi van Mook terpaksa
meninggalkan daerah tersebut. Pada 17 Januari 1948 ribuan pasukan TNI dari
divisi Siliwangi hijrah ke Surakarta dan Yogyakarta dengan memendam perasaan
kecewa. Memang perjanjian Renville menguntungkan Belanda dari segi politik
maupun ekonomi. Wilayah kekuasaan Belanda menjadi semakin luas serta sumber-
sumber ekonomi juga semakin mudah didapat. Karena Indonesia begitu terjepit
maka Amir Syarifuddin sebagai perdana menteri yang memimpin perjanjian
Renville mendapat tekanan yang luar biasa sehingga dijatuhi mosi tidak percaya
pada 23 Januari 1948. Akibatnya Amir Syarifuddin terpaksa turun dari jabatannya
sebagai perdana menteri dan digantikan oleh Moh. Hatta.

Amir Syarifuddin yang jatuh itu kemudian menjadi oposisi kabinet Hatta.
Ia kemudian mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR). Orgnisasi ini merupakan
gabungan dari PSI, Pesindo, Partai Buruh, SOBSI, Barisan Tani Indonesia, dan PKI.
Benturan kepentingan antara Kabniet Hatta dan Amir terjadi sejak Kabniet
Hatta mempunyai program Rera (Reorganisasi dan rasionalisasai). Salah satu
yang menjadi target Rera adalah rasionalisasi tentara yakni tentara yang sedikit
tetapi bermutu. Tentara yang semula berjumlah 463.000 diperas menjadi 90.000.
Akibatnya banyak Tentara yang sebagian besar orang-orang komunis itu
mengganggur sehingga mereka mendesak kepada kabinet Hatta untuk tidak
melanjutkan program Rera.

Tentara-tentara yang menganggur dan kecewa itu kemudian memilih


bergabung dengan FDR karena merasa FDR membela nasibnya. Tentu saja
kesempatan ini digunakan oleh FDR untuk menghantam kabinet Hatta. Kritikan
terhadap kabinet Hatta program Rasionaisasi terdengar nyaring. Ribuan parjurit
merasa kecewa dengan program rasionalisasi itu.
Pada 10 Agustus 1948 Musso kembali ke Indonesia. Dia sebenarnya tokoh PKI
yang pada tahun 1926 melakukan pemberontakan kepada pemerintah Kolonial
Belanda. Tetapi karena pemberontakan itu gagal dia melarikan diri ke Uni Soviet.
Kedatangan Musso disambut baik oleh Amir Syarifuddin sehingga mereka
membentuk organisasi Politbiro pada tanggal 1 September 1948. Dalam organisasi
itu ketuanya Mussso sedangkan Amir Syarifuddin menempati jabatan sekretariat
pertahanan dan tokoh-tokoh lain yang terlibat dalam organisasi itu misalnya DN.
Aidit, Lukman dan Nyoto.

b. Proses pemberontakan

Situasi politik dalam negeri memanas karena terjadi pemogokan buruh dimana-
mana karena memang diorganisir oleh PKI. Anggota serikat buruh, pemuda dan
rakyat dihasut dan digerakkan untuk menentang pemerintah yang sah. Kekacauan
diawali di kota Solo dimana tentara dan orang-orang bersenjata di bawah kendali
FDR terjadi konflik pada 13-16 Sepetember 1948. Salah satu tokoh yang anti FDR, dr
Muwardi diculik dan ditemukan sudah terbunuh sehingga membuat suasana
menjadi mencekam. Untuk itulah kemudian kabinet Hatta mengumumkan negara
dalam kondisi bahaya.

Pada 19 September 1848 FDR bersama PKI di bawah pimpinan Musso dan Amir
Syarifuddin mengumumkan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia. Dengan
mengerahkan ribuan anggota satuan TNI yang memihak komunis yang merupakan
korban dari program rasionalisasi kabinet Hatta. Mereka kemudian menduduki
Madiun dan membasmi tokoh-tokoh setempat yang tidak tunduk dan sepaham
dengan PKI.

c. Penumpasan Pemberontakan

Pada saat itu Jenderal Sudirman sedang sakit keras sehingga Komando
diserahkan kepada Kolonel AH. Nasution yang menjabat sebagai Panglima Markas
Besar Komando Jawa. Nasution segera menggerakan divisi cadangan pasukan
Siliwangi dan kesatuan yang ada di jawa Timur untuk menumpas pemberontakan.
Dalam waktu satu hari saja TNI berhasil dapat memukul mundur PKI/ FDR. Di
bawah komando Kolonel Gatot Subroto yang memimpin divisi Siliwangi, pada 30
September 1948 PKI berhasil ditumpas. Kota Madiun dan sekitarnya dapat
dibebaskan dari para pemberontak. Musso akhirnya tertembak mati dalam
pelariannya pada 31 Oktober 1948 di Samandang, Ponorogo Jawa Timur. Amir
Syarifuddin ditangkap dan ditempak mati di Purwodadi pada tanggal 29 Nopember
1948.

2. DI/ TTI (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia)


Pemberontakan DI/TTII merupakan pemberontakan yang bukan ingin merebut
kekuasaan dan mengganti ideologi seperti halnya PKI tetapi pemberontakan yang
berupaya ingin memisahkan diri dari NKRI. Mereka ingin mendirikan sendiri
negara di bawah bendera Negara Islam Indonesia. Penggagasnya adalah
Kartosuwiryo seorang tokoh Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII).

Pada tanggal 7 Agustus 1949 Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya


DI/TII di Jawa Barat, yang kemudian muncul DI/ TII diberbagai daerah di Indonesia.
Daerah- daerah tempat munculnya DI/ TII itu adalah di Jawa Tengah dibawah
pimpinan Amir Fatah, Di Sulawesi Selatan dipimpin Kahar Muzakar, di Aceh
dipimpin oleh Daud Beureuh, dan di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar.

a. DI/ TII di Jawa Barat

1. Latar belakang pemberontakan

Sebenarnya Kartosuwiryo sudah ada benih-benih mendirikan Negara Islam pada


zaman Jepang. Saat itu dia sudah membentuk pasukan Hisbullah dan
Sabillilah sebagai pusat propaganda untuk mendirikan Negara Islam. Setelah
adanya agresi Belanda I Kartosuwiryo dan pasukannya ikut melawan Kolonial
Belanda tetapi ketika terjadi perjanjian Renville Kartosuwiryo dan pasukannya
menolak ikut hijrah ke Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kartosuwiryo dan
pasukannya yang berjumlah sekitar 400.0000 pasukan tetap tinggal di Jawa Barat.

2. Proses pemberontakan

Setelah terjadi Agresi Belanda II di Yogyakarta yang mengakibatkan Ibukota


jatuh ketangan Kolonial Belanda Kartosuwiryo menganggap bahwa RI sudah habis.
untuk itu dia segera memperkuat tentaranya di Jawa Barat karena menganggap
Jawa Barat masuk dalam wilayahnya. Bahkan ketika pasukan divisi Siliwangi
kembali ke Jawa Barat dari Jawa Tengah terjadi kekuatan fisik diantara kedua
pasukan itu pada tanggal 25 Januari 1949 karena Kartosuwiryo menganggap
pasukan Siliwangi sebagai pasukan liar yang masuk daerah wilayahnya.

3. Penumpasan pemberontakan

Sebelum menggelar operasi militer, sebenarnya pemerintah yang sah sudah


membujuk agar Kartosuwiryo segera sadar akan kekeliruannya melalui M. Nazir
sebagai kepala kabinet. Saat itu M. Nazir menjabat juga sebagai kepala pusat
Masyumi sehingga ada ikatan emosional dengan Kartosuwiryo. Tetapi
Kartosuwiryo bersikukuh mau berunding jika pemerintah RI mengakui keberadaan
Negara Islam Indonesia. Untuk itulah akhirnya pemerintah memberlakukan operasi
militer. Pasukan divisi Siliwangi ditugaskan untuk menumpas Kartosuwiryo.
Dengan strategi perang pagar betis akhirnya DI/ TII Kartosuwiryo dapat didesak.
Pada tanggal 4 Juni 1962 Kartosuwiryo dapat ditangkap di Gunung Geber,
Majalaya, Jawa barat oleh pasukan divisi Siliwangi. Pada 5 September 1962
Kartosuworyo dihukum mati.

b. DI/ TII Jawa Tengah

1. Latar belakang pemberontakan

DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah. Dia adalah komandan
laskar Hisbullah di Tulangan dan Mojokerto. Mereka kecewa dan tidak sepakat
dengan hasil perjanjian Renville yang harus memaksa laskar-laskar dan tentara RI
untuk hijrah ke Yogyakarta.

2. Proses Pemberontakan

Pada Agustus 1948 Amir Fatah membawa anak buahnya yang terdiri dari 3
kompi pasukan Hisbullah ke Pekalongan yang saat itu sudah ditinggalkan tentara
hijrah ke Yogyakarta. Dia kemudian membentuk pasukan bersenjata Mujahidin
sebagai upaya membentuk kekuatan. Karena sepaham dengan Kartosuwiryo
maka Amir Fatah ditunjuk Kartosuwiryo memimpin Darul Islam di Jawa
Tengah. Pada 23 Agustus 1949 Amir Fatah memproklamasikan berdirinya Negara
Islam Jawa Tengah sebagai Negara Islam pimpinan Kartosuwiryo. Untuk
mengawali gerakannya pasukan Amir Fatah menyerang pos-pos TNI termasuk juga
pos TNI di Pekalongan.

3. Penumpasan Pemberontakan

Di bawah komando Letnan Kolonel Sarbini pada tahun 1950 TNI membentuk
Gerakan Banteng Negara (GBN). Operasi ini berhasil memisahkan DI Jawa
Tengah dan DI Jawa Barat sehingga pada 22 Desember 1950 Amir Fatah dapat
ditangkap.

c. DI/ TII Aceh

1. Latar belakang pemberontakan

Pada awal Agustus 1949 Syarifuddin Prawiranegara sebagai wakil perdana


menteri dalam kabinet Hatta ditempatkan di Aceh untuk memimpin perjuangan
apabila perundingan KMB gagal. Tampa persetujuan dan konsultasi dengan
pemerintah pusat Syarifuddin Prawiranegara menjadikan Aceh sebagai provinsi
yang terlepas dari provinsi Sumatera Utara. Saat itu Daud Beureuh diangkat sebagai
gubernurnya.

Ketika tahun 1950 Indonesia menjadi negara yang berdaulad pemerintah mulai
melakukan penyerderhanaan dalam administrasi pemerintahan yaitu menurunkan
status Aceh dari sebuah provinsi menjadi daerah karesidenan di bawah provinsi
Sumatera lagi. Tentu saja langkah pemerintah ini membuat Daud Baureuh dan
pengikutnya kecewa karena kekuasaannya hilang kembali.

2. Proses pemberontakan

Setelah Daud Beureuh tidak menjadi gubernur, kemudian dia menghimpun


kekuatan untuk menentang pemerintah. Agar pemberontakan mendapat pengakuan
dan legitimasi rakyat, dia membuat sentimen agama sebagai basis perjuangan yaitu
mendirikan Negara Islam. Untuk memuluskan jalannya dia menjalin
komunikasi dengan Kartosuwiryo di Jawa Barat.

Pada tanggal 21 September 1953 Daud Beureuh memproklamasikan DI/ TII di


Aceh di bawah kekuasaan Kartosuwiryo. Setelah itu kemudian mereka menguasai
kota-kota di Aceh dan melakukan propaganda kepada rakyat Aceh agar tidak
mendukung pemerintahan sah Republik Indonesia.

3. Penumpasan pemberontakan

Komando Daerah Militer Aceh Letnan Kolonel Syamaun menggunakan operasi


militer dengan cara menerima para pemberontak yang ingin menghentikan konflik
tetapi akan menghancurkan bagi tentara Aceh yang melakukan perlawanan
terhadap RI. Sementara itu banyak pemimpin Aceh yang bersedia berdamai lagi,
tetapi Daud Baureuh menolaknya untuk melakukan perundingan.

Pada 17 Desember 1962 diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh yang


digagas Pangdam Kolonel Yasin. Secara bertahap DI/ TII di Aceh akhirnya dapat
diselesaikan dan Aceh kembali aman. Sedangkan Daud Beureuh kembali ke
masyarakat sehingga keamanan Aceh sepenuhnya aman kembali.

d. DI/ TII Sulawesi Selatan

1. Latar Belakang pemberontakan

Pada masa perang kemerdekaan banyak laskar-laskar dari Sulawesi Selatan yang
ikut bertempur menghadapi tentara Kolonial Belanda. Setelah RI menerima
kedaulatan penuh, perang tidak terjadi lagi. Para laskar-laskar kemudian bergabung
membentuk kesatuan yang bernama Gerilya Sulawesi Selatan (GSS).

Para laskar itu meminta agar GSS semuanya dijadikan TNI atau APRIS dibawah
satu divisi yang dipimpin oleh Kahar Muzakkar sebagai panglimanya. Tuntutan itu
kemudian ditolak oleh pemerintah pusat karena GSS anggotanya banyak yang tidak
memenuhi syarat sebagai tentara profesional. Pemerintah memberi solusi bagi yang
memenuhi syarat yang masuk TNI, sedangkan yang tidak akan dimasukkan sebagai
tentara cadangan. keputusan pemerintah itu kemudian membuat Kahar Muzakkar
dan laskarnya menjadi kecewa terhadap pemerintah.
2. Proses pemberontakan

Pada 16 Agustus 1951 karena tuntutan Kahar Muzakkar tidak dipenuhi


pemerintah maka dia mengajak anak buahnya masuk hutan dengan membawa
senjata. Selanjutnya dua tahun berikutnya pada 7 Agustus 1953 dia
memperoklamasikan bahwa daerah Sulawesi Selatan bagian dari wilayah Darul
Islam pimpinan Kartosuwiryo dan pasukannya berganti nama menjadi Tentara
Islam Indonesia (TII).

3. Penumpasan pemberontakan

Setelah proklamasi itu kemudian pemerintah melakukan operasi militer di


Sulawesi Selatan. Kahar Muzakkar sulit ditangkap karena bersembunyi di hutan-
hutan dan gunung-gunung. Baru pada tanggal 3 Februari 1965 Kahar Muzakkar
dapat ditembak dalam sebuah operasi militer yang dilancarkan TNI.

3. APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

1. Latar belakang pemberontakan

Pemberontakan APRA ini sebenarnya pemberontakan yang dilakukan bekas


tentara KNIL yang dikomandoi oleh Raymond Westerling. Tujuannya
mempertahankan berdirinya negara Pasundan dan APRA sebagai pasukan yang
resmi.

Teror ini dilakukan karena menjelang 1950 keinginan anggota RIS untuk kembali
ke bentuk NKRI semakin menguat. Hal itu dibuktikan satu persatu negara-negara
bagian bergabung kembali ke NKRI. Tentu saja ini dianggap sebagai suatu
ancaman bagi Kolonial Belanda karena menginginkan Indonesia terpecah belah
melalui negara bagian- bagian yang tergabung dalam RIS. Menggunakan kata Ratu
Adil agar mendapat simpati dari rakyat karena bagi masyarakat kata Ratu Adil
artinya akan membawa pencerahan ke masa depan.

2. Proses pemebrontakan

Pada 23 Januari 1950 Westerling menggerakkan pasukan APRA yang sebagian


besar dari KNIL berkekuatan 500 pasukan untuk menyerang kota Bandung. Setiap
orang yang ada di jalan baik itu rakyat maupun TNI ditembaki dengan
membabi buta. Mereka menyerang markas devisi Siliwangi dan menembaki semua
prajurit yang ada. Ada 79 pasukan APRIS dari divisi Siliwangi yang gugur
selebihnya hanya 3 yang selamat.

Selain di Bandung APRA merencanakan serangan di Jakarta. Gerakan


APRA di Jakarta akan dibantu Sultan Hamid II yang akan dilaksaakan pada tangga
24 Januari 1950. Tujuannya menyerang gedung tempat kabinet bersidang. Rencana
mereka juga akan membunuh menteri kabinet seperti menteri pertahanan Sultan
Hamengku Buwono IX. Akhirnya rencana mereka gagal karena tercium aparat
intelegen.

3. Penumpasan pemberontakan

Upaya perundingan untuk menghentikan operasi militer APRA gagal


sehingga didakan operasi militer untuk menumpas APRA. Tentara APRIS
(Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) mendapat dukungan penduduk
Bandung sehingga dapat dengan cepat mengusir APRA dari Bandung. Selanjutnya
operasi militer dilanjutkan di Jakarta sehingga pada tanggal 4 April 1950 Sultan
Hamid II dapat ditangkap. Raimond Westeling dapat melarikan diri menggunakan
pesawat Catalina ke luar negeri pada 2 Februari 1950.

4. Pemberontakan Andi Aziz

1. Latar belakang pemberontakan

Pemberontakan Andi Aziz berlangsung di Makassar yang dipimpin oleh Andi


Aziz. Dia merupakan mantan perwira KNIL yang tergabung dalam APRIS. Dia juga
mantan ajudan presiden Negara Indonesia Timur (NIT). Pada tahun 1950 kondisi
di Makassar memang tidak kondusif karena banyak rakyat yang menginginkan
kembali menuju NKRI. Mereka sering melakukan demonstrasi kepada negara
federal agar kembali kepangkuan RI. Keadaan semakin parah karena masyarakat
yang setuju negara federal juga melakukan demonstrasi.

Ditengah situasi yang kacau, terseber isu bahwa APRIS akan mendatangkan
pasukan sebesar 900 orang ke Makassar untuk mengamankan keadaan. Pasukan ini
segera akan berlabuh di pelabuhan Makassar. Tentu saja berita ini sangat
mengkhawatirkan eksistensi mantas pasukan KNIL yang ada di Makassar. Mereka
kemudian bergabung dengan Kapten Andi Aziz dengan menamakan pasukan
bebas.

2. Proses pemberontakan

Pada 5 April 1950 pasukan Andi Azizz yang dibantu pasukan KNIL menyerang
markas APRIS di Makassar. Mereka berhasil menguasai markas APRIS dan juga
kota Makassar.

3. Jalannya penumpasan

Pada 8 April 1950 pemerintah pusat mengultimatum agar pasukan Andi Aziz
menyerah dan mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam waktu 2 x 24 jam.
Akhirnya Andi Aizi bersedia datang ke Jakarta pada 15 April 1950 setelah didesak
oleh presdien NIT, Sukawati. Setelah sampai di Jakarta dia ditangkap dan diadili
sebagai pemberontak. Semetara itu pasukan sisa-sisa Andi Aziz diserang oleh TNI
sebagai upaya penumpasan.

5. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

1. Latar belakang pemberontakan

Pemberontakan RMS dipimpin oleh Dr. Christian Robert Steven Soumokil,


mantana Jaksa Agung Negara Indonesia Timur (NIT). Pemberontakan ini menolak
bergabung dengan NKRI dan membentuk negara sendiri yang lepas dari NKRI.
Pemberontakan ini juga dimotori para mantan KNIL yang dilatarbelakangi
statusnya yaanag terancam setelah hasil KMB (Konferensi Meja Bundar). Rakyat
dihasut agar tidak kembali ke NKRI dan menolak kedatangan tentara APRIS/ TNI
dari Jawa dan Maluku.

2. Proses pemberontakan

Pada 25 April 1950 Soumokil memproklamasikan berdirinya RMS dan


menetapkan Kota Ambon sebagai ibukota RMS. Proklamasi itu ternyata mendapat
sambutan hangat dari orang-orang Maluku yang pro-Belanda dan para mantan
anggota KNIL yang sudah terkena hasutan. Rakyat yang menolak ajakan mereka
dan mendukung NKRI ditangkap dan dipenjarakan.

3. Penumpasan pemberontakan

Awalnya pemerintah meminta dengan jalan damai dengan mengirimkan dr.


Leimena untuk menghentikan langkah Soumokil. Upaya pemerintah itu ditolak oleh
Soumokil bahkan dia meminta perhatian dunia internasional dengan Amerika,
Belanda dan komisi PBB di Indonesia. Akhirnya pemerintah melakukan operasi
militer dengan komando Kolonel Kawilarang yang menjabat sebagai panglima
tentara dari teritorium Indonesia Timur. Pada 14 Juli 1950 Kolonel Kawilarang
menumpas gerakan separatis tersebut. Pada pertempuran itu Letkol Slamet Riyadi
gugur tetapi pada 28 September 1950 pasukan APRIS dapat menguasai kembali Kota
Ambon. Banyak tokoh RMS melarikan diri ke pulau Seram dan selama beberapa
tahun kelompok ini melakukan teror.

D. Disintegrasi Pada Masa Demokrasi Liberal

Pemberontakan PRRI/ Permesta

a. Latar belakang pemberontakan


Pemberontakan ini terjadi pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo II. Pergolakan yang
muncul di Sumatera dan Sulawesi ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap alokasi
dana pembangunan yang diterima dari pemerintah pusat. Ketidak puasan ini
memunculkan rasa ketidakpercayaan terhadap pemerintah. Selain itu mereka susah
menyampaikan aspirasinya melalui parlemen dalam mengubah kebijakan. Akhirnya
mereka menempuh jalan non parlemen dengan membentuk dewan-dewan di
daerah. Misalnya Sumatera Tengah dibentuk Dewan Banteng, di Sumatera Utara
dibentuk Dewan Gajah dan di Sumatera Selatan dibentuk Dewan Garuda.

Pada 21-24 November 1956 Dewan Banteng melakukan pertemuan dan


menghasilkan beberapa kesepakatan di Padang. Hasil kesepakatan itu kemudian
disampaikan kepada perdana menteri Ali Sastroamidjojo dengan mengirimkan
delegasi Dewan Banteng. Sementara itu Dewan Banteng mengambil keputusan
sendiri dengan mengambil alih kekuasaan di Sumatera Tengah di bawah gubernur
resmi Ruslan Muljoharjo. Tentu saja langkah itu mengakibatkan ketegangan
antara pemerintah pusat dengan Dewan Banteng.

Semenatara itu Dewan Gajah di Medan juga menguasai instansi-instansi resmi


pemerintah seperti RRI Medan yang digunakan untuk propaganda kegiatan dewan
kepada masyarakat. Akhirnya kegiatan Dewan Gajah berahir setelah pimpinan
mundur dan pindah dari Medan dengan diikuti anak buahnya.

Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin Letnan Kolonel Barlian


mengambil alih kekuasaan dari gubernur Sumatera Selatan yang dijabat Winarno
Danuatmojo. Untuk menghadapi pergolakan daerah tersebut pemerintah pusat
meminta diselesaikan dengan perdamaian tetapi sebelum langkah perundingan
dilaksanakan ada percobaan untuk membunuh Presiden Sukarno yang dikenal
dengan peristiwa Cikini pada 30 November 1957. Sukarno saat itu akan mengujungi
ulang tahun perguruan tempat putra-putinya sekolah. Dalam peristiwa itu
Sukarno selamat tetapi banyak anak sekolah yang menjadi korban akibat lemparan
granat.

Setelah peristiwa Cikini 1957 pergolakan daerah semakin meningkat dan


menunjukkan upaya untuk melepaskan diri dari NKRI. Selain di Sumatera terjadi
pergolakan yang serupa di Makassar dengan terbentuknya Dewan Lambung
Mangkurat dan di Manado ada Dewan Manguni.

b. Proses pemberontakan

Banyaknya pemberontakan yang terjadi ternyata melemahkan kabinet Ali


Sastroamidjojo II yang akhirnya menyerahkan mandat kekuasaan pemerintahan
kepada presiden. Keadaan yang semakin tidak menentu itu kemudian Sukarno
menyatakan bahwa negara dalam keadaan bahaya. Sukarno kemudian mengajak
partai politik untuk membentuk pemerintahan yang baru. Sukarno menunjuk Ir.
Juanda untuk menjadi perdana menteri dalam kabinet karya.

Sementara itu pimpinan Dewan Manguni di Manado yang bernama Letnan Kolonel
Ventje Sumual memproklamirkan berdirinya Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
pada 2 Maret 1957. Pendirian organisasi yang akan memisahkan diri dari NKRI itu
ditandatangani oleh 51 tokoh masyarakat Indonesia Timur. Tidak beberapa lama di
Sumatera diproklamasikan juga Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI) oleh Kolonel Ahmad Husain yang merupakan pimpinan Dewan Banteng
pada 15 Februari 1958.

Pada tanggal 10 Februari 1958 Kolonel Ahmad Husain berpidato kepada masyarakat
dengan mengultimatum pemerintah yang isinya 1). Kabinet Juanda harus
menyerahkan mandatnya kepada presiden dalam waktu 5 x 24 jam atau presiden
yang mencabut mandat tersebut. 2). Presiden menugaskan Hatta dan Sultan
Hamengku Buwono IX untuk membentuk kabinet nasional.

Mendapat ancaman tersebut pemerintah langsung mengambil langkah tegas


yaitu memecat dengan tidak hormat semua pimpinan gerakan separatis tersebut.
Sedangkan Mayor Jenderal AH. Nasution selaku KSAD membekukan komando
daerah militer Sumatera serta mengambil alih garis komando secara langsung.

c. Penumpasan pemberontakan

Untuk menumpas pemberontakan itu pemerintah melakukan operasi militer


dengan melibatkan dari berbagai kesatuan laut darat dan udara. Pasukan gabungan
yang diberi nama Operasi 17 Agustus itu dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani.

Tujuan operasi adalah menumpas segala bentuk gerakan separatis dan


mencegah campur tangan kekuatan asing yang sering kali berdalih melindungi
bisnis warga negaranya di Pekanbaru. Akhirnya tokoh-tokoh PRRI termasuk
Ahmad Husain menyerahkan diri setelah terdesak oleh operasi militer.

Sementara itu untuk menumpas gerakan Permesta pemerintah melancarkan


operasi militer yang diberi nama Operasi Merdeka pada bulan April

1958 di bawah komando Letnan Kolonel Rukminto Hendraningrat. Saat operasi


dilaksanakan TNI menemukan bukti adanya keterlibatan pihak asing dalam gerakan
tersebut yaitu salah satu pesawat asing ditembak jatuh oleh pasukan TNI di perairan
Ambon. Pesawat itu milik Amerika Serikat dan pilotnya AL. Pope yang juga
diyakini sebagai agen CIA.

Satu persatu TNI berhasil merebut daerah yang dikuasai Permesta dan pada
pertengahan tahun 1961 para pemimpin gerakan ini menyerah kepada pemerintah
NKRI.
F. Tokoh-tokoh Pejuang Mempertahankan Integrasi Bangsa

Upaya-upaya memecah belah bangsa dengan hadirnya banyak pemberontakan


sebenarnya sangat mengancam keutuhan NKRI. Pemberontakan-pemberotakan itu
akhirnya dapat diredam dan ditumpas. Keberhasilan penumpasan dan pencegahan
disintegrasi ini tidak lepas dari peran para tokoh bangsa yang berjuang untuk
mempertahankan integrasi bangsa. berikut tokoh-tokoh pejuang integrasi bangsa:

1. Sukarno

Presiden pertama Republik Indonesia tidak diragukan lagi perannya dalam


mempertahankan keutuhan bangsa. Peran yang sangat fenomenal adalah ketika
Sukarno memberlakukan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga bangsa ini kembali ke
UUD 1945. Dengan demikian bangsa ini tidak terpecah-pecah dalam kepentingan
politik dan ideologi. Selama hidupnya Sukarno berpimpi agar Indonesia bersatu di
bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga tidak mengherankan bahwa
orang yang berpaham nasionalis ini mengerahkan segala upaya apabila bangsa
Indonesia terancam disintegrasi.

2. Mohammad Hatta

Hatta berjuang untuk Indonesia merdeka sejak menjadi mahasiswa. Dalam peristiwa
disekitar proklamasi Hatta juga ikut dibawa pemuda ke Rengasdengklok bersama
Sukarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan. Hatta dikenal sebagai
pemimpin yang tenang, bijaksana dan hati-hati dalam setiap pengambilan
keputusan. Hatta juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia karena segala
pemikiran tentang perekonomian rakyat dituangkan dalam pasal 33 UUD 1945.
Tidak itu saja Hatta juga dikenal sebagai bapak peletak dasar politik luar negeri
yang bebas aktif tidak condong ke blok manapun.

3. Abdul Haris Nasution

Nasution merupakan tentara yang profesional. Dia salah satu tokoh pejuang
integrasi. Hal ini terlihat ketika terjadi pemberontakan PKI Madiun 1948. Dengan
bergerak cepat di bawah komandonya selaku Panglima Komando Jawa dapat
menumpas pemberotakan hanya butuh waktu satu hari untuk penumpasan.
Nasution

juga berjasa dalam penumpasan pemberontakan PRRI dan Permesta yang ingin
menggoyang kewibawaan NKRI.

4. Ahmad Yani

Yani tergabung dalam Peta dalam memulai kiriernya sebagai tentara. Yani sangat
berjasa dalam penumpasan pemberontakan DI/ TII di Jawa Tengah. Keberhasilan itu
ikut mengangkat namanya menjadi perwira tinggi yang diperhitungkan untuk
mempertahankan bangsa dari berbagai ancaman dan gangguan untuk keutuhan
NKRI.

5. Sultan Hamengku Buwono IX

Sultan Hamengku Buwono IX tidak diragukan lagi perannya dalam


mempertahankan keutuhan NKRI. Disaat Jakarta kacau balau sejak kedatangan
tentara Belanda dan NICA pada 4 Januari 1946 Sultan menawarkan agar ibukota
pindah ke Yogyakarta sebagai upaya agar para pemimpin bangsa dan bangsa
selamat dari rongrongan kolonial yang ingin menjajah kembali. Selama revolusi fisik
antara

1946-1950 Sultan dan para pemimpin bangsa seperti Sukarno, Hatta, Syahrir dll di
Yogyakarta berjung bahu membahu agar Indonesia tetap berdiri kokoh tidak
tergoyahkan walaupun terus digempur tentara Belanda.

Dalam Serangan 1 Maret 1949 Sultan juga sangat berperan penting sehingga
peristiwa itu dapat menyadarkan dunia Internasional bahwa Indonesia masih
ada karena selama ini digembar-gemborkan Belanda bahwa Indonesia sudah
terhapus karena pemimpinnya sudah ditangkap dan diasingkan. Perannya sebagai
menteri pertahanan ikut memelihara keutuhan bangsa baik memperhankan NKRI
dari penjajahan Belanda maupun keutuhan NKRI dari setiap pemberontakan-
pemberotakan yang pernah terjadi di tanah air.

G. Perkembangan Politik Pada Masa Awal Kemerdekaan

Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, tanggal 18


Agustus 1945 melalui sidan PPKI Sukarno dan Hatta ditetapkan sebagai presiden
dan wakil presiden Republik Indonesia. Dalam revolusi fisik antara 1946-1950 itu
tantangan politik dan ekonomi masih terasa sangat berat bangi bangsa Indonesia. Di
satu sisi kedatangan tentara sekutu dan NICA yang masih ingin menguasai kembali
Indonesia dengan serangan agresi Belanda I dan II serta perundingan-perundingan
yang hasilnya menguntungkan pihak Belanda.

Disisi lain hasil-hasil perundingan itu ternyata tidak memuaskan semua pihak
terutama para tokoh-tokoh bangsa Indonesia sehingga timbul rasa tidak puas yang
akhirnya memunculkan rasa tidak percaya dan berujung pada pemberontakan-
pemberontakan di daerah-daerah. Dengan demikian pemerintahan harus bekerja
keras untuk menghadapi bangsa asing dan menghadapi bangsa sendiri yang ingin
memisahkan diri dari NKRI.
Untuk menjaga agar pemerintahan berjalan dengan baik Sukarno membentuk
kabinet yang pertama yang dinamakan kabinet presidensial. Kabinet ini diketuai
oleh Presiden Sukarno dengan masa jabatan 4 September sampai dengan 14
Nopember 1945. Kabinet pertama tidak berlangsung lama. Pada 14 November 1945
dibentuk kabinet Republik Indonesia yang kedua dengan Sutan Syahrir
sebagai perdana menterinya. Selama ibukota RI dan para pemimpin bangsa pindah
ke Yogyakarta sejak 4 Januari 1946 Sutan Syahrir tetap di Jakarta untuk
mempermudah hubungan dengan dunia Internasional.

Sutan Syahrir akhirnya menyerahkan mandatnya sebagai perdana menteri karena


perundingan yang dijalankan dengan Belanda tidak mendapat dukungan dari
semua pihak. Ketika pembentukan kabinet yang ketiga Sukarno kembali membujuk
Syahrir agar menjadi perdana menteri. Akhirnya Syahrir menyanggupinya sehingga
disebut kabinet Syahrir II. Kabinet ini berakhir pada 2 Oktober 1946.

Selanjutnya dibentuk kabinet keempat yaitu Kabinet Syahrir III yang berlangsung 2
Oktober 1946 sampai dengan 3 Juli 1947. Pada tanggal yang sama presiden
mengeluarkan maklumat Nomor 6/1947 yang isinya menetapkan kekuasaan
sepenuhnya berada ditangan presiden. Melalui maklumat tersebut akhirnya kabinet
Syahrir III masuk masa demesioner.

Pada 3 Juli 1947 dibentuk kabinet yang kelima yang berlangsung 3 Juli 1947 sampai
dengan 11 Nopember 1947 dengan Amir Syarifuddin sebagai perdana
menterinya. Program kabinet ini sebenarnya melanjutkan program kabinet
sebelumnya. Pada 11 Nopember 1947 dibentuk kabinet yang keenam dengan Amir
Syarifuddin tetap sebagai perdana menterinya. Akhirnya kabinet dinyatakan
demesioner setelah pada 29 Januari 1948 mundurnya 5 orang menteri dari Masyumi.

Pada 29 Januari 1948 dibentuk kabinet ketujuh dengan Moh. Hatta sebagai
perdana menterinya. Kabinet ini akhirnya berakhir pada 4 Agustus 1948.
Memang kondisi politik pada saat itu masih dalam konflik antara Indonesia dengan
Belanda dan berbagai pemberontakan di tanah air.

Ketika terjadi Agresi militer Belanda II di Yogyakarta dan para pemimpin ditangkap
dan diasingkam dibentuk Pemeritahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang
berkedudukan di Bukittinggi. Maka dibentuklah kabinet PDRI berdasar intruksi
presiden kepada Syarifuddin Prawiranegara yang dikirim dari Yogyakarta sesaat
sebelum tentara menawan para pemimpin. Kabinet PDRI ini dipimpin oleh
Syarifuddin Parwiranegara dan berakhir pada 13 Juli 1949.

Pada 13 Juli 1949 dibentuk kabinet yang kedelapan dengan Hatta sebagai perdana
menterinya. Program kabinet ini menyesuikan dengan situasi dan kondisi pada saat
itu yang baru menghadapi agresifitas Belanda yang ingin menguasai kembali
Indonesia.

Pada 20 Desember 1949 sampai dengan 21 Januari 1950 dibentuk kabinet ke


sembilan yang dipimpin oleh Mr. Susanto Tirtiprojo. Dia adalah seorang kepala
kabinet yang berperan penting dalam trasisi RI ke RIS. Kabinet ini bekerja di bawah
perdana menteri Moh. Hatta. Ketika Indonesia menjadi bagian dari RIS dibentuk
kabinet yang kesepuluh di bawah kepemimpinan dr. A. Halim. Kabinet ini bertugas
21 Januari sampai dengan 6 September 1950. Akhirnya usia kabinet ini berakhir
seiring dengan kembalinya negara kesatuan Republik Indonesia pada bulan
September 1950.

H. Perkembangan Politik dan ekonomi Pada Masa Demokrasi Liberal

Hasil perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah salah satunya


terbentuknya negara RIS (Republik Indonesia Serikat). Sebenarnya Belanda
membetuk negara federal ini bertujuan untuk melemahkan integrasi bangsa sebagai
negara kesatuan.

Seiring berjalan waktu ternyata banyak negara-negara bagian yang ingin


mengabungkan diri menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada 15 Agistus
1950 perdana menteri kabinet RIS, Moh. Hatta menyerahkan mandatnya sebagai
perdana menteri kepada Presiden Sukarno dan pada 17 Agustus 1950 dan Indonesia
kembali menjadi negara kesatuan. Setelah berakhirnya pemerintahan RIS pada 1950
sebenarnya Indonesia masih menggunakan model pemerintahan demokrasi
parlementer yang liberal. Kabinet dipimpin oleh seorang perdana menteri
dan bertanggung jawab kepada parlemen. Saat itu presiden hanya
berkedudukan sebagai kepala negara.

Pada kurun waktu pemerintahan antara tahun 1950 sampai dengan 1959 memang
sering terjadi pergantian kabinet. Kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana
menteri itu sering jatuh bangun karena adanya mosi tidak percaya dari para oposisi
politiknya. Adapun kabinet yang pernah memerintah pada masa demokrasi liberal
sebagai berikut:

1. Kabinet Natsir (Masyumi) memerintah 6 September 1950 sd. 21 Maret 1951.

2. Kabinet Sukiman (Masyumi) memerintah 27 April 1951 sd. 3 April 1952.

3. Kabinet Wilopo (PNI) memerintah 3 April 1952 sd. 3 Juni 1953.

4. Kabinet Ali Sastraamidjojo I (koalisi PNI dan NU) memerintah 31 Juli 1953 sd. 12

Agustus 1955.
5. Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) memerintah 12 Agustus 1955 sd. 3
Maret

1956.

6. Kabinet Ali Sastraamidjojo II (koalisi PNI,Masyumi, NU) memerintah 20 Maret


1956 sd. 4 Maret 1957.

7. Kabinet Juanda (non politik) memerintah 9 April 1957 sd. 5 Juli 1959.

Tentu saja jatuh bangunnya kabinet-kabinet ini sangat tidak memberi kenyamanan
kepada perdana menteri yang memerintah. Jatuh bangunnya kabinet ini karena
adanya rasa mosi tidak percaya akibat pemerintahan dianggap gagal
dalam menangani berbagai peristiwa yang terjadi. Contoh misalnya jatuhnya
kabinet Wilopo yang harus mengakhiri pemerintahannya karena dianggap gagal
dalam menyelesaikan kasus 17 Oktober 1952.

Padahal kasus itu disebabkan oleh ulah beberapa perwira Angkatan Darat yang
melakukan protes dan meminta kepada presiden Sukarno agar parlemen
dibubarkan karena dianggap mencampuri kegiatan intren AD dan ada indikasi
korupsi di tubuh parlemen. Tentu saja Sukarno menolak membubarkan parlemen
sesuai tuntutan perwira Angkatan Darat karena jika itu dilakukan berarti
presiden melakukan tindakan otoriter. Kasus itu semakin runcing setelah Sukarno
menonaktifkan Nasution sebagai KSAD diganti oleh Kolonel Bambang Sugeng
karena dianggap bersalah melakukan kudeta kecil terhadap Presiden Sukarno.
Akhirnya Nasution setelah beberapa tahun tidak aktif diberi jabatan lagi di dinas
ketentaraan sehingga lambat laun kasus penyidikan kudeta kecil itu dihentikan.

Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang semua keputusan dan


pemikiran terpusat pada pemimpin yakni Presiden Sukarno. Masa demokrasi
terpimpin berlangsung mulai 1959 sampai dengan 1965 saat kekuasaan Sukarno
tumbang ditangan Orde Baru.

Perkembangan ekonomi pada masa demokrasi liberal sungguh lambat karena


berbagai permasalahan yang dihadapi. Permasalahan yang muncul tidak lepas dari
beberapa hal yaitu:

1. Setelah pengakuan kedaulatan, bangsa Indonesia menanggung beban ekonomi

dan keuangan yang ckup besar seperti yang diputuskan dalam Konferensi Meja
Bundar diantaranya bangsa Indonesia harus menutup kerugian perang dari pihak
Belanda selama perang revolusi fisik.

2. Ketidakstabilan politik akibat jatuh bagunnya kabinet menyedot banyak


anggaran
disamping untuk mengatasi biaya anggaran operasional dalam penumpasan
pemberontakan di daerah-daerah.

3. Ekspor hanya tergantung kepada perkebunan sedangkan angka


pertambahan penduduk semakin tajam.

C. GLOSARIUM
Revolusi: perubahan ketatanegaraan yang dilakukan dengan perlawanan senjata
Konferensi: pertemuan atau bertukar pendapat mengenai suatu masalah yang
dihadapi bersama
Disintegrasi: terpecah belah

D. DAFTAR PUSTAKA

Adi Sudirman. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia Dari Era Klasik Hingga
Terkini, Yogyakarta: Diva Press

Lilik Suharmaji. 2019. Sultan Hamengku Buwono IX Keteladanan Sang Penjaga


Gawang. Yogyakarta: Ombak.

Nugroho Notosusanto. 1985. 30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964 Jilid II.


Jakarta: Tira Pustaka

Nugroho Notosusanto. 1985. 30 Tahun Indonesia Merdeka 1965-1973 Jilid III.


Jakarta: Tira Pustaka

Ratna Hapsari dan M. Adil. 2016. Sejarah Indonesia Untuk SMA/ MA Kelas XII
Kelompok Wajib. Jakarta: Erlangga

Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta. Ricklefs, MC. 2005. Sejarah Indonesia Baru 1200-2004, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta. Ricklefs, MC. 2016. Sejarah Indonesia Modern,
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai